2. Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan lambat pada setiap nefron.
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan penyakit inflamasi atau non inflamasi
pada glomerulus yang menyebabkan perubahan permeabilitas,
perubahan struktur dan fungsi glomerulus (Sudoyo2014)
b. Proteteinuria
Adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai normalnya
yaitu terjadinya 150mg/24jamatau anak-anak lebih dari 140mg/m
(Sudoyo 2010)
c. Penyakit ginjal diabetic
Pada pasien diabetes berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi,
seperti terjadinya batu saluran kemih, infeksi saluran kemih,
pielonefritis yang selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetic
pada pasien diabetes.
d. Amolidosis ginjal
Adalah penyakit dengan karakteristik penimbulan polimer protein di
ekstraseluler dan gambaran dapat diketahui dengan histokimis dan
gambaran ultrastruktur yang khas.
e. Diabetes mellitus
Adalah penyebab utama dan terjadi lebih dari 30% klien yang
menerima dialysis, hipertensi adalah penyebab utama ERSD kedua
(yuli 2015)
1) Obstruksi dan infeksi, liskemia dan infeksi nefron-nefron ginjal
2) Nefrotik diabetic, angiopati sehingga jaringan ginjal <O2 dan
nutrisi
3) Nefritis lupus, kerusakan jaringan dan nefron ginjal.
4) Eritematosa lupus sistemik
5) Nefrosklerosis hipertensi, hipertensi jangka panjang menyebabkan
sclerosis dan penyempitan arteriol ginjal.
3. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LPG (Laju
filtration Glomerulus) dimana nilai normal nya adalah 125 ml/min/1,73m
dengan rumus lockrof.
4. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer dan bare (2014) setiap sistem tubuh pada
Chronic Kidney Disease (CKD) dipengaruhi kondisi uremia, maka klien
akan menunjukkan jumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia klien dengan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala ginjal kronis adalah sebagai
berikut:
a. Kardiovaskuler
Mecakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin-angiotensisn-aldosteron) pitting edema (kaki, tangan
sacrum) pembesaran vena leher.
b. Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul.
d. Gastrointestinal
Napas berbau anomia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual, muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
e. Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Reproduktif
Amenore dan atrofil testikuler.
5. Patofisiologi
Secara patofisiologis gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan penanganan garam, serta penimbunan zat-
zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit.
Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis
gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang
mengambil alih fungsi nefron yang rusak, nefron yang tersisa
meningkakan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan seksresinya, serta
mengalami hipertrofi (Arif Muttaqin, 2014).
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron
yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron
tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron
nefron, trrjadi pembentukan jaringan perut dan aliran darah ginjal akan
berkurang. Pelepsan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan
beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan
memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan
filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan
semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan
nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan
manifestasi penumpukan metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari
sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan
manifestasi pada setiap organ tubuh (Sukandar, 2006).
Terapi Nonfarmakologis
1. Pengaturan asupan protein
a. Pasien nondiaslis 0,6—0.75 g/kg BB ideal/hari sesuai dengan CCT
dan toleransi pasien
b. Pasien hemosialisis 1-1,2 g/kg BB ideal/hari
c. Pasien peritoneal dialysis 1,3 g/kg BB/hari
2. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kg BB ideal/hari
3. Pengaturan asupan lemak: 30-40 % dari kalori total dan mengandung
jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tak jenuh
4. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60 % dari kalori total
5. Pengaturan asupan garam dan mineral
a. Garam (NaCl): 2-3 g/hari
b. Kalium: 40-70 mEq/kg BB/hari
c. Fosfor: 5-10 mg/kg BB/hari. Pasien hemodialysis 17 mg/hari.
d. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
e. Besi: 10-18 mg/hari
f. Magnesium: 200-300 mg/hari
6. Asam folat pasien hemodialisa: 5 mg
7. Air: jumlah urine 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah air diasalat yang keluar.
Kenaikan berat badan di antara waktu hemodialisa <5% BB kering.
Terapi Farmakologis
1. Kontrol tekanan darah
a. Enghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II → evaluasi
kreatinin dan kalium serum. Bila kreatinin >35% atau timbul
hiperkalemi, hentikan terapi ini.
b. Penghambat kalsium
c. Diuretik
2. Pada pasien diabetes melitus, gula daah dikontrol. Hindari memakai
metrfominin dan obat-obatan sulfonylurea dengan masa kerja yang
panjang. Target HbA1C untuk DM tipe I: 0,2 di atas nilai normal
tertinggi. Untuk DM tipe II adalah 6%.
3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
4. Kontrol hiperosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat.
5. Kontrol osteodistrol renal: kalsitriol
6. Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3 20-22 mEq/l
7. Koreksi hyperkalemia
8. Kontrol displidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan
golongan statin
9. Terapi ginjal pengganti
Komplikasi
1. Komplikasi hematologis
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan
air akibat hilangnya nefron . namun beberapa pasien tetap
mempertahankan sebagai filtrasi , namun hilangnya fungsi tubulus ,
sehingga mengeskresi urin yang sangat encer , yang dapat menyebabkan
dehidrasi
4. kulit
Keluhan yang timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier
serta dapat disebebkan oleh deposit kalsium fosfatpada jaringan . gatal
dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dengan krim yang
mencegah kulit kering
5. Gastrointestinal
10.Penyakit jantung
- hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit -
RFT ( renal fungsi test ) ureum dan
kreatinin - LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
- koagulasi studi
PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- urine rutin
3. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram