Anda di halaman 1dari 14

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) menjadi salah satu masalah besar
didunia. Menurut WHO pertumbuhan penderita GGK tahun 2013
meningkat 50% dari tahun sebelumnya setiap tahunya 200.000 orang
menjalanin hemodialysis.
Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD)
adalah penurunan suatu fungsi ginjal bersifat progesif dan umunya tidak
dapat pulih (Smeltzer,2008).
Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner
(tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan
sampah metabolisme dari dalam tubuh.
Fungsi ginjal tersebut secara umum antara lain yaitu sebagai
ultrafiltrasi yaitu proses ginjal dalam menghasilkan urine keseimbangan
elektrolit, pemeliharaan keseimbangan asam basa eritropoiesis yaitu fungsi
ginjal dalam produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau mengatur
kalsium serum dan fosfor, regulasi tekanan darah, ekresi sisa metabolic
dan toksin (Brandewo, Wilfriad & Yakobus 2009).

2. Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan lambat pada setiap nefron.
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan penyakit inflamasi atau non inflamasi
pada glomerulus yang menyebabkan perubahan permeabilitas,
perubahan struktur dan fungsi glomerulus (Sudoyo2014)
b. Proteteinuria
Adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai normalnya
yaitu terjadinya 150mg/24jamatau anak-anak lebih dari 140mg/m
(Sudoyo 2010)
c. Penyakit ginjal diabetic
Pada pasien diabetes berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi,
seperti terjadinya batu saluran kemih, infeksi saluran kemih,
pielonefritis yang selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetic
pada pasien diabetes.
d. Amolidosis ginjal
Adalah penyakit dengan karakteristik penimbulan polimer protein di
ekstraseluler dan gambaran dapat diketahui dengan histokimis dan
gambaran ultrastruktur yang khas.
e. Diabetes mellitus
Adalah penyebab utama dan terjadi lebih dari 30% klien yang
menerima dialysis, hipertensi adalah penyebab utama ERSD kedua
(yuli 2015)
1) Obstruksi dan infeksi, liskemia dan infeksi nefron-nefron ginjal
2) Nefrotik diabetic, angiopati sehingga jaringan ginjal <O2 dan
nutrisi
3) Nefritis lupus, kerusakan jaringan dan nefron ginjal.
4) Eritematosa lupus sistemik
5) Nefrosklerosis hipertensi, hipertensi jangka panjang menyebabkan
sclerosis dan penyempitan arteriol ginjal.

3. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LPG (Laju
filtration Glomerulus) dimana nilai normal nya adalah 125 ml/min/1,73m
dengan rumus lockrof.

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m)


Kerusakan ginjal dengan LFG
1 ≥90
normal atau
Kerusakan ginjal dengan LFG
2 60-89
atau ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG 30-59
atau sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG
4 15-29
atau berat
5 Gagal Ginjal <15 atau dialis

4. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer dan bare (2014) setiap sistem tubuh pada
Chronic Kidney Disease (CKD) dipengaruhi kondisi uremia, maka klien
akan menunjukkan jumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia klien dengan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala ginjal kronis adalah sebagai
berikut:
a. Kardiovaskuler
Mecakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin-angiotensisn-aldosteron) pitting edema (kaki, tangan
sacrum) pembesaran vena leher.
b. Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul.
d. Gastrointestinal
Napas berbau anomia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual, muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
e. Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.

f. Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Reproduktif
Amenore dan atrofil testikuler.

5. Patofisiologi
Secara patofisiologis gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan penanganan garam, serta penimbunan zat-
zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit.
Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis
gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang
mengambil alih fungsi nefron yang rusak, nefron yang tersisa
meningkakan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan seksresinya, serta
mengalami hipertrofi (Arif Muttaqin, 2014).
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron
yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron
tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron
nefron, trrjadi pembentukan jaringan perut dan aliran darah ginjal akan
berkurang. Pelepsan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan
beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan
memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan
filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan
semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan
nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan
manifestasi penumpukan metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari
sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan
manifestasi pada setiap organ tubuh (Sukandar, 2006).

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada


penyakit yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan
selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa
ginjal yang mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron
yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokinin dan growth factors.
Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi
ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya
sudah tidak aktif lagi.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana LFG masih
normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
60% pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tetapi sudah
terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai
pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air serta elektrolit
antara lain natrium dan kalsium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi
gejala dan komlikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan
terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal (Sukandar, 2006).
6. Pathway
7. Penatalaksanaan medis
Sangat dipengaruhi oleh penyebab / penyakit primer . penyakit prerenal
perlu sekali di evaluasi , misalnya dehidrasi , penurunan tekanan darah
,CVP<3cm , syok dan KU jelek
Tindakan awal yang harus dilakukan adalah ;
a. Terhadap faktor prerenal ; koreksi faktor prerenal dan koreksi cairan
dengan darah , plasma atau NaCL fisiologikatau ringer ,jika 30-60menit
produksi urin tak naik berikan monitol 0,5-1gr/kg BB IV 2 jam tidak
berhasil
(urin tetap 200-250 cc/m2/hr) furosemid lagi tak berhasil maka masuk ke
tindakan oliguria
b. Fase oliguria
a) Pemantauan ketat
-timbangan BB tiap hari
-perhitungan ketat cairan : masukan vs haluaran
-tanda tanda vital
Lab ; Hct, CL-, Ca+fosfat, asam urat , kreatinin , pa CO2,BUN( tiap
hari )
b) Tanggulangi komlikasi
c) Diet
-Kalau dapat oral : kaya KH dan lemak
-batasi protein 0,5-1 gr BB/hari , dengan protein berkualitas tinggi
-lebih aman intravena
d) Cairan
Jumlah cairan 2/3 kebutuhan sensible maupun insensible (sisanya
akan terpenuhi dari air hasil metabolisme ) pada udara kering kurang
400 ml/m2/hari
e) Hiperkalemia
f) Monitor ekg
Dan adapun pula yang tetap yang harus diperhatikan sebagai berikut :
1. Pengobatan penyakit dasar atas diagnosis yang ada
2. Pengobatan pada penyakit penyerta
3. Penghambatan progresivitas penurunan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan pengobatan terhadap komplikasi
5. Persiapan dan pemilihan terapi pengganti ginjal, khususnya apabila
sudah didapakan gejala dan tanda uremia

Terapi Nonfarmakologis
1. Pengaturan asupan protein
a. Pasien nondiaslis 0,6—0.75 g/kg BB ideal/hari sesuai dengan CCT
dan toleransi pasien
b. Pasien hemosialisis 1-1,2 g/kg BB ideal/hari
c. Pasien peritoneal dialysis 1,3 g/kg BB/hari
2. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kg BB ideal/hari
3. Pengaturan asupan lemak: 30-40 % dari kalori total dan mengandung
jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tak jenuh
4. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60 % dari kalori total
5. Pengaturan asupan garam dan mineral
a. Garam (NaCl): 2-3 g/hari
b. Kalium: 40-70 mEq/kg BB/hari
c. Fosfor: 5-10 mg/kg BB/hari. Pasien hemodialysis 17 mg/hari.
d. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
e. Besi: 10-18 mg/hari
f. Magnesium: 200-300 mg/hari
6. Asam folat pasien hemodialisa: 5 mg
7. Air: jumlah urine 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah air diasalat yang keluar.
Kenaikan berat badan di antara waktu hemodialisa <5% BB kering.
Terapi Farmakologis
1. Kontrol tekanan darah
a. Enghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II → evaluasi
kreatinin dan kalium serum. Bila kreatinin >35% atau timbul
hiperkalemi, hentikan terapi ini.
b. Penghambat kalsium
c. Diuretik
2. Pada pasien diabetes melitus, gula daah dikontrol. Hindari memakai
metrfominin dan obat-obatan sulfonylurea dengan masa kerja yang
panjang. Target HbA1C untuk DM tipe I: 0,2 di atas nilai normal
tertinggi. Untuk DM tipe II adalah 6%.
3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
4. Kontrol hiperosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat.
5. Kontrol osteodistrol renal: kalsitriol
6. Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3 20-22 mEq/l
7. Koreksi hyperkalemia
8. Kontrol displidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan
golongan statin
9. Terapi ginjal pengganti

Komplikasi

1. Komplikasi hematologis

Anemia pada penyakit gagal ginjal kronik disebabkan pleh produksi


eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan
pemberian eritropoetin subkutan atau intravena.
2. penyakit vaskular dan hipertensi
Penyakit vaskular merupakan penyebab utama kematian pada gagal
ginjal kronik . pada pasien yang tidak menyandang diabetes , hipertensi
mungkinmerupakan faktor resiko yang paling penting sebagian besar
hipertensi pada penyakit gagal gijal kronik disebakan hipervolemia akibat
retensi natrium dan air

3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan
air akibat hilangnya nefron . namun beberapa pasien tetap
mempertahankan sebagai filtrasi , namun hilangnya fungsi tubulus ,
sehingga mengeskresi urin yang sangat encer , yang dapat menyebabkan
dehidrasi
4. kulit
Keluhan yang timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier
serta dapat disebebkan oleh deposit kalsium fosfatpada jaringan . gatal
dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dengan krim yang
mencegah kulit kering

5. Gastrointestinal

Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering


terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal.
Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi.
Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat
menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.
Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai
urin.
6 . Endokrin

Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,


impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita,
sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas.
Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi
dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan
massa otot pada orang dewasa.
7 .Neurologis dan psikiatrik

Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan


kelelahan, kehilangan kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan
tanda iritasi neurologis (mencakup tremor,
asteriksis,agitasi,meningismus, peningkatan tonus otot dengan
mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor, dan
yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada
uremia dan terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid
(parathyroid hormone, PTH) pada transpor kalsium membran yang dapat
berkontribusi dalam menyebabkan neurotransmisi yang abnormal.
Gangguan tidur seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam (restless leg)
atau kram otot dapat juga terjadi dan kadang merespons terhadap
pemberian kuinin sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi dan ansietas
sering terjadi dan terdapat peningkatan risiko bunuh diri.
8.Imunologis

Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi


sering terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan
dialisis dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan
tidak tepat.
9.Lipid

Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat


penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien
yang menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani
hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti
apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal.

10.Penyakit jantung

Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya


jika kadar ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme
sekunder yang berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan
hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis
arteriovena yang besara dapat menggunakan proporsi curah jantung
dalam jumlah besar sehingga mengurangi curah jantung yang dapat
digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.
Pemeriksaan penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi
maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis
ataupun kolaborasi antara lain : 1.Pemeriksaan lab.darah

- hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit -
RFT ( renal fungsi test ) ureum dan
kreatinin - LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit

Klorida, kalium, kalsium

- koagulasi studi

PTT, PTTK

- BGA

2. Urine

- urine rutin

- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

3. pemeriksaan kardiovaskuler

- ECG

- ECO

4. Radidiagnostik

- USG abdominal

- CT scan abdominal

- BNO/IVP, FPA

- Renogram

- RPG ( retio pielografi )

Anda mungkin juga menyukai