Bagaimana tanggapan kamu tentang sebagai seorang mahasiswa tentang RUU haluan edeologi
pancasila (RUU HIP) tentang trisila dan ekasila.
Saat umumkan cagub-cawagub Pilkada Sumbar 2020, Puan Maharani berharap semoga
Sumbar mendukung negara Pancasila. Pernyataan ini dibanjiri kritik oleh sejumlah pejabat publik
asal Sumbar dan mengimbau Puan berhati-hati.
Ustaz Abdul Somad menanggapi pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Republik Indonesia, Puan Maharani yang sempat menjadi polemik beberapa waktu lalu.
Menurutnya, Sumatera Barat merupakan Provinsi yang sangat mendukung Negara Pancasila
dan sangat mendukung Negara Pancasila . Bagi UAS , masyarakat Sumbar dan Minangkabau
adalah masyarakat yang paling mengerti dan menjiwai Pancasila. Masyarakat Sumbar masyarakat
yang paling beradat, masyarakat yang paling beragama dan paling Pancasilais.
Sebelumnya publik menyoroti ucapan Puan Maharani yang terkesan meragukan jiwa
pancasila warga Sumbar . Puan mengucapkan itu ketika membacakan deklarasi dukungan PDIP
terhadap pasangan Mulyadi-Ali Mukhni di Pilgub Sumbar .
Beberapa tokoh di Sumatera Barat sebelumnya juga menanggapi pernyataan Ketua DPR RI
yang sempat viral itu. Beberapa tokoh Sumatera Barat meminta Puan Maharani untuk meminta
maaf dan meminta agar meralat pernyataannya itu.
Saya Tidak Setuju, Selain karena faktor sakit hati dan lupa sejarah, pernyataan Puan bisa
dimaknai sebagai sebuah bentuk sikap hegemonik atas pemaknaan Pancasila. Bahwa seolah ada
satu kelompok yang lebih Pancasilais dibandingkan kelompok lainnya.
Akhir akhir ini nampaknya mulai muncul kecenderungan untuk menafsirkan Pancasila
sesuai dengan selera kepentingan politiknya. Sehingga kalau ada daerah atau wilayah yang tidak
disukainya karena alasan tertentu bisa dianggap kurang atau tidak Pancasila.
Kita jadi teringat pada masa Orba berkuasa. Saat itu dislogankan bahwa Pancasila adalah
harga mati, tidak ada gantinya. Saat itu slogan tersebut didengungkan Orba sejalan dengan
gagasannya menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal organisasi di Indonesia.
Kampanye ini pun dibarengi dengan tafsiran tunggal memaknai dan menerapkan Pancasila. Mereka
yang menafsir di luar tafsiran penguasa, dianggap sebagai musuh negara. Akibatnya, Pancasila
ditempatkan sebagai barang suci, tafsiran terhadapnya pun menjadi anti kritik, bagaimana ber-
Pancasila menjadi hak monopoli penguasa.
Pancasila pun menjadi hambar karenanya. Praktek bermasyarakat berdasar Pancasila juga
bersifat legalisme, publik melakukan hal-hal yang dikata sejalan dengan Pancasila hanya karena
takut ini dan itu, utamanya takut kalau diciduk oleh aparat keamanan negara.
Tidak ada ruang bertanya yang diberikan—apalagi mempertanyakan mengapa harus begini
dan begitu terhadap Pancasila—bagi masyarakat, termasuk generasi muda kaitan posisi Pancasila.
Pikiran publik dicuci melalui orientasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Masyarakat hanya menerima sesuatu yang sudah jadi saja.
Karena mendapatkan tafsir Pancasila dalam bentuk kaku, sudah jadi, dan itu hasil pikir
orang lain, masyarakat pun gagal mengaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari yang tidaks
sesuai dengan faktanya. Saat itu Soeharto mungkin bisa mengaitkannya, namun tidak bagi yang
lainnya.
Masyarakat Indonesia hidup dalam kepura-puraan ber-Pancasila. Tatkala tiba zaman bebas
berekspresi (pasca reformasi 1998), kita tampil dengan wajah yang sebenarnya. Mereka-mereka
yang dulunya anti Pancasila, tetapi takut menunjukan rupa, akhirnya dengan gagah berani
menunjukan sikapnya.
Cara ber-Pancasila ala-Soeharto yang berbentuk indoktrinasi, tanpa ada keterlibatan
masyarakat secara aktif di alam bebas menafsirkan Pancasila sesuai konteksnya masing-masing,
telah melahirkan gaya hidup ber-Pancasila yang berwajah ganda. Kita kerap berkata, bahwa setia
pada Pancasila dan UUD 1945, tetapi sesunguhhnya hati kita tak tau apa maksud dan maknanya.
Kalaupun ditanya mengapa kita berucap begitu, jawaban dominan adalah, ―karena
kalau tidak demikian, maka kita akan dianggap penghianat negara!‖ Rupanya kini sejarah mulai
berulang dimana kita secara tidak sadar sepertinya ingin kembali melakoni sejarah kelam Orba
tentang tafsir Pancasila. Ditandai dengan munculnya RUU HIP yang kemudian berganti dengan
RUU BPIP (Badan Pembina Idiologi Pancasila) dan lahirnya pernyataan-pernyataan kontroversial
dari para pejabatnya.
Apakah pernyataan mbak Puan tentang Sumatera Barat dan Pancasila itu menjadi bagian
dari upaya menjadi juru tafsir tunggal Pancasila versi penguasa?. Klarifikasi atas pernyataannya
sudah dilakukan oleh para petinggi partainya namun penilaian diserahkan kepada masyarakat
tentunya.
Dibalik keraguan Sumatera Barat mendukung negara Pancasila, sebenarnya ada fakta-fakta
di depan mata yang luput dari perhatian dan fokus kita bersama yaitu adanya berbagai
penyimpangan terhadap nilai nilai pancasila yang dianggap sebagai hal yang biasa. Penyimpangan-
penyimpangan seperti adanya korupsi yang makin merajalela, penerapan sistem ekonomi liberal dan
sekuler serta penguasaan kekayaan negara ditangan segelintir orang yang punya modal dan kuasa.
Bukankah semua itu bertentangan dengan Pancasila?, sehingga akan lebih arif kiranya kalau
para pejabat tidak menyampaikan suatu pernyataan yang mengundang kontroversi mengenai
kesetiaannya pada Pancasila oleh suatu daerah atau elemen bangsa. Karena hal itu hanya akan
menjadi pemicu perpecahan anak anak bangsa.
Jangan sampai kita menjadi orang yang paling lantang berteriak saya Indonesia, saya
pancasila hanya untuk menutupi pelanggaran pelanggaran yang dilakukannya terhadap nilai nilai
pancasila. Kalau itu yang terjadi lalu apa bedanya dengan penguasa dimasa Orba yang telah
dilengserkan bersama.
REFERENSI
Anonim. 2020. Kontroversi RUU Haluan Ideologi Pancasila, Dari Ekasila Hingga Merebaknya Isu
Komunisme. https://waspada.co.id/2020/06/kontroversi-ruu-haluan-ideologi-pancasila-dari-
ekasila-hingga-merebaknya-isu-komunisme/ (diakses 18 September 2020)
Anonim. 2020. Kontroversi RUU HIP, Trisila dan Ekasila Jadi Kacau.
https://www.kompasiana.com/abdurrofiabdullah/5ef2e11a097f3636812a6d93/kontroversi-
ruu-hip-trisila-dan-ekasila-jadi-kacau (diakses 18 September 2020)
Sitanggang, Masri. 2020. RUU HIP: Upaya Mengubah Pancasila?.
https://republika.co.id/berita/qca4uu385/ruu-hip-upaya-mengubah-pancasila (diakses 18
September 2020)
Caniago, Halbert. 2020. Pernyataan Ketua DPR RI Soal Sumbar Jadi Polemik, Ini Tanggapan UAS.
https://klikpositif.com/baca/76456/pernyataan-ketua-dpr-ri-soal-sumbar-jadi-polemik-ini-
tanggapan-uas (diakses 18 September 2020)
Anonim, 2020. Mengurai Makna: "Semoga Sumbar Dukung Negara Pancasila". https://www.law-
justice.co/artikel/92704/mengurai-makna-semoga-sumbar-dukung-negara-pancasila/
(diakses 18 September 2020)