Bilal Bin Rabbah
Bilal Bin Rabbah
Bilal merupakan orang Islam pertama dari golongan budak, dan itu
menjadikan Umayyah bin Khalaf merasa begitu terhina dan ternoda
kehormatannya. Karena itu ia melakukan berbagai macam cara
penyiksaan yang biadab untuk bisa mengembalikan Bilal kepada agama
jahiliah. Ia tidak ingin, peristiwa ini menjadi preseden bagi budak-budak
lainnya dan ia yang disalahkan oleh tokoh Quraisy lainnya.
Tetapi siksaan seperti apa yang bisa mengubah keyakinan seseorang jika
telah begitu lekat di dalam jiwa. Jika tidak ada hal-hal lain yang diinginkan,
dan jika kematian tidak lagi ditakuti, bagaimana mungkin bisa mengubah
prinsip hidup seseorang. Itulah yang terjadi pada diri Bilal, makin berat
siksaan yang dirasakannya, makin mendekatkan dirinya pada al Ahad,
Allah SWT…, Ahad, Ahad, Ahad, itulah yang seolah menjadi simbol
perjuangannya.
Seolah karang yang tak hendak lapuk dan hancur diterjang ombak selama
bertahun-tahun, begitulah keyakinan yang tertanam di dalam jiwa Bilal. Di
dalam kelemahannya, di dalam ketidak-berdayaannya, hanya satu kata
yang lekat dan tertanam erat, Ahad, Ahad, Ahad. Sampai-sampai para
penyiksanya jatuh kasihan, atau juga menjadi bosan dengan apa yang
dilakukannya. Tetapi mereka enggan untuk melepaskan Bilal begitu saja
karena gengsi, takut nama baik dan kehormatannya sebagai tokoh kaum
Quraisy tercemar, karena mengalah pada seorang budak yang keras
kepala. Atau lebih tepatnya, seorang muslim yang begitu kokoh
keimanannya.
Bahkan ada riwayat menyatakan, para penyiksa itu meminta Bilal untuk
satu kali saja mengatakan "Latta dan Uzza",agar mereka punya alasan
untuk melepaskannya, setelah itu terserah apa yang akan dilakukannya,
bahkan mereka akan membebaskannya dari perbudakan. Tetapi Bilal tak
bergeming, Cuma satu kata yang keluar dari mulutnya secara berulang-
ulang, “Ahad, Ahad, Ahad…!!”
Tampak sekali kelegaan pada Umayyah bin Khalaf dan para penyiksa Bilal,
mereka sudah sangat jenuh danhampir putus asa. Mereka hanya butuh
alasan kecil untuk bisa melepaskan Bilal, tetapi malah mendapat setumpuk
uang, tentu saja mereka amat gembira, apalagi mereka ini pada dasarnya
seorang pedagang. Namun demikian Umayyah berkata, "Bawalah dia,
demi Latta dan Uzza, andai saja engkau membayar tak lebih dari satu
uqiyah, akau akan melepaskannya…"
Ketika Nabi SAW hijrah ke Madinah dan umat Islam bisa melaksanakan
peribadatan tanpa gangguan dari pihak-pihak yang memusuhi, mulailah
dicari cara mengumpulkan umat Islam untuk melaksanakan shalat jama'ah.
Berbagai usulan muncul, tetapi akhirnya dipilih cara yang kini dikenal
sebagai "adzan". Ada beberapa riwayat, tentang siapa yang pertama kali
menyusun redaksi adzan, tetapi yang jelas pilihan pertama Nabi SAW
untuk melantunkannya adalah Bilal bin Rabah. Suaranya yang empuk,
merdu, lantang dan penuh keharuan merupakan alasan utama. Siapapun
yang mendengarnya serasa disiram dengansegelas air dingin, kesejukan
dari nilai keimanan.
Bilal adalah Muadzdzin pertama dalam Islam, dan namanya kini sangat
dikenal di seluruh dunia karena identik dengan "jabatan" muadzdzin itu
sendiri dalam setiap pelaksanaan shalat Jum'at. Selain sebagai
muadzdzin, Nabi SAW juga menunjuk Bilal sebagai pengurus keuangan
beliau. Namun walaudisebut sebagai pengurus keuangan, Bilal tidak
pernah memegang uang terlalu lama atau menyimpannya, karena Nabi
SAW memang tidak pernah menyimpan sesuatu, baik uang atau barang,
sampai malam harinya. Bilal hanya diserahi tugas untuk mengurus dan
melayani apabila ada kaum muslimin yang datang meminta bantuan
kepada Nabi SAW. Ia akan mencari pinjaman atas nama Nabi SAW, untuk
memenuhi kebutuhan orang tersebut.
Suatu hari ada seorang musyrik kaya raya yang mendatangi Bilal dan
berkata, "Hai Bilal, aku mempunyai banyak harta benda, jika kamu
mempunyai keperluan, janganlah meminjam pada siapapun, berhutanglah
pada saya!"
"Apalagi yang lebih baik daripada hal ini," Kata Bilal menyambut baik
tawaran si orang musyrik tersebut.
"Tinggal empat hari lagi," Kata orang musyrik itu, "Jika sampai akhir bulan
engkau belum melunasi pinjamanmu kepadaku, maka aku akan
menjadikanmu hamba sahaya dan engkau harus menggembala kambing
seperti dulu lagi."
Melihat masih ada yang tersisa dari barang tersebut, Nabi SAW bersabda,
"Bagikanlah barang-barang ini sampai habis sehingga aku menjadi tenang.
Aku tidak akan pulang ke rumah sebelum sisa barang-barang ini habis
dibagikan."
Mendengar jawaban ini Nabi tidak pulang, tetapi tidur di masjid. Keesokan
harinya, setelah shalat isya beliau bertanya lagi seperti sebelumnya. Kali
ini Bilal menjawab, "Tidak ada sisa, ya Rasulullah, Allah telah memberkati
anda dengan ketentraman jiwa, semua sisa barang itu telah habis saya
bagikan pada hari ini."
Mendengar jawaban itu, Rasulullah SAW bersyukur memuji Allah SWT dan
pulang ke rumah istrinya.
Pada hari wafatnya Rasulullah SAW dan saat itu beliau belum
dimakamkan, Bilal mengumandangkan Adzan seperti biasanya. Ketika
sampai pada kalimah syahadah dimana nama Nabi SAW disebutkan, ia
menangis dan banyak para sahabat lainnya menangis juga. Setelah Beliau
dikebumikan, Abu Bakar meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan
seperti biasanya, Bilal menolak dan berkata, "Jika engkau dahulu
memerdekakan aku agar aku selalu menyertaimu, itu memang seharusnya.
Tetapi jika engkau memerdekakan aku karena Allah, maka ijinkanlah aku
bersama Dzat Yang demi Dia, engkau memerdekakan aku."
Para sahabat yang hadir banyak yang menangis, mereka seolah dibawa
kembali ke suasana saat Nabi SAW masih hidup. Dan yang paling keras
tangisnya adalahUmar bin Khaththab dan Bilal sendiri, setelah ia selesai
adzan. Itulah terakhir kalinya Bilal melantunkan adzan. Setelah itu ia
berjuang di medan jihad sampai akhir hayatnya. Jenazahnya dimakamkan
di bumi Damsyiq (kini Damaskus).