Anda di halaman 1dari 22

Sebuah Esai tentang Akuntansi, Riset Akuntansi,

dan Sustainable Development1

Arthik Davianti2

Departemen Akuntansi FEB UKSW, Salatiga


PhD Candidate La Trobe Business School, Melbourne

Abstrak
Akuntansi sebagai konstruk sosial (Hines 1988) yang dibentuk oleh realitas dunia
(Hopwood 1994) dan sebagai bagian dari fungsi komunikasi, akuntansi menjadi
bahasa bisnis (Lavoie 1987). Sustainable development (WCED 1987) atau
pembangunan berkelanjutan merupakan konsep pembangungan yang
menggabungkan perkembangan ekonomi, perlindungan lingkungan dan
kesejahteraan social. Konsep pembangunan ini merupakan realitas dunia yang
menjadi bagian tidak dapat dipisahkan dari dunia bisnis. Esai ini menyajikan reviu
literatur tentang peran akuntansi dan riset akuntansi dalam implementasi
sustainable development di dunia bisnis. Simpulan reviu menunjukkan
perkembangan akuntansi yang telah melebihi konteks penyajian informasi finansial
(Gray, Owen & Maunders 1987). Berbagai riset akuntansi dalam implementasi
sustainable development telah menggunakan pendekatan positivisme (Branco &
Rodrigues 2007; Parker 2005), akan tetapi perkembangan lebih lanjut dalam area
penelitian ini terletak pada penggunaan pendekatan teori kritis (critical theory)
(Dillard 1991) yang diharapkan dapat meningkatkan peranan akuntansi dalam
sustainable development.

Pendahuluan

Akuntansi secara umum dikenal dan dipahami sebagai bagian dari dunia bisnis.
Proses dalam penyajian informasi keuangan melalui identifikasi transaksi peristiwa
ekonomi, klasifikasi, penjurnalan, posting, penyesuaian dan penyusunan laporan
keuangan dengan menggunakan kertas kerja, baik secara manual maupun berbasis
teknologi. Informasi yang disajikan menjadi dasar pembuatan keputusan, terutama
dalam dunia bisnis. Lebih lanjut dalam perkembangannya akuntansi telah menjadi

1
Artikel ini telah diterbitkan di Jurnal Bina Akuntansi, Januari 2017, Volume 4, Nomor 1, pp. 1-15.
2
Email: arthik.davianti@staff.uksw.edu

1
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Akuntansi dipandang
sebagai bagian yang tidak terpisahkah dalam fungsi sosial dan politis di masyarakat
sehingga akuntansi juga dapat dibentuk oleh berbagai bentuk realitas dunia yang
muncul (Hopwood 1994).

Salah satu perkembangan yang sangat penting dalam peradaban modern adalah
munculnya kesadaran akan dampak negatif terhadap kehidupan manusia yang
ditimbulkan oleh pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.
Kerusakan lingkungan yang juga berakibat pada keberadaan masalah sosial dalam
masyarakat mendorong upaya untuk mengarahkan pembangunan yang seimbang
antara pertumbuhan ekonomi, perlingungan alam dan kesejahteraan sosial. Kondisi
ini mendorong Persatuan Bangsa-bangsa (selanjutnya disebut PBB) berinisiatif
untuk menciptakan konsep pembangunan yang berimbang yaitu sustainable
development (WCED 1987). Konsep pembangunan ini mempengaruhi seluruh
aspek masyarakat termasuk juga dunia bisnis. Hal ini membawa pada pertanyaan
seberapa jauh akuntansi dan riset akuntansi dapat berperan dalam implementasi dan
pencapaian tujuan sustainable development.

Esai ini bertujuan untuk menyajikan reviu literatur tentang akuntansi dalam
kaitannya dengan sustainable development dan riset akuntansi untuk sustainable
development. Pembahasan dalam esai ini meliputi bahasan tentang sustainable
development yang meliputi sejarah ringkas dan definisi, reviu tentang praktik-
praktik sustainable development melalui corporate sosial responsibility dan
corporate sosial reporting, serta bahasan tentang kaitan akuntansi dan
implementasi sustainable developemt dan hasil riset akuntansi yang membahas
tentang konsep pembangunan ini.

2
Sustainable Development3

Konsep sustainable development dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dan


alam, yang meliputi komponen ekonomi, lingkungan, dan sosial (Lélé 1991).
Masalah-masalah lingkungan semakin memburuk dan menurun dengan cepat
sebagai akibat pembangunan. Hal ini mendorong Persatuan Bangsa-Bangsa
(selanjutnya disebut PBB) untuk secara aktif mengambil inisiatif dalam
menyelesaikan konsekuensi lingkungan dan sosial pembangunan yang berorientasi
ekonomi. Inisiatif ini juga didorong oleh masalah lingkungan mengakibatkan
manusia terpengaruh baik secara ekonomi dan sosial. Inisiatif PBB diwujudkan
dengan pengembangan konsep sustainable development yang mempertimbangkan
pokok-pokok ekonomi, lingkungan dan sosial dalam pembangunan.

Pada tahun 1987, PBB membahas isu-isu lingkungan dan pembangunan melalui
World Commission on Environment and Development (WCED). Hasil kerja komisi
ini diterbitkan sebagai Brundtland Report atau dikenal juga dengan judul Our
Common Future (WCED 1987). Laporan ini memperkenalkan perspective baru
pembangunan, yang menggabungkan aspek populasi manusia dan lingkungan
dalam proses-proses pembangunan, besera dengan elemen pertumbuhan ekonomi,
perspektif ini kemudian disebut sebagai sustainable development.Our Common
Future (WCED 1987, p. 43) mendefinisikan sustainable development sebagai
‘Pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorbankan
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka’ (“the
development that meets the needs of the present without compromising the ability
of future generation to meet their own needs”). Dokumen PBB ini melanjutkan
definisi sustainable development dengan dua konsep kunci yaitu ‘konsep
kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok orang-orang miskin di dunia, tempat
prioritas seharusnya diberikan’ (“the concept of ‘needs’, in particular the essential
needs of the world’s poor, to which overriding priority should be given)” dan ‘ide
adanya keterbatasan-keterbatasan yang ditimbulkan oleh tingkat teknologi dan

3
Istilah sustainable development dan sustainability digunakan secara bergantian dalam esai ini.
Kedua istilah ini digunakan untuk merujuk pada istilah konseptual dan praktis.

3
organisasi sosial atas kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa
sekarang dan masa depan’ (“the idea of limitations imposed by the state of
technology and social organization on the environment’s ability to meet present
and future needs”).

Masuknya dua elemen kunci, kebutuhan rakyat miskin dan keterbatasan teknologi,
sebagai konsep kunci dalam definisi sustainable development pada dasarnya
menunjukkan cara pokok sustainable development diimplementasikan dalam
proses pembangunan. United Nation Conference on Sustainable Development
(UNCSD 1992) menjelaskan bahwa kemiskinan adalah masalah multidimensional
yang kompleks yang membutuhkan tanggung jawab bersama untuk mengatasinya.
Berikutnya, UNCSD (1992) menyatakan pentingnya pemahaman yang lebih baik
hubungan-hubungan antara dinamika demografi, teknologi, perilaku kultural,
sumberdaya alam dan sistem pendukung kehidupan manusia. Oleh karenanya
implementasi sustainable development dapat diperkirakan membutuhkan
serangkaian perubahan yang bekerja secara harmonis untuk ‘meningkatkan potensi
masa sekarang dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan dan tujuan manusia’
(“… enhance both current and future potential to meet human needs and
aspirations”) (WCED 1987, p. 46). Lebih lanjut penerapan sustainable
development membutuhkan keterlibatan sektor public dan privat, dan suatu bentuk
pertanggung jawaban (responsibility) harus diketahui dan dipenuhi oleh kedua
belah pihak (p. 63). Di antara tugas-tugas yang menantang dalam pengembangan
strategi-strategi sustainable development adalah mencapai keseimbangan antara
elemen lingkungan dan ekonomi (p. 68). Oleh karenanya tantangan-tantangan
utama yang muncul dalam upaya menerapkan sustainable development yang utama
adalah menyeimbangkan elemen-elemen sosial, lingkungan, dan ekonomi,
sementara pada saat yang sama mempertimbangkan kebutuhan orang-orang miskin,
dan adanya keterbatasan teknologi dan organisasi sosial dalam menjalankan
pembangunan.

Becker et al. (1999) berargumen bahwa kekuatan konsep sustainable development


ditentukan oleh diskursus-diskursus mengenai konsep itu sendiri. Kemudian,

4
Sneddon, Howarth and Norgaard (2006) menyatakan bahwa diskursus tentang
sustainable development melingkupi lembaga-lembaga politis. Oleh karenanya,
Redclift (2005) menyatakan bahwa kunci untuk memahami diskursus sustainable
development seharusnya dikumpulkan melalui relasi-relasi yang ada dalam dan
antara masyarakat sosial. Lebih lanjut, Eden (1994) mengusulkan agar organisasi-
organisasi, terutama organisasi bisnis, memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
tujuan sustainable development, sehingga tujuannya dapat sejalan dengan tujuan
bisnis. Hasilnya implementasi sustainable development ditantang oleh organisasi
bisnis dan disesuaikan dengan tujuan bisnis, sehingga implementasinya
kemungkinan tidak didorong oleh keinginan untuk bergerak menuju sustainability.
Walaupun demikian, diskursus yang mendukung dan menerima sustainable
development dapat menjadi dasar untuk mempertimbangkan penerapan konsep
pembangunan ini dengan maksud untuk menekan pengaruh pembangunan yang
merusak tatanan sosial kemanusiaan dan lingkungan, dan pada akhirnya mencapai
sustainability.

Corporate Social Responsibility dan Corporate Social Reporting

Akuntansi sosial dan lingkungan bersama dengan corporate social responsibility


(CSR) telah dianggap sebagai akun-akun untuk sustainable development yang
diciptakan oleh organisasi untuk merepresentasi praktik sustainability.
Penggabungan elemen sosial dan lingkungan dari konsep sustainable development
sebagai bagian bisnis telah membuat akuntansi sebagai bagian dari sustainability.
Selanjutnya, isu-isu sustainable development mendorong akuntansi untuk
memperluas peranannya, tidak hanya menyajian informasi dengan orientasi
finansial, tetapi juga mengungkapkan informasi tentang aktivitas-aktivitas sosial
dan lingkungan korporasi. Dengan demikian akuntansi sosial dan lingkungan telah
menjadi bentuk keterlibatan akuntansi dalam implementasi sustainable
development.

PBB mengakui peranan korporasi dalam implementasi sustainable development.


Lebih lanjut, PBB percaya bahwa regulasi dan rerangka kebijakan yang ada saat ini

5
dapat meningkatkan inisiatif dunia bisnis dan industry untuk menerapkan
sustainability. Pada tahun 2012, dua puluh lima tahun sejak PBB menyatakan
konsep sustainable development sebagai konsep pembangunan, PBB melalui
United Nations Comission on Sustainable Development (UNCSD) menerbitkan
resolusi bersama yang ditetapkan sebagai The Future We Want. PBB mengakui
pentingnya praktik pelaporan sustainability. Selanjutnya PBB menyatakan bahwa
integrasi corporate sustainability reporting dalam pelaporan korporat sebagai
kontribusi sector privat dalam menerapkan sustainable development, sebagaimana
dinyatakan pada paragraph 46 dan 47 (UNCSD 2012b, p. 9):

1. Kami mengakui bahwa implementasi sustainable development akan


bergantung pada partisipasi aktif kedua sector public dan privat.

2. Kami mengakui bahwa partisipasi aktif sector privat dapat berkontribusi pada
pencapaian sustainable development, termasuk melalui berbagai bentuk
kerjasama publik-privat (public-private partnerships).

3. Kami mendukung regulasi nasional dan rerangka kebijakan yang


memberdayakan dunia bisnis dan industry untuk melanjutkan inisiatif
sustainable development dengan mempertimbangkan pentingnya corporate
social responsibility.

4. Kami mengundang sector rivat untuk terlibat dalam praktik-praktik bisnis yang
bertanggung jawab, seperti mengembangkan United Nations Global Compact.4

5. Kami mengakui pentingnya corporate sustainability reporting, dan mendorong


perusahaan-perusahaan, jika sesuai, terutama perusahaan masuk bursa dan
perusahaan besar untuk mempertimbangkan integrasi informasi sustainability
dalam pelaporan mereka.

6. Kami mendorong industry, pemerintah dan stakeholder yang relevan untuk


mendukung sistem yang dikembangkan PBB untuk mengembangkan model-
model praktik terbaik dan memfasilitasi aksi korporat untuk mengintegrasikan
pelaporan sustainability dari rerangka panduan yang telah ada dan
mengarahkanperhatian pada kebutuhan-kebutuhan negara berkembang.

4
United Nation Global Compact (UN Global Compact) adalah hasil inisiatif PBB untuk mendorong
dunia bisnis mengadopsi kebijakan sustainability dan bertanggung jawab secara sosial. UN Global
Compact berisi sepuluh prinsip yang meliputi area hak azasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan,
dan anti-korupsi.

6
Pernyataan PBB tersebut menunjukkan bahwa implementasi sustainable
development oleh korporasi tidak hanya melalui aksi corporate sosial
responsibility, tetap juga disajikan dalam suatu bentuk pelaporan yaitu corporate
social reporting. Upaya menjalankan dan mencapai sustainable development untuk
mendapatkan keseimbangan antara tanggung jawab sosial (social equity) and
perlindungan lingkungan (environmental protection), dan pertumbungan ekonomi,
membutuhkan pemberdayaan dan partisipasi aktif sektor public dan privat. Lebih
lanjut aksi perusahaan melalui corporate sosial responsibility, yang kemudian
disajikan dalam corporate sustainability reporting berdasarkan panduan-panduan
yang tersedia, seperti Global Reporting Initiatives (GRI) dan AccountAbility,
dipercaya akan menjadi dasar praktik pelaporan terbaik. Sebagai hasil, akuntansi
yang menjadi pokok dasar pelaporan yang disusun oleh korporasi memiliki peranan
sangat penting dalam implementasi sustainable development.

Akuntansi dan Sustainable Development

Dalam pembahasan tentang akuntansi dalam praktik-praktik implementasi


sustainable development, esai ini membahas gambaran akuntansi sebagai
representasi realitas, hubungan antara akuntansi dan masyarakat, interpretasi dan
rekonstruksi realitas, serta penelitian tentang akuntansi dan sustainable
development. Sebagai pembahasan awal, akuntansi sebagai informasi berusaha
untuk mendeskripsikan suatu realitas tertentu yang pada akhirnya mengarah pada
penyajian suatu bentuk pelaporan yang pada dasarnya berhubungan dengan hasil
interpretasi realitas tersebut (Gray, Owen & Maunders 1987). Walaupun demikian
akuntansi memiliki keterbatasan dan metode-metode akuntansi, terutama dalam
akuntansi keuangan tidak dapat mendeskripsikan realitas secara penuh. Hines
(1991) menyatakan bahwa akuntansi memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
orang-orang dan masyarakat secara menyeluruh, walaupun terdapat keterbatasan
yang melekat.

Lebih lanjut Hines (1991) berargumen bahwa pengaruh yang ditimbulkan akuntansi
dalam masyarakat sangat nyata. Berdasarkan kemampuan akuntansi untuk

7
mempengaruhi masyarakat dan adanya konsekuensi signifikan yang ditimbulkan
dari pengaruh tersebut, Mattessich (2003) menjelaskan bahwa representasi suatu
realitas dalam informasi akuntansi disusun berdasarkan tujuan yang spesifik dan
ditujukan untuk mencapai hasil tertentu. Oleh karenanya, ketika organisasi
berhadapan dengan para stakeholders yang memiliki perhatian pada aspek-aspek
sosial dan lingkungan (Gray, Owen & Maunders 1987) argumen tentang akuntansi
sebagai suatu representasi realitas dengan tujuan dan harapan hasil tertentu menjadi
pokok yang signifikan. Hal ini terutama berkaitan dengan peranan akuntansi dalam
hubungan entitas bisnis dengan masyarakat. Dengan demikian berkembang peran
kontemporer akuntansi yang tidak hanya bekerja berdasar pemahaman akuntansi
sebagai representasi transparan dan pertanggungjawaban informasi secara finansial,
tetapi juga peranan akuntansi dalam suatu proses yang mengungkapkan representasi
realitas (Macintosh et al. 2000), terutama sebagai representasi realitas bisnis.

Morgan (1988) menyatakan bahwa akuntansi adalah proses ‘penyajian akun’


melalui proses representasi realitas dipengaruhi oleh subjektivitas akuntan-akuntan
dalam mengkonstruksi realitas. Kondisi demikian membuat akuntansi sebagai
bagian dari proses konstruksi realitas yang lebih luas, walaupun menghasilkan
pandangan-pandangan realitas yang parsial dan satu sisi, terutama melalui
akuntansi keuangan (Morgan 1988). Hines (1991) menyatakan bahwa akuntansi,
melalui akuntansi keuangan yang melingkupi sebagian besar praktik akuntansi,
memiliki batasan-batasan karena sebagaimana bentuk bahasa lainnya, memberi
nama, membatasi, dan memisahkan dalam bentuk klasifikasi-klasifikasi. Morgan
(1988, p. 480) juga menyatakan bahwa para akuntan harus menyajikan representasi
realitas yang kompleks dan multi dimensi melalui ‘konstruk metafor’ (yaitu
akuntansi) yang akan selalu terbatas dan tidak lengkap.

Miller (1994) menyatakan bahwa akuntansi mempengaruhi realitas sosial dengan


caranya membentuk dunia bisnis kemudian menjadi struktur dan mengatur orang-
orang yang terlibat dalam bisnis. Akuntansi menggunakan konstruk-konstruk
simbolik yang tidak sempurna maupun lengkap sebagai representasi realitas-
realitas kompleks yang memilik multi dimensi (Morgan 1988). Pada dasarnya

8
akuntansi konvensional menggunakan proses kuantifikasi ketika menginterpretasi
situasi-situasi yang terjadi dalam realitas bisnis. Morgan (1988) lebih lanjut
berargumen bahwa proses interpretasi melalui akuntansi merepresentasi realitas
menciptakan suatu proses ‘konstruksi’ dan ‘rekonstruksi’ realitas ‘dalam’ dan
‘melalui’ akuntansi yang berlangsung terus menerus. Dengan demikian representasi
yang dihasilkan oleh konstruk-konstruk akuntansi yang terbatas memberikan
gambaran yang tidak lengkap. Walaupun akuntansi memiliki batasan potensial, luas
pengungkapan informasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial dan lingkungan,
sebagai suatu bentuk realitas, tetap mengalami peningkatan (Gray, Kouhy & Lavers
1995b), sehingga membuka cakrawala cara pandang atas kegunaan akuntansi yang
semakin luas.

Keadaan-keadaan yang membentuk akuntan-akuntan ketika menginterpretasi


realitas dalam basis kuantifikasi, menciptakan proses konstruksi dan rekonstruksi
realitas dalam akuntansi yang terjadi terus menerus (Morgan 1988). Selanjutnya,
laporan-laporan dan pandangan-pandangan atas realitas berdasar akuntansi
seharusnya dianggap dan digunakan sebagai bagian dari sebuah ‘percakapan’ atau
‘dialog’ Morgan (1988, p. 484). Oleh karenanya, Boyce (2000, p. 57) menyatakan
bahwa implementasi sustainable development melalui akuntansi sosial dan
lingkungan, yang dapat memunculkan debat dan dialog, seharusnya dipandang
sebagai konstruk-konstruk ‘akun-akun alternatif’ dari akun-akun akuntansi
konvensional. Dalam kondisi demikian, akuntansi menciptakan realitas yang
memiliki kemampuan untuk memperluas tanggung jawab (responsibilitas) suatu
organisasi ke dalam ruang lingkup yang lebih luas (Hines 1988).

Pengungkapan tentang dimensi sosial organisasi, termasuk korporasi besar, telah


terbentuk dengan baik, dengan kemunculannya pada sekitar tahun 1970-an, akan
tetapi praktik pengungkapan yang dikerjakan digambarkan sebagai ‘tidak cukup
canggih’ (Mathews 1997). Pada awal perkembangannya, akuntansi sosial dan
lingkungan meningkat seiring dengan peningkatan perhatian pada bagaimana
aktivitas korporasi mempengaruhi aspek-aspek sosial dan lingkungan, tidak hanya
pada pengukuran langsung kontribusi aktivitas dan pertumbuhan ekonomi (Gray

9
2000). Akan tetapi, Mathews (1997) mencatat bahwa pada saat muncul perhatian
pada akuntansi sosial dan lingkungan rendah dan regulasi untuk akuntansi ini masih
jarang dibandingkan dengan akuntansi keuangan standar.

Peran akuntansi dalam menyelesaikan isu-isu pengaruh sosial dan lingkungan


aktivitas bisnis telah mengarahkan pada diskusi filosofis tentang peranan akuntansi
sebagai suatu bentuk komunikasi aktivitas-aktivitas sosial dan lingkungan
(Mathews 1997). Secara konseptual peranan akuntansi dalam isu-isu tersebut
diwujudkan dalam bentuk akuntansi sosial dan lingkungan. (Gray, Owen &
Maunders 1987, p. ix) mendefinisikan akuntansi sosial dan lingkungan sebagai
berikut:

Akuntansi sosial dan lingkungan merupakan proses komunikasi atas


pengaruh-pengaruh keputusan ekonomi organisasi-organisasi untuk
kelompok kepentingan tertentu dalam masyarakat dan bagi masyarakat secara
keseluruhan

Dalam definisi di atas Lavoie (1987) menyatakan bahwa peranan akuntansi sebagai
bahasa bisnis digunakan oleh organisasi untuk menyajikan representasi aktivitas-
aktivitas organisationalnya. Dalam terminologi aktivitas-aktivitas sosial dan
lingkungan, akuntansi menjadi representasi keputusan dan tindakan dalam
hubungannya dengan isu-isu sosial dan lingkungan dalam masyarakat. Demikian
juga dalam peran akuntansi dalam membagikan informasi bagai para stakeholder.
Dalam konteks implementasi sustainable development melalui akuntansi sosial dan
lingkungan, Gray, Owen and Maunders (1987) beragumen bahwa praktik akuntansi
yang demikian membutuhkan perluasan cakupan akuntabilitas entitas bisnis. Hal
ini menunjukkan peran akuntansi melebihi penyajian akun finansial bagi para
penanam modal, terutama para pemegang saham. Perluasan peran akuntansi seperti
ini menempatkan perusahaan-perusahaan untuk memiliki tanggung jawab) yang
tidak hanya pada pengembangan modal bagi para pemegang saham (Gray, Owen &
Maunders 1987). Dengan demikian, akuntansi telah menjadi representasi korporasi
dengan skopa yang lebih luar dari orientasi finansial.

10
Pada saat akuntansi berfungsi sebagai elemen penting dalam representasi dan
pelaporan prioritas-prioritas dan perhatian organisasi, akuntansi mempengaruhi
bahasa yang digunakan oleh organisasi (Hopwood 1983; 1994). Kapasitas
akuntansi untuk mempengaruhi masyarakat dan besarnya konsekuensi-konsekuensi
yang dapat muncul menunjukkan arti penting representasi-representasi dalam
akuntansi yang pada dasarnya disusun sesuai dengan tujuan-tujuan tertentu dan
hasil-hasil yang diinginkan (Mattessich 2003). Praktik-praktik akuntansi juga
membentuk dan dibentuk oleh domain ekonomi sebagai bagian dari berbagai relasi
dalam masyarakat (Gray, Kouhy & Lavers 1995b). Kemudian, untuk mencapai
tujuan tertentu, seperti tujuan sustainable development, akuntansi sosial dan
lingkungan membawa konsep akuntabilitas organisasi (terutama perusahaan)
melebihi penyajian akun finansial kepada para pemegang saham (Gray, Owen &
Maunders 1987). Konsep ini penting karena organisasi memiliki stakeholder yang
memiliki kepedulian pada isu-isu social dan lingkungan (Gray, Owen & Maunders
1987). Selanjutnya, akuntansi memegang peranan sebagai ‘mekanisme kendali
sosial’ yang membentuk struktur-strukur acuan yang dapat diterima masyarakat
dalam dunia bisnis (Walker 1992). Lebih lanjut Carnegie and Napier (2012, p. 8)
menyatakan bahwa akuntansi telah dipandang sebagai ‘suatu instrument kekuatan
dan dominasi’ yang merupakan bagian dari praktik social.

Akuntansi telah digunakan sebagai alat komunikasi aktivitas-aktivitas organisasi.


Dalam proses ini Gray, Owen and Maunders (1987) menjelaskan bahwa akuntansi
berupaya untuk mendeskripsikan ‘realitas’ yang mengarah pada suatu bentuk
pelaporan yang berhubungan dengan ‘realitas’ tersebut. Akan tetapi, mereka juga
menunjukkan bahwa metode-metode akuntansi tidak cukup untuk mendeskripsikan
realitas, terutama akuntansi keuangan. Macintosh et al. (2000, p. 13) berargumen
bahwa ‘simbol-simbol akuntansi’ tidak secara logis menyajikan representasi yang
transparan, pertanggungjawaban dan informasi ekonomi, walaupun material dan
memiliki konsekuensi politis. Hines (1991, p. 29) juga menekankan bahwa
walaupun akuntansi memiliki keterbatasan, terdapat ‘kekuatan sosial’ (‘social
power’) untuk mempengaruhi banyak orang. Kesadaran akan makna akuntansi

11
sebagai representasi dengan tujuan tertentu adalah hal yang signifikan. Hal in
disebabkan karena organisasi memiliki stakeholder yang peduli akan isu-isu sosial
dan lingkungan Gray, Owen and Maunders (1987) yang membuat penyajian
informasi tentang isu-isu tersebut menjadi salah satu tujuan penting akuntansi.

Isu-isu yang berkaitan dengan sustainable development telah memperluas peranan


akuntansi, sehingga dalam perkembangannya secara umum bidang kajian akuntansi
memasukkan sustainability accounting¸ yang meliputi pengungkapan informasi
tentang aktivitas sosial dan lingkungan korporat. Lalu kemunculan akuntansi sosial
dan lingkungan berasal dari kesadaran akan isu-isu sosial dan lingkungan dalam
hubungannya dengan keberadaan aktivitas-aktivitas korporasi (Gray, Owen &
Adams 1996) dan dorongan untuk menjalankan praktik-praktik bisnis yang lebih
baik serta semakin pesatnya praktek corporate social responsibility (CSR) diterima
dunia bisnis (Walker 1992). Hasilnya, akuntansi sosial dan lingkungan dengan
CSR berkontribusi untuk akun-akun sustainable development yang diciptakan oleh
organisasi-organisasi merepresentasi (atau membentuk akun) praktik-praktik
sustainability yang dilakukan. Gray, Kouhy and Lavers (1995b) menyatakan bahwa
walaupun akuntansi memiliki keterbatasan potensial, perkembangan perusahaan
yang mengungkapkan informasi yang berhubungan dengan isu-isu social dan
lingkungan melalui pelaporan keuangan terus meningkat. Hal penting yang
kemudian perlu diperhatikan walaupun terdapat perkembangan tingkat
pengungkapan tentang implementasi sustainable development dalam laporan-
laporan korporat, pemahaman korporasi atas konsep pembangunan ini masih
rendah (Gray & Bebbington 2000).

Walaupun dianggap sudah cukup memadai, penelitian tentang akuntansi sosial dan
lingkungan menunjukkan bahwa riset tentang akuntansi ini menunjukkan bahwa
pengungkapan dimensi sosial organisasi-organsasi, termasuk korporasi besar,
dimulai sekitar tahun 1970-an. Konsisi ini menunjukkan bahwa perkembangan
awal akuntansi sosial dan lingkungan berawal dari perhatian pada bagaimana
korporasi memberikan pengaruh selain pertumbungan ekonomi melalui
perkembangan bisnis mereka. Akan tetapi, Mathews (1997) juga menyatakan

12
bahwa pengenalan pada akuntansi sosial dan lingkungan kurang dan regulasi
tentang akuntansi sosial dan lingkungan pada era tersebut masih langka.

Publikasi informasi praktik sustainable development, terutama melalui akuntansi


sosial dan lingkungan, dengan pengungkapan-pengungkapan dan pelaporan, pada
dasarnya merupakan kegiatan sukarela (voluntary engagements). Walaupun
korporasi lebih memilih penyajian informasi aktivitas sustainable development
secara sukarela, Gallhofer and Haslam (1997b) menyatakan hasil akuntansi sosial
dan lingkungan yang suka rela masih belum memuaskan. Lebih lanjut, mereka
berargumen bahwa praktik-praktik sukarena mengindikasi adanya upaya untuk
mencapai legitimasi aksi korporat. Untuk mendorong dan membentuk praktik
implementasi sustainable development munsul usulan untuk meregulasi dan
mengkoordinasi aksi-aksi korporat yang berhubungan dengan risiko lingkungan.
Dengan demikian pengungkapan dan pelaporan tentang corporate social
responsibility melalui corporate sosial reporting atau sustainability reporting
dianggap sebagai suatu bentuk respon permintaan implementasi sustainable
development dalam dunia bisnis.

Penelitian awal tentang isu-isu sosial dan lingkungan dalam dunia bisnis dan
akuntansi mengeksplorasi berbagai aspek tindakan korporasi dalam
mengungkapkan isu-isu tersebut. Penyelidikan dan evaluasi determinan
organisasional dalam praktik-praktik pengungkapan sosial dan lingkungan
merupakan pendekatan yang digunakan dalam beberapa penelitian seperti Roberts
(1992) dan Ullmann (1976;1985). Penelitian ini menggunakan pendekatan
positivisme, dengan menggunakan faktor-faktor eksplanatori yang berbeda-beda
untuk menjelaskan dasar penyusunan laporan sosial dan menerangkan hubungan
antara akuntansi sosial dan lingkungan dan variabel-variabel bisnis. Penelitian-
penelitian ini berupaya untuk memahami dan mengembangkan teori atas factor-
faktor yang mendorong organisasi, terutama organisasi-organisasi bisnis, yang
mengungkapkan informasi yang berhubungan dengan aktivitas sosial dan
lingkungan serta pengaruh yang ditimbulkan.

13
Lebih lanjut riset tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik-praktik
akuntansi sosial dan lingkungan secara pesat berkembang ketika banyak penelitian
mengarah pada upaya untuk menyelidiki dan memahami sifat serta karakter
praktik-praktik pengungkapan yang disajikan. Berbagai variabel eksplanatori,
seperti ukuran dan industri ditemukan secara statistis signifikan berhubungan
dengan tingkat pengungkapan kepada publik informasi sosial dan lingkungan oleh
perusahaan-perusahaan (seperti Aerts, Cormier & Magnan 2007; 2008; Al-
Tuwaijri, Christensen & Hughes 2004; Brammer & Pavelin 2006; da Silva
Monteiro & Aibar-Guzmán 2010; Gray, Kouhy & Lavers 1995a; Guthrie,
Cuganesan & Ward 2008; Patten 1992; Ullmann 1976; 1985; Williams 1999).
Temuan penelitian-penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa variabel-variabel
kinerja keuangan mempengaruhi pengungkapan sosial dan lingkungan, variabel-
variabel tersebut seperti profitabilitas, return on equity, leverage dan market
volatility. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan variabel kinerja non-keuangan
seperti kinerja lingkungan, kinerja sosial, negara asal, pemerintah dan lembaga
pengatur, pengauditan, risiko media, dan peristiwa-peristiwa besar mempengaruhi
pengungkapan sosial dan lingkungan. Penelitian-penelitian ini didasarkan pada
rerangka teoretis yang meliputi decision usefulness, agency theory, political
economy theory, stakeholder theory, legitimacy theory dan accountability theory
(Branco & Rodrigues 2007; Parker 2005). Walaupun beberapa temuan
menunjukkan adanya variabel-variabel yang signifikan secara statistis, secara
keseluruhan hasil-hasil riset tersebut tidak memberikan simpulan yang kuat. Hal ini
mendorong pendekatan-pendekatan alternatif untuk meneliti praktik-praktik
akuntansi sosial dan lingkungan sebagai bagian dari sustainable development, salah
satunya adalah pendekatan kritis atau critical approach.

Pendekatan kritis dalam penelitian tentang akuntansi sosial dan lingkungan


menggunakan dasar kritik konseptual dan praktis atas praktik-praktik dalam
implementasi sustainable development. Hal ini terutama berkaitan dengan dasar
pemikiran dan konsekuensi-konsekuensi yang muncul dalam praktik sustainable
development yang terutama dilakukan oleh korporasi. Teori kritis atau critical

14
theory muncul sebagai model alternatif penjelasan konseptual dalam penelitian
tentang akuntansi sosial dan lingkungan (Mathews 1997; Mathews 2004). Dari
perspektif kritis, akuntansi memiliki kapasitas untuk memberikan informasi yang
lebih mendalam tentang hubungan praktik-praktik akuntansi dengan sistem sosial
(Dillard 1991). Boyce (2000) menyatakan bahwa pada dasarnya akuntansi terbuka
pada kemungkinan-kemungkinan untuk berdebat dan berdialog, terutama dalam
kaitan antara akuntansi dan sustainable development melalui akuntansi sosial dan
lingkungan. Dalam hal ini, akuntansi sosial dan lingkungan diduga mampu
memfasilitasi akun-akun dan perspektif-perspektif alternative. Sebagaimana
dijelaskan oleh Hines (1988), akuntansi yang menciptakan realitas memiliki
kemampuan untuk memperluas cakupan tanggung jawab (responsibility) suatu
organisasi. Oleh karenanya, pendekatan kritis memberikan penjelasan-penjelasan
alternative tentang hubungan akuntansi dengan masyarakat. Pada bagian berikut
disajikan beberapa penelitian tentang akuntansi dan implementasi sustainable
development berbasis teori kritis (critical theory) (Dillard 1991).

Pengungkapan-pengungkapan tentang aksi-aksi sosial korporate dapat dipandang


sebagai respon yang lebih tinggi atas ekspektasi implementasi sustainable
development dalam dunia bisnis. Tingkat informasi tentang sustainable
development yang diungkapkan dalam laporan korporasi mengalami peningkatan
secara substansial dalam hal kuantitas, kualitas, dan signifikansi (Adams &
Narayan 2007; Ballou, Heitger & Landes 2006; Kolk 2008; Owen 2006). Berbagai
penelitian juga menemukan bahwa kenaikan pengungkapan informasi praktik-
praktik sustainability dimotivasi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut
meliputi keinginan untuk memberi informasi dan menjaga relasi dengan para
stakeholder (Farneti & Guthrie 2009), adanya kebutuhan untuk menunjukkan
diferensiasi organisasi dari organisasi-organisasi lainnya, juga adanya perubahan
dalam perhatian pada komunitas, dan adanya persepsi akan kebutuhan untuk
merespon tekanan-tekanan legitimasi masyarakat (Adams & Frost 2006), serta
respon korporasi atas tekanan tekanan untuk meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi (Gray 1992).

15
Publikasi informasi tentang sustainable development melalui pengungkapan-
pengungkapan dan pelaporan sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya pada
dasarnya merupakan kegiatan sukarela, termasuk di dalamnya pengungkapan
informasi lingkungan. Gallhofer and Haslam (1997a) menyatakan bahwa observasi
menunjukkan hasil penerapan akuntansi lingkungan tidak memuaskan. Gray,
Bebbington and Walters (1993) mengkritisi akuntansi lingkungan dengan
menyatakan bahwa voluntarism atau pandangan sukarela dalam mengungkapkan
informasi lingkungan akan membuat pengungkapan ini menjadi pengungkapan
yang bertujuan advertorial, public relation dan manajemen image bagi korporasi.
Akan tetapi, Holland and Boon Foo (2003) menyatakan bahwa pengungkapan
informasi lingkungan yang sukarela dapat meningkatkan akuntabilitas hubungan
antara penyaji dan pengguna laporan keuangan. Lebih lanjut, perusahaan lebih
memilih kondisi sukarela dibanding mandatory dalam pelaporan implementasi
sustainable development. Hal ini disebabkan karena penyajian informasi yang
berhubungan dengan isu-isu sosial, lingkungan dan praktik sustainability
menciptakan nilai tambah bagi entitas bisnis (Gray 2006). Oleh karenanya,
akuntansi dapat berfungsi sebagai alat dalam implementasi sustainable
development, yang kemudian menjadi representasi skopa lebih luas praktik-praktik
sustainable development (Parker 1996). Dengan demikian informasi yang
dihasilkan oleh korporasi-korporasi telah mengambil bentuk yang melebihi
orientasi pelaporan berbasis finansial (Beattie 2005; Beck, Campbell & Shrives
2010; Milne & Chan 1999).

Simpulan

Esai ini bertujuan untuk memberikan reviu literatur yang berkaitan dengan
akuntansi dan implementasi sustainable development, serta penelitian akuntansi
dalam konteks sustainable development. Pembahasan perkembangan konsep
sustainable development diawali dengan definisi yang ditetapkan oleh PBB melalui
Brundtland Report (WCED 1987) yang juga dikenal dengan Our Common Future.
Laporan ini juga menyatakan dua konsep kunci sustainable development yaitu
kebutuhan orang miskin di dunia serta keterbatasan teknologi dan organisasi sosial

16
dalam mengatasi masalah lingkungan. Dalam praktik korporasi implementasi
sustainable development dilakukan dengan menjalankan praktik-praktik corporate
sosial responsibility. Lebih lanjut PBB melalui United Nations Comission on
Sustainable Development (UNCSD) menyatakan arti penting corporate sosial
reporting dalam implementasi sustainable development dan menyatakan dukungan
praktik pelaporan tersebut melalui resolusi PBB dalam The Future We Want
(UNCSD 2012a). Hal ini menunjukkan bahwa implementasi sustainable
development tidak hanya melalui aksi-aksi korporat, corporate social
responsibility, tetapi juga harus disertai dengan pengungkapan kepada publik
melalui corporate social reporting dengan mengikuti rerangka panduan pelaporan
yang tersedia.

Lebih lanjut dalam esai ini dibahas juga peran akuntansi dalam kapasitasnya
sebagai representasi realitas (Mattessich 2003) yang tidak hanya dipengaruhi tetapi
juga dapat mempengaruhi dunia bisnis dan masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena
pada dasarnya akuntansi merupakan suatu proses yang dijalankan atas dasar aturan
tertentu dan untuk mencapai hasil tertentu pula (Miller 1994). Akuntansi juga
menjadi representasi realitas-realitas kompleks yang memiliki perspektif multi
dimensi (Morgan 1988). Dalam perkembangan yang berkaitan dengan
implementasi sustainable development, akuntansi telah bertumbuh melampaui
konteks finansial dalam pengungkapan korporat. Aspek-aspek non-finansial telah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari praktik akuntansi (Hines 1988),
terutama dalam akuntansi sosial dan lingkungan.

Akuntansi berperan dalam implementasi sustainable development melalui


pengembangan akuntansi sosial dan lingkungan. Hal ini mendorong penelitian-
penelitian yang berkaitan dengan praktik-praktik akuntansi sosial dan lingkungan.
Berbagai penelitian berdasarkan pendekatan positivisme dengan dasar decision
usefulness, agency theory, political economy theory, stakeholder theory, legitimacy
theory dan accountability theory (Branco & Rodrigues 2007; Parker 2005)
menunjukkan berbagai faktor yang mempengaruhi luas pengungkapan dan
pelaporan implementasi sustainable development oleh korporasi. Selanjutnya,

17
pendekatan teori kritis (critical theory) (Dillard 1991) juga menjadi dasar dalam
penelitian akuntansi berbasis sustainable development. Salah satu hasil penelitian
dengan pendekatan kritis menyatakan bahwa pengungkapan tentang implementasi
sustainable development memiliki tujuan lain seperti advertorial, public relation
dan manajemen image bagi korporasi (Gray, Bebbington & Walters 1993).
Walaupun demikian, praktik pelaporan dalam bentuk corporate sosial reporting
tetap dipercaya dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi korporasi
terhadap publik (Gray 1992). Pembahasan mendatang dalam kaitan antara
akuntansi dan implementasi sustainable development dapat diarahkan pada
eksplorasi fitur-fitur kunci yang dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan
peranan akuntansi dalam pencapaian sustainability.

Daftar Pustaka

Adams, CA & Frost, GR 2006, 'The internet and change in corporate stakeholder
engagement and communication strategies on social and environmental
performance', Journal of Accounting & Organizational Change, vol. 2, no.
3, pp. 281-303.
Adams, CA & Narayan, V 2007, 'The 'standardisation' of sustainability reporting',
in J Unerman, J Bebbington & B O'Dwyer (eds), Sustainability Accounting
and Accountability, Routledge, Oxon, pp. 70-85.
Aerts, W, Cormier, D & Magnan, M 2007, 'The Association Between Web‐Based
Corporate Performance Disclosure and Financial Analyst Behaviour Under
Different Governance Regimes', Corporate Governance: An International
Review, vol. 15, no. 6, pp. 1301-1329.
--- 2008, 'Corporate environmental disclosure, financial markets and the media: An
international perspective', Ecological Economics, vol. 64, no. 3, pp. 643-
659.
Al-Tuwaijri, SA, Christensen, TE & Hughes, K 2004, 'The relations among
environmental disclosure, environmental performance, and economic
performance: a simultaneous equations approach', Accounting,
Organizations and Society, vol. 29, no. 5, pp. 447-471.
Ballou, B, Heitger, DL & Landes, CE 2006, 'The Future of Corporate Sustainability
Reporting', Article, Journal of Accountancy, vol. 202, no. 6, pp. 65-74.
Beattie, V 2005, 'Moving the financial accounting research front forward: the UK
contribution', The British Accounting Review, vol. 37, no. 1, pp. 85-114.
Beck, AC, Campbell, D & Shrives, PJ 2010, 'Content analysis in environmental
reporting research: Enrichment and rehearsal of the method in a British–

18
German context', The British Accounting Review, vol. 42, no. 3, pp. 207-
222.
Boyce, G 2000, 'Public discourse and decision making: Exploring possibilities for
financial, social and environmental accounting', Accounting, Auditing &
Accountability Journal, vol. 13, no. 1, pp. 27-64.
Brammer, S & Pavelin, S 2006, 'Voluntary Environmental Disclosures by Large
UK Companies', Journal of Business Finance & Accounting, vol. 33, no. 7-
8, pp. 1168-1188.
Branco, MC & Rodrigues, LL 2007, 'Issues in Corporate Social and Environmental
Reporting Research: An Overview', Article, Issues in Social &
Environmental Accounting, vol. 1, no. 1, pp. 72-90.
Carnegie, GD & Napier, CJ 2012, 'Accounting's past, present and future: the
unifying power of historynull', Accounting, Auditing & Accountability
Journal, vol. 25, no. 2, pp. 328-369.
da Silva Monteiro, SM & Aibar-Guzmán, B 2010, 'Determinants of environmental
disclosure in the annual reports of large companies operating in Portugal',
Corporate Social Responsibility and Environmental Management, vol. 17,
no. 4, pp. 185-204.
Dillard, JF 1991, 'Accounting as a Critical Social Science', Accounting, Auditing &
Accountability Journal, vol. 4, no. 1.
Eden, SE 1994, 'Using sustainable development: The business case', Global
Environmental Change, vol. 4, no. 2, pp. 160-167.
Farneti, F & Guthrie, J 2009, 'Sustainability reporting by Australian public sector
organisations: Why they report', Accounting Forum, vol. 33, no. 2, pp. 89-
98.
Gallhofer, S & Haslam, J 1997a, 'Beyond accounting: The possibilities of
accounting and "critical" accounting research', Critical Perspectives on
Accounting, vol. 8, no. 1–2, pp. 71-95.
--- 1997b, 'The direction of green accounting policy: critical reflections',
Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol. 10, no. 2, pp. 148-174.
Gray, R 1992, 'Accounting and environmentalism: An exploration of the challenge
of gently accounting for accountability, transparency and sustainability',
Accounting, Organizations and Society, vol. 17, no. 5, pp. 399-425.
--- 2000, 'Current Developments and Trends in Social and Environmental Auditing,
Reporting and Attestation: A Review and Comment', International Journal
of Auditing, vol. 4, no. 3, pp. 247-268.
--- 2006, 'Social, environmental and sustainability reporting and organisational
value creation?: Whose value? Whose creation?', Accounting, Auditing &
Accountability Journal, vol. 19, no. 6, pp. 793-819.
Gray, R & Bebbington, J 2000, 'Environmental accounting, managerialism and
sustainability: Is the planet safe in the hands of business and accounting?',
Advances in Environmental Accounting & Management, vol. 1, pp. 1-44.
Gray, R, Bebbington, J & Walters, D 1993, Accounting for the environment, P.
Chapman Publishers, London.

19
Gray, R, Kouhy, R & Lavers, S 1995a, 'Constructing a research database of social
and environmental reporting by UK companies', Accounting, Auditing &
Accountability Journal, vol. 8, no. 2, pp. 78-101.
--- 1995b, 'Corporate social and environmental reporting: a review of the literature
and a longitudinal study of UK disclosure', Accounting, Auditing &
Accountability Journal, vol. 8, no. 2, pp. 47-77.
Gray, R, Owen, D & Adams, C 1996, Accounting and accountability: changes and
challenges in corporate social and environmental reporting, Prentice Hall
Europe, Hertfordshire.
Gray, R, Owen, D & Maunders, K 1987, Corporate social reporting: Accounting
and accountability, Prentice-Hall International (UK) Ltd., London.
Guthrie, J, Cuganesan, S & Ward, L 2008, 'Industry specific social and
environmental reporting: The Australian Food and Beverage Industry',
Accounting Forum, vol. 32, no. 1, pp. 1-15.
Hines, RD 1988, 'Financial accounting: In communicating reality, we construct
reality', Accounting, Organizations and Society, vol. 13, no. 3, pp. 251-261.
--- 1991, 'On Valuing Nature', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol.
4, no. 3.
Holland, L & Boon Foo, Y 2003, 'Differences in environmental reporting practices
in the UK and the US: the legal and regulatory context', The British
Accounting Review, vol. 35, no. 1, pp. 1-18.
Hopwood, AG 1983, 'On trying to study accounting in the contexts in which it
operates', Accounting, Organizations and Society, vol. 8, no. 2–3, pp. 287-
305.
--- 1994, 'Accounting and everyday life: An introduction', Accounting,
Organizations and Society, vol. 19, no. 3, pp. 299-301.
Kolk, A 2008, 'Sustainability, accountability and corporate governance: exploring
multinationals' reporting practices', Article, Business Strategy & the
Environment (John Wiley & Sons, Inc), vol. 17, no. 1, pp. 1-15.
Lavoie, D 1987, 'The accounting of interpretations and the interpretation of
accounts: The communicative function of “the language of business”',
Accounting, Organizations and Society, vol. 12, no. 6, pp. 579-604.
Lélé, SM 1991, 'Sustainable Development: A Critical Review', World
Development, vol. 19, no. 6, pp. 607-621.
Macintosh, NB, Shearer, T, Thornton, DB & Welker, M 2000, 'Accounting as
simulacrum and hyperreality: perspectives on income and capital',
Accounting, Organizations and Society, vol. 25, no. 1, pp. 13-50.
Mathews, MR 1997, 'Twenty-five years of social and environmental accounting
research: is there a silver jubilee to celebrate?', Accounting, Auditing &
Accountability Journal, vol. 10, no. 4, pp. 481-531.
Mathews, R 2004, 'Developing a matrix approach to categorise the social and
environmental accounting research literature', Qualitative Research in
Accounting & Management, vol. 1, no. 1, pp. 30-45.
Mattessich, R 2003, 'Accounting representation and the onion model of reality: a
comparison with Baudrillard's orders of simulacra and his hyperreality',
Accounting, Organizations and Society, vol. 28, no. 5, pp. 443-470.

20
Miller, P 1994, 'Accounting as social and institutional practice: an introduction', in
AG Hopwood & P Miller (eds), Accounting as social and institutional
practice, Cambridge University Press, 24.
Milne, MJ & Chan, CCC 1999, 'Narrative corporatre social disclosure: how much
of a difference do they make to investment decision-making?', The British
Accounting Review, vol. 31, no. 4, pp. 439-457.
Morgan, G 1988, 'Accounting as reality construction: Towards a new epistemology
for accounting practice', Accounting, Organizations and Society, vol. 13, no.
5, pp. 477-485.
Owen, D 2006, 'Emerging issues in sustainability reporting', Business Strategy and
the Environment, vol. 15, no. 4, pp. 217-218.
Parker, LD 1996, 'Broad Scope Accountability the Reporting Priority', Australian
Accounting Review, vol. 6, no. 11, pp. 3-15.
Parker, LD 2005, 'Social and environmental accountability research: a view from
the commentary box', Accounting, Auditing & Accountability Journal, vol.
18, no. 6, pp. 842-860.
Patten, DM 1992, 'Intra-industry environmental disclosures in response to the
Alaskan oil spill: A note on legitimacy theory', Accounting, Organizations
and Society, vol. 17, no. 5, pp. 471-475.
Redclift, M 2005, 'Sustainable development (1987–2005): an oxymoron comes of
age', Sustainable Development, vol. 13, no. 4, pp. 212-227.
Roberts, RW 1992, 'Determinants of corporate social responsibility disclosure: An
application of stakeholder theory', Accounting, Organizations and Society,
vol. 17, no. 6, pp. 595-612.
Sneddon, C, Howarth, RB & Norgaard, RB 2006, 'Sustainable development in a
post-Brundtland world', Ecological Economics, vol. 57, no. 2, pp. 253-268.
Ullmann, AA 1976, 'The corporate environmental accounting system: A
management tool for fighting environmental degradation', Accounting,
Organizations and Society, vol. 1, no. 1, pp. 71-79.
--- 1985, 'Data in Search of a Theory: A Critical Examination of the Relationships
among Social Performance, Social Disclosure, and Economic Performance
of U. S. Firms', The Academy of Management Review, vol. 10, no. 3, pp.
540-557.
UNCSD 1992, Agenda 21, United Nations Conference for Sustainable
Development, New York.
--- 2012a, The Future We Want, no. A/RES/66/288, United Nations Conference for
Sustainable Development, New York, 27 July 2012,
http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=%20A/RES/66/288.
--- 2012b, The Future We Want, United Nations Conference on Sustainable
Development, New York, viewed 27 July 2012,
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol= A/RES/66/288.
Walker, B 1992, 'Corporate Social Responsibility', Business Ethics: A European
Review, vol. 1, no. 1, pp. 29-47.
WCED 1987, The World Commission on Environment and Development: Our
Common Future, Oxford University Press, Oxford.

21
Williams, SM 1999, 'Voluntary environmental and social accounting disclosure
practices in the Asia-Pacific region: an international empirical test of
political economy theory', The International Journal of Accounting, vol. 34,
no. 2, pp. 209-238.

22

Anda mungkin juga menyukai