Anda di halaman 1dari 14

Nama : Farid Maulana Mahmuda (1118082000119)

Kelas : Akuntansi 5-D

Judul : Konsep, Prinsip Dasar Transaksi Keuangan Syariah Dan Sistem Operasional Syariah

Sumber: Accounting Policy Choice Within The Shari’ah Islami’iah Framework

Penanganan Pembiayaan Mudharabah Bermasalah Di Koperasi Syariah Kanindo

Jatim.

Pendahuluan

Sistem keuangan syariah tidak hanya berbi#ara mengenai larangan ribayang juga telah

dilarang pada agama samawi seperti agama (yahudi dan nasrani), tetapi juga mengatur

mengenai larangan tindakan penipuan, larangantindakan spekulasi, larangan suap, larangan

transaksi yang melibatkan barangharam, larangan menimbun barang (ihtikar), dan larangan

monopoli.

Konsep sistem keuangan syariah diawali dengan pengembangan konsep ekonomi Islam.

Pengembangan konsep ekonomi Islam dimulai dengan membicarakan isu-isu ekonomi

makro. Konsep ekonomi Islam harus didukung oleh sistem yang lebih bersifat praktis yaitu

sistem keuangansyariah dengan mencari suatu sistem yang dapat menghindari riba bagi

muslim. usulan yang muncul pertama kali adalah sistem kerja sama untuk membagi laba rugi

yang diperoleh dari kegiaan usaha.

Filosofi sistem keuangan syariah “bebas bunga” (larangan riba) tidak hanya melihat interaksi

antara faktor produksi dan perilaku ekonomi seperti yang dikenal pada sistem keuangan

konvensional, melainkan juga harus menyeimbangkan berbagai unsur etika, moral, sosial,
dan dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan menuju masyarakat

yang sejahtera secara menyeluruh.

Tinjauan Pustaka

A. Artikel

Riba

Pengertian riba secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu dari kata riba yarbu

,rabwan yang berarti az-ziyadah (tambahan) atau al-fadl (kelebihan) . Sebagaimana pula

yang disampaikan didalam Alqur’an: yaitu pertumbuhan, peningkatan, bertambah,

meningkat, menjadi besar, dan besar selain itu juga di gunakan dalam pengertian bukti

kecil. Pengertian riba secara umum berarti meningkat baik menyangkut kualitas maupun

kuantitasnya.

Sayyid Quthb dalam buku 'Tafsir Ayat-ayat Riba: Mengupas Persoalan Riba Sampai ke

Akar-akarnya' mengatakan tradisi Arab klasik memberi pengertian riba secara spesifik

yaitu penambahan utang akibat jatuh tempo.

Syari’ah Islami’iah

Syari'ah Islami'iah yang menghubungkan dunia dengan akhirah, menggabungkan dini

(urusan agama) dan duniawi (urusan dunia), menyesuaikan nafs (diri) dan ummah

(masyarakat), menyatukan aql (alasan) dengan akhlaq (moralitas), dan menautkan ilm

(pengetahuan) dengan amal (tindakan).

Dengan kata lain, sifat teosentris Syari'ah Islami'iah membahas tiga dimensi yang saling

terkait yang lebih luas daripada fokus dalam pendekatan pembuatan kebijakan Barat: i)

mencari keridhaan Tuhan sebagai tujuan utama dalam menegakkan keadilan sosial-

ekonomi, ii) memberikan manfaat bagi masyarakat yaitu memenuhi kewajiban kepada

masyarakat dan iii) mengejar keinginan pribadi dengan kata lain memenuhi kebutuhan

diri sendiri.
Teori Pilihan Kebijakan Akuntansi

Pilihan kebijakan akuntansi dan pelaporan penting karena mempengaruhi alokasi dan

distribusi kekayaan serta juga menunjukkan akuntabilitas perusahaan kepada konstituen

mereka untuk membantu dalam pengambilan keputusan. Karena kurangnya kepercayaan

pada kekuatan pasar untuk melindungi kepentingan berbagai penuntut perusahaan.

Standar akuntansi diperkenalkan untuk mempengaruhi dan membatasi pilihan kebijakan

akuntansi dan pelaporan. Berbagai teori pembuatan kebijakan telah dikemukakan dalam

literatur tetapi fokus kali ini adalah pada dua teori utama yaitu pandangan rasionalis (atau

positivis) dan sosialis juga tentang mengapa mereka tidak sesuai dengan prinsip bisnis

Islam

Konsep Uqud (Kontrak)

Konsep uqud dalam Islam memberikan pemahaman yang komprehensif tentang berbagai

hubungan kontraktual yang ada dalam kehidupan. Hal ini ditegaskan dengan adanya satu

surat dalam Al-Qur'an yang dikenal sebagai 'Surat Kontrak', yaitu surat Al-Maidah, surat

ini menyebutkan berbagai macam kontrak dan bagaimana cara memenuhi kewajiban

kontrak tersebut. Ayat pertama dari surat tersebut dimulai dengan frasa: “Hai kamu yang

beriman! Penuhilah kontrakmu” (Q.S. Al-Maidah 5: 1), ayat ini menunjukkan

pentingnya berbagai kontrak kontrak yang diharapkan untuk dipenuhi oleh manusia

dalam hidup ini. Beberapa dari kontrak timbal balik yang diungkapkan dan tersirat dalam

kehidupan manusia termasuk pernikahan, perdagangan, perang, tatanan dan perilaku

sosial dll, dan ini mendapat perhatian substansial dalam Qur'an selain yang secara khusus

terkait dengan Allah.

B. Peraturan
 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

 UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

 PSAK Syariah 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah

 PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah

Pembahasan

Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga keuangan yang bekerja menurut konsep

syariah dengan prinsip profit lost sharing sebagai metode utama. Struktur lembaga keuangan

syariah dikelompokkan menjadi bank umum syariah, BPR syariah, asuransi syariah dan

Baitul mal wa tamwil. Adapun yang disebutkan di atas mempunyai produk dan pangsa pasar

yang berbeda. Namun dari segi prinsip dan instrumen yang digunakan lembaga keuangan

syariah yang telah disebutkan di atas tidak mempunyai perbedaan yang cukup mendasar

hanya pada area wilayah operasionalnya saja.

Prinsip keuangan syariah memiliki aplikasi yang luas dalam suatu sitem perekonomian yang

tidak hanya terfokus dalam sistem bagi hasil (profit sharing), tetapi juga secara sempurna

menanamkan suatu kode etik (moral, sosial dan agama) dalam mempromosikan suatu

keadilan dan kesejahtern bagi masyarakat luas. Tidak ada perbedaan prinsip diantara

lembaga-lembaga keuangan syariah (Asuransi, Bank dan BMT), karena secara umum

lembaga-lembaga ini mengutamakan hubungan kemitraan (mutual investor relationship) yang

berbasis utama skim bagi hasil. Secara sederhana prinsip-prinsip lembaga keuangan syariah

dalam menjalankan usahanya terdiri atas :

1. Pelarangan terhadap (suku bunga)

2. Karena dilarangnya sistem bunga, maka penyedia dana menjadi investor. Sehingga

terdapat faktor uncertainty dalam bisnis maka Penyedia dana dan pengusaha harus

membagi resiko bisnis dan juga tingkat pengembalian yang disepakati.


3. Uang bukan sebagai modal tetapi akan menjadi modal jika sudah

dipindahtangankan/tukar dengan sumberdaya untuk melaksanakan aktivitas yang

produktif sehingga uang disini diartikan sebagai konsep yang mengalir (flow concept).

4. Pelarangan terhadap perilaku spekulasi

5. Prinsip ta’awun (tolong-menolong) yaitu prinsip saling membantu sesama dalam

meningkatkan taraf hidup melalui mekanisme kerja sama ekonomi dan bisnis.

6. Prinsip tijaroh (bisnis) yaitu prinsip mencari laba dengan cara yang dibenarkan oleh

syariah. Lembaga keuangan Islam harus dikelola secara profesional, sehingga dapat

mencapai prinsip efektif dan efisien (Ridwan, 2004, p.115).

7. Di samping sebagai lembaga bisnis, lembaga keuangan syariah juga menjalankan fungsi

sebagai lembaga sosial.

Kegiatan Usaha Lembaga Syariah terdapat bermacam-macam, namun yang paling umum kita

sering temui adalah:

1. Baitul Maal Wattamwil dan koperasi Pondok Pesantren

Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak

terjangkau oleh pelayanan bank syariah atau BPR syariah. Prinsip operasinya didasarkan

atas prinsip bagi hasil, jual-beli (itjarah) dan titipan (wadiah).

2. Asuransi Syariah (takaful)

Asuransi syariah menggantikan prinsip bunga dengan prinsip dana kebajikan (tabarru’),

dimana sesame umat di tuntut untuk saling tolong menolong ketika saudara mengalami

musibah.

3. Reksadana Syariah

Reksadana syariah mengganti system deviden dengan bagi hasil mudharabah dan hanya

mempertimbangkan investasi-investasi yang halal sebagai portofolionya.


4. Pasar Modal Syariah

Sebagaimana reksadana syariah, pasar modal syariah juga menggunakan prinsip yang

sama.

5. Pegadaian Syariah (Rahn)

Lembaga ini menggunakan system jasa administrasi dan bagi-hasil untuk menggantikan

prinsip bunga.

6. Lembaga Zakat, Infak, Shadaqah dan Waqaf

Lembaga ini merupakan lembaga yang hanya ada dalam system keuangan Islam, karena

Islam mendorong umatnya untuk menjadi sukatelawan dalam beramal (volunteer). Dana

ini hanya bisa di alokasikan untuk kepentingan social atau peruntukan yang telah

digariskan menurut syariah Islam.

Fungsi dan peran lembaga keuangan Syariah diantaranya memenuhi kebutuhan

masyarakat akan dana sebagai sarana untuk melakukan kegiatan ekonomi yang sesuai

dengan prinsip-prinsip Syariah. Misalnya mengkonsumsi suatu barang, tambahan modal

kerja, mendapatkan manfaat atau nilai guna suatu barang, atau bahkan permodalan awal

bagi seseoarang yang mempunyai seseorang yang mempunyai usaha prospektif namun

padanya tidak memiliki permodalan berupa keuagan yang memadai. Secara terperinci

fungsi lembaga keuangan syariah yaitu.

 Penghasil asset

Bank dan lembaga non Bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang

membutuhkan dana jangka waktu tertentu yang telah disepakati berdasarkan pinsip-

prinsip syariah.

 Transaksi

Bank dan lembaga keuangan nonbank memberikan berbagai kemudahan kepada

pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa.


 Likuiditas

Unsur surplus dapat menempatkan dana yang dimiliki dalam bentuk produk-produk

berupa giro, tabungan, deposito dan sebagainya.

 Efisiensi

Bank dan lembaga keuangan nonbank dapat menrunkan biaya transaksi dengan

jangkauan pelayanan. Peranan bank dan lembaga keuangan nonbank sebagai broker,

yaitu mempertemukan pemilik dan pengelola modal. Lembaga keuangan

memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan.

Dalam redaksi lain, fungsi dan perranan lembaga keuangan syariah sebagai berikut.

1. Memperlancar pertukaran produk (barang dan jasa) dengan menggunakan jasa

keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.

2. Menghimpun dana dari masyarakat untuk disalurkan kembali dalam bentuk

pembiayaan sesuai dengan prinsip Syariah.

3. Memberikan pengetahuan atau informasi kepada pengguna jasa keuangan sehingga

membuka peluang keuntunggan sesuai dengan prinsip Syariah.

4. Lembaga keuangan memberikan jaminan hukum mengenai keamanan dana

masyarakat yang dipercayakan sesuai dengan prinsip Syariah.

5. Menciptakan likuiditas sehingga dana yang disimpan dapat digunakan ketika

dibuthkan sesuai dengan prinsip Syariah.

Antara Lembaga Keuangan Syariah dan Konvensional, mempunyai perbedaan-perbedaan

yang sangat mendasar. Diantaranya adalah:

1. Akad
Pada proses transaksinya, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menggunakan berbagai

macam jenis akad sesuai dengan kebutuhan nasabah atau customernya. Termasuk dalam

transaksi pembiayaannya. Pada Lembaga Keuangan Konvensional (LKK), seluruh

transaksinya menggunakan akad pinjaman (qardh) yang mengandung riba. Kecuali pada

layanan yang bersifat jasa seperti transfer atau yang sejenisnya.

LKS mengambil keuntungan dari akad-akad yang bersifat mu’awadhah (pertukaran)

seperti jual beli dan sewa atau bagi hasil yaitu musyarakah atau mudharabah sehingga

LKS tidak mengambil keuntungan dari transaksi yang menggunakan akad qardh

sebagaimana yang terjadi di LKK.

2. Proses Transaksi

Karena dalam proses bisnisnya menggunakan akad yang berbeda dengan LKK, maka

proses transaksi di LKS pun akan berbeda sesuai dengan jenis akad yang digunakan.

Proses transaksi pembiayaan di LKK terkesan lebih sederhana karena obyeknya adalah

uang dengan menggunakan akad pinjaman ribawi. Sementara di LKS obyek akadnya

akan bergantung dengan jenis akad yang digunakan. Dalam akad jual beli murabahah,

obyeknya adalah barang. Dalam akad ijarah/ sewa atas rumah, obyeknya adalah manfaat

dari rumah yang disewa dan dalam akad bagi hasil musyarakah, obyeknya adalah usaha

yang dijalankan dan keuntungan yang dibagihasilkan.

3. Konsekuensi Hukum & Penyelesaian Sengketa

Karena menggunakan akad yang berbeda, maka konsekuensi hukum dan penyelesaian

sengketa dalam LKS dengan LKK jelas akan sangat berbeda. pada dasarnya, agunan di

dalam akad musyarakah hanyalah untuk menjamin keamanahan nasabah sebagai

pengelola atau menjamin pengembalian modal LKS apabila nasabah melakukan

wanprestasi. Ada tiga kategori wanprestasi berdasarkan fatwa DSN.

Kita lihat ketentuannya berdasarkan fatwa DSN No. 105:


a. Pengelola (nasabah) tidak wajib mengembalikan modal usaha secara penuh pada

saat terjadi kerugian, kecuali kerugian karena ta’addi (melanggar kewenangan),

tafrith (lalai) atau mukhalafat al-syuruth (menyalahi perjanjian).

b. Pemilik Modal tidak boleh meminta Pengelola untuk menjamin pengembalian

modal.

c. Pengelola boleh menjamin pengembalian modal atas kehendaknya sendiri tanpa

permintaan dari Pemilik Modal.

d. Pemilik Modal boleh meminta pihak ketiga untuk menjamin pengembalian modal.

e. Dalam hal usaha mengalami kerugian sementara pemilik modal berbeda pendapat

atas kerugian tersebut, Pengelola wajib membuktikan bahwa kerugian yang dialami

bukan karena ta’addi, tafrith atau mukhalafat al-syuruth.

f. Dalam hal pembuktian diterima oleh Pemilik Modal, kerugian tersebut menjadi

tanggung jawab Pemilik Modal.

g. Dalam hal pembuktian tidak diterima oleh Pemilik Modal, perselisihan diselesaikan

melalui jalur litigasi atau non-litigasi.

Dalam konteks LKK, tentu kita sudah memahami prosesnya karena sifatnya hanya

hutang piutang saja. Dengan contoh diatas, kita bisa melihat jelas perbedaan

konsekuensi hukum dan penyelesaian sengketanya.

Contoh Soal

a. transaksi

Sebuah lembaga keuangan koperasi syariah melakukan suatu pendanaaan bisnis dengan

nasabahnya bernama Ibnu, di dalam transaksi ini Ibnu memakai akad mudharabah (lembaga

keuangan koperasi syariah sebagai pemilik dana dan Ibnu sebagi pengelola dana.) pihak
koperasi memberikan modal usaha kepada Ibnu sebesar 15.000.000 sebagai modal usaha

awal pada tanggal 1 Januari 2018, dan berakhir pada 31 Februari 2018 dengan menggunakan

nisbah bagi hasil, Yolanda 75% dan Koperasi Syariah 25%. Buatlah jurnal setelah

penyerahan dana.

b. Jurnal pemilik modal (koperasi syariah)

Investasi Mudharabah 15.000.000

Kas 15.000.000

c. Jurnal pengelola dana (ibnu)

Kas – Mudharabah 15.000.000

Dana Syirkah temporer 15.000.000

b. Kasus

Kasus yang saya ambil adalah kasus permasalahan pembiayaan mudharabah bermaslaah di

koperasi syariah yang terletak di KANINDO Jatim serta upaya penyelesaian dan

penanganan masalah pembiayaan ini. Kasusnya adalah ada 2 anggota koperasi syariah

KANINDO yang mengajukan pembiayaan mudhdarabah dengan menggunakan jaminan

Fisudia. Yakni bapak A dan bapak B, kemudian mereka mendapatkan persetujuan

penyaluran pembiayaaan mudharabah untuk pengembangan usaha. Keduanya

menjaminjkan BPKB dan Sepeda motor sebagai syarat mendapatkan persetujuan

pembiayaan. Namun ditengah berjalannya usaha Bapak A dan bapak B mengalami

kebangkrutan shingga tidak bisa membayar. Ini dikategorikan sebagai pembiayaan

Mudharabah yang bermasalah.

Pembiayaan mudharabah bermasalah perlu ditangani dengan cara:


a. Preventif / pencegahan: upaya pencegahan pembiayaan mudharabah bermasalah

dimulai dari pemahaman dan pelakasanaan proses pembiayaan yang benar,

pemantauan dan pembinaan pembiayaan, memahami faktor yang menjadi penyebab

pembiayaan mudharabah bermasalah yang mungkin terjadi. Langkah yang dilakukan

anatara lain:

- Preventif (Pencegahan):

a. Pemahaman dan pelaksanaan proses pembiayaan yang benar, menyengkut

internal (koperasi) dan eksternal (mitra dan lingkupnya)

b. Pemantauan dan pembinaan pembiayaan (on site dan on desk monitoring)

c. Memahami faktor yang menjadi penyebab dan gejala dini pembiayaan

bermasalah

b. Kuratif (Penyelesaian) Account officer melakukan evaluasi-evaluasi ulang mengenai

aspek (manajemen, pemasaran, produksi, keuangan, yuridis, agunan)

Upaya Penyelesaiaan masalah pembiayan Mudharabah yang bermasalah. Dalam

menyelesaikan masalah ini, pihak koperasi syariah KANINDO mengambil langkah

penyelesaian sesuai dengan Standar Operasi Prosedur Koperasi Jasa Keuangan Syariah

(KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS). Adapun cara yang dipakai dapat dilakukan

dalam bentuk :

1. Revitalisasi, dilakukan dengan cara

a. Penataan Kembali (Restructuring)

Ada 3 pentataan kembali, yaitu:

1. Ditambah dana (Suplesi). Mitra boleh mengambil kembali sisa baki debet selama

masih dalam jangka waktu pembiayaan yang disetujui dalam akad

2. Novasi. Perjanjian antara koperasi dengan mitra yang menyebabkan pembiayaan

lama menjadi hangus. Novasi Subyektif Pasif terjadi apabila mitra baru ditunjuk
untuk menggantikan mitra lama yang oleh koperasi dibebaskan dari perikatannya.

Kewajiban mitra lama otomatis berpindah kepada mitra baru. Mitra lama tidak

dapat dituntut kecuali telah diperjanjikan secara tegas diawal, atau pada saat

penggantian mitra tersebut sudah dalam keadaan bangkrut.

3. Pembaruan Pembiayaaan. Hal ini bukan merupakan pembaruan perjanjian yang

menyebabkan perjanjian lama menjadi hangus dengan adanya perjanjian baru.

Namun merupakan tindakan terhadap suatu fasilitas pembiayaan yang diberikan

dengan ketentuan:

1) Mitra masih belum sanggup melunasi pembiayaan yang telah diterima

sehingga yang bersangkutan diberi kesempatan untuk memperoleh pembiayaan

dengan maksimal plafon seperti pembiayaan semula

2) Mitra tidak diperbolehkan mengambil kembali sisa baki debet dari pembiayaan

terdahulu.

Atas kedua hal diatas, koperasi perlu menilai ulang terhadap kemampuan mitra

terutama dalam penyesuaian dengan saldo pembiayaan yang ada.

b. Penjadwalan Kembali (rescheduling)

Penjadwalan ulang dapat dilakuakn dengan mengubah jangka waktu pembiayaan,

jadwal pembayaran (penanggalan, tenggang waktu), dan jumlah angsuran. Hal ini

dilakukan apabila terjadi ketidakcocokan jadwal angsuran yang dibuat dengan

kemampuan dan kondisi mitra. Pemecahannya adalah dengan mengevaluasi dan

menganalisis kembali seluruh kemampuan usaha mitra sehingga cocok dan tepat

dengan jadwal yang baru. Koperasi tidak perlu meneliti ulang tentang jaminan dan

segala bentuk perijinan yang ada.

c. Persyaratan kembali (reconditioning)


Koperasi melakukan tindakan ini terhadap mitra apabila terdapat:

1) Perubahan kepemilikan usaha

2) Perubahan jaminan, apakah dalam hal bentuk, harga, maupun status. Hal ini akan

mempengaruhi Collateral Coverage pembiayaan

3) Perubahan pengurus

4) Perubahan nama dan status perusahaan

Keempat hal diatas akan menyebabkan perubahan penanggung jawab pembiayaan dan

perubahan status yuridis perusahaan yang mungkin tidak tepat lagi dengan

menggunakan perjanjian semula.

d. Bantuan Manajemen

Apabila dari hasil evaluasi ulang aspek manajemen yang menjadi faktor penyebab

terjadinya pembiayaan bermasalah, maka kopersi akan melakukan asistensi atau

bantuan manajemen terhadap usaha mitra.

Kesimpulan

Di dalam suatu Negara dibutuhkan suatu lembaga yang mengatur setiapkegiatan

perekonomian sehingga dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan ketetapan yang telah

dibuat dan diatur oleh pemerintah. Ada dua jenis lembagakeuangan yaitu lembaga keuangan

Bank dan nonBank.

Lembaga keuangan dan bank tersebut dapat menggunakan prinsip-prinsip syariah dalam

setiap menjalankan kegiatan ekonominya. Dengan berlakunya prinsip-prinsip syariah,

diharapkan kegiatan ekonomi bank dan lembaga keuangan akanberjalan dengan lancar karena

diridhoi oleh Allah swt guna mencapai falah (kebahagiaan dunia akhirat) dan tidak akan ada

kemudharatan.
Bank dan lembaga keuangan syariah yang ada meliputi; (1) bank syariah, (2)BPRS, (3)

Asuransi Syariah, (4) Pegadaian Syariah, (5) Pasar Modal Syariah, (6) ReksaDana Syariah,

(7) Obligasi Syariah, (8) Organisasi Pengelolaan Zakat, (9) Badan Wakaf,dan (10) Baitul Mal

Wa Tamwil.

Semua lembaga keuangan tersebut menggunakan prinsip-prinsip syariah yang menghindari

Maghrib (maisir, gharar, riba, dan bathil)

Anda mungkin juga menyukai