Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan
kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian
nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama, 1990). Diperkirakan, kematian
akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di
negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di
antaranya ditemukan di negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam Sirait, 1996).

Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap


100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke
tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola
penyakit (Tjindarbumi, 1995). Menurut hasil  Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian
di Indonesia. Angka proporsi penyakit kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4
(SKRT 1980) menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4  (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data
Profil Kesehatan RI 1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di
rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu,
peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit
DKI Jakarta pada 1993 dan 1994, dari 4,5% menjadi 4,6%.

Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi,
yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker payudara
baru yang didiagnosis setiap tahunnya.  Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di
negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang (Moningkey, 2000).
Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan
di AS 175.000 wanita didiagnosis menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari
semua kanker yang menyerang wanita. Bahkan, disebutkan dari  150.000 penderita kanker
payudara yang berobat ke rumah sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap
tahunnya (Oemiati, 1999). American Cancer Society memperkirakan kanker payudara di
2

Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di antaranya meninggal antara 1990-2000
(Moningkey, 2000).

Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim
di Indonesia (Tjindarbumi, 1995). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di
Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap
menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita
kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey, 2000).  Data 
dari Direktorat  Jenderal  Pelayanan Medik  Departemen  Kesehatan menunjukkan bahwa
Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut golongan penyebab sakit
menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari,
1998).

Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan
jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat  dalam keadaan lanjut. Hal
inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut. Padahal, pada
stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah. Tjindarbumi (1982)
mengatakan, bila penyakit kanker payudara ditemukan dalam stadium dini, angka harapan
hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula
bahwa 70--90% penderita datang ke rumah sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah 
masuk dalam stadium lanjut.

Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat tidak
memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau radiasi.
Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan kesembuhan 75%
(Ama, 1990). Pengobatan pada penderita kanker memerlukan teknologi canggih,
ketrampilan,  dan  pengalaman  yang luas.  Perlu  peningkatan  upaya pelayanan
kesehatan, khususnya di RS karena jumlah yang sakit terus-menerus meningkat, terlebih
menyangkut golongan umur produktif.

Sebagai tolak ukur keberhasilan pengobatan kanker, termasuk kanker payudara,


biasanya adalah 5 year survival (ketahanan hidup 5 tahun) (Sirait, 1996).  Vadya dan
Shukla menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis dan ketahanan
hidup penderita kanker payudara adalah besar tumor, status kelenjar getah bening regional,
skin oedema ‘pembengkakan kulit’, status menopause,  perkembangan sel tumor, residual
3

tumor burden (tumor sisa), jenis patologinya, dan metastase, terapi, serta reseptor
estrogen. Selain itu, ditambahkan pula dengan umur dan besar payudara. Azis FM dkk.
menyatakan bahwa ketahanan hidup penderita kanker dipengaruhi oleh pengobatan,
ukuran tumor, jenis histologi, ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemia, dan
penyulit seperti hipertensi.

Dalam Vadya dikatakan bahwa untuk ukuran tumor < 2 cm, ketahanan hidup 5
tahun sebesar 73%. Hal ini sangat berbeda untuk ukuran tumor 3-6 cm yang angka
ketahanan hidupnya sangat rendah, yaitu 24%.  Selain itu, ukuran tumor yang lebih besar
berhubungan dengan kelenjar limfa. Dalam ukuran kanker yang lebih besar, kelenjar limfa
yang melekat (involved) menjadi lebih banyak.

Tjindarbumi  (1982) melaporkan pengobatan kanker payudara dengan simpel


mastektomi tanpa sinar memberikan ketahanan hidup 79% dan mastektomi radikal
memberikan ketahanan hidup 5 tahun 70--95%. Informasi tentang faktor-faktor ketahanan
hidup memberikan manfaat yang besar. Bukan hanya untuk peningkatan penanganan
penderita kanker payudara, tapi juga untuk memberikan informasi yang cukup kepada
masyarakat tentang kanker payudara dan perkembangan serta prognosis penyakit tersebut
di masa mendatang.

II. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui dan memahami Payudara dan Kanker Payudara.
2. Memenuhi sebagian syarat untuk ujian stase obstetri ginekologi RSD Panembahan
Senopati Kabupaten Bantul
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. PAYUDARA
A. Embriologi
Payudara sebagai kelenjar subkutis mulai tumbuh sejak minggu ke enam masa
embrio, yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut garis susu
yang terbentang dari axilla sampai regio inguinal.
Pada manusia, golongan primata gajah dan ikan duyung, dua per tiga kaudal
dari garis tersebut segera menghilang dan tinggal bagian dada saja yang berkembang
menjadi cikal-bakal payudara.
Beberapa hari setelah lahir pada bayi dapat terjadi pembesaran payudara
unilateral atau bilateral diikuti dengan sekresi cairan keruh. Keadaan yang disebut
mastitis neonatorum ini disebabkan oleh berkembangnya sistem duktus dan asinus
serta vaskularisasi pada stroma yang dirangsang secara tidak langsung oleh tingginya
kadar estrogen ibu dalam sirkulasii darah bayi. Setelah lahir, kadar hormon ini
menurun, dan ini merangsang hipofisis untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin inilah
yang menumbulkan perubahan pada payudara.

B. Anatomi
Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Pada bagian lateral
atasnya, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah axilla, disebut penonjolan
Spence atau ekor payudara.
Setiap payudara terdiri atas 12-20 lobulus kelenjar yang masing-masing
mempunyai saluran ke papilla mammae, yang disebut duktus laktiferus. Di antara
kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga diantara kulit dan kelenjar tersebut mungkin
terdapat jaringan lemak. Di antara lobulus tersebut ada jaringan ikat yang disebut
ligamentum cooper yang memberi rangka untuk payudara.
Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang a.perforantes anterior dari
a.mamaria interna, a.thoracalis lateralis yang bercabang dari a.axillaris, dan beberapa
a.intercostalis.
5

Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan


n.intercostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf simpatik. Ada
beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan paralisis dan mati rasa
pasca bedah, yakni n.interkostobrakialis dan n.cutaneus brachius medialis yang
mengurus sensibilitas daerah axilla dan baian median lengan atas. Pada diseksi axilla,
saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah
tersebut.
Saraf n.pectoralis yang mengurus m.pectoralis mayor dan minor, n.
Thoracodorsalis yang mengurus m.latissimus dorsi, dan n.thoracalis longus yang
mengurus m.serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi
dengan diseksi axilla.
Penyaliran limfe dari payudara kurang lebih 75% ke axilla, sebagian lagi ke
kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula
penyaliran yang ke kelenjar interpectoralis. Pada axilla terdapat rata-rata 50 ( berkisar
antara 10-90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena
brachialis. Saluran limfe dari seluruh payudara menyalir ke kelompok anterior axilla,
kelompok sentral axilla, kelenjar axilla bagian dalam, yang lewat sepanjang v.axillaris
6

dan yang berlanjut langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di fosa
supraklavikuler.
Jalur limfe lainnya berasal dari daerah sentral dan medial yang selain menuju
ke kelenjara sepanjang pembuluh mamaria interna, juga menuju ke axilla
kontralateral, ke m.rectus abdominis lewat ligamentum falsiparum hepatis ke hati,
pleura dan payudara kontralateral.

C. Fisiologi
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi oleh hormon.
Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa
fertilitas sampai ke klimakterium, dan menopause. Sejak pubertas pengaruh estrogen
dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah
menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan siklus menstruasi. Sekitar
hari ke-8 haid, payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum haid
berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri
dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menjadi tegang dan
nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada
waktu itu, pemeriksaan foto mammpgraphy tidak berguna karena kontras kelenjar
terlalu besar. Begitu haid mulai, semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan,
payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi,
dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus
ke puting susu.

II. TUMOR GANAS PAYUDARA


A. Insidens dan Epidemiologi
Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma
serviks uterus. Di Indonesia berdasarkan “Pathological Based Registration” kanker payudara
mempunyai insidens relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia mempunyai insidens minimal
20.000 kasus baru pertahun; dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada
dalam stadium lanjut.
7

Kurva insidens-usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini jarang sekali
ditemukan pada wanita usia di bawah 20 tahun. Angka tertingi terdapat pada usia 45-66
tahun. Insidens karsinoma mammae pada lelaki hanya 1% dari kejadian pada perempuan.

B. Etiologi dan Faktor Risiko


Keluarga
Dari epidemiolog tampak bahwa kemungkinan menderita kanker payudara dua
sampai tiga kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau sadara kandunngnya menderita
kanker payudara. Kemungkinan ini lebih besar bila itu atau saudara kandung itu menderita
kanker bilateral atau kanker pada premenopause.
Wanita yang pernah ditangani karsinoma payudaranya, memang mempunyai risiko tinggi
menderita karsinoma di payudara lain.
Usia.
Seperti pada banyak jenis kanker, insidens menurut usia naik sejalan dengan
bertanmbahnya usia.

Bagan 1
Faktor Risiko Karsinoma Payudara

Usia Makin lanjut usia, risiko makin tinggi


Keluarga Karsinoma mammae
- Ibu
- Saudara kandung
- Khususnya pramenopause dan/lateral
Patologi Displasia atau kelainan fibrokistik tertentu pernah
karsinoma mammae sisi lain

Kehamilan pertama pada usia lanjut


Hormon.
Pertumbuhan kanker payudara sering dipengaruhi oleh perubahan keseimbangan
hormon. Hal ini terbukti pada hewan coba dan pada penderita karsinoma mammae.
Perubahan pertumbuhan tampak setelah penambahan atau pengurangan hormon yang
merangsang atau menghambat pertumbuhan karsinoma mammae. Misalnya, pada wanita
yang diangkat ovariumnya di usia muda lebih jarang ditemukan kanker payudara. Akan
tetapi, hal itu tidak membuktikan bahwa hormon seperti estrogen dapat menyebabkan
karsinoma mammae pada manusia. Namun, menarke yang cepat dan menopause yang lambat
ternyata disertai dengan peninggian risiko. Risiko terhadap karsinoma mammae lebih
8

rendah pada wanita yang melahirkan anak pertama pada usia lebih muda. Laktasi tidak
mempengaruhi risiko. Kemungkinan risiko meninggi terhadap adanya kanker payudara pada
wanita yang menelan pil KB dapat disangkal berdasarkan penelitian yang dilakukan selama
puluhan tahun.
Diet.
Sampai sekarang tidak terbukti bahwa diet lemak berlebihan dapat memperbesar atau
memperkecil risiko kanker payudara.
Virus.
Pada air susu ibu ditemukan (partikel) virus yang sama dengan yang terdapat pada air
susu tikus yang menderita karsinoma mammae. Akan tetapi, peranannya sebagai faktor
penyabab pada manusia tidak dapat dipastikan.
Sinar ionisasi, pada hewan coba terbukti adanya peranan sinar ionisasi sebagai faktor
penyebab kanker payudara. Dari hasil penelitian epidemiologi setelah ledakan bom atom atau
penelitian pada setelah pajanan sinar rontgen, peranan sinar ionisasi sebagai faktor penyebab
pada manusia lebih jelas.

C. Tingkat Penyebaran
Kanker Payudara sebagian besar mulai berkembang di duktus, setelah itu baru
menembus ke perenkim. Lima belas sampai empat puluh persen karsinoma payudara bersifat
multisentris.
Prognosis pasien ditentukan oleh tingkat penyebaran dan potensi metastasis. Bila
tidak diobati, ketahanan hidup lebih lama sepuluh tahun adalah 16-22%. Sedangkan
ketahanan hidup sepuluh tahun adalah 1-5%. Ketahanan hidup bergantung pada tingkat
penyakit, saat mulai pengobatan, gambaran histopatologik, dan uji reseptor estrogen yang bila
positif lebih baik.
Persentase ketahanan hidup lima tahun ditentukan pada penderita yang diobati
lengkap. Pada tingkat 1 ternyata 15% meninggal dunia karena penentuan TNM dilakukan
secara klinik, yang berarti metastasis kecil dan metastasis mikro tidak dapat ditemukan. Pada
85% penderita yang tidak sembuh dan menerima penanganan karena kambuhnya penyakit
atau karena metastasis. Demikian juga pada mereka dengan tingkat penyebaran II-IV.

D. Gambaran Klinis dan Diagnosis


Tanda dan gejala. Benjolan di payudara biasanya mendorong penderita untuk ke
dokter. Benjolan ganas yang kecil sukar dibedakan dengan bejolan tumor jinak, tetapi kadang
9

dapat diraba benjolan ganas yang melekat pada jaringan sekitarnya Bila tumor telah besar,
perlekatan lebih jelas. Konsistensi kelainan ganas biasanya keras. Pengeluaran cairan dari
putting biasanya mengarah ke papiloma atau karsinoma intraduktal, sedangkan nyeri lebih
mengarah ke kelainan fibriokistik.

E. Pemeriksaan Penunjang
Dengan mammografi dapat ditemukan benjolan yang kecil sekalipun. Tanda berupa
mikrokalsfikasi tidak khas untuk kanker. Bila secara klinis dicurigai ada tumor dan pada
mammografi tidak ditemukan apa-apa, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan biopsi sebab
sering karsinoma tidak tampak pada mammogram. Sebaliknya, bila mamografi positif dan
secara klinis tidak teraba tumor, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pungsi atau biopsi di
tempat yang ditunjukkan oleh foto tersebut.
Mammografi pada masa pramenopause umumnya tidak bermanfaat karena gambaran kanker
diantara jaringan kelanjar kurang tampak.

Bagan 2
Tanda atau gejala yang mendorong penderita karsinoma mammae ke dokter

- Bagian mammae yang tidak nyeri 66%


- Benjolan yang nyeri 10%
- Pengeluaran cairan dari putting 10%
- Perubahan mamma seperti retraksi atau udem setempat 10%

Bagan 3
Gejala dan tanda penyakit payudara
Nyeri :
- berubah dengan daur haid - Penyebab fisiologis seperti pada
tegangan pramenstruasi atau penyakit
fibrokistik
- tidak tergantung daur haid - Tumor Jinak, tumor ganas, atau
infeksi

Benjolan Payudara
- Yang keras - Permukaan licin pada fibroadenom
atau kista
- Permukaan kasar, berbenjol atau
melekat pada kanker atau inflamasi
non-infektir
- Kenyal - Kelainan fibrokistik
- Lunak - Lipoma
Perubahan kulit
- Bercawak - Sangat mencurigakan karsinoma
- Benjolan kelihatan - Kista, karsinoma, fibroadenoma
10

besar
- Kulit jeruk - Di atas benjolan: kanker (tanda khas)
- Kemerahan - Infeksi (jika panas)
- Tukak - Kanker lama (terutama orang tua)
Kelainan putting /areola
- Retraksi - Fibrosis karena kanker
- Inversi baru - Retraksi fibrosis karena kanker (kadang
fibrosis karena pelebaran duktus)
- Eksema - Unilateral : penyakit paget (tanda khas
kanker)
Keluarnya Cairan
- Seperti susu - Kehamilan atau laktasi
- Jernih - Normal
- Hijau - (peri) menopause
- Pelebaran duktus
- Kelainan fibrokistik
- Hemoragik - Karsinoma
- Papiloma intraduktus

Indikasi Mammografi
- Evaluasi benjolan yang diragukan atau perubahan samar di payudara
- Mammae kontralateral jika (pernah) ada kanker payudara
- Mencari karsinoma primer jika ada metastasis sedangkan sumbernya tidak diketahui
- Penapisan karsinoma mammae pada risiko tinggi
- Penapisan sebelum tindak bedah plastik atau kosmetik

Ultrasonografi berguna terutama untuk menentukan adanya kista: kadang tampak kista
sebesar 1-2 cm. Pemeriksaan sitologi pada sediaan yang diperoleh dari fungsi dengan jarum
halus (FNA= Fine Needle Aspiration Biopsy) dapat dipakai untuk menentukan apakah akan
segera disiapkan pembedahan dengan sediaan beku atau akan dilanjutkan dengan
pemeriksaan lain atau langsung akan dilakukan ekstirpasi. Hasil positif pada pemeriksaan
sitologi bukan indikasi untuk bedah radikal karena hasil positif palsu selalu dapat terjadi,
sementara hasil negatif palsu sering terjadi.
Sediaan jaringan untuk pemeriksaan histologik dapat diperoleh secara fungsi jarum besar
yang menghasilkan suatu silinder jaringan yang cukup untuk pemeriksaan termasuk teknik
biokimia. Biopsi secara ini, yang biasa disebut care biopsy, dapat digunakan untuk biopsi
kelainan yang tidak dapat diraba seperti temuan pada foto mammae. Digunakan pendekatan
secara strereofaksi USG atau pencitraan lain yang juga dapat digunakan pada FNA.
11

Bagan 4
Ringkasan Karsinoma Mamma

Risiko Tinggi
- Karsinoma mammae ibu atau saudara kandung
- Bekas kanker payudara
- Tidak ada anak atau anak pertama pada usia lanjut
Tanda dini
- Benjolan tunggal tanpa nyeri yang agak keras dengan batas kurang jelas
- Kelainan mammografi tanpa kelainan pada palpasi
Tanda lama
- Retraksi kulit atau retraksi areola
- Retraksi atau inversi putting
- Kelenjar aksila dapat diraba
- Pengecilan mammae (pengerutan)
- Pembesaran mammae
- Kemerahan
- Udem kulit
- Fiksasi pada kulit atau dinding toraks
Tanda akhir
- Tukak
- Kelenjar supraklavikula dapat diraba
- Udem lengan
- Metastasis ulang, paru, hati, otak, pleura, atau ditempat lain

F. Klasifikasi Stadium TNM (UICC/AJCC) 2002


Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari UICC/AJCC tahun 2002
adalah sebagai berikut:
T = ukuran tumor primer
Ukuran T secara klinis, radiologis dan mikroskopis adalah sama. Nilai T dalam cm, nilai
paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.
N = kelenjar getah bening regional
M = metastasis jauh
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
Tis (DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis (LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis (Paget’s) Penyakit paget pada puting tanpa adanya tumor
T1 Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya ≤ 2 cm
T1mic Adanya mikroinvasi ukuran ≤ 0,1 cm
T1a Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm - 0,5 cm
T1b Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm - 1 cm
12

T1c Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm -i 2 cm


T2 Tumor dengan ukuran diameter > 2 cm – 5 cm
T3 Tumor dengan ukuran diameter > 5 cm
T4 Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding
dada/kulit
T4a Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pectoralis
T4b Edema (termasuk peau d’orange), ulserasi, nodul satelit, pada kulit yang
terbatas pada 1 payudara
T4c Mencakup kedua hal diatas (T4a+T4b)
T4d Mastitis karsinomatosa

Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai (telah diangkat)


N0 Tidak terdapat metastasis kelenjar getah bening regional
N1 Metastasis ke kelenjar getah bening regional axilla ipsilateral, mobil
Metastasis ke kelenjar getah bening regional axilla ipsilateral, terfiksir,
N2 berkonglomerasi, atau adanya pembesaran kelenjar getah bening
mammaria interna ipsilateral tanpa adanya metastasis ke kelenjar getah
bening axilla
N2a Metastasis ke kelenjar getah bening regional axilla ipsilateral, terfiksir,
berkonglomerasi, atau melekat ke struktur lain
N2b Metastasis hanya ke kelenjar getah bening mammaria interna ipsilateral
secara klinis dan tidak terdapat metastasis pada axilla
N3 Metastasis pada kelenjar getah bening infraklavikular ipsilateral dengan
atau tanpa metastasis kelenjar getah bening axila atau klinis terdapat
metastasis pada kelenjar getah mammaria interna ipsilateral klinis dan
metastasis pada kelenjar getah bening axilla, atau metastasis pada
kelenjar getah bening supraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa
metastasis pada kelenjar getah bening azilla/mammaria interna
N3a Metastasis ke kelenjar getah bening infraklavikular ipsilateral
N3b Metastasis ke kelenjar getah bening mammaria interna dan kelenjar
getah bening axilla
N3c Metastasis ke kelenjar getah bening supraklavikular

Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai


M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

Grup Stadium
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II A T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium II B T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium III A T0 N2 M0
13

T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stadium III B T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stadium III C Any T N3 M0
Stadium IV Any T Any N M1

G. Prosedur Diagnostik
I. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya :
1) Bernjolan
2) Kecepatan tumbuh
3) Rasa sakit
4) Nipple discharge
5) Nipple retraksi dan sejak kapan
6) Krusta pada aerola
7) Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulserasi, venectasi
8) Perubahan warna kulit
9) Benjolan ketiak
10) Edema lengan
b. Keluhan di tempat lain berhubungan dengan metastase :
1) Nyeri tulang (vertebra, femur)
2) Rasa penuh di ulu hati
3) Batuk
4) Sesak
5) Sakit kepala hebat, dll

c. Faktor-faktor resiko
1) Usia penderita
2) Usia melahirkan anak pertama
3) Punya anak atau tidak
14

4) Riwayat menyusui
5) Riwayat menstruasi
6) Riwayat pemakaian obat hormonal
7) Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara dan kanker lain
8) Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
9) Riwayat radiasi dinding dada
2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis
b. Status lokalis
1) Payudara kanan dan kiri harus diperiksa
2) Massa tumor : lokasi, ukuran, konsistensi, permukaan, bentuk dan
batas tumor, jumlah tumor, terfixasi atau tidak ke jaringan mamma
sekitar kulit, m.pectoralis dan dinding dada.
3) Perubahan kulit : kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit, peau
d’orange, ulserasi
4) Nipple : tertarik, erosi, krusta, discharge
5) Status kelenjar getah bening : jumlah, ukuran, konsistensi, terfixir satu
sama lain atau jaringan sekitar pada kelenjar getah bening axilla,
infraklavikula, dan supraklavikula
6) Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis : paru, tulang,
hepar, otak
II. Pemeriksaan Radiodiagnostik/Imaging
1. Recommended
a. USG Payudara dan Mammografi untuk tumor ≤ 3 cm
b. Foto thorax
c. USG Abdomen
2. Optional/Atas Indikasi
a. Bone scanning atau dan bone survey, bilamana sitologi atau klinis sangat
mencurigai pada lesi > 5 cm
b. CT Scan
III. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy
Sitologi dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologis curiga ganas.
IV. Pemeriksaan Histopatologik (Gold Standard Diagnostik)
15

Pemeriksaan histopatologik dilakukan dengan potong beku dan/parafin. Bahan


pemeriksaan histopatologi diambil melalui :
1. Core biopsy
2. Biopsy eksisional untuk tumor ukuran < 3 cm
3. Biopsy incisional untuk tumor operable ukuran > 3cm sebelum operasi
definitif, dan inoperable.
4. Specimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan kelenjar getah bening
Pemeriksaan imunostatika : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, p53
(situasional).
V. Laboratorium
Rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis.

H. Terapi
Sebelum merencanakan terapi karsinoma mammae, diagnosis klinis dan
histapatologik serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Diagnosis klinis harus
sama dengan diagnosis histopatologik. Bila keduanya berbeda, harus ditentukan yang mana
yang keliru. Atas dasar diagnosis tersebut, termasuk tingkat penyebaran penyakit, disusunlah
rencana terapi dengan mempertimbangkan manfaat dan mudarat setiap tindakan yang akan
diambil. Bila bertujuan kuratif, tindakan radikal yang berkonsekuensi mutilasi harus
dikerjakan, demi kesembuhan. Akan tetapi, bila tindakannnya paliatif, alasan non kuratif
menentukan terapi yang dipilih.
Pembedahan. Untuk mendapat diagnosis histologi, biasanya dilakukan biopsi sehingga
tindakan ini dapat dianggap sebagai tindakan pertama pada pembedahan mammae. Dengan
sedian beku. Hasil pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh dalam waktu 15 menit. Bila
diselesaikan. Akan tetapi, pada hasil yang menunjukkan tumor ganas, operasi dapat
dilanjutkan dengan tidakan bedah kuratif.
Bedah kuratif yang mungkin dilakukan ialah mastektomi radikal, dan bedah
konservatif merupakan eksisi tumor ganas.
Terapi kuratif dilakukan jika tumor terbatas pada payudara dan tidak ada infiltrasi ke
dinding dada dan kulit mammae, atau infiltrasi dari kelenjar limf ke struktur sekitarnya.
Tumor disebut mampu-angkat (operable) jika dengan tindakan bedah radikal seluruh tumor
dan penyebarannya di kelenjar limf dapat dikeluarkan.
16

Bedah radikal menurut Halsted meliputi pengangkatan payudara dengan sebagian


besar kulitnya, m. pektoralis mayor, m.pektoralis minor, dan semua kelenjar ketiak sekaligus.
Pembedahan ini merupakan pembedahan baku sejak permulaan abad ke-20 hingga tahun lima
puluhanan.
Setelah enampuluhan biasanya dilakukan operasi radikal yang dimodifikasi oleh Patey 
(Modified Radical Mastectomy). Pada operasi ini, m.pektoralis mayor dan m.pektoralis minor
dipertahankan jika tumor mamma jelas bebas dari otot tersebut.
Sekarang, biasanya dilakukan pembedahah kuratif dengan mempertahankan payudara.
Bedah konservatif ini selalu ditambah diseksi kelenjar aksila dan radioterapi pada (sisa)
payudara tersebut. Tiga tindakan tersebut merupakan satu paket terapi yang harus
dilaksanakan serentak. Secara singkat paket tindakan tersebut disebut, “terapi dengan
mempertahankan payudara”. Syarat mutlak untuk operasi ini adalah tumor merupakan tumor
kecil dan tersedia sarana radioterapi yang khusus (megavolt) untuk penyinaran. Penyinaran
diperlukan untuk mencegah kambuhnya tumor di payudara dari jaringan tumor yang
tertinggal atau dari sarang tumor lain (karsinoma multisentrik) .

Bagan 5
Bedah Kuratif

Bedah radikal (Halsted)


Bedah radikal yang dimodifikasi (Patey)
Bedah konservatif yang terdiri atas :
- Eksisi luas
- Diseksi aksila
- Penyinaran mammae

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada saat terakhir biasanya dilakukan bedah
radikal yang dimodifikasi (Patey). Bila ada kemungkinan dan tersedia sarana penyinaran
pascabedah, dianjurkan terapi yang mempertahankan payudara, yaitu berupa lumpektomi*
luas, segmentektomi, atau kuadrantektomi dengan diseksi kelenjar aksila, yaitu terapi kuratif
dengan mempertahankan payudara.
Bila dilakukan pengangkatan mammae, pertimbangan kemungkinan rekonstruksi
mammae dengan implantasi prostesis atau cangkok flap muskulokutan. Implantasi prostesis
atau rekonstruksi mammae secara cangkok dapat dilakukan sekaligus dengan bedah kuratif
atau beberapa waktu setelah penyinaran, kemoterapi ajuvan, atau rehabilitasi penderita


Halsted. Halsted, William S. 1852-1922, ahli bedah, AS

Patey, Patey, D.H. abad ke20, ahli bedah, Inggris
17

selesai. Jika hal ini tidak mungkin atau tidak dipilih, usahakan prostesis eksterna, yaitu
prostesis buatan yang disangga oleh kutang. Bentuk dan beratnya disesuaikan dengan bentuk
dan berat payudara disisi lain.
Bagan 6
Bedah Kuratif Karsinoma Mamma

Prosedur T M P A I S X R
Lumpektom ++ - - ++ - - ++ -
i
Radikal ++ ++ - ++ - - - ++
patey
Radikal ++ ++ ++ ++ - - - ++
halsted

T = pengangkatan tumor =lumpektomi


M = Pengangkatan payudara
P = Pengangkatan m.pektoralis mayor dan minor

A = Pengangkatan kelenjar limf aksila


X = penyinaran megavolt mammae
R = tindak bedah rekonstruksi atau prostesis

Penyulit pada mastektomi radikal.


Penyulit biasanya terdiri atas hematom, infeksi luka, dan seroma. Oleh karenanya
dilakukan diseksi kelenjar, harus dipasang penyalir isap untuk mencegah seroma yang terdiri
atas cairan luka dan limf. Cairan yang disalir pada hari pertama bisa mencapai beberapa ratus
ml limf jernih. Mobilisasi ekstermitas yang bersangkutan harus diperhatikan untuk mencegah
kontraktur. Kadang terdapat mati rasa kulit ketiak dan bagian medial lengan atas akibat cidera
n.interkostobrakialis yang tak dapat dihindari. Kelumpuhan m.serratus anterior akibat cidera
n.torakalis longus menyebabkan skapula alata* yang memang harus dicegah. Kerusakan
n.torakodorsalis mengakibatkan kelumpuhan m.latisimus dorsi. Saraf pektoralis, baik yang
untuk m.pektoralis mayor maupun untuk m.pektoralis minor, harus ditangani dengan hati-hati
pada bedah radikal yang dimodifikasi.
Bedah paliatif. Bedah paliatif pada kanker payudara hampir tidak pernah dilakukan.
Kadang residif lokoregional yang soliter dieksisi, tetapi biasanya pada awalnya saja tampak
soliter, padahal sebenarnya sudah menyebar sehingga pengangkatan tumor residif tersebut
sering tidak berguna. Kadang dilakukan amputasi kelenjar mammae pada tumor yang tadinya
tak mampu-angkat karena ukurannya kemudian telah diperkecil oleh radioterapi. Walaupun
tujuan terapi tersebut paliatif, kadang ada yang berhasil untuk waktu yang cukup berarti.
18

Bagan 7
Penyulit Mastektomi Radikal

Luka mastektomi dan diseksi aksila


- Hematom
- Infeksi luka
- Seroma
Cedera saraf
- n.interkostobrakialis  mati rasa kulit
- ketiak
- Medial lengan atas
- n.torakalis longus  m.serratus anterior
- n.torakodorsalis  m.latisimus dorsi
- n.pektoralis  m.pektoral
Kontratur bahu
Limfludem ekstremitas atas

Bagan 8
Kanker Payudara yang tak mampu angkat

T4: - ukuran tumor sedemikian besar sehingga tidak dapat dilakukan bedah radikal
- fiksasi tumor ke dinding toraks (bukan ke m.pektoralis) atau ke kulit
- udem kulit yang luas pada payudara
- karsinoma tipe imflamasi
- nodul satelit di kulit
N2/3 - kelenjar aksila yang terfiksasi
- adanya pembesaran kelenjar paresternal
- udem pada lengan karena bendungan kelenjar limf
M1 - metastasis ke kelenjar supraklavikuler
- metastasis jauh

Radioterapi.
Radioterapi untuk kanker payudara biasanya digunakan sebagai terapi kuratif dengan
mempertahankan mammae, dan sebagai terapi tambahan atau terapi paliatif.
Radioterapi kuratif sebagai terapi tunggal lokoregional tidak begitu efektif, tetapi sebagai
terapi tambahan untuk tujuan kuratif pada tumor yang relatif besar berguna.
Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu terbatas bila tumor
sudah tak mampu angkat secara lokal. Tumor disebut tak mampu-angkat bila mencapai
tingkat T4, misalnya ada perlekatan pada dinding toraks atau kulit. Pada penyebaran di
luar daerah loko-bedah payudara tidak berguna karena penderita tidak dapat sembuh.
19

Biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila dan supraklavikula diradiasi. Akan tetapi,
penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena limfudem akibat rusaknya kelenjar
ketiak supraklavikula. Jadi radiasi harus dipertimbangkan pada karsinoma mammae yang
tak mampu-angkat atau jika ada metastasis. Kadang masih dapat dipikirkan amputasi
mamma setelah tumor mengecil oleh radiasi.

Kemoterapi.
Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang digunakan bila ada penyebaran sistemik,
dan sebagai terapi ajuvan.
Kemoterapi ajuvan diberikan kepada pasien yang pada pemeriksaan histopatologik
pascabedah mastektomi ditemukan metastasis disebuah atau beberapa kelenjar.
Tujuannya adalah menghancurkan mikrometasis yang biasanya terdapat pada pasien
yang kelenjar aksilanya sudah mengandung metastasis. Obat yang diberikan adalah
kombinasi siklofosfamid, metotreksat, dan 5-fluorourasil (CMF) selama enam bulan pada
perempuan usia pramenopause, sedangkan kepada yang pascamenopause diberikan terapi
ajuvan hormonal berupa pil antiestrogen.
Kemoterapi paliatif dapat diberikan kepada pasien yang telah menderita metastasis
sistemik. Obat yang dipakai secara kombinasi, antara lain CMF (lihat di atas) atau
vinkristin dan adriamisin (VA), atau 5 fluorourasil, adriamisin (adriablastin), dan
siklofosfamid (FAC).

Terapi hormonal
Indikasi pemberian terapi hormonal adalah bila penyakit menjadi sistemik akibat
metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya iberikan secara paliatif sebelum kemoterapi
karena efek terapinya lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua
karsinoma mammae peka terhadap terapi hormonal. Hanya kurang lebih 60% yang
bereaksi baik dan pendeirta mana yang ada harapan memberi respons dapat diketahui dari
uji rerseptor estrogen pada jaringan tumor.
Terapi hormonal paliatif dapat dilakukan pada penderita yang pramenopause dengan
cara ovarektomi bilateral atau dengan pemberian antiestrogen, seperti tamoksifen atau
aminoglutetimid.
Terapi hormon diberikan sebagai ajuvan kepada pasien pascamenopause yang uji reseptor
estrogennya positif dan pada pemeriksaan histopatologik ditemukan kelenjar aksila yang
berisi metastasis. Obat yang dipakai adalah sediaan antiestrogen temoksifen; kadang
20

menghasilkan remisi selama beberapa tahun. Estrogen tidak dapat diberikan karena efek
sampai terlalu berat

Prosedur Terapi
I. Modalitas terapi
a. Operasi :
1) BCS (Breast Concerving Surgery)
2) Simple mastektomi
3) Modified radikal mastektomi
4) Radikal mastektomi
b. Radiasi
1) Primer
2) Adjuvant
3) Paliatif
c. Kemoterapi : harus kombinasi, kombinasi yang digunakan : CMF, CAF
CEF,Taxane + Doxorubicin, Capecetabin
d. Hormonal terapi
1) Ablative : bilateral ovorectomy
2) Additive : Tamoxifen
3) Optional : aromatase inhibitor, GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone),
dan sebagainya.
e. Mollecular targeting therapy
II. Terapi
a. Kanker payudara stadium 0
Dilakukan :
- BCS, dengan indikasi tumor < 3 cm dan pasien menginginkan
mempertahankan payudaranya
- Simple Mastektomi
Terapi definitif pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok parafin, lokasi
didasarkan pada hasil pemeriksaan Imaging

b. Kanker payudara stadium dini/operable


Dilakukan :
- BCS
21

- Radikal Mastektomi
- Modified Radikal Mastektomi
Terapi adjuvant:
- Dibedakan pada keadaan Node (-) atau Node (+)
- Pemberiannya tergantung pada : Node (-) atau Node (+), ER atau PR, usia
premenopause atau post menopause
- Dapat berupa : radiasi, kemoterapi, hormonal terapi
c. Kanker payudara lokal lanjut
1) Operable Locally advanced
- Simple mastektomi / modified radikal mastektomi + radiasi kuratif +
kemoterapi adjuvant + terapi hormonal
2) Inoperable Locally advanced
- Radiasi kuratif + kemoterapi + terapi hormonal
- Radiasi + operasi + kemoterapi + terapi hormonal
- Kemoterapi neo adjuvant + operasi + kemoterapi + radiasi + terapi
hormonal
d. Kanker payudara lanjut metastase jauh
Prinsip :
- Sifat terapi paliatif
- Terapi sistemik merupaka terapi primer (kemoterapi dan hormonal terapi)
- Terapi lokoregional (radiasi dan bedah) apabila diperlukan

I. Rehabilitasi dan Follow up


Rehabilitasi
 Pro operatif : latihan bernafas dan batuk efektif
 Pasca operatif :
Hari 1-2:
- Latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan dan jari lengan daerah
yang dioperasi
- Untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara penuh
- Untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik
- Latihan relaksasi otot leher dan thoraks
- Aktif mobilisasi
22

- Latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operatif (bertahap)


- Latihan relaksasi
- Aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani
- Bebas gerakan
- Edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk
mencegah/menghilangkan timbulnya lymphedema
Follow up
 Tahun 1 dan 2  kontrol tiap 2 bulan
 Tahun 3 – 5  kontrol tiap 3 bulan
 Setelah tahun ke 5  kontrol tiap 6 bulan

 Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol


 Foto thorax : tiap 6 bulan
 Lab, marker :tiap 2-3 bulan
 Mammografi kontra lateral : tiap tahun atau ada indikasi
 USG Abdomen/Hepar : tiap 6 bulan atau ada indikasi
 Bone scanning : tiap 2 tahun atau ada indikasi

J. Keadaan Khusus
Karsinoma mamma pada kehamilan
Prognosis kanker payudara ditentukan oleh stadium penyakit ketika mulai ditangani
dan bukan oleh atau tidaknya kehamilan. Oleh karena mammae membesar sewaktu kecil,
diagnosis mungkin tertunda sebab tumor kecil sukar diraba. Akan tetapi, pertumbuhan
dan perkembangannya tidak dipercepat atau diperlambat oleh kehamilan.
Pemeriksaan ekografi mammae untuk menyingkirkan kemungkinan kista dapat
dilakukan. Mammografi pun dapat dibuat asal dipakai sarana canggih untuk melindungi
janin dari sinar rontgen walaupun mammogram umumnya sukar dinilai karena densitas
mammae besar pada kehamilan.
Penanganan kuratif dapat dikerjakan seperti biasa, baik berupa pembedahan yang
disusul penyinaran bila ada indikasi maupun kemoterapi ajuvan.
Pembedahan radikal yang dimodifikasi atau yang mempertahankan payudara disusul
dengan penyinaran mammae dapat diadakan seperti lazimnya. Anestesia dapat dilakukan
seperti biasa, hanya jangka pemberian radioterapi dan kemoterapi harus disesuaikan. Pada
23

tiga bulan pertama, kemoterapi maupun radiasi tidak dapat diberikan karena berefek
teratogenik untuk janin. Sebaiknya kemoterapi pada tiga bulan terakhir juga ditunda
sampai pascapartus. Obat-obat kemoterapi dapat sampai ke janin melalui air susu.
Siklofosfamid dan metotreksat dapat mengakibatkan neutropenia pada bayi sehingga
harus diganti.
Setelah penanganan karsinoma mammae, umumnya dianjurkan untuk menunda
konsepsi baru selama dua tahun jika kanker tersebut berada pada tingkat T1, N0M0
karena pragnosis relatif baik. Akan tetapi setiap dokter tahu bahwa tidak ada jaminan
pasti bahwa kanker tidak akan kambuh dalam sepuluh tahun. Bila kanker berada pada
stadium T2 atau T3, prognosis jauh lebih buruk sehingga ada kecenderungan mamberi
nasihat untuk tidak hamil lagi berdasarkan alasan sosial-etis, bukan alasan medis.
Penggunaan pil KB dapat dibenarkan tanpa batas waktu.
Keadaan Lain. Pada penderita karsinoma mammae yang residif dan bermetastasis
biasanya tidak dikerjakan lagi pembedahan kecuali biopsi, mengingat radioterapi dapat
digunakan pada penanganan setempat, dan kemoterapi atau obat hormonal memberikan
efek paliasi sistemik.
Karsinoma mammae yang lanjut setempat (T4) dapat menjalamni radioterapi dulu,
beberapa minggu kemudian dapat dilakukan mastektomi sekunder bila memang dapat
diangkat, dan terapi hormon atau kemoterapi tidak dapat diteruskan.
Karsinoma inflamasi yang berupa gambaran kulit memerah dengan bintik panas dan
nyeri, yang disebut mastitis karsinomatosa, prognosisnya amat buruk. Jika dilakukan
radiasi sinar ortovolt, bagian yang meradang akan membasah dan nyeri sekali sehingga
menganggu kehidupan pasien. Kemoterapi kombinasi yang diikuti radiasi dapat
memberikan efek paliasi yang lumayan.
Karsinoma mamma pada wanita lanjut usia pada pokoknya sama dengan penderita
lebih muda. Kemoterapi pada orang yang tua sekali biasanya dibatasi berhubungan
dengan cadangan faal hati, ginjal dan jantung. Dari segi kosmetik tentu pertimbangan
jenis dan cara terapi tidak berbeda dengan wanita umur lebih muda.
Reaksi psikologis yang cukup besar bisa ditemukan pada penderita kanker payudara.
Biasanya mereka khawatir tentang dua hal, yakni prognosis penyakitnya dan kehilangan
payudara. Penjelasan teliti tentang prognosis, kemungkinan akan sembuh, dan cara
penanganan sangat diperlukan. Penderita harus mengetahui rencana terapi. Peranan
keluarga, terutama suami amatlah penting. Cacat mastektomi sangat berat dirasakan oleh
penderita. Suamilah yang harus sadar akan peranannya dan harus mendampingi isterinya.
24

Dari pihak dokter atau perawat diharapkan pertunjuk untuk memperoleh prostesis
mamma yang memadai.

K. Pencegahan
Mencegah karsinoma mammae dapat dimulai dari menghindarkan faktor penyebab,
kemudian juga menemukan kasus dini sehingga dapat dilakukan pengobatan kuratif.
Pemeriksaan payudara sendiri oleh seorang wanita sebulan sekali sekitar hari ke-8
menstruasi dapat di anjurkan. Pemeriksan oleh dokter bila ada yang dicurigai, dan bila
seseorang tergolong dalam risiko tinggi, diperlukan pada waktu tertentu, terutama bila
usianya di atas 35 tahun. Bila perlu, dapat dibuat mammografi..
Orang sehat di keluarga dengan risiko tinggi atas terjadinya karsinoma payudara atas
dasar mengidap mutasi onkogen, sepergi BRCAI, BERC2 atau CHEK dapat
mempertimbangan mastektomi bilateral preventir. Masalah ini dapat dikonsultasikan pada
tim kelainan atau penyakit herediter yang terdiri atas pakar onkologi, spesialis penyakit
herediter, dan psikolog.

L. Kanker Payudara Lelaki


Kejadian kanker payudara pada lelaki dibandingan dengan wanita adalah 1:100.
Perjalanan penyakitnya pada pria lebih cepat karingan jaringan sekitar payudara tikdaklah
setebal pada wanita sehingga pada tahap dini sudah melekat ke sekitarnya. Tingkat
penyebarannya (TNM) pun sama dengan wanita.
Diagnosis sering agak lambat ditegakkan. Mungkin didapatkan benjolan atau
pengeluaran darah dari putting susu atau terdapat tukak maligna. Pada perabaan jelas terdapat
perlekatan, berbeda dengan ginekomastis yang mudah bergerak.
Tindakan terapi dan pragnosis sama seperti pada wanita.
Bagan 9
Karsinoma Mamma pada lelaki

Benjolan tanpa nyeri di belakang areola mamma


Pengeluaran cairan dari putting susu
Perubahan areola dan./atau papila
- retraksi
- tukak
M. Tumor Ganas pada Payudara
25

Selain karsinoma bisa pula terdapat sarkoma, seperti fibrosarkoma, liposarkoma,


angiosarkoma, dan limfoma malignum. Terapi yang dianjurkan sesuai dengan terapi masing-
masing jenis tumor tersebut, yakni eksisi luas dengan atau tanpa radiasi maupun kemoterapi.

BAB III
26

KESIMPULAN

1. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma serviks
uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin payudara.
2. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur pemeriksaan
klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold standard diagnostik
menggunakan pemeriksaan histopatologik

DAFTAR PUSTAKA
27

1. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.


2. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi
Indonesia. Semarang.2003
3. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari
2000. Jakarta.
4. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Jakarta.
6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam:
Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
7. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing House
PVT LTD.

Anda mungkin juga menyukai