Anda di halaman 1dari 12

HUKUM PAJAK

“KASUS KEBERATAN DAN BANDING PAJAK OLEH PT. TOYOTA


MANUFACTURING INDONESIA”

OLEH KELOMPOK 3 :

S1 AK14 A

1. ELISA DWI LESTARI 14080694037


2. FHIQI ALFIAN 14080694041
3. DESY RACHMATUS S 14080694043
4. AYUNI SULISTIYOWATI 14080694051
5. RIYANDIKA RIZKY W 14080694065
6. M. GHOFAR DWI SAPUTRO 14080694069
7. MARISA CATUR SAPUTRI 14080694093

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2015
1. A. MATURI YANG DIAJUKAN

Padatnya aktivitas ekspor-impor PT. Toyota menunjukkan masifnya skala


produksi perusahaan multinasional ini. PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia
(TMMIN) mengumumkan kinerja ekspor mobil utuh atau completely built up (CBU)
Jumlahnya yakni lebih dari 118.000 unit. Jumlah ini setara dengan 70% total ekspor
kendaraan dari Indonesia tahun 2005. Apabila ditambah dengan produk mobil terurai
atau complete knock down (CKD) dan komponen kendaraan, maka nilai ekspor pabrik
mobil yang 95 persen sahamnya dikuasai Toyota Motor Corporation (TMC) Jepang
tersebut mencapai US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 17 triliun. Sehingga pada Oktober
2013 untuk keempat kalinya dalam lima tahun terakhir Toyota Motor Manufacturing
menyabet Primaniyarta Award, penghargaan dari Kementerian Perdagangan untuk para
eksportir berprestasi.

Dibalik kesuksesan PT Toyota Motor Manufacturing. Direktorat Jenderal


Pajak Kementerian Keuangan sudah lama mencurigai Toyota Motor Manufacturing yang
memanfaatkan transaksi antarperusahaan terafiliasi di dalam dan luar negeri untuk
menghindari pembayaran pajak. Atau disebut transfer pricing. Transfer pricing kini
menjadi momok otoritas pajak sedunia. Modusnya sederhana: memindahkan beban
keuntungan berlebih dari satu negara ke negara lain yang menerapkan tarif pajak lebih
murah (tax haven). Pemindahan beban dilakukan dengan memanipulasi harga secara
tidak wajar.

Skandal transfer pricing Toyota di Indonesia terendus setelah Direktorat


Jenderal Pajak secara simultan memeriksa surat pemberitahuan pajak tahunan (SPT)
Toyota Motor Manufacturing pada 2005. Belakangan, pajak Toyota pada 2007 dan 2008
juga ikut diperiksa. Pemeriksaan dilakukan karena Toyota mengklaim kelebihan
membayar pajak dan meminta kepda negara untuk mengembalikan pajak berlebih
(restitusi).

Dari pemeriksaan SPT Toyota pada 2005 itu, petugas pajak menemukan
sejumlah kejanggalan. Pada 2004 misalnya, laba bruto Toyota anjlok lebih dari 30 persen,
dari Rp 1,5 triliun (2003) menjadi Rp 950 miliar. Selain itu, rasio gross margin –atau
perimbangan antara laba kotor dengan tingkat penjualan-- juga menyusut. Dari
sebelumnya 14,59 persen (2003) menjadi hanya 6,58 persen setahun kemudian.
Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Badan

Tahun Pajak : 2006

Tentang Duduk Perkara :

bahwa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2006
Nomor : 00032/406/06/055/08 tanggal 17 Januari 2008 diterbitkan oleh Kantor Pelayanan
Pajak Penanaman Modal Asing Dua berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor : LAP-
022/WPJ.07/KP.0305/2008 tanggal 15 Januari 2008 dengan perhitungan sebagai berikut :

1. Peredaran Usaha : Rp. 501.677.944.638,00

2. Harga Pokok Penjualan cfm. SPT : Rp. 502.605.396.671,00

 Koreksi Terbanding : Rp. (22.703.470.765,00)


Harga Pokok Penjualan cfm Terbanding : Rp.
479.901.925.906,00
Rp.
3. Laba Bruto : 21.776.018.732,00

4. Pengurang Penghasilan Bruto cfm. SPT : Rp. 21.679.239.776,00

 Koreksi Terbanding : Rp. (560.646.430,00)


Pengurang Penghasilan Bruto cfm. Terbanding : Rp.
21.118.593.346,00
Rp.
5. Laba Operasi: 657.425.386,00

6. Penghasilan Neto dari Luar Usaha cfm SPT : Rp. 27.552.576.366,00

 Koreksi Terbanding : Rp. 46.321.458,00


Penghasilan Neto dari Luar Usaha cfm. Terbanding Rp.
27.598.897.824,00
Rp.
7. Penghasilan Neto : 28.256.323.210,00
Rp.
8. Penghasilan yang dikenakan PPh Final : 612.995.644,00
Rp.
9. Penyesuaian Fiskal Positif : 4.442.114.046,00
Rp.
10. Penyesuaian Fiskal Negatif : 690.012.399,00

11. Kompensasi Kerugian : Rp. 0,00


Rp. 31.395.429.213,00
12. Penghasilan Kena Pajak :
Rp. 9.401.128.700,00
13. PPh yang terutang :
Rp. 16.915.248.810,00
14. Kredit Pajak :
Rp. (7.514.120.110,00)
15. PPh yang masih harus (lebih) dibayar :
bahwa atas ketetapan pajak tersebut Pemohon Banding mengajukan keberatan dengan Surat
Nomor : 007/NTC-KPP PMA2/IV/2008 tanggal 15 April 2008 dan dengan Keputusan
Terbanding Nomor : KEP-1614/WPJ.07/BD.05/2008 tanggal 15 Desember 2008, keberatan
tersebut diterima sebagian dengan perhitungan sebagai berikut :

Rp. 31.395.429.213,00
1. Penghasilan Neto semula :
Rp. (16.489.688,00)
 ditambah / (dikurangi)
bahwa atas Keputusan Keberatan di atas, Pemohon BandingRp.masih
Penghasilan Neto cfm. Keputusan Keberatan :
keberatan sehingga
31.378.939.525 ,00
dengan Surat Nomor : 004/NTC-BPjk/III/2009, tanggal 11 Maret 2009 mengajukan
Rp. 0,00
permohonan
2. Kompensasi Kerugian : banding;
Rp. 31.378.939.525 ,00
3. Penghasilan Kena Pajak
Rp. 9.396.181.700,00
4. PPh yang terutang :
Rp. 16.915.248.810,00
5. Kredit Pajak :
Pokok Sengketa : bahwa sengketa yang terbukti dalam perkara banding ini adalah koreksi Terbanding
Rp. (7.519.067.110,00)
6. PPh yang masih harus (lebih) dibayar :
terhadap:

1. Harga Pokok Penjualan (biaya royalti) : Rp. 22.703.470.765,00

2. Penghasilan Neto dari Luar Usaha : Rp. 29.831.770,00

Jumlah Koreksi : Rp. 22.733.302.535,00

bahwa mengenai pembahasan atas koreksi Terbanding adalah sebagai berikut:

1. Koreksi Harga Pokok Penjualan – biaya royalti sebesar Rp.22.703.470.765,00

Tahun Pajak : 2010

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan
Surat Tergugat Nomor: S-127/WPJ.07/KP.0407/2010 tanggal 12 April
2010 tentang Permohonan Restitusi Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

Menurut Tergugat : Bahwa Tergugat menerbitkan Surat Nomor: S-


127/WPJ.07/KP.0407/2010 tanggal 12 April2010 tentang
Permohonan Restitusi Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
Menurut Penggugat : bahwa menurut Penggugat, pembebasan pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas
penyerahan kepada Kedutaan/Perwakilan Negara Asingdilakukan
dengan asas timbal balik. Dengan demikian maka beban Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
seharusnya menjadi beban Kedutaan/Perwakilan Negara Asing
seharusnya menjadi beban pemerintah karena pemerintah juga
menikmati pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah untuk kedutaan di negara asing
tersebut;

B. Putusan atau hasil

1. Banding Tahun 2006

Kesimpulan Majelis:

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis dalam persidangan atas Interest Loan berupa ayat
jurnal penyesuaian oleh auditor, invoice dan bukti pembayaran interest diperoleh petunjuk
bahwa rincian pembebanan interest Bank Loan sebesar Rp.46.321.458,00 berdasarkan
adjustment journal sebagai berikut:

Amount Period No of Interest Exp Dec Interest Exp Dec


Interest Rate Rate
USD Start Mature days USD Rp.
BOTM
1,100,000 28-Dec-06 31-Dec-06 3 5.7350% 525.71 9,020 4.741.889
3,750,000 28-Dec-06 31-Dec-06 3 5.8500% 1,828.13 9,020 16.489.688
21.231.577
SMBC
450,000 28-Dec-06 31-Dec-06 4 5.7550% 287.75 9,020 2.595.505
1,800,000 28-Dec-06 31-Dec-06 4 5.7550% 1,151.00 9,020 10.382.020
2,100,000 28-Dec-06 31-Dec-06 4 5.7550% 1,342.83 9,020 12.112.357
25.089.882
Total 46.321.458
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas bukti-bukti terkait dokumentasi pembebanan
biaya bunga yang diserahkan Pemohon Banding serta keterangan Pemohon Banding dalam
persidangan, Majelis berkesimpulan bahwa terdapat cukup bukti bagi Majelis bahwa bunga
pinjaman sebesar Rp 46.321.458,00 dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto
dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Tahun Pajak 2006;

bahwa dengan demikian Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas Koreksi Penghasilan
Neto dari Luar Usaha – Biaya Bunga sebesar Rp 29.831.770,00 (Rp.46.321.458,00 -
Rp.16.489.688,00) tidak mempunyai dasar dan alasan yang kuat sehingga tidak dapat
dipertahankan;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak;

bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit pajak;

Penghasilan Neto menurut Terbanding : Rp.31.378.939.525,00

Koreksi yang tidak dapat dipertahankan :

Rp22.703.470.765,00
1. Harga Pokok Penjualan -biaya royalti
2. Penghasilan Neto dari Luar Usaha-Bunga Pinjaman Rp 29.831.770,00

Jumlah Koreksi yang tidak dapat dipertahankan : Rp.22.733.302.535,00

Penghasilan Neto menurut Majelis Rp 8.645.636.990,00


bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi;

bahwa berdasarkan atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan


untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding sehingga
Penghasilan Neto Tahun Pajak 2006 dihitung kembali menjadi sebagai berikut :
Memperhatikan : Surat Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan, hasil pemeriksaan dan
pembuktian di dalam persidangan serta kesimpulan tersebut di atas;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;


2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2000;
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000;

Memutuskan : Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap


Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-1614/WPJ.07/BD.05/2008
tanggal 15 Desember 2008 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2006 Nomor :
00032/406/06/055/08 tanggal 17 Januari 2008, sehingga Pajak Penghasilan
Badan Tahun Pajak 2006 menjadi sebagai berikut :

Penghasilan Netto Rp 8.645.636.990,00


Kompensasi Kerugian Rp 0,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 8.645.636.990,00
Pajak Penghasilan Terutang Rp 2.576.190.800,00
Kredit Pajak Rp 16.915.248.810,00
Pajak Penghasilan yang lebih bayar Rp 14.339.058.010,00

2. Banding Tahun 2008

Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KMK-25/KMK.01/1998 tanggal


27 Januari 1998:
Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
memperoleh fasilitas pembebasan terlanjur dipungut, maka Pajak Pertambahan Nilai dan/atau
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terlanjur dipungut tersebut dapat dimintakan
kembali.
Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dimintakan
kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diajukan oleh pihak terpungut kepada
Direktur Jenderal Pajak dan harus disertai dengan rekomendasi dari Departemen Luar Negeri
atau Sekretaris Kabinet;

Memutuskan :
Menyatakan mengabulkan permohonan gugatan Penggugat dengan membatalkan Surat
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-127/WPJ.07/KP.0407/2010 tanggal 12 April
2010, tentang Permohonan Restitusi Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

C. TAHUN 2005 :

Ketetapan pajak atas Pemohon Banding mengajukan keberatan dengan Surat Nomor :
007/NTC-KPP PMA2/IV/2008 tanggal 15 April 2008 dan dengan Keputusan Terbanding
Nomor : KEP-1614/WPJ.07/BD.05/2008 tanggal 15 Desember 2008, keberatan tersebut
diterima sebagian dengan perhitungan sebagai berikut :

1. Penghasilan Neto semula : Rp.31.395.429.213,00


a. ditambah / (dikurangi) Rp.(16.489.688,00)
Penghasilan Neto cfm. Keputusan Keberatan : Rp.31.378.939.525 ,00

2. Kompensasi Kerugian : Rp.0,00


3. Penghasilan Kena Pajak Rp.31.378.939.525 ,00
4. PPh yang terutang : Rp.9.396.181.700,00
5. Kredit Pajak : Rp.16.915.248.810,00
6. PPh yang masih harus (lebih) dibayar : Rp.(7.519.067.110,00)

Bahwa yang di atas merupakan Keputusan Keberatan di atas, Pemohon Banding masih
keberatan sehingga dengan Surat Nomor : 004/NTC-BPjk/III/2009, tanggal 11 Maret 2009
mengajukan permohonan banding.

Tahun 2005 – 2006 :


Pemohon Banding keberatan dengan koreksi tersebut dengan alasan perusahaan
mempunyai perjanjian royalti dengan LICENSOR sejak tahun 1996. Perjanjian tersebut
sepanjang waktu berjalan dilakukan revisi sesuai dengan kondisi yang terjadi pada saat
tertentu. royalti yang dibayarkan tidak sebanding dengan penurunan penjualan, karena
perubahan formula perhitungan royalti yang tidak ditentukan secara sepihak tetapi harus
disetujui oleh kedua belah pihak. Selain itu, perubahan formula royalti tersebut ditentukan
sebelum tahun pajak tertentu dimulai. Untuk perhitungan formula royalti tahun 2006
ditetapkan pada tanggal 26 Desember 2005. Sehingga pada saat menentukan formula royalti
tahun 2006, belum diketahui sama sekali performance perusahaan sepanjang tahun 2006
tersebut.
a. bahwa berdasarkan data SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2005 pada Sistem Informasi
DJP, diperoleh data bahwa peredaran usaha Pemohon Banding tahun 2005 adalah
sebesar Rp.663.165.119.802,00 dan biaya royalti untuk tahun 2005 adalah sebesar
Rp.10.976.081.581,00;

b. bahwa sedangkan peredaran usaha Pemohon Banding tahun 2006 berdasarkan foto
copy SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2006 yang diserahkan Pemohon Banding adalah
sebesar Rp.501.677.944.638,00 dan biaya royalti untuk tahun 2006 adalah sebesar
Rp.22.703.470.765,00;

c. bahwa berdasarkan penelitian terhadap fotokopi invoice tagihan pembayaran royalti


dari LICENSOR, bukti pengeluaran bank PEMOHON BANDING dan rekening koran
PEMOHON BANDING di The Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ, Ltd. diketahui bahwa
dalam tahun 2006 Pemohon Banding melakukan pembayaran royalti kepada
LICENSOR sebesar Rp.22.703.470.765,00;

d. Berdasarkan Laporan Keuangan untuk tahun-tahun yang berakhir 31 Desember 2006


dan 31 Desember 2005 yang diaudit oleh Fenny Widjaja, SE dari KAP Osman Ramli
Satrio & Rekan, diketahui bahwa :
a. Peredaran usaha Pemohon Banding tahun 2006 adalah sebesar
Rp.501.677.944.638,00 sedangkan untuk tahun 2005 adalah sebesar
Rp.663.165.119.802,00;
b. Harga Pokok Penjualan tahun 2006 adalah sebesar Rp.502.605.396.671,00
sedangkan untuk tahun 2005 adalah sebesar Rp.575.165.709.282,00;
c. Pembayaran royalti kepada Licensor yang merupakan salah satu unsur Harga Pokok
Penjulan, untuk tahun 2006 adalah sebesar Rp.22.703.470.765,00 sedangkan untuk
tahun 2005 adalah sebesar Rp.10.976.081.282,00;
d. Technical Assistance fee kepada Licensor untuk tahun 2006 adalah sebesar
Rp.4.733.470.765,00 sedangkan untuk tahun 2005 adalah sebesar
Rp.6.689.327.693,00;

e. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa dibandingkan dengan tahun 2005,
pada tahun 2006 terjadi penurunan peredaran usaha sebesar Rp.161.487.175.164,00
(24,35%), sedangkan biaya royalti tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar
Rp.11.727.389.184,00 (106,84%). Kenaikan pembayaran royalti yang sangat signifikan
yaitu sebesar 106,84% sangat tidak sebanding dengan penurunan penjualan;

f. bahwa Licensor merupakan pemegang saham mayoritas Pemohon Banding yaitu


sebesar 55,2%, sehingga terdapat hubungan istimewa. Karena terdapat hubungan
istimewa antara Pemohon Banding dengan pihak penerima royalti, maka pembayaran
royalti yang peningkatannya tidak sebanding dengan penurunan penjualan dapat
diindikasi sebagai dividen terselubung;

g. bahwa perubahan formula perhitungan royalti yang disetujui oleh kedua belah pihak
yang menurut Pemohon Banding merupakan penyebab tidak sebandingnya peningkatan
jumlah royalti yang dibayarkan dengan penurunan penjualan, bisa saja terjadi karena
penerima royalti merupakan pemegang saham mayoritas yang tentu memiliki pengaruh
cukup besar dalam pengambilan suatu keputusan termasuk menentukan disetujui
tidaknya perubahan formula perhitungan royalti tersebut;

h. bahwa Pasal 9 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan menyebutkan :
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap tidak boleh dikurangkan.

TAHUN 2007-2008 :
MAJELIS PENGADILAN PAJAK MEMUTUSKAN :
Hasil Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap
Keputusan : Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-1614/WPJ.07/BD.05/2008 tanggal 15
Desember 2008 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak
Penghasilan Badan Tahun Pajak 2006 Nomor : 00032/406/06/055/08 tanggal 17
Januari 2008, sehingga Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2006 menjadi sebagai
berikut :

Penghasilan Netto Rp 8.645.636.990,00


Kompensasi kerugian Rp 0,00
Penghasilan Kena pajak Rp 8.645.636.990,00
Pajak Penghasilan Terutang Rp 2.576.190.800,00
Kredit Pajak Rp 16.915.248.810,00
Pajak Penghasilan yang Lebih Bayar Rp 14.339.058.010,00

2.KeputusanKeberatan

DirekturJenderalPajakatauKepala Kantor Wilayah direktoratJenderalPajakatauKepala

Kantor PelayananPajakBumidanBangunandalamjangkawaktu paling lama 12 ( duabelas )

bulansejaktangalSuratKeberatanditerima, memberikankeputusanataskeberatan yang diajukan.

JenisKeputusankeberatanatas SPPT/SKP berupa:

1.      menolak, apabilapermohonankeberatanWajibPajakmemenuhipersyaratan formal danmateriil,

dantelahdilakukanpemeriksaansehinggalasan yang diajukanoleh WP tidaktepatatautidakbenar

2.      menerimaseluruhnyaatausebagianmenerimaseluruhnya, apabilaalasan WP

sesuaidengandata/keterangan yang

diperolehdarihasilpemeriksaandanditerimaseluruhnyaberdasarkanperhitungan WP,

atauatasperintah UU.

3.      menerimasebagian, apabilasebagianalasan WP sesuaidgn data/keterangan yang

diperolehdarihasilpemeriksaan

4.      tidakdapatmenerima, apabilapermohonankeberatan WP

tidakmemenuhipersyaratanjangkawaktu 3 bulan.

5.      menambahbesarnyajumlahpajakterutang,

apabilaberdasarkanhasilpemeriksaandiperolehpenghitungan yang

menambahbesarnyajumlahpajak yang terutang.


KeputusanLewatWaktu-DianggapDiterima

Apabiladalamjangkawaktu 12

bulansejaktanggalditerimanyaSuratKeberatandanDirekturJenderalPajaktidakmemberikeputusa

n, makakeberatan yang

diajukantersebutdianggapditerimadanditerbitkanSuratKeputusanKeberatan yang

berisimenerimaseluruhnya. Ketentuaninidimaksudkanuntukmemberikankepastianhukumbagi

WP. WP dapatmengajukan banding kepadabadanperadilanpajakterhadapKeputusanKeberatan.

Anda mungkin juga menyukai