Anda di halaman 1dari 18

I.

RIWAYAT PSIKIATRIK
Autoanamnesis : Sabtu, 29 Febuari 2020, pukul 11.00
Alloanamnesis :-

A. KELUHAN UTAMA
Marah-marah dan Emosi serta membawa batu dan juga membawa pisau (Agresivitas
Motorik).

B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG


Pada tahun 2016, pasien bersama dengan kedua saudaranya dibawa oleh
pamannya ke Jakarta dari Aceh. Hal tersebut terjadi karena pada saat di Aceh, pasien
dengan kedua saudaranya di kurung oleh ibunya di rumah. Pasien di kurung karena sering
kabur bersama dengan kedua saudaranya karena tidak tahan dengan kelakuan ibunya
yang sering mabuk-mabukan di rumah. Saat pasien sedang di kurung, tetangganya
melihat hal tersebut sehingga memberitahu ke paman pasien.
Saat di Jakarta, paman pasien membawa pasien beserta kedua saudaranya untuk
sekolah di Pesantren yang terletak di Bogor. Pada saat di Pesantren, pasien mengaku
sering di ganggu oleh teman – temannya, karena hal tersebut pasien tidak dapat menahan
emosinya sehingga membuat pasien marah kepada temannya sehingga menyebabkan
keributan di Pesantren, sampai akhirnya pasien di bawa pulang oleh pamannya. Saat di
rumah pasien juga sering marah-marah ke pamannya.
Sampai akhirnya pada tahun 2017 pasien di bawa oleh pamannya ke Panti PSBI 3,
kemudian pindah ke PSBG, kemudian pindah ke Panti Anak 1, dan akhirnya pindah ke
Panti Anak 3. Saat di Panti Anak 3, pasien dapat melanjutkan sekolahnya, yaitu pasien
mulai sekolah kelas 6 SD dan melanjutkan sekolahnya sampai kelas 2 SMP, saat di Panti
Anak 3 pasien sering di bully oleh temanya, pasien pernah di lempar sepatu saat sedang
tidur, hal tersebut membuat pasien marah dan dendam sehingga pasien langsung
mengambil batu dan pisau di dapur untuk membalas perbuatan temannya tersebut
(Agresivitas motorik), tetapi hal tersebut dapat dicegah sehingga tidak ada yang terluka
akibat perbuatan pasien.

1
Setelah kejadian tersebut, tepatnya pada tahun 2019, pasien di bawa ke RSKD
Duren Sawit untuk dikonsultasikan dengan Psikiatri, akhirnya pasien di pindahkan ke
PSBL 3, semenjak kejadian tersebut pasien semakin tidak dapat menahan emosinya, pada
saat awal masuk ke Panti pasien juga ingin melempar batu ke pengurus panti, hal tersebut
terjadi setelah pasien diperlakukan kasar oleh pengurus panti tersebut, pasien mendengar
suara bisikan 2 orang laki-laki yang menyuruhnya untuk membunuh orang tersebut
(halusinasi auditorik). Saat di PSBL 3 pasien sama sekali tidak mau mengikuti semua
aktivitas dan kegitan di PSBL 3, pasien tidak mau bergaul dengan teman-teman lainya,
pasien sering menyendiri di ruangan untuk menonton TV atau menyendiri di ruangan lain
di PSBL 3, pasien selalu merasa sedih karena ingin pulang ke Aceh, dan pasien juga
sedih karena tidak dapat sekolah lagi. Pasien harus diingatkan terlebih dahulu untuk
makan, dan mandi. Pasien juga sering melamun, sampai akhirnya pasien mendengar
bisikan 2 orang laki-laki yang menyuruhnya untuk bunuh diri (halusinasi auditorik).
Saat mendengar bisikan tersebut pasien mencoba menutup telinganya tetapi suaranya
tetap terdengar. Bisikan tersebut terus-menerus terdengar dan sangat mengganggu pasien.
Saat ini pasien memiliki obat-obatan yang harus di konsumsi berupa Risperidon,
Trihexyphenidyl, dan Lorazepam.

C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA


1. Gangguan Psikiatrik : Pada usia 3-4 tahun ayah dan ibu pasien
berpisah. Menurut pasien, kedua orang berpisah dikarenakan ayahnya dirawat di RSJ
di Jakarta. Sehingga pasien tinggal bersama dengan ibunya. Ibu pasien keseharian
pergi berjualan ikan di pasar dan sering mabuk-mabukan. Pasien mengaku tidak suka
pada saat melihat ibunya mabuk-mabukan. Pasien juga dikurung oleh ibunya sejak
usia 5-6 tahun dirumah. Hal itu membuat pasien tidak bisa bermain dan bergaul
dengan teman-teman sebayanya dan membuat pasien sulit untuk bersosialisasi
sehingga pasien menjadi orang yang pendiam. Pasien juga sering kabur dari rumah.
2. Riwayat gangguan medik : Tidak ada riwayat gangguan medik
sebelumnya
3. Riwayat penggunaan zat psikoaktif : Tidak ada riwayat penggunaan zat
psikoaktif.

2
D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
1. Riwayat perkembangan fisik
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien tidak ada kelainan
tumbuh kembang dari bayi sampai saat ini.

2. Riwayat perkembangan kepribadian


a. Masa kanak-kanak
Perkembangan sesuai usia.
b. Masa remaja
Pasien pernah di bully oleh teman temanya di panti anak 3 pasien pernah di
lempar sepatu saat sedang tidur, hal tersebut membuat pasien marah dan menjadi
pendendam.
c. Masa dewasa -

3. Riwayat Pendidikan
Pasien sekolah TK di Aceh, saat umur 11 tahun pasien di bawa ke Pesantren di Bogor
oleh pamannya. Karena di Pesantren pasien mengalami masalah akhirnya pasien
dipindahkan ke Panti di Jakarta oleh pamannya, pasien sempat pindah-pindah dari
panti ke panti lain, sampai akhirnya di Panti anak 3 dan pasien langsung sekolah kelas
6 SD kemudian lanjut sampai kelas 2 SMP, kemudian pasien berhenti sekolah.

4. Riwayat pekerjaan
Pasien belum memiliki pekerjaan

5. Kehidupan beragama
Pasien beragama Islam.

6. Kehidupan sosial dan perkawinan


Pasien belum menikah.

3
E. RIWAYAT KELUARGA
Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara, kakak pertamanya laki-laki berusia 14
tahun, adiknya juga laki-laki yang berusia 12 tahun. Kedua orang tua pasien masih hidup.

Keterangan

= Perempuan

= Laki-laki

= Penderita

F. SITUASI KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANG


Sejak tahun 2019 pasien tinggal di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3, semenjak
pindah pasien hanya dekat dengan satu warga bina sosial yaitu Pak Oksan. Pasien
mengatakan jarang bersosialisasi dengan WBS lainnya dan cenderung menyendiri, tidak
mau mengikuti kegiatan di panti.

II. STATUS MENTAL


Berdasarkan pemeriksaan tanggal 2 Maret 2020

A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan

4
Seorang laki-laki berusia 13 tahun, berpakaian seragam Panti Sosial Bina Laras
berwarna hijau, berpakaian rapi, baju tidak terbalik, postur tubuh pendek agak
membungkuk, warna kulit sawo matang, rambut dicukur pendek, perawatan diri
tampak baik.

2. Kesadaran
a. Kesadaran sensorium/ neurologik: Compos mentis
b. Kesadaran psikiatrik : tidak tampak terganggu

3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor


a. Sebelum wawancara :
Pasien sedang berdiam diri di belakang poliklinik.
b. Selama wawancara :
Saat diberikan pertayaan pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik,
tetapi dengan raut wajah yang sedih, dan terkadang pasien tidak ada kontak
mata saat sedang menjawab pertanyaan.
c. Setelah wawancara :
Pasien tampak tenang dalam posisi duduk setelah wawancara berakhir.

4. Sikap terhadap pemeriksa : Kurang kooperatif, pasien tampak pasif, dan


kadang terdapat kontak mata antara dokter dan pasien, tetapi pasien lebih cenderung
melihat kearah bawah.

5. Pembicaraan
a. Cara berbicara : Spontan, lambat, artikulasi jelas, volume suara
kecil.
b. Gangguan berbicara : Tidak ada gangguan,

B. ALAM PERASAAN (EMOSI)


1. Suasana perasaan (mood) : Hipotim

5
2. Afek
a. Arus : Cepat
b. Stabilisasi : Stabil
c. Kedalaman : Dalam
d. Skala diferensiasi : Luas
e. Keserasian : Serasi
f. Pengendalian impuls : Kuat
g. Ekspresi : Wajar
h. Dramatisasi : Tidak ada
i. Empati : Tidak dapat dinilai

C. GANGGUAN PERSEPSI
a. Halusinasi : Halusinasi Auditorik (Mendengar suara 2 orang laki-laki yang
menyuruhnya untuk memukul orang, dan menyuruhnya bunuh diri)
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada

D. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)


1. Taraf pendidikan : SMP
2. Pengetahuan umum: Baik (Pasien tahu presiden saat ini adalah Jokowi)
3. Kecerdasan : Baik (Pasien dapat menyelesaikan soal hitung-hitungan)
4. Konsentrasi : Baik
5. Orientasi
a. Waktu : Baik (Pasien tahu waktu saat pemeriksaan adalah saat siang hari)
b. Tempat : Baik (Pasien tahu saat ini sedang berada di PSBL 3)
c. Orang : Baik (Pasien tahu yang sedang diajak bicara adalah dokter)
d. Situasi : Baik (Pasien tahu situasi di panti sedang ramai)
6. Daya ingat
a. Tingkat

6
 Jangka panjang :Baik (Pasien dapat mengetahui tempat dan tanggal
lahirnya)
 Jangka pendek :Baik (Pasien ingat sarapan yang di makannya)
 Segera :Belum dilakukan
b. Gangguan : Tidak ada
7. Pikiran abstraktif :
Persamaan : Baik (dapat mengetahui persamaan pensil dan pena)
8. Visuospatial : Baik (Pasien dapat menggambar jam dinding pukul 12.00)
9. Bakat kreatif : Silat dan memasak
10. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
 Produktifitas : Autistik
 Kontinuitas : Relevan, koheren
 Hendaya bahasa : Tidak ada

2. Isi pikir
 Preokupasi dalam pikiran : Tidak ada
 Waham : Tidak ada
 Obsesi :Tidak ada
 Fobia :Tidak ada
 Gagasan rujukan :Tidak ada
 Gagasan pengaruh :Tidak ada
 Idea of suicide :Tidak ada

F. PENGENDALIAN IMPULS : Kuat

G. DAYA NILAI

7
a. Daya nilai sosial : Baik (Pasien mengetahui bahwa membawa batu dan
senjata tajam tidak baik)
b. Uji daya nilai : Baik (Pasien tidak menggunakan batu dan senjata tajam
untuk melukai orang lain)
c. Daya nilai reabilitas : Terganggu

H. TILIKAN : Derajat I
I. RELIABILITAS : Baik

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS INTERNUS
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tensi : 120/80 mmHg
4. Nadi : 80x/menit
5. Suhu badan : 36˚ C
6. Frekuensi pernafasan : 20x/menit
7. Bentuk tubuh : Normal
8. System kardiovaskuler :Tidak dilakukan
9. System respiratorius :Tidak dilakukan
10. System musculo- skeletal:Tidak dilakukan
11. System urogenital :Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Disarakankan untuk dilakukan pemeriksaan :
Pemeriksaan laboratorium (Darah lengkap, fungsi liver, fungsi ginjal)

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

8
Pasien laki – laki berusia 13 tahun, beragama Islam, suku Aceh, belum menikah,
pelajar, pendidikan terakhir SMP. Sebelumnya pasien pernah dirawat di PSBI 3, PSBG,
Panti Anak 1, Panti Anak 3. Pasien di bawa oleh pamannya.
Dari pemeriksaan status mental didapatkan penampilan pasien rapi dan sesuai
usia. Pembicaraan spontan, lambat, artikulasi jelas, volume suara kecil. Reaksi terhadap
pertanyaan baik. Perilaku tenang dan kooperatif terhadap pemeriksa. Mood hipotim,
dengan afek terlihat serasi dengan mood. Terdapat gangguan persepsi berupa halusinasi
auditorik. Bentuk pikir autistik. Daya nilai realibilitas terganggu dan tilikan derajat 1.

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK


 Aksis I:
Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, pasien pada kasus ini dapat dinyatakan
mengalami:
1. Gangguan jiwa, atas dasar adanya gangguan halusinasi yang menimbulkan
penderitaan (distress) dan menyebabkan gangguan dalam kehidupan sehari-hari
(hendaya).
2. Gangguan jiwa ini termasuk gangguan mental non organik (GMNO) karena pasien
tidak mengalami gangguan kesadaran, konsentrasi, maupun kecerdasan.
3. Gangguan kejiwaan yang dialami pasien merupakan gangguan jiwa psikotik karena
memiliki gejala psikotik. Dibuktikan dengan adanya halusinasi auditorik.
4. Gangguan kejiwaan ini tidak termasuk dalam gangguan Skizofrenia karena pada
WBS didapatkan halusinasi yang tidak begitu menonjol.
5. Pada WBS tidak ditemukan adanya gangguan kehendak, ataupun gejala – gejala
katatonik.

Berdasarkan PPDGJ III dan DSM-IV, dengan kumpulan gejala yang dialami, maka
Working Diagnosisnya: Skizofrenia Onset- Dini
Pedoman diagnosis:
 Memenuhi kriteria skizofrenia
 Onset sering perlahan, menunjuksn afek dari perilaku tidak biasa yang tidak
sesuai, dapat bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

9
 Akan mengalami deteriorasi fungsi, bersama dengan timbulnya gejala
psikotik, atau anak tidak dapat mencapai fungsi yang diharapkan
Diagnosis Banding:
F32.3 Episode Depresif Berat dengan gejala psikotik.
Pedoman diagnosis :
 Mememnuhi kriteria umum dari depresi dan depresi berat dan disertai adanya
halusinasi audiotorik tipe memerintah.
 Aksis II: Tidak ada gangguan kepribadian maupun retardasi mental.
 Aksis III: Tidak ditemukan adanya gangguan pada kondisi medik
 Aksis IV: Masalah dengan “primary support group” dimana ayah dan ibunya
bercerai sejak anak usia 3-4 tahun, perilaku ibu yang suka mabuk-mabukan
sehingga tidak dapat mengurus anak-anaknya, kemudian masalah dengan
lingkungan sosial yaitu pasien dikurung oleh ibunya sehingga tidak dapat
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, pernah dibully oleh teman-temannya.
 Aksis V : GAF scale 60-51 yaitu gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis 1 : Diagnosis kerja : Skizofrenia Onset- Dini
Diagnosis banding : F32.3 Episode Depresif Berat dengan gejala
psikotik.
Aksis II : Tidak ada gangguan kepribadian maupun retardasi mental.
Aksis III : Hubungan dengan ibu kurang baik, dan masalah dengan teman di
lingkukan sekolah.
Aksis IV : Masalah dengan “primary support group”, dan masalah dengan
lingkungan sosial.
Aksis V : GAF scale 60-51 yaitu gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam

10
Quo ad sanationam : dubia ad malam

VI. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik : Tidak terdapat masalah medis umum
2. Psikologi/psikiatrik : Halusinasi auditorik, tilikan 1
3. Sosial/keluarga : hubungan dengan ibu kurang baik, hubungan deman
teman sekolah kurang baik

VII. PENATALAKSANAAN
Psikofarmaka
R/ Risperidon tab 2 mg No. XX
S 2 dd tab 1
---------------------------- (sign)
R/ Sertraline tab 50 mg No.XX
S 1 dd tab 1
----------------------------------(sign)

R/ Lorazepam tab 2 mg No. XX


S 1 dd tab 1 p.r.n
----------------------------------(sign)

Pro : An.S
Umur :13 tahun

Psikoterapi
Psikoterapi suportif
- Psikoventilasi : pasien dibimbing untuk menceritakan segala permasalahannya,
apa yang menjadi kekhawatiran pasien kepada therapist, sehingga therapist dapat
memberikan problem solving yang baik dan mengetahui antisipasi pasien dari
faktor-faktor pencetus.

11
- Persuasi : membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu control dan
minum obat secara rutin.
- Desensitisasi :pasien dilatih terbiasa berada di lingkungannya untuk
meningkatkan kepercayaan diri.

Edukasi keluarga

- Edukasi keluarga mengenai penyakit pasien dan menerima kondisi pasien


- Edukasi bahwa kondisi pasien seperti ini dapat dibantu dengan mendukung
kesembuhan pasien
- Edukasi bahwa kerja sama keluarga sangat diperlukan untuk memastikan
pasien minum obat teratur dan kontrol teratur

Diskusi

Pola asuh orang tua dengan gangguan jiwa pada anak

12
Pada pasien ini dapat dilihat bahwa pola asuh orang tuanya tidak baik sehingga dapat
mengakibatkan gangguan jiwa pada anak. Banyak penelitian tentang sikap orang tua terhadap
anak-anak dan gaya pengasuhan mereka mengungkapkan bahwa gaya pengasuhan memiliki
dampak jangka panjang pada perilaku, harapan, dan akibatnya karakteristik individu di masa
depan. Selain gaya pengasuhan, tingkat pendidikan yang rendah, usia muda orang tua, masalah
ekonomi, masalah sosial, kekerasan fisik orang tua selama masa kecil mereka sendiri, dan
kepercayaan budaya memainkan peran penting dalam munculnya masalah perilaku pada anak-
anak. Faktanya, kurangnya perhatian orang tua untuk menyediakan lingkungan yang sehat secara
psikologis dan emosional untuk anak-anak dan remaja, dan kurangnya hubungan yang baik,
membuat anak-anak mengalami kekurangan emosi dan masalah psikologis dan perilaku.

Masalah perilaku adalah masalah kesehatan mental yang paling umum pada anak usia
dini, yang mempengaruhi 5-10% anak-anak. Masalah yang sudah ada memberikan risiko untuk
berbagai hasil negatif termasuk kegagalan sekolah, perilaku nakal, kesulitan hubungan, penyakit
mental dan kesehatan fisik yang buruk. Dengan demikian, biaya masalah perilaku seumur hidup
bagi anak-anak, keluarga, dan masyarakat adalah substansial dan jauh jangkauannya

Tatalaksana agresivitas pada anak

Dikarenakan pola asuh yang tidak baik oleh ibunya sehingga membuat anak menjadi agresiv.
Anak menjadi cepat marah dan emosi sampai melempar barang, bahkan hamper melukai orang
dengan senjata tajam.

Studi Perawatan Anak Agresif Parah (TOSCA) adalah investigasi polifarmasi bertingkat NIMH
dan obat antipsikotik dengan pengobatan perilaku tambahan (pelatihan orang tua, PT). Terapi
perilaku kognitif (CBT) memiliki dukungan paling empiris dalam mengurangi agresi karena
penyakit mental. Uji coba terkontrol secara acak menggunakan CBT untuk remaja usia 10 hingga
16 tahun menunjukkan secara signifikan mengurangi kemarahan dan agresi, dan penurunan
berkelanjutan episode kemarahan beberapa bulan setelah intervensi. Contohnya, Program Coping
Power CBT dalam kombinasi dengan pendidikan orang tua telah menunjukkan janji dalam
mengurangi kenakalan rahasia dan penyalahgunaan zat (faktor risiko yang signifikan untuk
agresi dan kekerasan). Rekomendasi Perawatan karena penggunaan Antipsikotik untuk Anak

13
Muda yang Agresif, sebuah pernyataan konsensus oleh panel ahli psikiatri anak dan remaja
merekomendasikan bahwa penggunaan antipsikotik generasi kedua diindikasikan setelah
intervensi perawatan psikososial dan perilaku gagal. Namun, penting untuk dicatat bahwa telah
terjadi peningkatan dramatis pada penggunaan obat anti psikotik pada anak. Sejumlah anak-anak
ini secara tidak proporsional adalah perawatan anak asuh meskipun tidak ada bukti yang
mendukung jenis intervensi medis ini pada populasi yang rentan ini. Ada risiko untuk efek
samping, yang membutuhkan pemantauan untuk perubahan metabolisme. Data tentang risiko
penggunaan antipsikotik jangka panjang terbatas.

Mood stabilizer

Dari penilitian yang dilakukan pada penggunaan mood stabilizer, Divalproex ditemukan efektif
dalam mengurangi episode agresif pada populasi anak rawat jalan setelah uji klinis acak
terkontrol plasebo selama enam minggu. Namun, setelah melakukan pencarian literatur, dapat
disimpulkan bahwa litium karbonat dan karbamazepin adalah satu-satunya penstabil suasana hati
yang dijadwalkan yang dipelajari untuk merawat agresi anak dan remaja rawat inap.

Antipsikotik

Rekomendasi Perawatan karena penggunaan Antipsikotik untuk Anak Muda yang Agresif,
sebuah pernyataan konsensus oleh panel ahli psikiatri anak dan remaja merekomendasikan
bahwa penggunaan antipsikotik generasi kedua diindikasikan setelah intervensi perawatan
psikososial dan perilaku gagal. Antipsikotik atipikal lebih menarik daripada antipsikotik
konvensional karena berkurangnya risiko efek samping ekstrapiramidal. Olanzapine, quetiapine,
dan aripiprazole semuanya memiliki beberapa bukti untuk mendukung kemanjuran mereka
dalam mengobati perilaku agresif, tetapi banyak dari penelitian ini adalah open-label atau ulasan
grafik retrospektif. Pertambahan berat badan adalah kejadian buruk yang paling sering diamati
dengan obat-obatan ini. Pada anak-anak, risperidone adalah antipsikotik atipikal yang paling
sering diteliti. Studi pertama risperidone pada anak-anak dengan CD menemukan itu lebih
unggul dari plasebo dalam mengurangi ukuran perilaku agresif orang tua dan dokter. Meskipun
risperidone memiliki bukti paling positif dari antipsikotik atipikal dan paling banyak dipelajari,
kemungkinan kenaikan berat badan (dengan risiko sindrom metabolik akibatnya) dan
peningkatan kadar prolaktin memerlukan pemantauan lanjutan.

14
15
16
Daftar Pustaka

17
1. Mansoureh K, Mohammad R, Robab T, et al.The association between parental mental
health and behavioral disorders in pre-school children. Electronic Physician. June 2017:
Vol 9 (6).
2. Rachael R, Christine O, Paul R. Parenting and child mental health. London JournaL of
Primary Care, 2017 VoL. 9, no. 6, 86–94
3. Cristan A F, L Eugene A, Oscar G B, Robert L F, et al. The treatment of severe child
aggression (TOSCA) study: Design challenges. Child and Adolescent Psychiatry and
Mental Health 2011, 5:36
4. Joseph A. Violence and Aggressive Behavior. Pediatrics in Review. Vol. 38 No. 2
FEBRUARY 2017
5. PARIKSHIT D, GUARAV K, and DREW B. Recommendations for Pharmacological
Management of Inpatient Aggression in Children and Adolescents. Psychiatry 2010. Vol
7(2).

18

Anda mungkin juga menyukai