Anda di halaman 1dari 13

Sistem Motorik Upper Motor Neuron (UMN)

Impuls motorik untuk gerakan volunter terutama dicetuskan di girus presentralis lobus
frontalis (Korteks motorik primer, area 4 Broadmann) dan area kortikal di sekitarnya (neuron
motorik pertama). Impuls tersebut berjalan di dalam jaras serabut yang panjang (terutama traktus
kortikonuklearis dan traktus kortikospinalis/jaras piramidal), melewati batang otak dan turun ke
medula spinallis ke kornu anterius, tempat mereka membentuk kontak sinaptik dengan neuron
motorik kedua-biasanya melewati satu atau beberapa interneuron perantara.
Serabut saraf yang muncul dari area 4 dan area kortikal yang berdekatan bersama-sama
membentuk traktus piramidalis, yang merupakan hubungan yang paling langsung dan tercepat
antara area motorik primer dan neuron motorik di kornu anterius. Selain itu, area kortikal lain
(terutaa korteks premotorik, area 6) dan nuklei subkortikalis (terutama ganglia basalia)
berpartisipasi dalam kontrol neuron gerakan. Area-area tersebut membentuk lengkung umpan-
balik yang kompleks satu dengan lainnya dan dengan korteks motorik primer dan serebelum ;
Struktur ini mempengaruhi sel-sel di kornu anterius medula spinalis melalui beberapa jaras yang
berbeda di medula spinalis. Fungsinya terutama untuk memodulasi gerakan dan untuk mengatur
tonus otot.
Impuls yang terbentuk di neuron motorik kedua pada nuklei nervi kranialis dan kornu
anterius medula spinalis berjalan meewati radiks anterior , pleksus saraf (di regio servikal dan
lumbosakral) serta saraf perifer dalam perjalannnya ke otot-otot rangka. Impuls dihantarkan ke
sel-sel otot melalui motor end plate taut neuromuskular.
Lesi pada neuron motorik pertama di otak atau medula spinalis biasanya menimbulkan
paresis spastik, sedangkan lesi neuron motorik orde kedua di kornu anterius, radiks anterior ,
saraf perifer atau motor end plate biasanya menyebabkan paresis flasid. Defisit motorik akibat
lesi pada sistem saraf jarang terlhat sendiri-sendiri; biasanya disertai oleh berbagai defisit
neuropsikologis dalam berbagai bentuk, tergantung pada lokasi dan sifat lesi penyebabnya.

Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN tergolong dalam kelompok
UMN. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik, kelompok UMN dibagi dalam susunan
piramidan dan susunan ekstrapiramidal.
Komponen Sentral Sistem Motorik dan Sindrom klinis akibat Lesi yang Mengenainya
Bagian sentral sistem motorik untuk gerakan volunter terdiri dari korteks motorik primer
(area 4) dan area korteks di sekitarnya (terutama korteks premotor, area 6), Serta traktus
kortikobulbar dan traktur kortikospinalis yang berasal dari area kortikal tersebut.

Area Korteks Motorik


Korteks motorik primer (Girus presentralis) merupakan sekumpulan jaringan kortikal
yang terletak di sisi yang berlawanan dengan sulkus sentralis dari korteks somatosendorik primer
(di girus post-sentralis) dan meluas ke atas dan melewati tepi superomedial hemisfer serebri
menuju permukaan medialnya. Area yang merepresentasikan tenggorokan dan laring terletak
pada ujung inferior korteks motorik primer; di bagian atasnya , secara berkesinambungan adalah
area yang merepresentasikan wajah; eksterimatas atas , badan dan ekstremitas bawah. Struktur
ini merupakan “Homonkulus motorik” terbalik, yang bersesuaian dengan “ homonkulus
somatosensorik” girus post-sentralis.
Neuron motorik tidak hanya ditemukan di area 4, tetapi juga di area korteks di sekitarnya.
Namun, serabut yan menghantarkan gerakan volunter halus terutama berasal dari girus pre-
sentralis. Girus ini merupakan lokasi neuron piramidalis (sel betz) besar yang khas, yang terletak
dilapisan selular kelima korteks dan mengirimkan aksonnya yang bermiyelin tebal dan berdaya
konduksi cepat ketraktur piramidalis. Dahulu, traktus piramidalis seluruhnya dianggap terdiri
dari akson-akson sel betz, tetapi sekarang diketahui bahwa akson sel tersebut hanya berjumlah
3,4-4% jumlah serabut. Komponen serabut terbesar sebenarnya berasal dari sel-sel piramidalis
dan sel-sel fusiformis area 4 dan 6 brodmann yang lebih kecil. Akson yang berasal dari area 4
membentuk sekitar 40% dari seluruh serabut traktus piramidalis; sisanya berasal dari area
frontalis lain, dari area 3, 2, dan 1 korteks somatosensorik parietal (area sensorimotor) dan dari
area lain dilobus parietal. Neuron motorik area 4 memediasi gerakan volunter halus pada sisi
tubuh kontralateral; oleh sebab itu, traktur piramidalis menyilang. Stimulus elektrik langsung
pada area 4, seperti saat tindakan pemindahan syaraf, biasanya mencetuskan kontraksi masing-
masing otot, sedangkan stimulus pada area 6 mencetuskan gerakan yang lebih luas dan
kompleks, misalnya pada seluruh ekstremitas atas atau bawah.

Traktus Kortikospinalis (Traktus Piramidalis)

2
Traktus ini berasal dari korteks motorik dan berjalan melalui substantia alba serebri
(Corona radiata), Krus posterius kapsula interna (Serabut terletak sangat berdekatan disini),
Bagian sentral pedunkulus serebri ( krus serebri), Pons , dan basal medula ( Bagian anteriot) ,
tempat traktus terlihat sebagai penonjolan kecil yang disebut piramid. Piramid medula (terdapat
satu pada masing-masing sisi) memberikan nama pada traktus tersebut. Pada bagian ujung bawah
medula, 80-85% serabut piramidal menyilang di sisi lain di deccucasio piramidum. Serabut yng
tidak menyilang disini berjalan menuruni medula spinal di fenikulus anterior ipsilaterlal sebagai
traktus kortikospinalis anterior ; serabut ini menyilang lebih ke bawah ( biasanya setingkat
segmen yang dipersarafinya), melalui komisura anterior medula spinalis. Pada tingkat servikal
dan torakal , kemungkinan juga terdapat beberapa serabut yang tetap tidak menyilang dan
mempersarafi neuron motorik ipsilateral di kornu anterius, sehingga otot-otot leher dan badan
mendapatkan persarafan korikal bilateral. Mayoritas serabut traktus piramidalis menyilang di
dekusasio piramidum, kemudian menuruni medula spinalis di funikulus lateralis kontralateral
sebagai traktus kortispinalis lateralis. Traktus ini mengecil pada area potong-lintangnya ketika
berjalan turun kebawah medula spinalis, karna beberapa serabutnya berakhiir di masing-masing
segmen disepanjang perjalanannya. Sekitar 90% dari semua serabut traktus piramidalis berakhir
membentuk sinaps dengan interneuron, yang kemudain menghantarkan impuls motorik ke
neuron motor α yang besar di kornu anterius, serta ke neuron motorik yang lebih kecil.

Traktus Kortikonuklearis (Traktus Kortikobulbaris)


Beberapa serabut traktus piramidalis membentuk cabang dan massa utama ketika
melewati otak tengah dan kemudian berjalan lebih ke dorsal menuju nuklei nervi kranialis
motorik . Serabut yang mepersarafi nuklei batang otak ini sebagian menyilang dan tidak
menyilang. Nuklei yang menerima input traktus piramidalis adalah nuklei yang memediasi
gerakan volunter otot-otot kranial melalui nervus kranialis V ( nervus trigeminus), Nervus
kranialis VII (Nervus fasialis), Nervus krnaialis IX, X , XI ( Nervus glossofaringeus , Nervus
vagus dan nervus aksesorius), Serta Nervus kranialis XII ( Nervus Hypoglossus).

Lesi-lesi pada Jaras Motorik Sentral (UMN)


Patogenesis paresis spastik sentral. Pada fase akut suatu lesi di traktus kortikospinalis,
refelks tendon profunda akan bersifat hipoaktif dan terdapat kelemahan flasid pada otot. Refleks

3
muncul kembali beberap hari atau beberapa minggu kemudian dan menjadi hiperaktif, karna
spinde otot berespon lebih sensitif terhadap regangan dibandingkan dengan keadaan normal,
terutama fleksor ekstremitas atas dan ekstensor ekstremitas bawah. Hipersensitifitas ini terjadi
karna hilangnya kontrol inhibisi sentral desendens pada sel-sel fusi motor ( neuron motor ¥) yang
mempersarafi otot. Dengan demikian, serabut-serabut otot intrafusal teraktivasi secara permanen.
(prestreched) dan lebih mudah berespon terhadap peregangan otot lebih lanjut dibandingkan
normal. Gangguan sirkuit regulasi panjang otot mungkin terjadi yaitu berupa pemendekan
panjang target secara abnormal pada fleksor ektremitas atas dan ekstensor ektremitas bawah.
Hasilnya adalah peningkatan tonus spastik dan hiperrefleksia, serta tanda-tanda traktus
piramidalis dan klonus. Diantara tanda-tanda traktus piramidalis tersebut terdapat tanda-tanda
yang sudah dikenal baik pada jari-jari tangan dan kaki, seperti tanda babinski ( ekstensi tonik ibu
jari kaki sebagai respons terhadap gesekan di telapak kaki ).
Paresis spastik selalu terjadi akibat lesi susunan saraf pusat ( otak dan/atau medula
spinalis ) dan akan terlihat lebih jelas bila terjadi kerusakan pada traktus desendens lateral dan
medial sekaligus ( misalnya pada lesi medula spinalis ). Patofisiologi spastisitas masih belum
dipahami, tetapi jaras motorik tambahan jelas memiliki peran penting, karena lesi kortikal murni
dan terisolasi tidak menyebabkan spastisitas.

Sindrom paresis spastik sentral. Sindrom ini terdiri dari:


- Penurunan kekuatan otot dan gangguan kontrol motorik halus
- Peningkatan tonus spastik
- Refleks regang yang berlebihan secara abnormal, dapat disertai oleh klonus
- Hipoaktivitas atau tidak adanya refleks ekstreoseptif ( refleks abdominal, refleks plantar,
dan refleks kremaster )
- Refleks patologis ( refleks babinski, oppenheim, gordon, dan mendel-bekh-terev, serta
disinhibisi respons hindar [flight], dan
- ( awalnya massa otot tetap baik )

Lokalisasi lesi pada sistem motorik sentral


Suatu lesi yang melibatkan korteks serebri, seperti pada tumor, infark, atau cedera
traumatik, menyebabkan kelemahan sebagian tubuh sisi kontralateral. Hemiparesis yang terlihat

4
pada wajah dan tangan ( kelemahan brakhiofasial ) lebih sering terjadi dibandingkan di daerah
lain karena bagian tubuh tersebut memiliki area representasi kortikal yang luas, temuan klinis
khas yang berkaitan dengan lesi yang lokasi tersebut (a) adalah paresis ekstremitas atas bagian
distal yang dominan, konsekuensi fungsional yang terberat adalah gangguan kontrol motorik
halus, kelemahan tersebut tidak total ( paresis, bukan plegia ), dan lebih berupa gangguan flasid,
bukan bentuk spastik, karena jaras motorik tambahan (nonpiramidal) sebagian besar tidak
terganggu. Lesi iritatif pada lokasi tersebut (a) dapat menimbulkan kejang fokal.
Jika kapsula interna terlibat akan terjadi hemiplegia spastik kontralateral-lesi pada level
ini mengenai serabut piramidal dan serabut non piramidal, karena serabut kedua jaras tersebut
terletak berdekatan. Traktus kortikonuklearis juga terkena, sehingga terjadi paresis nervus
fasialis kontralateral, dan mungkin disertai oleh paresis nervus hipoglosus tipe sentral. Namun,
tidak terlihat defisit nervus kranialis lainnya karena nervus kranialis motorik lainnya mendapat
persarafan bilateral. Paresis pada sisi kontralateral awalnya berbentuk flasid (pada “fase syok”)
tetapi menjadi spastik dalam beberapa jam atau hari akibat kerusakan pada serabut-serabut
nonpiramidal yang terjadi bersamaan.
Lesi setingkat pedunkulus serebri, seperti proses vaskular pendarahan, atau tumor,
menimbulkan hemiparesis spastik kontralateral yang dapat disertai oleh kelumpuhan nervus
okulomotorius ipsilateral.3
Lesi pons yang melibatkan traktus piramidalis (contohnya pada tumor, iskemia batang
otak, pendarahan) menyebabkan hemiparesis kontralateral atau mungkin bilateral. Biasanya,
tidak semua serabut traktus piramidalis terkena, karena serabut-serabut tersebut menyebar di
daerah potong-lintang yang lebih luas di daerah pons dibandingkan di daerah lainnya (misalnya,
setingkat kapsula interna). Serabut-serabut yang mempersarafi nukleus fasialis dan nukleus
hipoglosalis telah berjalan ke daerah yang lebih dorsal sebelum mencapai tingkat ini; dengan
demikian, kelumpuhan nervus hipoglosus dan nervus trigeminus atau nervus abdusens ipsilateral.
Lesi pada piramid medula dapat merusak serabut-serabut nonpiramidal terletak lebih ke dorsal
pada tingkat ini. Akibatnya, dapat terjadi hemiparesis flasid kontralateral. Kelemahan tidak
bersifat total (paresis, bukan plegia). Karena jaras desendens lain tidak terganggu.
Lesi traktus piramidalis di medula spinalis. Suatu lesi yang mengenai traktus
piramidalis pada level servikal menyebabkan hemiplegia, spastik ipsilateral; ipsilateral karena
traktus tersebut telah menyilang pada level yang lebih tinggi, dan spastik karena traktus tersebut

5
mengandung serabut-serabut piramidalis dan non piramidalis pada level ini, lesi bilateral di
medula spinalis servikalis bagian atas menyebabkan kuadriparesis atau kuadriplegia.
Sebuah lesi yang mengenai traktus piramidalis di medula spinalis torasika menimbulkan
monoplegia ipsilateral pada ekstremitas bawah. Lesi bilateral menyebabkan paraplegia.

Sistem Motorik Lower Motor Neuron (LMN)


Titik dimana persyarafan sudah keluar dari kornu anterior medulla spinalis dan
meneruskan perjalanan sampai ke otot. Neurotransmitter yang ikut menyampaikan impuls syaraf
dari UMN adalah glutamine yang ditangkap oleh glutamin reseptor. LMN disebut juga sistem
syaraf perifer karena mempersyarafi semua otot-otot tubuh, lengan dan tungkai.

Klasifikasi menurut target dari motor neuron, dibagi menjadi 3 antara lain :
 Somatic motor neurons, berasal dari susunan saraf pusat, menuju medulla spinalis
keluar dari cornu anterior dan mempersyarafi saraf skeletal
 Special visceral motor neurons, disebut juga brankial motor neuron dimana dipersyarari
langsung oleh otot brankial (otot-otot dari syaraf kranialis)
 General visceral motor neurons (visceral motor neurons), Mempersarafi otot jantung
dan otot polos dari organ dalam (termasuk otot polos arteri, dan kelenjar), nervus ini
bersinaps pada ganglia dari sistem nervus otonom (parasimpatis dan simpatis)
Akibatnya :
 Saraf motorik untuk otot skeletal dan otot brankial adalah monosinaptik (melibatkan
hanya 1 motor neuron)
 Saraf motorik untuk organ visceral adalah disinaptik (melibatkan 2 neuron; 1 berlokasi
dari SSP yang bersinaps di ganglion, 1 lagi berlokasi di susunan syaraf perifer yang
bersinaps ke otot)
Sering diperdebatkan diantara saraf yang mempersarafi otot polos, saraf ganglion,
parasimpatis dan simpatis adalah motor neuron sedangkan visceral motor neuron dianggap
sebagai neuron preganglionik. Terminologi yang sering digunakan sekarang bahwa motor
neuron adalah jaras lintasan yang berasal dari susunan saraf pusat, untuk motorik skeletal.
Pada manusia dan hewan bertulang belakang, motor neuron tergolong kolinergik yang
melepaskan neurotransmitter asetilkolin termasuk neuron ganglion parasimpatis. Dimana

6
kebanyakan dari saraf simpatis adalah noradrenergic yang melepastkan neurotransmitter
noradrenalin.

Anatomi somatic motor neuron


Somatic motor neuron terdiri dari alfa eferen neuron, beta eferen neuron dan gamma
eferen neuron. Dikatakan eferen karena menbawa aliran informasi atau stimulus dari susunan
saraf pusat ke saraf perifer.
 Alpha motor neurons, Mempersyarafi serabut otot ekstrafusal (tipe serat kerja lambat) yang
berlokasi didalam otot. Sel-sel nya menyerupai sel cornu anterior / cornu ventralis dari
medulla spinalis sehingga sering disebut sebgai sel cornu anterior. Alfa motor neuron ini
berkontribusi dalam tonus otot. Ketika otot teregang, saraf sensorik yang ada dalam otot
spindle akan mengirimkan signal ke SSP, dan SSP akan langsung mengirimkan jawaban ke
sel alfa motor neuron ini, sehingga proses ini dinamakan refleks regang.
 Beta motor neurons, mempersarafi serat otot intrafusal yang tehubung dengan serat
ekstrafusal.
 Gamma motor neurons, mempersarafi serat otot intrafusal didalam otot spindle yang
mengatur kontraksi serat otot kapan diperlukan regangan yang besar dan kapan hanya
mengeluarkan respon kecil.3

Motor units
Motor neuron dan semua serat otot terhubung dalam sebuah motor unit, dimana motor unit
ini dibagi menjadi 3 kategori :
 Slow (S) motor units stimulate small muscle fibres, which contract very slowly lambat
dan menyediakan jumlah kecil energy tetapi sangat tahan terdapat lelah, sehingga mereka
digunakan untuk menunjang kontraksi otot, seperti menjaga tubuh pada posisi berdiri
tegak.
 Fast fatiguing(FF) motor unit yang merangsang kumpulan otot yang lebih besar, yang
dapat menyediakan tenaga dalam jumlah lebih besar tetapi cepat lelah. Mereka dipakai
dalam tugas yang memerlukan energy besar seperti berlari, melompat.

7
 Fast fatigue-resistant motor units, merangsang otot berukurang sedang yang tidak
bereaksi secapat FF motor unit tetapi dapat bertahan lebih lama dan menyediakan tenaga
dibandingkan S motor unit, seperti berjalan santai.

Lokalisasi lesi pada sistem motorik perifer


 Cornu anterior medulla spinalis : poliomyelitis (infeksi), sindrom corda anterior
(trauma).
 Sel mielitis axon motorik : mielitis (infeksi), guillain barre syndrome (autoimun).
 Motor end plate : miastenia gravis (autoimun), botulinum toksin, tetanus (toxin),
Duchenne Muscular dystrophy (genetic), neuromiotonia (elektrolit imbalance).
 Saraf perifer : neuropati perifer (metabolic / idiopatik)
 Muskulus : miopati (idiopatik), miositis (infeksi).

Sindrom paralisid flasid. Sindrom ini terdiri dari:


 Penurunan Kekuatan dasar
 Hipotonia atau atonia otot
 Hiporefleksia atau arefleksia
 Atrofi otot

Perbedaan antara UMN & LMN

  UMN LMN  
Kekuatan Perese – Paralisis Perese - Paralisis
 
 
Tonus Meningkat/Spastik Menurun -

Clonus (+) Flaccid 8


Refleks Patologis (+) (-)
Refleks Fisiologis Meningkat Menurun -Hilang
Atropi Disuse Atropi (+)
Lesi pada Motor Neuron Medula Spinalis
Poliomielitis ialah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh suatu kelompok virus
neurotropik (tipe I,II,III). Virus poliomielitis mempunyai afinitas khusus pada sel-sel kornu
anterior medula spinalis dan inti motorik tertentu di batang otak. Sel-sel saraf yang terkena
mengalami nekrosis dan otot-otot yang suplainya menjadi paralisis.
Poliomielitis non paralitik. Khas untuk penyakit ini adalah nyeri dan kaku otot belakang
leher, tubuh dan tungkai dengan hipertonus, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak,
ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha untuk duduk dari sikap tidur, maka ia
akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat
tidur (tanda tripod) dan terlihat kekakuan otot spinal oleh spasme. Kuduk kaku terlihat secara
positif dengan Kernig dan Brudzinsky yang positif. ”Head drop” yaitu bila tubuh penderita
ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang.
Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka kemungkinan akan
terdapat poliomielitis paralitik.
Poliomielitis paralitik. Gejala klinisnya sama dengan Poliomielitis non paralitik disertai
dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet. Gejala ini dapat menghilang selama
beberapa hari dan kemudian muncul kembali disertai kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa flasid
paralisis yang biasanya unilateral dan simetris. Yang paling sering bterkena adalah tungkai.
Pada keadan yang berat dapat terjadi kelumpuhan otot pernafasan.

Lesi Pada Radix Medulla Spinalis


Guillain-Barre Syndrome. Walaupun penyakit acute Idiopathic Polyneuritis sudah
dikenal sejak ratusan tahun yang lalu, tetapi beberapa sarjana terutama dari Perancis dan Anglo-
American masih bertentangan mengenai nomenclatur, gejala-gejala klinik, pemeriksaan
laboratorium terutama liquor cerebrospinalis dan prognosis. Sarjana-sarjana Perancis menyebut
penyakit ini berdasarkan penemuan, yang menyebut penyakit ini polyradiculoneuritis yang

9
benigna dan reversible, dapat pula disertai kelainan saraf otak, atau disertai kematian karena
ascending paralysis. Mereka tidak ikut sertakan penderita-penderita yang tidak menunjukkan
dissociasi cytoalbuminique hal mana tidak disetujui oleh sarjana- sarjana Amerika dan Inggeris,
yang berpandangan lebih luas. Banyak istilah telah dipakai untuk penyakit itu diantaranya,
infectious polyneuritis, acute segmentally demyelinating Polyradiculoneuropathy, acute
polyneuritis with facial diplegia, acute polyradiculitis, atau Guillain Barre Strohl Syndrome.
Teori yang berlaku sekarang menganggap GBS, merupakan suatu npenyakit autoimun
oleh karena adanya antibody antimyelin yang biasannya didahului dengan faktor pencetus.
Sedangkan etiologinya sendiri yang pasti belum diketahui, diduga oleh karena.
a. Infeksi  : misal radang tenggorokan atau radang lainnya
b. Infeksi virus  : measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B,
Varicella zoster, Infections mono nucleosis (vaccinia, variola, hepatitis inf,coxakie)
c. Vaksin : rabies, swine flu
d. Infeksi yang lain :Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa, Brucellosis,
campylobacter jejuni
e. Keganasan  : Hodgkin’sdisease, carcinoma,lymphoma
Dimana faktor penyebab diatas disebutkan bahwa infeksi usus dengan campylobacter
jejuni biasanya memberikan gejala kelumpuhan yang lebih berat. Hal ini dikarenakan strujtur
biokimia dinding bakteri ini mempunyai persamaan dengan struktur biokimia myelin pada radik,
sehingga antibody yang terbentuk terhadap kuman ini bisa juga menyerang myelin.
Pada dasarnya guillain barre adalah “self Limited” atau bisa sembuh dengan sendirinya.
Namun sebelum mencapai kesembuhan bisa terjadi kelumpuhan yang meluas sehingga pada
keadaan ini penderita memerlukan respirator untuk alat bantu nafasnya.

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) Suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus
intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis (protusi diskus) atau nucleus pulposus yang terlepas
sebagian tersendiri di dalam kanalis vertebralis (rupture disc).

Berdasarkan lokasi pada umumnya dibedakan menjadi 2 lokasi antara lain :


 Cervical disc herniation

10
Terjadi pada daerah leher, paling sering antara C5-C6 dan C6-C7. Gejalanya berupa rasa
nyeri sampai ke tengkorak kepala bagian belakang, kekakuan bahu, scapula, menjalar
hingga ke lengan dan tangan sehingga menimbulkan kumpulan gejala yang disebut
Cervical Syndrome. Nervus yang terserang adalah plexus servikalis dan plexus brachialis.

 Lumbar disc herniation


Herniasi diskus lumbalis terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Gejala melibatkan pinggang,
pantat, paha, ano-genital (melalui nervus pudendus) dan menjalar ke kaki sampai telapak
kaki. Nervus ishiadikus yang paling banyak terkena, sehingga menyebabkan kumpulan
gejala yaitu sindrom ischialgia antara lain kesemutan, baal, pada sesisi kaki, rasa terbakar
pada panggul yang menjalar ke kaki, rasa nyeri seperti tersetrum listrik seolah-olah dari
dalam panggul menjalar ke paha.

Gejala klinis dari herniasi diskus sangat bervariasi tergantung tempat terkenanya dan tipe
jaringan lunak yang ikut terkena. Gejala klinis dapat bervariasi dari tidak ada gejala atau rasa
sakit sedikit karena hanya jaringan saja yang terkena, sampai gejala klinis berat seperti leher
yang tidak dapat berputar, low back pain.

Seringnya, HNP tidak terdiagnosis dengan cepat pada pasien yang datang dengan keluhan
rasa nyeri pada paha, lutut, atau kaki. gejala lain yang didapati adalah perubahan sensorik dan
motorik seperti baal, kesemutan, kelemahan otot, paralisis dan mempengaruhi refleks.
Tidak seperti nyeri berdenyut, atau nyeri hilang timbul yang disebabkan oleh spasme
otot. Nyeri dari HNP biasanya terus menerus atau setidaknya terus menerus pada posisi tubuh
tertentu. Gejala juga biasanya terlihat hanya sesisi. Jika HNP terjadi sangat besar dan menekan
korda spinalis dari cauda equine pada regio lumbal, maka kedua sisi tubuh dapat terkena
seringnya diserta dengan komplikasi yang serius. Kompresi cauda equina dapat menyebabkan
kerusakan nervus permanen atau kelumpuhan. Kerusakan nervus seperti hilangnya kontrol
terhadap usus, kandung kemih dan disfungsi seksual. Kumpulan dari gejala ini dinamakan
sindrom cauda equina.

11
Lesi pada saraf perifer
Neuropathy Perifer. Neuropati perifer adalah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan gangguan saraf-saraf perifer akibat berbagai penyebab. Polineuropati
sering berkaitan dengan penyakit sistemik, misalnya diabetes dan obat, toksin lingkungan,
dan beragam penyakit genetik. Mononeuropati mengisyaratkan keterlibatan fokal satu berkas
saraf dan menandakan penyebab lokal seperti trauma, penekanan, atau penjepitan.
Gejala khas dari neuropati adalah berkaitan dengan jenis saraf yang terkena. Jika saraf
sensoris yang rusak, gejala umumnya termasuk kebas, kesemutan pada daerah yang terkena,
sensasi seperti ditusuk-tusuk, atau nyeri. Nyeri yang berkaitan dengan neuropati dapat cukup
kuat dan dapat digambarkan seperti nyeri tusuk, terpotong, terasa remuk, dan rasa terbakar. Pada
beberapa kasus rangsangan tidak nyeri dapat diterjemahkan sebagai nyeri yang hebat atau nyeri
juga dapat dirasakan bahkan tanpa ada rangsangan.
Kerusakan saraf motoris biasanya di indikasikan dengan kelemahan pada daerah yang
dipengaruhi. Jika masalah dengan saraf motoris berlanjut dalam suatu periode waktu, atrofi atau
berkurangnya tonus otot dapat terlihat jelas.
Kerusakan saraf otonom terlihat paling jelas ketika seseorang berdiri dan mengalami
masalah seperti kepala terasa ringan atau perubahan tekanan darah. Indikasi lain kerusakan saraf
otonom adalah kurangnya keringat, air mata dan air liur, konstipasi, retensi urin dan impotensi.
Dalam beberapa kasus, dapat terjadi gangguan irama jantung dan masalah-masalah pernafasan.
Gejala-gejala dapat muncul dalam beberapa hari, bulan atau tahun.
Jangka waktu dan hasil akhir dari neuropati berkaitan dengan penyebab kerusakan saraf.
Penyebab potensial termasuk penyakit, trauma fisik, keracunan, malnutrisi dan penyalahgunaan
alkohol. Pada beberapa kasus neuropati bukanlah merupakan gangguan utama, namun
merupakan suatu gejala dari penyakit yang mendasarinya.

Lesi pada Neuromuskular Junction


Myastenia Gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai
dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian
kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada neuromuscular junction. Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG

12
dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung
melawan area imunogenik utama pada subunit alfa. Subunit alfa juga merupakan binding site
dari asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan
terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor
asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin
pada neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post
sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-
reseptor asetilkolin yang baru disintesis.
Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang berfluktuasi pada
otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang beraktivitas. Penderita akan
merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan kelemahan ini akan berkurang apabila
penderita beristirahat. Gejala klinis miastenia gravis antara lain; kelemahan pada otot
ekstraokular atau ptosis, dan Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk
yang akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas.

Daftar Pustaka

1. Baehr M , Frotscher M. Diagnosis topik neurologi DUUS. Jakarta . Penerbit buku


kedokteran EGC. 2014.
2. Mardjonno M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2010.
3.  Weiner H, Levit L.Buku saku neurologi. Edisi 5. Jakarta : EGC; 2001.

13

Anda mungkin juga menyukai