Anda di halaman 1dari 9

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

PENDIDIKAN BERPIKIR (KRITIS DAN KREATIF)


BERBAHASA INDONESIA SMA
MELALUI PEMBELAJARAN LINTAS MATA PELAJARAN

Fida Pangesti*)
Universitas Negeri Malang
E-mail: Fida.nisa_08@yahoo.co.id
Pembimbing: (1) Prof. Dr. Suyono, M. Pd., (2) Dr. Roekhan, M. Pd.

ABSTRACT: The purpose of this research is to produce educational materials to think


(critically and creatively) Indonesian through the study of cross-language subjects. The
specific objectives are to describe (1) form, (2) conspicuousness, and (3) the
effectiveness of the product. In terms of form, the characteristics of instructional
materials that use Bloom's Taxonomy in developing thinking skills, including the four
language skills, and including three subjects. The conspicuousness of products lies in
the content, presentation, and graphics. Meanwhile, because the t-test produces a t count
= 2.738 with 0.008 significance level (> 0.01), so the teaching materials effective.

Key words: development of teaching materials, educational thinking, Indonesian


language skills, cross subjects

ABSTRAK:. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan bahan ajar pendidikan


berpikir (kritis dan kreatif) berbahasa Indonesia melalui pembelajaran lintas mata
pelajaran. Adapun tujuan khususnya yaitu mendeskripsikan (1) wujud, (2)
kemenarikan, dan (3) efektivitas produk. Dari segi wujud, bahan ajar menggunakan
Taksonomi Bloom, mencakup 4 keterampilan berbahasa, dan mencakup 3 mata
pelajaran. Kemenarikan produk terletak pada isi, penyajian, dan kegrafikaan.
Sementara itu, uji-t menghasilkan thitung = 2.738 dengan taraf signifikansi 0,008
(> 0,01), sehingga bahan ajar efektif.

Kata kunci: pengembangan bahan ajar, pendidikan berpikir, keteram-pilan berbahasa


Indonesia, pembelajaran lintas mata pelajaran
Berpikir merupakan poros dari segala ilmu pengetahuan. Dengan kemampuan
berpikir yang memadai, siswa tidak hanya dapat menguasai isi dari setiap mata
pelajaran yang dipelajarinya, tetapi juga dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Soemanto (1990:29) menyatakan bahwa berpikir adalah
meletakkan hubungan antar bagian pengetahuan yang diperoleh manusia. Yang
dimaksud pengetahuan di sini mencakup segala konsep, gagasan, dan pengertian
yang telah dimiliki dan atau diperoleh manusia. Sementara itu, Plato (dalam
Suryabrata, 1989:54) berpendapat bahwa berpikir adalah aktivitas ideasional.
Artinya, aktivitas berpikir bukanlah aktivitas sensoris maupun motoris, walaupun
dapat disertai oleh kedua hal tersebut.
Ada banyak sekali jenis berpikir, antara lain berpikir kritis dan berpikir
kreatif. Dewey (dalam Fisher, 2008:2) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah
mempertimbangkan secara aktif, terus-menerus, dan teliti mengenai sebuah
keyakinan atau bentuk pengetahuan dipandang dari sudut alasan-alasan yang
mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan yang menjadi kecenderungannya.
Sementara itu, Abidin (2010:6) mendefinisikan berpikir kreatif sebagai
kegiatan memecahkan masalah dengan menggunakan kombinasi dari semua
proses berpikir.
Kedua keterampilan berpikir di atas─kritis dan kreatif─tidak dapat
dipisahkan dari keterampilan berbahasa. Bono (1994:42) menyatakan bahwa
berpikir adalah suatu kemahiran semantik. Kesalahan-kesalahan dalam berpikir
tidak lain adalah kesalahan semantik, sedangkan konsistensi logika adalah
konsistensi semantik. Pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat Fisher (2008:21)
yang menyatakan bahwa ada kata-kata dan frasa-frasa tertentu yang orang pakai
secara khusus untuk menunjukkan bahwa mereka mengargumentasikan sebuah
kasus, bahwa mereka mengemukakan alasan-alasan untuk sebuah kesimpulan.
Selanjutnya, keterampilan berpikir kritis dan kreatif dapat dikembangkan
dengan keterampilan berbahasa. Adanya aktivitas berpikir didahului oleh
rangsang bahasa. Sebaliknya, hasil berpikir itu akan bermakna jika diekspresikan
melalui simbol-simbol bahasa, baik verbal maupun tulis. Artinya, keterampilan
berbahasa yang bersifat aktif-reseptif (membaca dan menyimak) dapat dijadikan
sebagai rangsang berpikir (kritis dan kreatif) yang hasilnya diekspresikan dengan
keterampilan berbahasa yang bersifat aktif-produktif (menulis dan berbicara).
Jika berpikir kritis dan kreatif dengan berbahasa dijadikan sebagai tujuan
dalam pendidikan, maka dibutuhkan sebuah model pembelajaran yang sesuai.
Model pembelajaran yang dimaksud yaitu model pembelajaran yang mengon-
disikan siswa untuk dapat mengaitkan antarkonsep, menemukan solusi, serta
mengembangkan keterampilan berbahasa. Indikator-indikator tersebut terdapat
dalam pembelajaran terpadu. Trianto (2010:120) menyatakan bahwa model
pembelajaran terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk
mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan antara konsep,
pengetahuan, nilai atau tindakan yang terdapat dalam kompetensi dasar. Dengan
menggunakan pembelajaran terpadu, secara psikologik peserta didik digiring
untuk berpikir secara terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistemik, analitik, dan
kreatif.
Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran lintas mata pelajaran
membutuhkan bahan ajar sebagai acuan. Bahan ajar merupakan the foundation of
learning in classroom (Muslich, 2010:30). Dengan adanya bahan ajar,
pembelajaran di dalam kelas akan menjadi lebih terarah dan terstruktur. Selanjut-
nya, Muslich (2010:56−57) menyatakan bahwa bahan ajar memiliki beberapa
fungsi, yaitu (1) mencapai kompetensi yang ingin dicapai dalam pembelajaran; (2)
meningkatkan hasil belajar siswa; dan (3) membantu guru dalam mengelola kelas.
Menyadari beberapa hal di atas, maka dirasa sangat perlu adanya sebuah bahan
ajar yang melatihkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif serta berbahasa siswa
dalam ranah pembelajaran lintas mata pelajaran.
Berpijak pada uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan produk bahan ajar pendidikan berpikir (kritis dan kreatif) dengan
berbahasa Indonesia SMA melalui pembelajaran lintas mata pelajaran. Adapun
tujuan khusus penelitian ini yaitu mendeskripsikan (1) wujud , (2) kemenarikan,
dan (3) keefektifan bahan ajar pendidikan berpikir (kritis dan kreatif) dengan
berbahasa Indonesia SMA lintas mata pelajaran.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang menggunakan


model prosedural Borg & Gall. Model prosedural adalah model deskriptif yang
menggambarkan alur atau langkah-langkah prosedural yang harus diikuti untuk
menghasilkan produk tertentu (Setyosari, 2010:200). Adapun tahapan dalam
model prosedural Borg & Gall meliputi: (1) penelitian dan pengumpulan
informasi awal, (2) perencanaan, (3) pengembangan format produk awal, (4) uji
coba awal, (5) revisi produk, (6) uji coba lapangan, (7) revisi produk, (8) uji
lapangan, (9) revisi produk akhir, dan (10) desiminasi dan implementasi.
Kesepuluh langkah tersebut tidak semua dilaksanakan, tetapi diadaptasi sesuai
dengan kebutuhan penelitian.
Langkah-langkah pengembangan yang dilaksanakan dalam penelitian ini
yaitu (1) tahap persiapan/prapengembangan, (2) tahap pengembangan produk,
(3) tahap uji coba produk, dan (4) tahap revisi atau penyempurnaan produk.
Pertama, tahap prapengembangan dilakukan dengan cara melakukan kajian teori,
analisis bahan ajar yang digunakan di lapangan, wawancara guru, dan penyebaran
angket kepada siswa sehingga diperoleh data yang otentik tentang kebutuhan
pembelajaran di lapangan. Kedua, tahap pengembangan produk merupakan proses
mewujudkan produk berdasarkan spesifikasi produk yang dihasilkan pada tahap
prapengembangan. Ketiga, tahap uji coba produk dilakuakn dengan cara uji ahli,
uji praktisi, dan uji lapangan dengan tujuan untuk mengetahui validitas,
kemenarikan, serta efektivitas bahan ajar. Uji ahli dilakukan di Universitas Negeri
Malang terhadap dosen Sastra Indonesia, dosen Ekonomi, dosen Biologi, dan
dosen Desain Komunikasi Visual. Uji praktisi dilakukan di SMA Negeri 1 pagak
terhadap praktisi Bahasa Indonesia, praktisi Biologi, dan praktisi Ekonomi.
Sementara itu, uji lapangan kelompok terbatas dilakukan terhadap 56 siswa kelas X-
8 dan X-5 SMA Negeri 1 pagak. Pada tahap uji lapangan tersebut, peneliti
menggunakan desain penelitian eksperimen semu (quasy eksperiment) untuk
mengetahui perbedaan hasil belajar antara kelas yang menggunakan bahan ajar
yang dikembangkan oleh peneliti dengan kelas yang menggunakan bahan ajar
lain. Keempat, tahap revisi atau penyempurnaan produk merupakan tindak lanjut
dari berbagai rekomendasi perbaikan dari validator pada tahap uji coba produk.
Tahap ini menghasilkan produk yang siap diimplementasikan dan diseminasi.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi
instrumen prapengembangan dan instrumen pascapengembangan. Instrumen
prapengembangan adalah segala instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan
informasi awal guna mengembangkan bahan ajar. Instrumen ini terdiri dari
matriks analisis, pedoman wawancara, angket, dan pedoman kajian pustaka.
Sementara itu, instrumen pascapengembangan adalah segala instrumen yang
digunakan untuk memperoleh data tentang validitas bahan ajar dan hal-hal lain
yang ingin diketahui peneliti dari bahan ajar yang telah dikembangkan. Instrumen
ini terdiri dari matriks analisis bahan ajar, angket penilaian bahan ajar, angket
catatatan kemenarikan bahan ajar, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan
tes.
Dari instrumen-instrumen di atas, diperoleh data penelitian berupa data
numerik dan data verbal. Data numerik meliputi skor penilaian bahan ajar serta
skor tes kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sementara itu, data verbal meliputi
transkrip wawancara; hasil analisis bahan ajar; hasil angket; hasil observasi; dan
catatan, komentar, kritik, maupun saran yang ditulis oleh subjek uji coba pada
lembar penilaian.
Oleh karena data yang diperoleh berupa data numerik dan data verbal,
maka analisis yang dilakukan berupa analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
Analisis kuantitatif terdiri dari teknik analisis rata-rata yang digunakan untuk
menganalisis skor uji coba bahan ajar dan analisis SPSS 16.0 for Windows yang
digunakan untuk menganalisis skor pretest dan posttest siswa. Sementara itu, data
verbal dianalisis dengan analisis kualitatif yang meliputi: (1) mengumpulkan data
verbal tertulis yang diperoleh dari hasil wawancara, angket, observasi, dan catatan
lapangan; (2) mentranskrip data verbal lisan; (3) menghimpun, menyeleksi, dan
mengklasifikasi data verbal tulis dan hasil transkrip verbal lisan berdasarkan
kriteria; dan (4) menganalisis data serta merumuskan simpulan analisis sebagai
dasar untuk melakukan tindakan terhadap produk yang dikembangkan.

Untuk mengembangkan ketrampilan berpikir kritis dan kreatif, tentu


dibutuhkan pijakan yang kuat sebagai dasarnya. Penentuan indikator-indikator
berpikirnya harus jelas, tepat, dan terukur. Oleh karena itu, peneliti memilih
Taksonomi Bloom sebagai pijakan berpikir kritis dan kreatif.
Taksonomi Bloom bukanlah taksonomi yang asing bagi pendidikan di
Indonesia, bahkan dunia. Dalam taksonominya yang baru (revisi), dimensi
pengetahuan dan kognitif dibedakan dengan tegas (Widodo, 2006). Tingkatan-
tingkatan berpikir dalam dimensi kognisinya pun mengalami perubahan. Awalnya
tingkatan berpikir dalam dimensi kognisi Bloom terdiri dari C1 mengingat, C2
memahami, C3 analisis, C4 sintesis, dan C5 evaluasi. Sementara itu, dalam
taksonominya yang baru (revisi) tingkatan berpikir terdiri dari C1 menghafal, C2
memahami, C3 mengaplikasi, C4 menganalisis, C5 mengevaluasi, dan C6
membuat atau create.
Jika berpikir kritis-kreatif didefinisikan sebagai berpikir tingkat tinggi,
maka sebenarnya berpikir kritis dan kreatif terletak pada tataran C4-C6, yaitu
menganalisis, mengevaluasi, dan berkreasi. Akan tetapi, C2 dan C3 tetap harus
dilatihkan. Hal itu sejalan dengan dua dari dua belas komponen berpikir yang
dikemukakan Edward Glaser (dalam Fisher, 2008:7), yaitu (1) mengenal atau
memahami masalah dan (2) menemukan serta menerapkan cara-cara yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini, C1 memang ditanggalkan
karena keterampilan tersebut sudah diajarkan sejak jenjang pendidikan sekolah
dasar, bahkan sebelumnya. Dengan demikian, bahan ajar ini terfokus pada
pengembangan keterampilan (1) memahami, (2) mengaplikasikan, (3) menga-
nalisis, (4) mengevaluasi, dan (5) berkreasi. Proses kognitif dalam tahap
memahami yaitu menafsirkan, mengklasifikasikan, dan menarik kesimpulan.
Selanjutnya, pada tahap mengimplementasikan siswa dibimbing untuk dapat
memilih dan mengimplementasikan metode yang digunakan dalam penyelesaian
tugas. Pada tahap menganalisis, proses kognitif difokuskan pada kemampuan
mengorganisir yang dijabarkan dalam subkemampuan menguraikan, merinci, dan
membagankan. Sementara itu, pada tahap mengevaluasi siswa dilatih untuk
memeriksa, menyetujui atau menyanggah, mengkritik, dan membandingkan.
Terakhir, pada tahap berkreasi difokuskan pada kemampuan untuk merumuskan
(generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).
Keterampilan berbahasa menurut definisi para ahli diuraikan sebagai
keterampilan untuk menerima dan menyampaikan pesan (Muzaki, 2011). Fokus
definisi tersebut adalah pada menerima dan menyampaikan pesan. Dengan
demikian, ada dua komponen pokok yang mutlak harus dikuasai, yaitu reseptif
dan produktif. Reseptif berarti menerima pesan melalui aktivitas membaca dan
mendengar. Sementara produktif berarti keterampilan menyampaikan gagasan
dalam bentuk ujaran dan tulisan (berbicara dan menulis). Keempat keterampilan
berbahasa tersebut sudah terakomodasi dalam bahan ajar. Keterampilan membaca
dijadikan sebagai rangsang untuk melakukan diskusi yang melibatkan
keterampilan menyimak dan berbicara dengan tagihan laporan diskusi secara
tertulis. Keterampilan menulis semakin diperkuat dengana adanya bagian “Mari
Menulis!” dan pemberian tugas akhir siswa menulis karangan argumentatif.
Sementara ketermapilan menyimak semakin dipertajam dengan pemberian tugas
menyimak pada bagian pengayaan.
Depdikbud (dalam Trianto, 2010:61─63) menyatakan bahwa pembelajaran
terpadu memiliki empat karakteristik, yaitu (1) holistik, (2) bermakna, (3) otentik,
dan (4) aktif. Holistik artinya dalam pembelajaran terpadu suatu gejala atau
fenomena diamati dan dikaji dari beberapa bidang sekaligus, tidak dari sudut
pandang yang terkotak-kotak. Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam
aspek tersebut memungkinkan terbentuknya jalinan antar konsep yang kemudian
membentuk skemata baru. Hal itu akan berdampak pada kebermaknaan materi
yang dipelajari. Pembelajaran terpadu yang memungkinkan siswa belajar secara
langsung itu juga membuat informasi dan pengetahuan menjadi lebih otentik.
Selain itu, pembelajaran terpadu juga menekankan keaktivan siswa dalam
pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional. Keempat
aspek tersebut menjadi accuan dalam pengembangan bahan ajar ini.
Bahan ajar ini tidak hanya menggunakan satu model saja, tetapi
menggunakan dua model yang meliputi integrated model dan webbed model.
Integrated model merupakan pembelajaran terpadu yang menggabungkan bidang
studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan,
konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi
(Trianto, 2010:43). Keterampilan belajar itu menurut Fogarty (dalam Trianto,
2010:43), meliputi keterampilan berpikir (thinking skill), keterampilan sosial
(social skill), dan keterampilan mengorganisir (organizing skill). Model ini
diterapkan pada semua level dalam bahan ajar. Keterampilan berpikir kritis dan
kreatif diintegrasikan dengan keterampilan sosial berupa diskusi dalam
pengembangan keterampilan berbahasa, kemudian diintegrasikan pula dengan
kemampuan mengorganisisr data.
Selanjutnya, pembelajaran terpadu model webbed adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan pendekatan tematik (Trianto, 2010:41). Satu tema
digunakan untuk mengintegrasikan beberapa kurikuler dan keterampilan. Model
webbed digunakan pada bagian evaluasi akhir. Dengan mengangkat tema
“Sampah”, evaluasi akhir mencoba menyatukan mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Biologi, dan Ekonomi. Selain itu, dalam tema tersebut juga tercakup empat
keterampilan berbahasa dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
Bahan ajar berjudul Tangga Kritis-kreatif, dan Berbahasa Indonesia ini
memiliki tiga substansi isi, yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi, dan
Ekonomi. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, kompetensi dasar yang diambil
yaitu menulis gagasan untuk mendukung suatu pendapat dalam bentuk paragraf
argumentatif. Pada mata pelajaran Biologi kompetensi dasar yang diambil yaitu
membuat produk daur ulang limbah. Sementara itu, kompetensi dasar yang
diambil pada mata pelajaran Ekonomi adalah masalah-masalah yang dihadapi
pemerintah di bidang ekonomi. Kompetensi dasar tersebut dipilih karena dirasa
memiliki unsur problematik sehingga benar-benar merangsang siswa untuk dapat
berpikir kritis dan kreatif.
Kompetensi dasar pada masing-masing mata pelajaran yang telah
diuraikan di atas kemudian dijabarkan dalam indikator-indikator tertentu. Pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia kompetensi dasar dijabarkan ke dalam tiga
indikator, yaitu: (1) mengemukakan pendapat dari suatu permasalahan, (2) men-
data gagasan pendukung dari pendapat yang dikemukakan, dan (3) menulis
karangan argumentatif dengan metode pengembangan topik tertentu. Pada mata
pelajaran Biologi, kompetensi dasar juga dijabarkan dalam tiga indikator, yaitu
(1)mengidentifikasi jenis-jenis limbah, (2) mengemukakan solusi permasalahan
limbah, dan (3) membuat satu rancangan produk daur ulang limbah. Sementara
itu, pada mata pelajaran Ekonomi, indikatornya meliputi: (1) mengidentifikasi
permasalahan yang dihadapi pemerintah di bidang ekonomi, dan (2) menge-
mukakan solusi permasalahan ekonomi yang dihadapi pemerintah.
Agar dapat mencapai indikator-indikator yang telah diuraikan di atas,
bahan ajar dilengkapi dengan fakta, konsep, prosedur, ilustrasi, dan juga contoh.
Fakta dapat dilihat dari artikel yang berisi berita faktual terkini di Indonesia.
Konsep dapat dilihat dari sajian materi pada kolom “Untuk Diingat” yang berisi
materi konseptual dari masing-masing mata pelajaran. Prosedur dapat dilihat pada
langkah-langkah menulis karangan argumentatif (level 2). Ilustrasi dapat dilihat
dari pengantar sebelum pemaparan materi utama. Sementara itu, contoh disajikan
pada masing-masing bagian sebelum pemberian tugas kepada siswa.
Selain hal-hal pokok di atas, bahan ajar juga berisi beberapa kolom
khusus. Kolom khusus tersebut meliputi (1) Untuk Diingat, (2) Jejak Kritis-
kreatif, (3) Pendapatku, dan (4) Mari Menulis!. Untuk Diingat berisi materi yang
sangat konseptual. Jejak Kritis-kreatif berisi kisah atau hal-hal yang berhubungan
dengan kreativitas. Pendapatku berisi beberapa pertanyaan yang mengondisikan
siswa untuk berpikir di luar kotak dalam memberi pendapat atas sebuah kasus.
Sementara itu, Mari Menulis! merupakan kolom khusus yang dirancang untuk
melatih kemampuan menulis siswa, terutama menulis karangan argumentatif.
Bahasa yang digunakan dalam bahan ajar ini adalah bahasa Indonesia
ragam formal yang bersifat komunikatif. Muslich (2010:303) menyatakan bahwa
salah satu indikator kelayakan bahasa adalah pemakaian bahasa yang komunikatif.
Arti komunikatif dalam hal ini mengutamakan komunikasi antara penulis dan
pembaca. Penulis tidak menonjolkan diri dengan penyebutan tertentu, tetapi hanya
menggunakan bentuk-bentuk kalimat pasif. Sebaliknya, penulis menggunakan
kata sapaan “kamu” secara konsisten dalam memposisikan siswa.
Adapun kalimat yang digunakan dalam bahan ajar adalah bentuk-bentuk
kalimat efektif. Kalimat efektif merupakan kalimat yang jelas, padat, dan lugas
sehingga dapat dipahami siswa dengan mudah. Selain itu, kalimat efektif juga
jauh dari ambiguitas yang dapat mengaburkan makna. Selanjutnya, kalimat-
kalimat itu disusun menjadi paragraf yang memiliki keutuhan makna pada masing-
masing bab dan subbab.
Hal lain yang diperhatikan dalam aspek kebahasaan yaitu menggunakan
bahasa motivasi. Bahasa motivasi menjadi bagian yang sangat penting karena
bahan ajar ini tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikir
dan berbahasa siswa, tetapi juga mengembangkan rasa percaya diri siswa.
Diharapkan siswa tergugah rasa percaya dirinya untuk menjadi pekerja keras
sehingga cita-citanya dapat tercapai.
Sitematika penyajian tersebut tidak kesemuanya dimasukkan dalam bahan
ajar, tetapi diseleksi dan disempurnakan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Bagian pendahulu mencakup: (1) prakata, (2) kelebihan bahan ajar,
(3) petunjuk penggunaan bahan ajar, (4) peta konsep bahan ajar, (5) daftar isi, dan
(6) kisah inspiratif. Bagian isi memuat: (1) materi, (2) latihan subbab, (3) rangku-
man, (4) uji kompetensi akhir level, (5) pengayaan, (6) refleksi, dan (7) evaluasi
akhir. Sementara itu, pada bagian penutup memuat: (1) daftar pustaka, (2) indeks,
(3) rambu-rambu jawaban, dan (4) biografi penulis.
Aspek kegrafikaan meliputi: (1) ukuran bahan ajar, (2) desain kulit bahan
ajar, (3) tata letak, (4) ilustrasi atau gambar, dan (5) tipografi. Ukuran bahan ajar
disesuaikan dengan standar ISO, yaitu menggunakan kertas A4 210x 297 mm.
Tebal kertas yang digunakan yaitu 80 gsm. Desain kulit bahan ajar terdiri dari
kulit muka, belakang, dan punggung. Hal-hal yang diperhatikan dalam desain
kulit meliputi ilustrasi, penggunan huruf, dan keproporsionalan komposisi.
Ilustrasi yang digunakan pada sampul depan desesuaikan dengan judul, yaitu
berupa anak tangga dengan icon sang juara pada level tertinggi. Ilustrasi tersebut
memiliki pusat pandang yang baik, menggambarkan isi bahan ajar, serta memiliki
bentuk, warna, dan ukuran yang proporsional. Huruf yang digunakan yaitu Times
New Roman. Penggunaan huruf memang tidak ada variasi supaya mudah dibaca.
Walaupun demikian, variasi ukuran hururf dan permainan warna diharapkan
menjadi daya tarik bagi pembaca.
Konsep utama layout bahan ajar ini adalah simple and colourfull design.
Simple design artinya desain yang digunakan merupakan desain yang sangat
sederhana dan minimalis. Penggunaan huruf tidak bervariasi untuk menghindari
kesan ”wah!”. Penyisipan gambar juga benar-benar mempertimbangkan efisiensi
tempat dan kebermaknaan/fungsi gambar. Sementara itu, colourfull design artinya
desain bahan ajar menggunakan warna-warna cerah yang berbeda-beda. Hal itu
dapat dilihat dari penggunaan warna yang berbeda dari masing-masing level
dalam bahan ajar.
Hasil uji coba menyatakan bahwa bahan ajar ini dapat dikategorikan
menarik. Hal ini dapat dilihat dari rata-ratanya yang 4,56 dari skala 5, dengan
persentase 91,2%. Rata-rata kemenarikan tersebut berdasarkan penilaian pada
kemenarikan aspek isi, penyajian, dan kegrafikaan.
Pertama, kemenarikan bahan ajar dari aspek isi. Menurut ahli, bahan ajar
yang dikembangkan oleh peneliti menarik karena laian dari yang lain dan belum
banyak orang yang mengembangkan. Pemilihan teks dan penggabungan mata
pelajaran juga menarik dan kontekstual. Menurut praktisi, isi bahan ajar menarik
karena tidak hanya membuat siswa memahami masalah, tetapi juga menuntun
siswa mengatasi masalah. Fakta-fakta yang disajikan pun aktual. Sementara itu,
menurut siswa isi bahan ajar menarik karena memiliki keterkaitan dengan
beberapa mata pelajaran.
Kedua, kemenarikan bahan ajar aspek penyajian. Catatan kemenarikan
penyajian bahan ajar pada aspek penyajian ini hanya diperoleh dari praktisi.
Praktisi menyatakan bahwa buku ditata secara apik dan berani serta penggunaan
kata yang asyik. Sementara ahli dan siswa tidak memberikan catatan
kemenarikan.
Ketiga, kemenarikan aspek kegrafikaan. Pada aspek ini menurut ahli
kemenarikan terletak pada gambar yang mendukung teks, layout yang sesuai
dengan segmentasi sasaran, tata letak yang bagus, karakter layout yang dinamis,
dan warna yang secara keseluruhan sangat baik. Menurut praktisi, kemenarikan
berasal dari tampilan yang memuat ilustrasi dan gambar yang sesuai dengan topik
sehingga mudah untuk dipahami. Sementara itu, menurut siswa terletak pada
gambar, bagan, dan tabel yang menarik. Selain itu, bahan ajar juga menggunakan
warna (tidak hitam putih) sehingga lebih menarik minat siswa untuk membaca.
Dalam bahan ajar ini tolok ukur efektifitas produk adalah pengujian
berupa “ada pengaruh yang signifikan penggunaan bahan ajar Tangga Kritis-
Kreatif dan Berbahasa Indonesia terhadap hasil belajar siswa”. Kriteria yang
digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah dengan membandingkan nilai
nilai posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbandingan tersebut dilakukan
dengan statistik uji-t program analisis data SPSS 16.0 for windows. Hasilnya
adalah thitung = 2.738 dengan koefisien beda 7.76786 dan berada pada taraf
signifikansi 0,008. Oleh karena sig. kurang dari 0,01 (0,008 < 0,01), maka
terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelas eksperimen dengan
kelas kontrol. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar Tangga
Kritis-kreatif dan Berbahasa Indonesia efektif dalam meningkatkan hasil belajar
siswa.

Saran Pemanfaatan, Diseminasi, dan Pengembangan Produk Lebih Lanjut


Berdasarkan hasil pengembangan dan kajian produk yang telah direvisi di
atas, maka dikemukakan saran sebagai berikut.
Pertama, berkaitan dengan saran pemanfaatan, siswa dan guru hendaknya
memiliki perhatian yang besar terhadap implementasi bahan ajar dalam
pembelajaran di kelas. Siswa hendaknya aktif mempelajari materi dan latihan
secara mandiri di luar jam KBM. Latihan-latihan dan pengayaan hendaknya
dijalani dengan sungguh-sungguh sehingga kemampuan siswa benar-benar bisa
optimal. Selain itu, guru hendaknya dapat secara maksimal menggunakan bahan
ajar ini dalam pembelajaran. Selain itu, guru hendaknya dapat secara kreatif dalam
mengimplementasikan bahan ajar ini sehingga siswa jauh dari rasa bosan dan hasil
belajar bisa optimal.
Kedua, berkaitan dengan diseminasi, hendaknya penelitian ini dimuat
dalam jurnal ilmiah dan dijadikan sebagai bahan diskusi musyawarah guru mata
pelajaran (MGMP). Pemuatan bertujuan untuk menginformasikan secara tertulis
produk bahan ajar yang dihasilkan. Dengan demikian, guru dapat memanfaatkan
produk sebagai accuan model pengembangan berpikir dan berbahasa di sekolah.
Selain itu, pembaca juga dapat memanfaatkannya sebagai sumber penelitian lebih
lanjut atau sebagai sumber informasi mengenai pengembangan bahan ajar berpikir
kritis dan kreatif. Selanjutnya, menjadikan penelitian─khususnya produk bahan
ajar pendidikan berpikir dan berbahasa lintas mata pelajaran─sebagai bahan
diskusi dapat memerkaya wawasan guru dan menjadi model accuan
pengembangan pendidikan berpikir dan berbahasa di sekolah.
Ketiga, berkaitan dengan penelitian lebih lanjut, diharapkan akan ada
penelitian lebih lanjut karena penelitian dan produk bahan ajar ini belum
sempurna. hal-hal yang patut diperhatikan yaitu (1) lebih memperhatikan
pengintegrasian kompetensi dasar dari masing-masing mata pelajaran,
(2) mempertimbangkan alokasi waktu (3) memperhatikan waktu pelaksanaan uji
coba, (4) memilih kelas yang jauh dari gangguan eksternal belajar siswa, misalnya
kondisi luar kelas yang ramai dan sebagainya, dan (5) memilih jam pelajaran yang
sesuai.

Anda mungkin juga menyukai