Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN SERIKAT KERJA

Disusun Oleh :

Angelita Maharani Putri Noris – 46116120081

Jasmine Faraya – 46116120067

Liasari – 46116120005

Universitas Mercu Buana

Psikologi Industri dan Organisasi

Fakultas Psikologi Reguler II

Jl. Meruya Selatan No.1, RT.4/RW.1, Meruya Sel., Kembangan, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Serikat pekerja di indonesia erat hubunganya dengan Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia.
Dan semua ini juga hasil dari kemerdekaan negara Republik Indonesia. Hubungan industrial
merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam produksi barang dan
jasa yang terdiri unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasari nilai-nilai Pancasila
dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Menurut UU No. 13/2003 tentang
ketenagakerjaan pasal 1 angka 16, Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur
pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan
industrial adalah hubungan antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses
produksi atau pelayanan jasa di suatu perusahaan. Hubungan industrial tersebut harus dicipatkan
sedemikian rupa agar aman, harmonis, serasi dan sejalan, agar perusahaan dapat terus
meningkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang terkait atau
berkepentingan terhadap perusahaan tersebut.

Dalam pelaksanaan hubungan industrial, pemerintah, Pekerja/Buruh, atau Serikat


Pekerja/Serikat Buruh serta pengusaha atau Organisasi Pengusaha mempunyai fungsi dan
peran masing-masing yang sudah digariskan dalam undang-undang.Dalam makalah ini akan
dijelaskan tentang pengertian hubungan industrial, prinsip-prinsip industrial. Dengan adanya
hubungan industrial dalam suatu perusahaan , maka akan dapat meningkatkan produktivitas
dan kerjasama antara karyawan dan pengusaha sehingga perusahaan dapat berjalan terus.
Melihat pentingnya kegiatan ini, masalah hubungan industrial perlu mendapat perhatian
khusus dalam penanganannya, karena berpengaruh besar terhadap kelangsungan proses
produksi yang terjadi di perusahaan. Keseimbangan antara pengusaha dan pekerja merupakan
tujuan ideal yang hendak dicapai agar terjadi hubungan yang harmonis antara pekerja dan
pengusaha karena tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha
adalah hubungan yang saling membutuhkan dan saling mengisi satu dengan yang lainnya.
Pengusaha tidak akan dapat menghasilkan produk barang atau jasa jika tidak didukung oleh
pekerja, demikian pula sebaliknya. Yang paling mendasar dalam Konsep Hubungan
Industrial adalah Kemitra‐sejajaran antara Pekerja dan Pengusaha yang keduanya mempunyai
kepentingan yang sama, yaitu bersama‐sama ingin meningkatkan taraf hidup dan
mengembangkan perusahaan.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Problem Ketenagakerjaan di Indonesia sampai saat ini masih terkait dengan


sempitnya peluang kerja, tingginya angka pengangguran, rendahnya SDA tenaga kerja,
upah murah dan jaminan sosial yang seadanya. Dan juga perlakuan yang merugikan
bagi para pekerja seperti penganiayaan, tindak asusila, penghinaan, intimidasi sampai
pelecehan seksual. Akhirnya banyak warga negara Indonesia yang menjadi tenaga kerja
di luar negeri dan ini pun menyisakan masalah dengan kurangnya perlindungan dan
pengawasan dari negara terhadap para tenaga kerja Indonesia tersebut.

Indonesia sebagai negara bercita-cita ingin mensejahterakan rakyatnya seperti


yang terkandung dan menjadi amanat dalam Pancasila dan UUD 1945 walaupun dalam
prakteknya belum bisa mewujudkan amanat ini terutama terkait dengan permasalahan
yng dialami oleh kaum pekerja/buruh. Akar permasalahan yang terjadi pada
pekerja/buruh masih terletak pada persoalan-persoalan hubungan dan kesepakatan
antara pengusaha dan pemerintah yang akhirnya berimbas kepada pekerja/buruh dan
masyarakat sebagai konsumen. Kasus gratifikasi dan korupsi yang melibatkan
pengusaha dan pemerintah akhirnya mengakibatkan kelalaian dalam pengawasan dan
penetapan keputusan yang pada akhirnya merugikan kaum pekerja/buruh.

Masalah yang muncul akibat dari kelalaian pengawasan dan penetapan keputusan yang
tidak adil ini berupa :

1. Masalah Upah.

Salah satu masalah yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya atau tidak
sesuainya pendapatan upah yang diperoleh dengan tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat
sementara upah yang diterima relative tetap, menjadi salah satu pendorong gerakan
protes kaum pekerja/buruh. Sistem perburuhan di Indonesia mengacu pada sistem
Hubungan Industrial Pancasila, dalam sistem ini kedudukan pengusaha dan
pekerja/buruh adalah setara, memiliki tanggung jawab yang sama, saling menghoramti
dan saling memahami. Semua kepentingan harus dibicarakan secara musyawarah.
Pemerintah berkepentingan terhadap masalah upah, karena upah merupakan sarana
pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus terkait
dengan kemajuan perusahaan yang nantinya berpengaruh pada perkembangan
perekonomian nasional dana atau daerah. Untuk mengatasi permasalahan upah
pemerintah biasanya menetapkan batas minimal upah/Upah Minimum Regional yang
harus dibayarkan perusahaan kepada pekerjanya, walaupun penetapan UMK ini
sebenernya bermasalah kerena seharusnya nilai upah sebanding dengan besarnya
peran jasa buruh ddalam mewujudkan hasil usaha dari peruasahaan yang
bersangkutan.

2. Masalah Pemenuhan Kebutuhan dan Kesejahteraan Hidup.

Aristoteles (filsuf Yunani) mendefinisikan kebutuhan mendasar manusia adalah


semua kebutuhan dasar yang menyangkut dimensi manusia meliputi kebutuhan
material, kesehatan, kebutuhan sosial (diterima masyarakat) hingga kebutuhan untuk
meng-aktualisasi sebagai manusia. Implikasinya adalah setiap manusia berhak untuk
secara leluasa mengambil inisiatif untuk memenuhi kebutuhannya. Hak pemenuhan
kebutuhan hidup didasarkan pada fakta bahwa manusia adalah mahluk biologis yang
memiliki kebutuhan dasar biologis meliputi kecakupan makanan, perlindungan, pakaian,
perawatan medis dan pendidikan. Ketika para pekerja/buruh hanya memlliki sumber
pendapatan berupa upah, maka pencapaian kesejahteraan bergantung pada
kemampuan upah dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dalam kenyataanya,
jumlah upah relatif tetap, sementara kebutuhan hidup selalu bertambah seperti biaya
pendidikan, perumahan, sakit dll. Hal ini menyebabkan kualitas kesejahteraan rakyat
termasuk pekerja/buruh semakin rendah. Seharusnya pemerintah tidak lepas tangan
dari usaha pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya apalagi menyangkut kebutuhan
pokok.

3. Masalah Pemutusan Hubungan Kerja.

PHK adalah salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh kaum pekerja/buruh.
PHK menjadi hal yang menakutkan bagi kaum pekerja/buruh dan menambah konstribusi
bagi pengaangguran di Indonesia. Dalam kondisi ketika tidak terjadi ketidakseimbangan
posisi tawar menawar dan pekerjaan merupakan satu-satunya sumber pendapatan
untuk hidup, maka PHK menjadi bencana besar yang dapat membuat buruh menjadi
traumatis. Problem PHK biasanya terjadi dan menimbulkan problem lain yang lebih
besar dikalangan buruh karena beberapa kondisi dalam hubungan buruh-pengusaha.
Sebenarnya, PHK bukanlah problem yang besar kalau kondisi sitem hubungan
pekerja/buruh dan pengusaha telah seimbang dan adanya jaminan kebutuhan pokok
bagi pekerja/buruh sebagaimana bagi seluruh rakyat oleh sitem pemerintahan yang
menjadikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat sebagai asas politik perekonomiannya.

4. Masalah Tunjangan Sosial dan Kesehatan.

Dalam masyarakat kapitalis seperti saat ini, tugas negara lebih pada fungsi
regulasi, yakni pengatur kebebasan warga negaranya. Sistem ini tidak mengenal tugas
negara sebagai pengurus dan penanggung jawab pemenuhan kebutuhan dasar
rakyatnya. Rakyat yang ingin memenuhi kebutuhannya harus bekerja secara mutla, baik
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya maupun kebutuhan pelengkapnya. Jika
seseorang terkena bencana atau kebutuhan hidupnya meningkat, ia harus bekerja lebih
keras secara mutlak. Begitu pula ketika ia sudah tidak mampu bekerja karena usia,
kecelakaan, PHK atau sebab lainnya, maka ia tidak punya pintu pemasukan dana lagi.
Kondisi ini akan menyebabkan kesulitan hidup, terutama bagi rakyat yang sudah tidak
dapat bekerja atau bekerja dengan upah yang minim sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya.

5. Masalah Lapangan Pekerjaan.

Kelangkaan pekerjaan bisa terjadi ketika muncul ketidakseimbangan antara


jumlah calon pekerja/buruh yang banyak, sedangkan lapangan pekerjaan relatif sedikit,
atau banyaknya lapangan kerja, tapi kualitas tenaga kerja pekerja/buruh yang ada tidak
sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan. Kelangkaan pekerjaan ini dapat menimbulkan
gejolak sosial, angka pengangguran yang tinggi dapat berakibat padaa aspek sosial
yang lebih luas.

Melihat permasalahan ketenagakerjaan diatas, tentu saja membutuhkan


pemecahan yang baik dan sistematis, karena permasalahan tenaga kerja bukan lagi
permasalahan individu yang bisa diselesaikan dengan pendekatan individual, tetapi
merupakan persoalan sosial, yang akhirnya membutuhkan penyelesaian yang mendasar
dan menyeluruh. Persoalan yang sangat erat hubungannya dengan fungsi dan
tanggung jawab negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya harus
diselesaikan melalui kebijakan dan pelaksanaan oleh negara bukan diselesaikan oleh
pekerja/buruh dan pengusaha. Sedangkan masalah hubungan kerja dapat diselesaikan
oleh pekerja/buruh dan pengusaha. Menghadapi permasalahan yang ada maka
pemerintah tidak cukup dengan hanya merevisi perundang-undangan, melainkan mesti
mengacu kepada akar permasalahan ketenagakerjaan itu sendiri. Yang terpenting
adalah pemerintah tidak boleh melepaskan fungsinya untuk melindungi dan memberikan
kesejahteraan bagi rakyatnya dalah hal ini kesejahteraan bagi pekerja/buruh.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HUBUNGAN INDUSTRIAL

Menurut UU No. 13/2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 angka 16, Hubungan


Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945

Menurut Mondy & Noe(2005), hubungan ketenaga-kerjaan internal adalah kegiatan


sumber daya manusia yang terkait dengan gerakan pekerja dalam organisasi. Employee
relations mencakup semua praktek yang mengimplementasikan filosofi dan kebijakan
organisasi yang berkaitan dengan pekerja. Para manajer dan departemen SDM secara
langsung mempengaruhi hubungan ketenagakerjaan melalui aktivitas komunikasi,
penyuluhan dan penerapan disiplin. Di samping para manajer lini dan departemen SDM,
Serikat Pekerja juga berperan penting dalam praktek-praktek hubungan industrial, meskipun
kehadirannya tidak selalu dikehendaki oleh pihak manajemen

Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan industrial adalah hubungan antara semua
pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu
perusahaan. Hubungan industrial tersebut harus dicipatkan sedemikian rupa agar aman,
harmonis, serasi dan sejalan, agar perusahaan dapat terus meningkatkan produktivitasnya
untuk meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang terkait atau berkepentingan terhadap
perusahaan tersebut.

a. Teori Hubungan Industrial

 Teori Unitarism

Dalam teori unitarism, Organisasi dianggap sebagai sesuatu yang terintegrasi harmoni
secara keseluruhan dengan idealnya sebagai satu keluarga yang bahagia, dimana
manajemen dan anggota lainnya dari staff kesemuanya memiliki satu tujuan yang
sama, menekankan kerjasama yang saling menguntungkan.

 Teori Pluralism
Dalam pluralism organisasi dianggap sebagai terdiri dari bagian-bagian kelompok
yang kuat dan berbeda , masing-masing dengan loyalitas sendiri yang sah dan dengan
menetapkan tujuan mereka sendiri dan para pemimpin masing-masing.

 Teori Radikal

Pandangan ini terhadap hubungan industrial melihat pada sifat dari masyarakat
kapitalis, di mana ada pembagian mendasar kepentingan antara modal dan tenaga
kerja, dan melihat hubungan kerja terhadap sejarahnya. Sedangkan di Indonesia
sendiri, tidak menganut sistem sebagaimana yang dianut oleh Negara ekonomi liberal,
sosialis maupun negara ekonomi baru di ASIA. Sistem hubungan industrial di
Indonesia telah dikembangkan menjadi hubungan industrial Pancasila karena setiap
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara harus ditata sesuai dengan falsafah
Pancasila dan UUD 45.  

b. Konsep Hubungan Industrial

 Aspek Pembentukan Pengetahuan

Hubungan industrial merupakan bagian dari ilmu sosial, dan hal itu bertujuan untuk
memahami hubungan ketenagakerjaan dan institusi-institusinya melalui penelitian
dengan kualitas yang tinggi dan ketat

 Aspek Penyelesaian Masalah

Hubungan industrial bertujuan untuk merancang kebijakan-kebijakan dan institusi-


institusi untuk membantu hubungan ketenagakerjaan berjalan dengan lebih baik.

 Aspek Etika

IR mengandung prisip-prinsip norma yang kentara mengenai pekerja-pekerja dan


hubungan ketenagakerjaannya, khususnya mengenai penolakan atas perlakuan kepada
pekerja sebagai komoditi yang mengedepankan pandangan bahwa pekerja-pekerja
sebagai manusia di dalam masyarakat demokrasi yang patut atas hak asasi manusia.

2.2 Serikat kerja

a. Pengertian Serikat Kerja


Henry Simamora (1999: 678) menyatakan bahwa “Serikat Pekerja adalah
sebuah organisasi yang berunding bagi karyawan tentang upah-upah, jam-jam kerja,
dan syarat-syarat dan kondisi-kondisi pekerjaan lainnya”. Dari pengertian tersebut di
atas dapat diketahui bahwa serikat pekerja merupakan organisasi berunding bagi para
pekerja. Dengan kehadiran Serikat Pekerja para pekerja dapat melakukan negosiasi
dengan pengusaha dalam hal kebijakan perusahaan, sebab ketika ada serikat pekerja
maka menjadi sebuah kewajiban bagi pengusaha untuk menegosiasikan segala sesuatu
dengan serikat pekerja

Pengertian Serikat Pekerja menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang


serikat pekerja adalah adalah sebagai berikut: Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk
dari, oleh dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri,demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela,
serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan,
pekerja/buruh dan keluarganya.

a. Asas, Sifat dan Tujuan

1. Serikat Pekerja, Federasi serikat pekerja dan Konfederasi serikat pekerja mempunyai
asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

2. Serikat Pekerja, Federasi serikat pekerja dan Konfederasi serikat pekerja mempunyai
sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.

3. Serikat Pekerja, Federasi serikat pekerja dan Konfederasi serikat pekerja bertujuan
memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan
kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya.

b. Fungsi Serikat Pekerja


 Sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja.
 Lembaga perunding mewakili pekerja.
 Melindungi dan membela hak – hak dan kepentingan kerja.
 Wadah pembinaan dan wahana peningkatan pengetahuan pekerja.
 Wahana peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
 Wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
 Wakil pekerja dalam lembaga – lembaga ketenagakerjaan
 Wakil untuk dan atas nama anggota baik di dalam maupun di luar pengadilan.
c. Pembentukan Serikat Pekerja

Para pekerja bebas membentuk Serikat Pekerja, karena berserikat merupakan hak
pekerja. Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja yang
tertuang dalam Pasal 5, setiap pekerja/buruh berhak membentuk Serikat Pekerja/Serikat
Buruh. Serikat Pekerja dapat dibentuk oleh sekurang-kurangnya sepuluh orang pekerja.

Serikat Pekerja yang teleh terbentuk harus mencatatkan ke Lembaga yang terkait,
kemudian lembaga yang terkait tersebut memberikan nomor bukti pencatatan.

d. Hak-Hak Anggota :

 Hak berbicara dan berpendapat atau mengeluarkan pendapat.


 Hak mencalonkan, memilih dan dipilih.
 Hak usul dan menyokong usul perubahan terhadap kebijaksanaan organisasi didalam
forum musyawarah atau rapat.
 Hak memperoleh informasi, bimbingan, pendidikan, perlindungan dan pembelaan dari
organisasi (Serikat Pekerja).
 Hak mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi (Serikat Pekerja).
 Hak membela diri.
 Hak-hak lain yang ditentukan dalam peraturan atau keputusan-keputusan oraganisasi
(Serikat Pekerja).

e. Kewajiban Anggota :

 Mentaati Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART), peraturan-peraturan


dan keputusan organisasi (Serikat Pekerja).
 Membela dan menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi (Serikat Pekerja).
 Mengamankan dan melaksanakan keputusan-keputusan dalam program-program
organisasi serta membantu pimpinan dan pengurus dalam melaksanakan tugas-tugas
organisasi (Serikat Pekerja).
 Mengikuti kegiatan yang ditentukan organisasi (Serikat Pekerja).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Organisasi SBSI

Dibentuk ketika pemerintahan Orde Baru masih berkuasa di Indonesia. Saat itu
pemerintah menetapkan bahwa di Indonesia hanya ada satu organisasi para buruh, Namun
yang seharusnya mewakili dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan para buruh dalam
kaitan dengan pekerjaannya, pada kenyataannya lebih sering memihak kepada pemilik
perusahaan dan pemerintah, yang berkepentingan untuk memelihara kondisi kerja yang
menguntungkan para pemilik modal agar Indonesia tetap menarik bagi mereka.

Hal ini menimbulkan banyak ketidakpuasan di kalangan para buruh. Karena itu pada
25 April 1992, dalam sebuah pertemuan buruh nasional di Cipayung, Jawa Barat, dibentuklah
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia. Tokoh-tokoh yang ikut memprakarasi pembentukan
organisasi ini antara lain adalah Dr. Muchtar Pakpahan, Abdurrahman Wahid (Gus Dur),
Rachmawati Soekarnoputri, Sabam Sirait, dan dr. Sukowaluyo Mintohardjo. Muchtar
Pakpahan kemudian terpilih sebagai ketua umum SBSI yang pertama.

Sejarah Singkat SBSI

Sejarah Singkat SBSI Pada masa rezim diktator Suharto hanya mengijinkan satu wadah
serikat buruh. Serikat-serikat buruh independen yang sebelumnya lahir pada masa Orde Lama
di bawah pimpinan presiden Sukarno, dipaksa unifikasi ke SPSI (Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia) oleh Menteri Tenaga Kerja eks-militer Sudomo. Unifikasi ini dilakukan pada
tahun 1985. Sebelumnya dimulai dengan unifikasi dalam wadah berbentuk federasi tahun
1972 dalam FSPSI, namun dirubah lagi menjadi unitaris tahun 1985 dalam wadah SPSI.

Sejak fusi yang dipaksakan itu, SPSI berubah total menjadi mesin politik Orde Baru, banyak
pensiunan tentara menjadi pengurus SPSI di daerah. Serikat pekerja dijadikan organ
pemerintah dalam bentuk “state corportism”. Inilah awal yang membuat buruh kecewa
terhadap SPSI. Mulailah muncul LSM-LSM perburuhan yang mengorganisir dan
mengadvokasi buruh. Buruh-buruh yang kecewa banyak melakukan unjuk rasa liar (wild cat
strike).

Muchtar Pakpahan yang saat itu salah satu direktur LSM dari Forum Adil Sejahtera (FAS)
termasuk salah satu LSM yang banyak mengadvokasi buruh. LSM ini juga memiliki jaringan
dengan LSM lain di banyak kota industri Indonesia. Pada suatu masa mereka melakukan
refleksi terhadap efektifitas gerakan buruh melalui jalur LSM. Ada kesimpulan yang terbelah
dua, satu pihak menyatakan pengorganisasian buruh melalui jalur LSM masih diperlukan
sambil menunggu momentum dan akumulasi kader militan. Pendapat lain –termasuk FAS—
menyatakan, kerja LSM model saat itu hanya maksimal bisa menyelesaikan kasus, tetapi
tidak bisa merubah sistem perburuhan secara radikal, sementara akar persoalan berada di
sistem, seperti tidak adanya kebebasan berserikat, upah minimum yang tidak pernah naik,
sistem peradilan P4D/P4P yang lebih menguntungkan pengusaha.

Perbedaan itu akhirnya tidak bisa dielakkan, kelompok Muchtar Pakpahan, Abdulrahman
Wahid, sebagian kecil LSM daerah, setuju memperkenalkan wadah serikat buruh alternatif.
Singkatnya, pada tanggal 22-25 April 1992 diadakan Pertemuan Buruh Nasional di
Cipayung, Bogor. Dihadiri oleh 104 aktifis LSM dan wakil buruh. Pada hari ketiga tanggal
25 April 1992, didirikanlah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, dengan menunjuk Muchtar
Pakpahan sebagai Ketua Umum dan Alif Raga Ismet sebagai Sekretris Jenderal.

Deklarasi ini selanjutnya menandai dimulainya sebuah sejarah baru pergerakan awal serikat
buruh independen di Indonesia.

3.2 Kasus-Kasus yang pernah ditangani oleh SBSI

a. Kasus Pemberhangusan Serikat Buruh ( Union Busting )

Union Busting adalah sebuah upaya pendayaan serikat pekerja bagi kepentingan majikan
atau perlakukan kooptasi pada serikat pekerja, praktik ini dianggap buruk, penentang pratik
perburuhan yang tidak sehat atau unfair labor practice. Secara umum union busting memiliki dua
bentuk dasar, yaitu :

1. Perusahaan atau pengusaha berupaya mencegah pekerjanya untuk membangun dan


bergabung dengan serikat pekerja/serikat buruh. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan.agar
perusahaan dapat secara bebas melakukan eksploitasi tanpa adanya kontrol dari sp/sb.

2. Perusahaan atau pengusaha berupaya untuk melemahkan kekuatan sp/sb yang telah ada
dengan intimidasi, sanksi bagi pengurus dan anggota dan tindakan diskriminatif lain yang
tujuannya untuk melemahkan kekuatan sp/sb.

Pola-pola union busting dapat kita lihat sebaai berikut :

1. Ada keterlibatan negara : 

 Melalui UU No 21 Tahun 2000 tentang sp/sb. UU ini sengaja dilabeli secara


berbeda : serikat pekerja/serikat buruh. Tujuannya adalah untuk mengkotak-
kotakan antara pekerja dan buruh. Kemudahan untuk membentuk sp/sb dengan
jumlah minimal 10 orang menyebabkan kemudahan untuk.membuat serikat
tandingan. 
 Melalui UU No 2 Tahun 2000 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (PPHI), dalam UU ini terdapat klausul khusus tentang perselisihan
antar serikat, sehingga membuka peluang bagi pengusaha untuk membuat
serikat tandingan yang akhirnya membuat serikat ini diadu domba sehingga
sp/sb akan kehilangan fokusnya dalam perjuangan organisasi.

Bentuk-bentuk Union Busting :

- Pemutusan kerja bagi pengurus serikat kerja


- Mutasi kerja
- Tidak diberikan pekerjaan sampai mengundurkan diri

b. Kasus Outsourching PT Pelindo di tahun 2017

Kasus ini bermula dari keresahan para karyawan PT Pelindo yang tidak juga
diangkat menjadi karyawan padahal telah mengabdi pada perusahaan tersebut
selama belasan tahun. Mereka menuntut perusahaan untuk memberikan
kepastian berupa pengangkatan mereka menjadi karyawan tetap di perusahaan
tersebut dan meminta bantuan kepada SBSI untuk menjadi penengah namun
tidak adanya titik tengah, terjadi lah longmerch oleh karyawan PT Pelindo dari
Medan ke Jakarta untuk menemui Presiden Jokowi. ( source :
https://www.merdeka.com/peristiwa/mau-adukan-pelindo-i-ke-jokowi-ratusan-
buruh-jalan-kaki-ke-jakarta.html )
3.3 Penanganan dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia ( SBSI )

Dalam menangani 2 kasus diatas dan kasus-kasus lainnya, SBSI berperan aktif
menjadi penengah diantara perusahaan dengan karyawannya. SBSI menerima setiap
keluh kesan dari para buruh ( anggota / non anggota ) dengan cara mengajak mereka
duduk bersama SBSI dan diberikan pengetahuan mengenai hak-hak yang seharusnya
diterima oleh para buruh dan kewajiban apa saja yang harus buruh lakukan. Setiap kasus
yang ditangani selalu diselidiki, dimusyawarahkan dengan dewan pengurus dan
dikonsultasikan dengan Law Firm dari SBSI yaitu Law Office Muchtar Pakpahan &
Associates. Lalu dari pihak SBSI dan Pengacara akan menghubungi perusahaan tersebut untuk
mencari titik tengah dari keluhan para karyawannya. Jika tidak ditemukannya titik tengah
kesepakatan antara perusahaan dan serikat kerja, usaha terakhir yang akan dilakukan adalah
serikat kerja akan mengajak para karyawan untuk melakukan demonstrasi dengan meminta
perijininan terlebih dahulu dengan polsek setempat. Demonstrasi adalah upaya terakhir yang
akan dilakukan demi kesejahteraan para buruh

3.4 Analisa Kasus

Untuk kasus-kasus yang diinfokan dari SBSI sendiri memang tidak diceritakan secara
detail, jadi memang kami agak kekurangan informasi. Tapi berdasarkan informasi dari
organisasi ini, memang saat ini maraknya pengusaha yang bertindak semena-mena terhadap
karyawannya untuk meminimalisir pengeluaran perusahaan. Ada juga kasus di tangerang
( tidak ditangani oleh SBSI ) dimana karyawannya dipaksa bekerja dengan cara ditahan
dalam ruangan oleh pengusaha home industri. Selain kasus-kasus ini juga masih banyak
kasus yang lebih mengoyak hati yang terjadi pada para buruh. Untuk kasus Union Busting,
sampai saat ini masih marak terjadi dan tidak tercium oleh media, kasus outsourcing juga
masih menjadi permasalahan yang tak kunjung usai karena kurangnya perhatian pemerintah
terhadap para buruh mengenai status kepegawaian mereka.
Dengan adanya serikat kerja justru menjadi tempat perlindungan para buruh untuk
mendapatkan keadilan dari tempat bekerja, sehingga para pengusaha tidak lagi bertindak
semaunya dan memanusiakan karyawannya. Untuk SBSI sendiri menurut saya sudah sangat
membantu karena digawangi oleh pengacara handal yaitu Mochtar Pakpahan yang memang
sedari masa orde baru sudah gencar-gencarnya memperjuangkan hak-hak para buruh. Kami
juga tidak mendapatkan informasi lebih mengenai cara SBSI menyelesaikan masalah.
BAB IV
Penutup

Kesimpulan

Menurut undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang di maksud


ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi hukum
ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peratuan yang mengatur tenaga kerja pada
waktu sebelum dan sesudah masa kerja. Dan dengan adanya serikat buruh sangat membantu para
buruh untuk menjadi buruh yang cerdas atau menambah wawasan para buruh mengenai
pengetahuan hak dan kewajiban yang harus di terima dan dilakukan .

Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa serikat kerja adalah organisasi yang
dibentuk oleh pekerja dan mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung
jawab. Adapun tujuan dari serikat kerja adalah memperjuangkan membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/ buruh dan keluarganya.

Saran

1. Untuk meningkatkan relevansi, kualitas, dan efesiensi penyelenggaraan maka pemerintahan


dapat melakukan pembinaan dan pelatihan kerja.
2. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil
dan setara tanpa diskriminasi.
3. Setiap pekerja/ buruh dab keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga
kerja.
4. Pemerintah bertanggung jawab mengupayakanperluaskan kesempatan kerja
5. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan
kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan
pelangganan peraturan perundanf-perundangan ketenagakerjaan .
Daftar pustaka

Http;//www.sbsi.or.id

www.academia.edu

www.hukumtenagakerja.com

https://www.merdeka.com/peristiwa/mau-adukan-pelindo-i-ke-jokowi-ratusan-buruh-jalan-
kaki-ke-jakarta.html )

https://betterwork.org/in-labourguide/?page_id=2863

Anda mungkin juga menyukai