Anda di halaman 1dari 6

Nama : Meidiansjah Azhar Wantasen

Nim : 17061104244

Kelas : 7C/5

Literartur Pengembangan Teori Menggunakan pendekatan

1. Inductive

Pendekatan dalam suatu Teori dalam hal ini teori akuntansi. Pendekatan induktif yaitu
serangkaian proses penalaran dalam pembentukan suatu prinsip-prinsip akuntansi dimulai
dari hal-hal yang sifatnya khusus dalam hal ini harus dilakukan pengamatan terhadap
informasi keuangan kemudian menuju ke arah yang bersifat umum (aksioma dari prinsip
akuntansi)
Pada penalaran induksi kebenaran suatu kesimpulan tergantung kepada pengamatan dan
hubungan yang berulang-ulang terjadi dari suatu kejadian, oleh sebab itu keuntungan dari
proses penalaran ini adalah para peneliti tidak terikat kepada suatu format atau model
struktur yang didasarkan pada dugaan yg tidak didukung fakta atau yang telah ditentukan
terlebih dahulu, peneliti mempunyai kebebasan untuk melakukan pengamatan yang
dipandang perlu.
Kelemahan lain dari penalaran induktif adalah kesulitan dalam menarik suatu kesimpulan
atau generalisasi, hal ini dikarenakan dalam akuntansi data untuk struktur perusahaan
yang satu akan berbeda dengan struktur perusahaan lainnya sehingga hubungan sebab-
akibat juga akan berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.

2. Prescriptive

Sekitar tahun 1950 merupakan awal perkembangan teori akuntansi  yang kemudian
menghasilkan teori akuntansi normatif. Teori normatif adalah tentang bagaimana akuntansi
dipraktekkan. Sering disebut juga sebagai Teori Apriori (bersifat deduktif) karena bukan hasil
dari penelitian empiris dan berjalan dari sebab ke akibat. Sistem deduktif sering disamakan
dengan normatif. Metoda deduktif pada dasarnya tertutup, memiliki sistem non-empirik, dan
kesimpulannya didasarkan secara ketat pada premis. Teori normatif dihasilkan melalui proses
semi penelitian tanpa adanya pengujian terhadap teori akuntansi yang telah dikemukakan, apakah
dapat menjelaskan praktik akuntansi yang telah berlaku atau tidak. Hipotesis yang ada dalam
teori ini adalah mengenai bagaimana akuntansi dipraktekkan, dan cenderung disusun untuk
menghasilkan postulat akuntansi. Teori akuntansi normatif terfokus pada preskripsi (norma) dan
tidak dimaksudkan untuk pengembangan teori, yang diarahkan untuk menjelaskan dan menjawab
pertanyaan tentang apa dan bagaimana seharusnya dilakukan oleh akuntan. Teori normatif
memiliki masa keemasannya selama satu dekade sekitar tahun 1950-1960, dimana semua lebih
tertarik pada apa yang seharusnya bukan apa yang dipraktekkan sekarang. Pada periode ini teori
normatif lebih berkonsentrasi pada penciptaan laba sesungguhnya dan pengambilan keputusan.
Kelompok yang mendominasi periode normatif adalah para kritikus biaya akutansi historis dan
kelompok pendukung kerangka konseptual. Teori normatif memberikan pedoman apa yang
seharusnya dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai (value judgment) yang bersifat subjektif.

3. Positive

Aliran positif merupakan perspektif yang dikenal luas oleh kalangan akademisi saat ini. Aliran
ini pertama kali diperkenalkan di Universitas Chichago, kemudian meluas ke beberapa
Universitas lainnya di Amerika Serikat seperti Rochester, Barkley, Stanford, UCLA, NY
(Rasyid,1997). Teori akuntansi positif memunyai suatu kepercayaan bahwa realita sosial berada
secara independen dari manusia yang memiliki sifat atau esensi tersendiri. Hal ini
mengakibatkan fenomena empiris terpisah dari penelitian. Dengan demikian validitas ilmiah dari
dunia empirik diuji melalui observasi. Di dalam filsafat ilmu pengujian empiris ini dinyatakan
dalam 2 cara (Chua,1986 dalam Imam,2000), sebagai berikut :
A. Dalam pandangan aliran positivis ada teori dan seperangkat pernyataan hasil
observasi independen yang digunakan untuk membenarkan atau
memverifikasi kebenaran teori.
B. Dalam pandangan popperian karena pernyataan hasil observasi merupakan
teori dependent dan fallible, maka teori-teori ilmiah tidak dapat dibuktikan
kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk ditolak (falsified).

Teori akuntansi positif menurut Scott (2000) berusaha untuk membuat prediksi yang baik sesuai
dengan kejadian yang nyata. Lebih lanjut Godfrey, et al., (1997) dalam Anis dan Imam (2003)
menyatakan bahwa teori akuntansi positif berusaha menjawab antara lain pertanyaan berikut dari
sudut pandang ekonomi.

-Apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh dalam
pemilihan metoda akuntansi alternatif?

-Apakah biaya yang diperoleh sebanding dengan manfaat yang diperoleh dalam regulasi
dan proses penentuan standar akuntansi?

-Apa dampak laporan keuangan yang dipublikasikan pada harga saham?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dikembangkan teori akuntansi positif yang dapat
dikelompokkan menjadi dua tahap, yaitu (Godfrey et a1,1997 dalam Anis dan lmam,2003).

Teori akuntansi positif (positve accounting theory) berusaha untuk menjelaskan fenomena
akuntansi yang diamati didalam masyarakat dengan kata lain positive accounting theory (PAT)
dimaksudkan memrediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu.
Penjelasan dan prediksi dalam PAT didasarkan pada proses kontrak atau hubungan keagenan
antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, creditor, auditor, pihak pengelola pasar
modal dan institusi pemerintah. PAT lebih deskriptif bukan prespektif, tidak seperti
teori normative yang didasarkan pada permis bahwa manajer akan memaksimumkan laba atau
kemakmuran untuk kepentingan perusahaan, tetapi teori positif didasarkan pada premis bahwa
individu selalu bertindak atas dasar motivasi pribadi (self seeking motives) dan berusaha
memaksimumkan keuntungan pribadi. Pada saat sekarang teori positif menekankan pada
penjelasan alasan-alasan terhadap praktik yang berjalan dan prediksi terhadap peranan akuntansi
dan informasi terkait dalam kepuasan-kepuasan ekonomi individu, perusahaan, dan pihak lain
yang berperan dalam pasar modal dan ekonomi

4. Normative

Teori akuntasi sebagaimana dijelaskan di atas ada yang bersifat normatif (preskripsi) dan positif
(deskripsi). Ghozali dan Chariri (2007:35) menyatakan bahwa teori normatif berusaha
memberikan pedoman apa yang seharusnya dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai (value
judgment) yang digunakan dalam merumuskan teori. Teori normatif sering dinamakan teori a
priori (artinya sebab ke akibat, atau bersifa deduktif), dikarenakan teori normatif bukan
dihasilkan dari penelitian empiris, tetapi dihasilkan dari kegiatan “semi research”. Teori normatif
hanya menyebutkan hipotesis tentang bagaimana sesuatu seharusnya dipraktikkan, tanpa menguji
hipotesis tersebut. Suwardjono (2005:1) menyatakan hal yang sama sebagai “Akuntansi yang
dipraktikkan dalam suatu wilayah negara sebenarnya tidak terjadi begitu saja secara alamiah
tetapi dirancang dan dikembangkan secara sengaja untuk mencapai tujuan sosial tertentu

Dari pengertian di atas, teori normatif berusaha menjelaskan informasi akuntansi apa yang
seharusnya dikomunikasikan kepada para pemakai informasi akuntansi dan bagaimana informasi
akuntansi akan disajikan. Jadi teori akuntansi normatif terfokus pada preskripsi (norma) dan
tidak dimaksudkan untuk pengembangan teori, yang diarahkan untuk menjelaskan dan menjawab
pertanyaan tentang “apa dan bagaimana seharusnya dilakukan” oleh akuntan.

Suwarjono (2005:27) menjelaskan bahwa sasaran teori akuntansi normatif hanyalah


menghasilkan penjelasan mengapa perlakuan akuntansi lebih baik atau lebih efektif
dibandingkan dengan perlakuan akuntansi lainnya, karena “tujuan akuntansi tertentu” harus
dicapai. Sebagai contoh, apakah historical cost accounting lebih baik dari current cost
accounting untuk mencapai tujuan akuntansi. Untuk menjelaskan hal tersebut teori akuntansi
normatif mengacu pada dasar “tujuan yang telah disepakati untuk dicapai”. Tentunya dalam hal
ini teori normatif penuh sarat dengan nilai (value laden), karena untuk menentukan suatu praktik
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai merupakan proses subyektif yang
melibatkan kemampuan menimbang antara asas, manfaat dan risiko.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hasil akhir dari teori akuntansi normatif adalah suatu
pernyataan atau proposisi yang mengharuskan atau mewajibkan dalam praktik akuntansi.
Sebagai contoh, teori akuntansi normatif akan menghasilkan pernyataan bahwa aset tetap harus
dinilai, dicatat dan dilaporkan dalam neraca atas dasar biaya historis. Teori normatif berusaha
untuk membenarkan tentang apa saja yang harus dipraktikkan, misalnya pernyataan yang
menyebutkan bahwa laporan keuangan seharusnya di dasarkan pada metoda pengukuran aset
tertentu. Menurut Nelson (1973) dalam Chariri dan Gazali (2003) teori normative hanya
menyebutkan hipotesis tentang bagaimana akuntansi seharusnya dipraktikkan tanpa menguji
hasil hipotesis tersebut. Perumusan akuntansi normative mencapai keemasan pada tahun 1950
dan 1960an. Pada perioda tersebut teori normative lebih berkonsentrasi pada penciptaan laba
sesungguhnya dan pengambilan keputusan.

Perumusan akuntansi normatif mencapai keemasannya dalam tahun 1950 dan 1960-an. Tetapi,
pada perioda ini perumusan akuntansi lebih tertarik poada rekomendasi apa yang seharusnya
dilakukan bukan apa yang sekarang dipraktikan. Teori normatif pada perioda ini berkonsentrasi
pada penciptaan laba sesungguhnya (True Income) selama satu perioda akuntansi dan pada
diskusi tentang tipe informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan (Decision-
Usefulness)

Anda mungkin juga menyukai