Anda di halaman 1dari 6

1.

1 Latar Belakang
Meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat Indonesia
mendorong pertumbuhan industri peternakan di Indonesia seperti terlihat dari
peningkatan konsumsi produk peternakan (daging, susu dan telur). Dengan
demikian, jumlah pakan yang di produksi juga terus bertambah. Salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk mencukupi bahan pakan di dalam negeri adalah
dengan memanfaatkan bahan pakan lokal yang jumlahnya banyak tersedia, namun
belum banyak dimanfaatkan sebagai pakan.
Di Indonesia, industri sawit (mulai dari perkebunan hingga pengolahan
hasilnya) cukup berkembang beberapa tahun terakhir. Industri sawit merupakan
sumber pakan yang potensil yang belum banyak dimanfaatkan dalam industri
peternakan. Selain itu, minyak sawit atau CPO yang bisa digunakan sebagai
sumber energi dalam pakan, produk ikutan seperti pelepah dan daun, lumpur sawit
atau solid decanter, bungkil inti sawit, janjang kosong dan serabut sisa perasan
buah sawit dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk ternak ruminan dan atau
non-ruminan.
Semua bahan-bahan tersebut mempunyai faktor pembatas bila digunakan
secara langsung di dalam ransum ternak. Akan tetapi, beberapa teknologi yang
merupakan hasil penelitian di Indonesia maupun di luar negeri dapat mengurangi
kendala tersebut sehingga bahan-bahan tersebut dapat digunakan.

1.2 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
a) Memberikan suatu gagasan untuk mengatasi kekurangan pakan yang
terjadi karena meningkatnya kebutuhan masyarakat.
b) Mendorong pertumbuhan industri peternakan di Indonesia seperti terlihat
dari peningkatan konsumsi produk peternakan (daging, susu dan telur).
c) Mengetahui teknologi yang dapat menghasilkan pakan ternak yang berasal
dari pelepah kelapa sawit.
BAB II
PEMBAHASAN

Pelepah kelapa sawit (Oil Palm Fronds) selama ini kurang memberikan


manfaat bagi petani. Batangnya yang keras dengan daun berduri, kerap dibuang
setelah buah kelapa sawit telah cukup umur dan harus dipanen. Untuk itu
diperlukan teknologi pengolahan pakan dalam hal ini pengolahan secara fisik
sehingga daun dan pelepah bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Pemanfaatan
pelepah dan daun kelapa sawit sebagai pakan ternak diharapkan dapat membantu
mengatasi masalah ketersediaan pakan terutama pada musim kemarau, serta
produktifitas ternak.
Di Indonesia, tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) telah dikenal
sejak tahun 1848 yang pertama kali ditanam di kebun Raya Bogor (Corley, 1976),
sementara pengembangannya sebagai penghasil minyak kelapa sawit yang sangat
dibutuhkan umat manusia dimulai pada tahun 1911. Laju pertumbuhan luas tanam
kelapa sawit setiap tahunnya di Indonesia mencapai 12,6% (Lubis, 2008).
Diperkirakan luas tanam kelapa sawit, khususnya perkebunan swasta dan
perorangan akan terus bertambah hingga saat ini.
Sebagai konsekuensi makin meningkatnya luas tanam kelapa sawit, adalah
makin meningkatnya pula produk samping tanaman dan hasil ikutan pengolahan
buah kelapa dan inti sawit yang sedikit banyak akan menimbulkan problem baru
dan perlu diantisipasi. Salah satu cara pemecahannya adalah dengan
memanfaatkan ternak (Corley, 1976), khususnya ternak ruminansia sebagai pabrik
biologis yang dapat memanfaatkan biomasa produk samping industri tersebut
sebagai bahan baku pakan, sekaligus dapat dijadikan media penyedia bahan baku
pupuk organik.
Daun sawit (Palm oil leaf) mengandung protein kasar 14,8%, lignin 27,6%
dan kecernaan invitro kurang dari 50%, temasuk kualitas biologis medium. Oleh
sebaiknya diberi perlakuan lebih dulu. Hasil penelitian Purba et al (1997),
menunjukkan pelepah daun sawit dapat menggantikan rumput sampai 80% tanpa
mengurangi laju pertumbuhan bobot badan ternak. Mengubah pelepah sawit
menjadi pakan ternak bisa dilakukan dengan menerapkan teknologi alat pengolah
pelepah sawit atau disebut chopper. Bila dioperasikan selama 8 jam sehari,satu
alat mampu menghasilkan 32 ton tiap harinya. Dalam pengoperasiannya, chopper
dibantu dengan mesin diesel atau sejenisnya dengan kekuatan 4-6 PK. Hadirnya
teknologi alat pengolah pelepah sawit ini tentu saja menguntungkan petani.
Penggunaan pakan dari pelepah kelapa sawit dinilai lebih ekonomis. Peternak
tidak harus mendatangkan rumput atau memelihara rumput sebelum bisa
digunakan untuk pakan. Pelepah dapat terus diperoleh saat panen buah kelapa
sawit setiap harinya.
Namun demikian, pelepah kelapa sawit saja tanpa tambahan pakan lain
tidak cukup untuk menjadi makanan pokok ternak sapi. Sapi bisa kekurangan
nutrien, baik untuk keperluan hidup pokok maupun produksi. Sapi bisa diberi
pakan pelepah kelapa sawit, hanya saja nutrisinya kurang. Protein pelepah kelapa
sawit ini hanya sebesar 3 persen.
Sehingga, jika sapi diberi pelepah harus diberikan pakan tambahan.
Seperti bungkil inti sawit (BIS). BIS merupakan salah satu hasil samping
pengolahan inti sawit dengan kadar 45-46 persen dari inti sawit. Dengan
komposisi gizi serta produksi yang relatif banyak, BIS berpotensi sebagai bahan
pakan untuk ternak. Sayangnya tidak semua pabrik mengolah bungkil inti sawit,
sehingga perlu peran serta pabrik untuk ikut mengolahnya.
Integrasi perkebunan sawit dengan peternakan sapi inipun memungkinkan
pelepah sawit menjadi pakan ternak. Pelepah sawit dipotong-potong dan
dimasukkan ke dalam mesin pengaduk bersama dengan bungkil sawit dan tetes
tebu untuk menjadi pakan ternak.  Bungkil sawit ini merupakan pengganti kedelai
yang umumnya digunakan untuk membuat pakan sapi yang konvensional.
Tabel 1. Kandungan protein dan asam amino konsentrat protein

Peubah Konsentrat BIS Bungkil Kedelai


Protein – BIS (%) (%)
(%)
Protein Kasar 45,6 16,8 46,6

Total Asam Amino 33,4 (73,3)** 12,6 (75,1) 40,4 (86,8)

Asam Amino Esensial 16,8 (36,8) 6,0 (35,8) 21,2 (45,5)

Asam Amino Non 16,6 (36,5) 6,6 (39,3) 19,2 (41,2)


Esensial

Non Protein Nitrogen 12,2 (26,7) 4,2 (24,9) 6,2 (13,2)


(NPN)***

* Disitir dari Yatno et al. (2008); ** Angka dalam kurung menyatakan % terhadap
kadar protein; *** NPN merupakan selisih kadar protein dan kadar total asam
amino
Sapi yang memakan pakan yang mengandung 80%-90% limbah kelapa
sawit ini akan membuang kotoran keesokan harinya. Kotoran sapi ini yang
menjadi kompos untuk pohon kelapa sawit.  Jadi, lebih ramah lingkungan dan
lebih cepat. Dari pelepah menjadi kompos hanya butuh waktu satu malam.
Pelepah kelapa sawit dpat diberikan dalam bentuk segar atau diproses
menjadi silase. Hasil Penelitian menunjukan penggunaan pelepah sawit dalam
bentuk silase pada sapi sebanyak 50% dari total pakan dapat menghasilkan
pertambahan bobot badan harian berkisar 0,62-0,75 kg dengan nilai konversi
pakan antara 9 - 10.
Fermentasi pelepah kelapa sawit menjadi silase ditujukan preservasi dan
konsentrat, pengaruhnya terhadap nilai gizi bahan relatif kecil, Adapun untuk
meningkatkan kandungan gisi dalam proses fermentasi dapat ditambahkan urea.
Penambahan urea sebanyak 3-6% akan meningkatkan kandungan protein bahan
dari 5,6 menjadi 12,5 atau 20%.
Untuk pakan sapi, dapat menghemat sekitar Rp 1.800-2.800 per kilogram.
Pasalnya, pakan konvensional harganya sekitar Rp 3.000-4.000 per kilogram,
sementara pakan yang diolah dari limbah kelapa sawit hanya Ro 1.200 per
kilogram. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Litbang
Pertanian) pun tengah meneliti manfaat integrasi perkebunan kelapa sawit dan
peternak. Penelitian di Australia (Purba et al., 1997) menunjukkan bahwa
penggantian sekitar separuh konsentrat (campuran 90% barley dan 10% bungkil
kapas) sapi perah tidak mengganggu produksi susu, bahkan meningkatkan kadar
lemak susu, seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2.  Performan sapi perah dengan pemberian bungkil inti sawit


                sebagai penganti konsentrat
Parameter 5 kg 4 kg K + 3 kg K + 2 kg K +
Konsentrat (K) 1 kg BIS 2 kg BIS 3 kg BIS

Prod. Susu 20,4 20,9 20,6 20,1


kg/ekor/hari
Lemak susu, % 3,28 3,64 3,96 3,99

Protein susu, % 3,16 3,21 3,28 3,18

Konsumsi 5,0 5,0 5,0 4,8


konsentrat
(kg/ekor/hari)

Sumber: Purba et al. (1997)

Dari uraian di atas, terlihat bahwa hampir seluruh produk samping


tanaman dan olahan kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan,
khususnya untuk ternak ruminansia. Nampaknya pemanfaatan produk samping
tanaman dan hasil ikutan pengolahan buah kelapa sawit kurang baik untuk dapat
dipergunakan secara tunggal. Kelemahan salah satu produk samping dapat
dilengkapi dengan menyertakan kelebihan produk samping lainnya. Dengan
perkataan lain, pemberian pakan yang berbasis produk samping industri kelapa
sawit dapat diandalkan sebagai sumber utama pakan sapi potong. Uji biologis
pakan yang tersusun dari imbangan campuran produk samping kelapa sawit pada
ternak sapi, telah dilakukan Mathius et al. (2004).

Cara Pembuatan Pelepah Segar Kelapa Sawit sebagai berikut :


1.      Pelepah kelapa sawit di kupas baik manual maupun menggunakan mesin,
kemudian di cacah sesuai dengan jenis ternak.
2.      Pelepah kelapa sawit dapat dicampur dengan bahan pakan lain seperti gula
tetes/molases, dedak dan lain-lain .
Cara Pembuatan Silase Pelepah Kelapa Sawit sebagai berikut :
1.      Pelepah kelapa sawit dikupas secara manual
2.      Daging pelepah dicacah diameter cacahan 2-4 cm
3.      Cacahan pelepah segar (300-400 kg) diperciki secara merata dengan larutan urea
(3-4 kg urea/100 liter air).
4.      Cacahan dimasukkan ke dalam drum
5.      Dipadatkan dan ditutup rapat untuk menghasilkan kondisi tanpa udara
6.      Dbiarkan selama 2-3 minggu dan siap diberikan kepada ternak sebagai pakan
dasar

Solid merupakan limbah padat hasil samping prosesing pengolahan tandan buah
segar (TBS) kelapa sawit menjadi minyak mentah kelapa sawit atau Crude Palm
Oil (CPO) bentuk dan konsistensinya seperti ampas tahu namun berwarna coklat
gelap, berbau asam-asam manis, masih mengandung minyak CPO sekitar 1,5%.
Limbah tersebut merupakan limbah pabrik pengolahan kelapa sawit. Solid dalam
bahasa Jawa disebut “Blondho Sawit”. Tujuan pemanfaatan solid adalah untuk
mengatasi masalah ketersediaan pakan terutama pada saat musim kemarau.

Hasil pemeriksaan laboratorium solid memiliki kandungan:


Bahan kering 81,56%, Protein kasar 12,63%, Serat kasar 9,98%, Lemak kasar
7,12 %, Kalsium 0,03%, Fosfor 0,003%, Energi 154 kal/100 gr.
Keunggulan:
Pemberian solid mampu meningkatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH)
ternak secara nyata dibandingkan yang tidak diberi solid.
Kelemahan:
Kelemahan solid untuk pakan adalah tidak tahan lama disimpan, karena solid
mengadung 1,50% CPO sehingga mudah menjadi tengik bila dibiarkan ditempat
terbuka serta mudah ditumbuhi kapang yang bewarna keputihan (kapang tidak
berpotogen).

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pelepah kelapa sawit bisa menggantikan rumput hingga 80% tanpa mengurangi
laju pertumbuhan bobot ternak. Ada beberapa macam teknologi untuk menjadikan
pelepah sawit sebagai pakan ternak. Kandungan zat gizi ternak dari daun kelapa
sawit cukup lumayan, antara lain mengandung protein kasar 14,8% ligin 27,6%
dan kecernaan invitro kurang dari 50%. Daun sawit memiliki keambaan , daya
serap air dan kelarutan yang lebih tinggi. Nilai keambaan yang tinggi merupakan
karakteristik berserat tinggi.

Saran
Untuk mendukung tujuan dari gagasan ini diperlukan kerjasama dari peternak dan
petani kelapa sawit untuk bekerjasama dalam menguntungkan satu sama lain. Juga
perlu dukungan dari pemerintah.

Daftar pustaka

Corley, R.H.V. and B. S. Gray. 1976. Yield component. p 77 – 85. In R. H.


V.Corley, J. J. Hardon, and B. J. Wood (Eds.). Oil Palm Research. Elseiver
Scientific Publishing Company. Amsterdam.

Lubis AU. 2008. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. 11 – 30.

Purba, et al. 1997. Pemanfaatan Limbah & Hasil Ikutan Perkebunan Kelapa Sawit
Sebagai Ransum Kambing Potong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi &
Veteriner. BPTP Yogyakarta. Yogyakarta.

Mathius, I.W., Azmi, B.P Manurung, D.M. Sitompul dan E. Pryatomo. 2004.
Integrasi sawit-sapi: Imbangan pemanfaatan produk samping sebagai bahan dasar
pakan. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman – Ternak,
Dempasar. Hlm. 439 – 446.

Anda mungkin juga menyukai