Anda di halaman 1dari 12

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kemampuan Motorik Halus

2.1.1 Pengertian Kemampuan Motorik Halus

Menurut Susanto (2011) motorik halus adalah gerakan yang

melibatkan gerakan-gerakan yang lebih halus dilakukan oleh otot-otot

kecil. Gerakan halus ini memerlukan koordinasi yang cermat. Semakin

baik gerakan motorik halus sehingga membuat anak dapat berkreasi,

seperti menggunting kertas dengan hasil guntingan yang lurus,

menggambar gambar sederhana dan mewarnai, menggunakan kilp untuk

menyatukan dua lembar kertas, menjahit, menganyam kertas serta

menajamkan pensil dengan rautan pensil. Namun, tidak semua anak

memiliki kematangan untuk menguasai kemampuan ini pada tahap yang

sama.

Suyanto (2005) mengatakan bahwa karakteristik pengembangan

motorik halus anak lebih ditekankan pada gerakan tubuh yang lebih

spesifik seperti menulis, menggambar, menggunting dan melipat.

Perkembangan motorik halus anak perlu dilatih atau distimulasi agar dapat

berkembang dengan baik. Tindakan pemberian stimulasi dilakukan dengan

prinsip bahwa stimulasi merupakan ungkapan rasa kasih sayang, bermain

dengan anak, dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.

Menurut Sumantri (2005) tujuan pengembangan motorik halus

anak usia dini adalah untuk melatih kemampuan koordinasi motorik anak.

6
7

Pengembangan motorik halus akan berpengaruh terhadap kesiapan anak

dalam menulis, kegiatan melatih koordinasi antara tangan dengan mata

yang dianjurkan dalam jumlah waktu yang cukup meskipun penggunaan

tangan secara utuh belum mungkin tercapai.

2.1.2 Tahapan Perkembangan Motorik Halus

Desni (2010), menyatakan bahwa tahapan perkembangan motorik

halus berdasarkan usia, antara lain adalah ;

a. Usia 1-2

Mengambil benda kecil dengan ibu jari atau telunjuk, membuka 2-3

halaman buku secara bersamaan, menyusun menara dari balok,

memindahkan air dari gelas ke gelas lain, belajar memakai kaus kaki

sendiri, menyalakan TV dan bermain remote, belajar mengupas pisang.

b. Usia 2-3

Mencoret-coret dengan 1 tangan, menggambar garis tak beraturan,

memegang pensil, belajar menggunting, mengancingkan baju, memakai

baju sendiri.

c. Usia 3-4

Menggambar manusia, mencuci tangan sendiri,membentuk benda dari

plastisin, membuat garis lurus dan lingkaran cukup rapi.

d. Usia 4-5

Menggunting dengan cukup baik, melipat amplop, membawa gelas

tanpa menumpahkan isinya, memasukkan benang ke lubang besar.


8

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Motorik Halus

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan motorik

halus pada anak adalah :

a. Stimulasi

Pemberian stimulasi pada tiga tahun pertama kehidupan anak

merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan anak karena tiga

tahun pertama otak merupakan organ yang sangat pesat pertumbuhan

dan perkembangan. Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai penguat

yang bermanfaat bagi perkembangan anak, termasuk perhatian dan

kasih sayang dari orang tua. Peran orang tua mempengaruhi

perkembangan motorik anak. Anak diberikan stimulasi dini maka

kemampuan motorik akan berkembang dengan baik.

Namun kemampuan anak yang luar biasa ini tidak akan muncul,

bila kita tidak merangsang sel-sel saraf otaknya sejak dini secara terus

menerus. Stimulasi yang terus-menerus memungkinkan sel otak

membangun sambungan antar sinap yang berperan pada kemampuan

proses belajar dan kecerdasan anak. Semakin banyak sinap, semakin

tinggi kecerdasan intelektual anak. Semakin sering pula sinap-sinap ini

digunakan secara berulang-ulang, sambungannya akan semakin kuat.

Saat anak beranjak dewasa, sambungan yang tidak digunakan akan

hancur dengan sendirinya (Bobak, 2005).

b. Nutrisi

Kecukupan zat gizi pada anak merupakan prasyarat yang sangat

penting dalam perkembangan anak termasuk di dalam perkembangan


9

otak. Zat gizi yang dibutuhkan untuk perkembangan otak bukan hanya

zat gizi makro tetapi juga zat gizi mikro. Anak yan mengalami kurang

nutrisi terutama selama periode kritis pertumbuhan otak akan

mempunyai nilai yang lebih rendah pada tes perbendaharaan kata,

pemahaman bacaan, aritmatika dan pengetahuan umum serta

mengalami gangguan perkembangan motorik (Arizal, 2002).

Selain itu kekurangan nutrisi dapat dialami baik saat prenatal

maupun pascanatal. Nutrisi yang inadekuat pada ibu hamil dapat

menyebabkan hambatan pertumbuhan otak dalam janin serta akan lahir

bayi dengan berat lahir rendah. Cacat fisik, pengulangan kelas dan

gangguan belajar lebih sering pada anak dengan berat lahir rendah

begitu juga dengan tingkat inteligensi serta nilai matematika dan bahasa

(Gregor, 2005).

Kekurangan gizi selama periode pascanatal dini menghasilkan

perlambatan bermakna dari laju pertumbuhan sistem saraf pusat,

dengan berat otak yanglebih rendah, korteks serebri yang lebih tipis,

jumlah neuron yang lebih sedikit, kurangnya mielinisasi percabangan

dendrit dan yang lainnya. Gangguan gizi pada anak dapat

mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak yang

menderita gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apatis,

kurang menunukkan perhatian terhadap sekitar dan lambat bereaksi

terhadap satu rangsangan. Umumnya anak yang mengalami gangguan

gizi membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar dibandingkan anak


10

normal. Anak ini juga lebih mudah mendapat infeksi sekunder akut atau

kronik maupun anemia (Widyawati, 2002).

2.2 Prosedur Penilaian

Adapun tehnik pengumpulan data dengan tes yang peneliti gunakan adalah

menggunakan Tes kemampuan motorik halus. Tujuannya adalah untuk

mengetahui kemampuan motorik halus siswa sebelum dan setelah diberi tindakan

(Depdiknas, 2004).

Tiap item soal memiliki nilai 1 sampai dengan 5, adapun penjelasannya

sebagai berikut :

a. Nilai 1 : Belum dapat, hasilnya tidak sesuai kriteria.

b. Nilai 2 : Belum dapat, walaupun telah dibantu dan hasilnya tidak sesuai

kriteria

c. Nilai 3 : Dapat, tetapi hasilnya tidak sesuai kriteria.

d. Nilai 4 : Dapat, hasilnya kurang sesuai dengan kriteria.

e. Nilai 5 : Dapat hasilnya sesuai dengan kriteria.

Pelaksanaan penelitian menggunakan skala nilai sebagai berikut :

a. Sangat Baik : Skor 85 - 100

b. Baik : Skor 70 - 84

c. Sedang : Skor 55 - 69

d. Kurang : Skor 30 – 54

2.3 Senam Otak

2.3.1 Pengertian Senam Otak

Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana yang

menyenangkan dan digunakan para murid di Educational Kinesiology


11

(Edu-K) untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan

menggunakan keseluruhan otak (Dennision, 2002). Gerakan-gerakan ini

membuat segala macam pelajaran menjadi lebih mudah, dan terutama

sangat bermanfaat bagi kemampuan akademik. Kata ‘education’ berasal

dari kata latin ’educare’ yang artinya ‘menarik keluar’. Kinesiology

berasal dari bahasa Yunani ‘kinesis’ yang artinya gerakan. Educational

Kinesiology adalah suatu sistem yang dapat mengubah semua pelajar,

umur berapa saja, dengan cara menarik keluar atau menampilkan potensi

yang terkunci di dalam tubuhnya, melalui gerakan-gerakan sederhana yang

memungkinkan orang menguasai bagian otak yang semula terkunci

tersebut.

Senam otak dilakukan dengan prinsip keterampilan gerak, yaitu

sebuah gerakan yang membutuhkan gerak secara volunter yang

mempunyai tujuan. Gerakan ini memang tidak lazim dalam aktivitas

sehari-hari. Pada setiap gerakan diperlukan perhatian (atensi) dan

pemusatan (konsentrasi). Gerakan dilakukan secara lambatdengan penuh

perasaan gembira sambil memperhatikan dan menghayati sikap setiap

anggota tubuh, mengenali di mana posisi tubuh berada dan menyentuh

bagian anggota tubuh dengan lambat (Kusumoputro, 2003).

Gerakan yang ada juga sesuai dengan konsep Dual Task (tugas

ganda). Bila tugas dilakukan bersama-sama didapatkan adanya

peningkatan aktivasi area otak dibandingkan bila tugas itu dikerjakan

sendiri-sendiri. Selain itu gerakan-gerakan dilakukan dengan simetris,

yaitu dilakukan oleh anggota tubuh kanan-kiri baik bersamaan ataupun


12

tidak sehingga terdapat aktivasi baik otak kiri maupun kanan (Dennision,

2002).

Senam otak bertujuan untuk membuka channel-channel kerja

fisiologi otak sehingga akan memberi kemudahan otak pada saat

melakukan kegiatan belajar atau bekerja dengan asumsi otak digunakan

secara menyeluruh atau whole brain (Ayinosa, 2009). Menurut riset yang

dilakukan oleh Ayinosa dan Fanny, (2009) olahraga dan latihan senam

otak pada para murid di Educational Kinesiology Foundation, California,

USA bahwa senam otak dapat memberikan pengaruh positif pada

peningkatan konsentrasi, atensi, kewaspadaan dan kemampuan fungsi otak

untuk melakukan perencaaan, respon dan membuat keputusan.

2.3.2 Mekanisme Kerja Senam Otak pada Kemampuan Motorik Halus

Menurut Dennison, (2002) Senam otak gerakan meningkatkan energi

mengaktifkan kembali hubungan sistem saraf antara tubuh dan otak

sehingga memudahkan aliran energi elektromagnetik keseluruh tubuh.

Gerakan ini menunjang perubahan elektrik dan kimiawi yang berlangsung

selama semua kejadian. Lingkaran energi ditiga dimensi tubuh (kiri-kanan,

atas-bawah, belakang-depan dan sebaliknya), membangun dan mendukung

kemampuan untuk mudah mengetahui arah, sadar akan sisi kiri-kanan,

pemusatan dan fokus serta kesadaran tentang keberadaan kita.

Gerakan meningkatkan energi memperkuat informasi dari perabaan

dan kinestetik mengenai sistem dalam tubuh yang biasanya berkembang

selama masa bayi. Ketika kemampuan penglihatan dibentuk pada dasar

propioceptive, terjadi kecocokan antara apa yang dilihat dan apa yang
13

dirasakan. Tanpa kecocokan ini kesalahan antara sistem saluran sensorik

akan menyebabkan kesulitan belajar.

Weiss (2001), mengatakan bahwa proses belajar tidak semuanya

merupakan proses di kepala. Fikiran dan tubuh bekerjasama membantu

dalam mempertahanan atensi, memecahkan masalah dan dalam proses

mengingat solusi. Keadaan fisiologis tubuh juga mendukung usaha mental.

Ketika orang berdiri untuk meregangkan kakinya setelah melakukan

pekerjaan yang lama, tubuh telah diminta untuk membantu menyegarkan

fikiran.

Pada saat stres meningkat, tingkat adrenalin naik, terjadi penurunan

tegangan listrik di membran sel saraf. Dalam keadaan ini tubuh bereaksi

untuk bertahan, memusatkan energi elektrik menjauhi neocortex dan

kesistim saraf simpatik. Gerakan meningkatkan energi dan menunjang

sikap positif mengaktifkan neocortex dan demikian memfokuskan kembali

energi elektrik kepusat berfikir. Hal ini mengaktifkan fungsi parasimpatik

dan mengurangi pelepasan adrenalin. Dengan meningkatkan tegangan

elektrik membran saraf, fikiran dan tindakan dikoordinasikan kembali.

Labyrinthus vestibularis pada telinga bagian dalam distimulasi oleh

aktivitas elektrik yang terjadi selama gerakan. Labyrinthus vestibularis ini

kemudian mengaktifkan formatio retikularis di brain stem yang memilih

informasi agar yang relevan saja diangkat dan menciptakan kesiagaan

yang menunjang konsentrasi dan perhatian di pusat otak. Bila labyrinthus

vestibularis rusak atau jika tidak distimulasi dengan gerakan, seseorang

bisa sulit berkonsentrasi. Gerakan-gerakan dalam senam otak menstimulasi


14

secara seimbang labyrinthus vestibularis dan mengaktikan serta

memfokuskan pusat otak, seperti keterampilan motorik halus (Dennision,

2002).

2.3.3 Dosis Latihan pada Senam Otak

a. Frekuensi : 2 Kali sehari

b. Intensitas : 3 Kali seminggu

c. Time : 15 Menit

d. Repetisi : 5 – 10 Hitungan

2.4 Aktifitas Fungsional dan Rekreasi

Aktivitas Fungsional dan Rekreasi (AFR) adalah suatu pengalaman

dimana seseorang aktiv terlibat didalamnya. Keterlibatan dalam aktivitas akan

membutuhkan koordinasi antara fisik, sistem emosional serta sistem kognitif

seseorang. Apabila seseorang terlibat dalam suatu aktivitas akan mengarah

perhatiannya kepada aktivitas itu lebih daripada proses internal yang dibutuhkan

untuk mencapai keberhasilan aktivitas tersebut. Aktivitas dipengaruhi oleh peran

seseorang dalam kehidupannya serta mempunyai arti yang unik untuk setiap

orang. Pelaksanaan aktivitas membutuhkan pengalaman dari praktek maupun

proses belajar dalam peran, serta tugas yang spesifik dalam masa perkembangan

serta penggunaan seluruh komponen pelaksanaannya.

Kekurangan dalam pengalaman belajar, komponen pelaksana dalam

pengalaman belajar dan atau dalam kehidupan mungkin akan mengakibatkan

keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas lingkup kehidupan. Pembahasan

konsep dasar aktivitas ini, akan terbatas pada kepentingan aktivitas yang

bertujuan yang sangat mendasari AFR. Kepentingan AFR terletak pada


15

performance skill dan performance component yang memungkinkan terjadinya

aktivitas tersebut. Aktivitas yang termasuk di dalam modalitas AFR adalah

aktivitas yang mengandung tujuan terapi, antara lain :

a. Perkembangan dan pemeliharaan kekuatan, ketahanan, toleransi kerja, ROM

dan koordinasi.

b. Mempraktekkan pengguna gerakan volunter maupun refleks dalam tugas atau

kegiatan terarah.

c. Mengandung gerakan-gerakan untuk melatih bagian tubuh yang sakit.

d. Untuk mengeksplorasi potensi yang bersifat vocational atau melatih skill

yang dibutuhkan dalam penyesuaian kerja.

e. Meningkatkan fungsi sensasi, persepsi dan cognisi.

f. Meningkatkan keterampilan sensasi sosialisasi serta pengembangan emosi.

Keunikan disini terletak dalam penekanan pada kegunaan yang sangat luas

dari aktivitas bermanfaat yaitu termasuk karya dan seni, olahraga dan rekreasi,

pemeliharaan diri, pengelolaan rumah tangga, kegiatan kerja dan bermain.

2.4.1 Mekanisme Kerja Aktivitas Fungsional dan Rekreasi (AFR) pada

Kemampuan Motorik Halus

Kemampuan motorik halus juga dapat dipengaruhi oleh intensitas

belajar dan berlatih dari masing-masing anak, misalnya, kemampuan

memindahkan benda dari tangan, mewarnai, menyusun puzzle, melipat,

menulis dan sebagainya, kemampuan tersebut sangat penting agar anak

dapat berkembang secara optimal. Keterampilan motorik halus dapat

dilihat dari hasil tes kemampuan seseorang menyelesaikan tugas yang

melibatkan jari-jari tangan dengan mengikuti tingkat akurasi tertentu.


16

Semakin tinggi keterampilan motorik seseorang maka semakin mudah ia

menyelesaikan tugas dengan akurasi tinggi.

Permainan atau bermain adalah kata kunci pembelajaran pada

pendidikan anak usia prasekolah, bermain sebagai media sekaligus

substansi pendidikan itu sendiri. Dunia anak adalah dunia bermain, dan

belajar dilakukan melalui bermain yang melibatkan seluruh indera anak.

Bruner & Donalson (2002) menemukan bahwa sebagian pembelajaran

terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa kanak-kanak yang paling

awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh dari bermain.

Aisyah (2008), mengemukakan bahwa gerakan motorik adalah

perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang

terkoordinasi antara susunan saraf, otot, otak dan spinal cord. Sedangkan

motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus. Seperti

memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret dan menyusun balok.

Menurut Montolalu, (2008) bahwa permainan menyusun balok

dianggap sebagai alat bermain yang paling bermanfaat dan yang paling

banyak digunakan di TK maupun lembaga pendidikan prasekolah. Variasi

bentuk, ukuran, warna dan berat balok menunjang penglaman belajar anak

usia dini. Balok memberi banyak kesempatan bagi anak-anak untuk

berkembang dalam berbagai cara.

Kemampuan otak adalah asimetri, artinya hemisper kiri dan kanan

mempunyai kemampuan yang tidak sama, keadaan ini di sebut spesialisasi.

Agar kedua hemisper berkembang dengan baik di butuhkan stimulasi yang

seimbang. Adanya konsep periode kritis dan plastisitas memperjelas


17

mengapa usia dini merupakan masa yang sangat penting. Pencegahan

penyimpangan perkembangan, maupun mengoptimalkan perkembangan

anak dapat di lakukan dengan memanfaatkan periode kritis ini. Pada

periode kritis tersebut, otak anak juga mempunyai plastisitas yang tinggi,

dimana sering menjadi dasar dari konsep deteksi dini dan stimulasi dini.

Di sebut masa kritis karena pada masa ini tumbuh kembang anak

sangat spesifik, mempunyai waktu yang terbatas, terjadi pada awal

kehidupan suatu organisme, selama masa itu organisme sangat peka

terhadap lingkungan yang dapat mempengaruhi setiap tahap dalam tumbuh

kembangnya. Bila mana otak tidak menerima stimulasi tepat pada

waktunya (sebelum periode kritis lewat) maka hubungan yang diperlukan

tidak pernah terbentuk dan bagian otak yang mengontrol bagian-bagian

tubuh tidak sepenuhnya berkembang. Sejalan dengan perkembangan fisik

dan usia anak, saraf-saraf yang berfungsi mengontrol gerakan motorik

mengalami proses neurological maturation. Pada anak usia 5 tahun saraf-

saraf yang berfungsi mengontrol gerakan motorik sudah mencapai

kematangannya dan menstimulasi berbagai kegiatan motorik yang di

lakukan secara halus.

2.4.2 Dosis Latihan pada Aktivitas fungsional dan rekreasi (AFR)

a. Frekuensi : 2 Kali sehari

b. Intensitas : 3 Kali seminggu

c. Time : 30 Menit

d. Repetisi : 1 kali

Anda mungkin juga menyukai