Anda di halaman 1dari 4

Nama: Nelwan Satria Putra

NIM: 195020301111016
Kelas: Hukum Komersial CE

Perppu Corona: Kontroversi Regulasi di Tengah Pandemi

Akhir-akhir ini seluruh negara dilanda ketakutan akan ancaman wabah COVID-19.
Wabah ini mampu menghancurkan setiap lini kehidupan masyarakat dunia. Mulai dari sektor
kesehatan masyarakat, pariwisata, hingga perekonomian seakan-akan dibuat lumpuh seketika.
Di Indonesia, wabah COVID-19 membuat pemerintah menjadi ekstra bekerja keras dalam
menanggulangi dampak kerusakan sosial ekonomi yang ditimbulkan. Berbagai kebijakan
telah dibuat untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia. Salah satu yang cukup
fenomenal adalah kemunculan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan
Negara untuk Penanganan Pandemi COVID-19. Isi Perppu tersebut secara umum berisi ruang
lingkup tentang pelaksanaan APBN di tengah kondisi pandemi COVID-19 dan dalam rangka
menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem
keuangan. Penerapan Perppu No. 1 Tahun 2020 ini terbagi menjadi dua: kebijakan keuangan
negara dan kebijakan stabilitas sistem keuangan. Kebijakan keuangan negara meliputi: (1)
penganggaran dan pembiayaan, (2) kebijakan di bidang keuangan daerah, (3) kebijakan di
bidang perpajakan, (4) pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional, (5) pelaksanaan
kebijakan keuangan negara, dan (6) pelaporan. Sedangkan, kebijakan stabilitas sistem
keuangan meliputi: (1) kebijakan stabilitas sistem keuangan, (2) kewenangan dan
pelaksanaan kebijakan oleh Bank Indonesia, (3) kewenangan dan pelaksanaan kebijakan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan, (4) kewenangan dan pelaksanaan kebijakan oleh Otoritas Jasa
Keuangan, serta (5) kewenangan dan pelaksanaan kebijakan oleh pemerintah.
Perlu diketahui, Perppu atau Peraturan Pengganti Undang-Undang menurut UU No.
12 Tahun 2011 adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam
hal ihwal kegentingan yang memaksa. Substansi Perppu memiliki kesamaan dengan Undang-
Undang. Dari segi isi seharusnya ditetapkan dalam bentuk undang-undang, tetapi karena
faktor kegentingan yang memaksa ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP). Oleh
karena itu Perppu Corona memiliki hierarki peraturan perundang-undangan yang sejajar
dengan undang-undang.
Namun, baru-baru ini media massa daring menyampaikan adanya gugatan terhadap
Perppu tersebut kepada Mahkamah Konstitusi. Gugatan ini dilayangkan oleh berbagai pihak
antara lain: Syamsuddin, Amien Rais, Sri Edi Swasono, dkk, Perkumpulan Masyarakat
Antikorupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI, dan
Peka. Maksud gugatan tersebut terkait substansi pembatalan Pasal 27 Perppu Corona yang
diduga mengandung kekebalan absolut bagi pejabat keuangan. Namun, pernyataan tersebut
segera dibantah oleh Pemerintah yang menyatakan bahwa setiap aparat pemerintah yang
melanggar hukum dapat dituntut secara hukum. Di samping itu, anggaran yang digunakan
dalam APBN diaudit oleh BPK dan dipertanggungjawabkan ke DPR.
Pasal 27 ayat 1 Perppu Corona tersebut secara umum menyatakan bahwa seluruh
biaya yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah dan lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara (yang mencakup
beragam kebijakan lainnya) merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan
perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara. Hal yang menjadi
permasalahan terletak pada ayat 2 dan 3 dimana anggota KSSK yang menjalankan Perppu ini
tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas
didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta segala
tindakan yang diambil dari Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan
kepada Peradilan Tata Usaha Negara. Ketiga ayat tersebut menjadi kontroversi karena
dianggap melegitimasi aparat pemerintah yang berperan dalam Perppu tersebut.
Akan tetapi, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, menekankan bahwa
segala delik tipikor akan diproses oleh penegak hukum sehingga tidak perlu khawatir akan
adanya pasal tersebut. Hal ini selaras dengan pernyataan KPK yang memaknai pasal 27
tersebut tidak memberikan kekuatan absolut hukum. Karena apabila dicermati pada ayat 2
dijelaskan landasan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Beberapa pakar hukum khawatir akan keberadaan pasal tersebut yang senada dengan
yang dilakukan oleh penggugat. Guru Besar Universitas Padjajaran, Prof. Susi Dwi Harijanti
menyatakan kekhawatiran atas Perppu Corona tersebut yang dirasa menjadikan pejabat
negara kebal hukum. Kemudian, pakar hukum dari Universitas Parahyangan, Agustinus
Pohan, menilai keberadaan Pasal 27 tidak diperlukan jika penegakan hukum bisa memberikan
keadilan dan kepastian. Selain itu, menurut guru besar Universitas Indonesia, Prof. Maria
Farida, Perppu Corona tersebut memiliki masalah secara fungsi keberlakuan yang
menyangkut keberlakuan peraturan yang bersifat jangka panjang tetapi tertulis untuk
penanganan COVID-19. Hal serupa juga dikatakan oleh Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi
Universitas Gajah Mada, Oce Madril yang memberi kritik keras akan Perppu tersebut
terutama kaitan delik pasal 27.
Meskipun demikian, Perppu Corona tersebut telah disetujui oleh DPR menjadi
Undang-Undang. Perppu tersebut telah disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR
pada Selasa 12 Mei 2020. Perppu No. 1 Tahun 2020 telah disahkan dan disetujui oleh DPR
melalui UU No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2020. Hingga
penetapan ini, terdapat dua gugatan yang masih diteruskan kepada Mahkamah Konstitusi
terkait uji materi Pasal 27 ayat 1 tersebut. Di sisi lain, keberadaan Perppu ini memang
diperlukan dalam menambah anggaran sebanyak Rp. 405,1 triliun dalam rangka penanganan
kesehatan dan pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi COVID-
19. Keberadaan Perppu ini juga mencegah Pemerintah mengalami defisit APBN. Oleh karena
itu, Perppu Corona ini memang diperlukan dengan beberapa catatan terkait pasal
kontroversial kembali dikaji agar tidak menimbulkan penyelewengan di masa depan.

Daftar Rujukan:
BBC. 12 Mei 2020. Perppu penanganan virus corona: 'Imunitas absolut penguasa'
gunakan uang negara Rp405 triliun tanpa bisa dituntut hukum, kata pegiat
anti korupsi. BBC. (Online). (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia- 52616906,
diakses 20 Mei 2020)
Medistiara, Yulida. 20 Mei 2020. Perppu Corona Digugat ke MK, Sri Mulyani: Sudah
Menjadi UU. Detik Finance. (Online). (https://finance.detik.com/berita- ekonomi-
bisnis/d-5022114/perppu-corona-digugat-ke-mk-sri-mulyani- sudah-menjadi-uu,
diakses 20 Mei 2020)
Saputra, Andi. 26 April 2020. Khawatirnya Pakar Hukum hingga Anggota DPR terhadap
Perppu Corona. Detiknews. (Online). (https://news.detik.com/berita/d-
4991570/khawatirnya-pakar-hukum- hingga-anggota-dpr-terhadap-perppu-corona, diakses 20
Mei 2020)
Yasin, Muhammad dan Aji Prasetyo. 30 September 2019. Begini Mekanisme Penerbitan
dan Pengesahan Perppu. Hukumonline. (Online).
(https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d91dce14f109/begini-
mekanisme-penerbitan-dan-pengesahan-perppu/, diakses 20 Mei 2020)
Yuliani, Andi. (Tanpa Tanggal). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
dari Masa ke Masa. Kemenkumham RI. (Online).
(http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/3000-peraturan- pemerintah-
pengganti-undang-undang-dari-masa-ke-masa.html, diakses 20 Mei 2020)

Anda mungkin juga menyukai