Anda di halaman 1dari 32

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Negara Indonesia
berada pada tahap pertumbuhan urbanisasi yang tinggi akibat laju pertumbuhan ekonomi
yang pesat sehingga kebutuhan penduduk untuk melakukan pergerakan akan menjadi
meningkat juga. Dalam mobilitas pergerakan, mobil pribadi merupakan merupakan
kendaraan yang sangat menguntungkan. Selain itu jumlah penduduk di Indonesia yang
tinggal di daerah perkotaan akan meningkat dari tahun ketahun akibat tingginya tingkat
urbanisasi ini.
Tantangan bagi pemerintah Negara yang sedang berkembang, instansi dan departemen
terkait serta para perencana transportasi perkotaan adalah masalah kemacetan kemacetan
serta masalah pelayanan angkutan umum perkotaan. Masalah kemacetan ini biasanya timbul
pada kota yang penduduknya lebih dari 2 juta jiwa, yang telah dicapai oleh beberapa kota
seperti kota Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Jogyakarta, Bogor, Malang, dan lain
sebagainya. Pada tahun- tahun kedepan  hamper semua kota di Indonesia akan di huni oleh
sekitar 2 juta jiwa yang berarti mempunyai permasalahan baru yang memerlukan solusi baru
juga, yaitu masalah transportasi perkotaan. Walaupun kota yang lebih kecil mempunyai
masalah transportasi yang perlu di pecahkan secara dini, pada umumnya masih dalam skala
kecil dan tidak memerlukan biaya besar.
Sektor pertanian secara perlahan sekarang terlihat kurang semakin menarik dan tidak lagi
diminati terutama bagi generasi muda. Di sisi lain perkotaan menawarkan banyak kesempatan
baik sektor formal atau informal. Di tambah lagi dengan tidak meratanya pertumbuhan
wilayah di daerah pedalaman dibandingkan di daerah perkotaan. Hal ini menyebabkan
tersedianya banyak lapangan kerja serta upah gaji yang sangat tinggi di daerah perkotaan di
bandingkan upah para pekerja di daerah pedalamansemua ini meripakan daya tarik yang
sangat kuat bagi para pekerja di daerah pedalaman. Namun seberapa besar apa pun kota
dengan segala kelengkapannya pasti mempunyai batasan yaitu daya tampung. Jika batas itu
sudah terlampaui akan terjadi dampak yang merugikan. Dalam konteks kota di Indonesia
fenomena kota bermasalah sudah mulai terlihat, yang diperkirakan akan terus berkembang
menjadi persoalan yang semakin rumit, seiring dengan tingginya laju urbanisasi. Hal ini sulit
dihindari karena daerah perkotaan sudah terlanjur dianggap sebagai penyedia berbagai
macam lapangan pekerjaan.
Tingginya urbanisasi yang secara tidak langsung dapat dikatakan akibat tidak meratanya
pertumbuahn di wilayah di bagian Indonesia. Antara daerah pedalaman dengan daerah
perkotaan. Semakin besarnya perbedaan antara tingkat pertumbuhan wilayah tersebut
mengakibatkan semakin besar  atau tingginya tingkat urbanisasi, yang pada gilirannya akan
menimbulkan permasalahan perkotaan, khususnya transportasi.
Orang yang melakukan urbanisasi dapat di klompokkan menjadi tiga klompok utama
yaitu : 1. Orang yang mampu membeli tanah di dalam kota dan mamapu bekerja di dalam
kota, 2. Orang yang bekerja didalam kota  serta mampu membayar biaya transportasi, 3.
Orang yang tidak mampu membeli tanah di dalam kota dan tidak mempunyai kemampuan
membayar biaya transportasi. (Ofyar Z. Tamin)
Orang yang termasuk golongan pertama merupakan orang yang tidak mempunnyai
penyebab permasalahan yang berarti dalam hal mobilitas dan eksebilitas karena jarak tempat
tinggal dan tempat bekerja yang cukup dekat. Orang yang tergolong dalam klompok ke dua
yang merupakan tingkatan tertinggi dari ketiga klompok tersebuthal ini sangat berpotensial
menimbulkan permasalahan transportasi. Permasalahan tersebut terjadi setiap hari yaitu pada
jam sibuk pagi dan pada siang hari. Pada pagi hari merupakan jam sibuk yang terjadinya
proses pergerakan dengan volume tinggi, bergerak ke pusat kota untuk bekerja. Pada sore
hari terjadi volume yang tinggi karena semua orang yang bekerja di pusat kota kembali
kerumah masing-masing. Permasalahan transportasi semakin bertambah sejalan semakin
bergesernya permukiman kelompok yang berpenghasilan menengah kebawah.
Kecenderungan ini terus berjalan seiring dengan semakin pentingnya daerah perkotaan yang
menyebabkan harga tanah semakin mahal. Klompok yang ke tiga adalah yang tidak bisa
membeli tanah di dalam kota dan tidak mampu membayar biaya transport sehingga terpaksa
menempati ruang kosong di seputar kota secara illegal. Permasalahan yang timbul seterusnya
adalah masalah permukiman kumuh yang bukan saja menyangkut masalah transportasi tetapi
juga mengaruh pada masalah sosial, kesehatan, kesejahtraan, pendidikan, dan lain-lain.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di wilayah perkotaan telah menarik
arus urbanisasi yang tinggi sebab bagi banyak orang hal ini menjanjikan kesempatan kerja
yang lebih luas. Hal ini menjadikan tingkat pertumbuhan penduduk.dan pekerja yang tinggi
di wilayah ini. Gejala serupa juga terjadi pada daerah penyangga di sekitar perkotaan
tersebut.
Penggunaan kendaraan pribadi juga meningkatkan kesempatan seseorang untuk bekerja,
memperoleh didikan, belanja, rekreasi, dan melakukan aktivitas sosial lainnya. Pada
umumnya, peningkatan pemilikan kendaraan pribadi (mobil) merupakan cerminan hasil
interaksi antara peningkatan taraf hidup dan kebutuhm mobilitas penduduk di daerah
perkotaan, keuntungan penggunaan jalan digunakan untuk meningkatkan kemakmuran dan
mobilitas penduduk. Tetapi, penggunaan kendaraan pribadi juga dapat menimbulkan
beberapa efek negatif yang tidak dapat dihindari. Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi
mengakibatkan peningkatan perusakan kualitas kehidupan, terutama di daerah pusat
perkotaan, kemacetan, dan tundaan pada beberapa ruas jalan. Juga terjadi polusi lingkungan,
baik suara maupun udara.
Tingkat pertumbuhan pergerakan yang sangat tinggi yang tidak mungkin dihambat,
sementara sarana dan prasarana transportasi sangat terbatas, mengakibatkan aksesibilitas dan
mobilitas menjadi terganggu. Sekarang ini program pembangunan jalan di daerah perkotaan
membutuhkan biaya yang sangat besar. Usaha pemerintah untuk memecahkan masalah
transportasi perkotaan telah banyak dilakukan, baik dengan meningkatkan kapasitas jaringan
jalan yang ada maupun dengan pembangunan jaringan jalan baru, ditambah dengan rekayasa
dan manajemen lalulintas terutama pengaturan efisiensi transportasi angkutan umum dan
penambahan armadanya. Tetapi, berapa pun besarnya biaya yang dikeluarkan, kemacetan dan
tundaan tetap tidak bisa dihindari. Ini disebabkan karena kebutuhan akan transportasi terus
berkembang pesat, sedangkan perkembangan penyediaan fasilitas transportasi sangat rendah
sehingga tidak bisa mengikutinya.
Akibat yang dirasakan adalah kemacetan lalulintas yang sering tegadi yang terlihat jelas
dalam bentuk antrian panjang, tundaan, dan juga polusi, baik suara maupun udara. Masalah
lalulintas tersebut jelas menimbulkan kerugian yang sangat besar pada pemakai jalan,
terutama dalam hal pemborosan bahan bakar, pemborosan waktu (tundaan), dan juga
rendahnya kenyamanan. Dapat dibayangkan berapa banyak uang yang terbuang percuma
karena kendaraan terperangkap dalam kemacetan dan berapa banyak uang yang dapat
disimpan jika kemacetan dapat dihilangkan (dari segi biaya bahan bakar dan nilai waktu
tundaan). Hal tersebut menyebabkan perlunya dipikirkan beberapa alternatif pemecahan
masalah transportasi, terutama kemacetan di daerah perkotaan. Untuk menanggulangi
kemacetan lalulintas ini, pemerintah daerah melakukan berbagai langkah, baik berupa
menyusun kebijakan, menyusun tindakan, maupun menggarap aspek hukum. Hasilnya berupa
pembangunan dan pengembangan prasarana, optimasi penggunaan ruang jalan, serta
penerapan peraturan dan hukum. Walaupun demikian, terlepas dari penilaian terhadap
efisiensi dan efektivitas kebijakan serta langkah yang diambil, tampaknya kondisi kemacetan
di wilayah perkotaan tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Ini bukan saja karena
memang kapasitas pelayanan yang kurang memadai, tapi juga karena pertumbuhan
permintaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penyediaan sarana dan
prasarana transportasi yang dibutuhkan. Faktor lain penyebab kemacetan di daerah perkotaan
adalah meningkatnya kecenderungan para pemakai jasa transportasi untuk menggunakan
kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum.

TINJAUAN TEORI

A. Transportasi.

Transportasi adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain yang terpisah secara
spasial dengan menggunakan alat pengangkutan atau tidak menggunakan alat angkut, baik
yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin.Konsep
transportasi didasarkan pada adanya perjalanan(trip) antara asal (origin) dan tujuan
(destination).
Perjalanan adalah pergerakan orang dan barang antara dua tempat kegiatan yang
terpisah untuk melakukan kegiatan perorangan atau kelompok dalam masyarakat. Perjalanan
dilakukan melalui suatu lintasan tertentu yang menghubungkan asal dan tujuan,
menggunakan alat angkut atau kendaraan dengan kecepatan tertentu. Jadi perjalanan adalah
proses perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain.
Unsur dasar transportasi:

1. Manusia, yang membutuhkan transportasi

2. Barang, yang diperlukan manusia

3. Kendaraan, sebagai sarana transportasi

4. Jalan, sebagai prasarana transportasi

5. Organisasi, sebagai pengelola transportasi

Alat Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat, transportasi laut dan transportasi
udara.

a. Transportasi darat adalah segala bentuk transportasi yang menggunakan jalan untuk
mengangkut penumpang atau barang.

Sarana dan prasarana jalan raya transportasi darat :


1.      Sarana Jalan Raya

1)      Sepeda motor adalah alat transportasi yang menggunakan mesin dengan 2 roda dan tidak
mempunyai atap.
2)      Mobil pengemudi adalah alat transportasi yang mempunyai 4 roda yang mampu memuat
penumpang maxsimal 8 orang dan mempunyai atap.

3)      Bus adalah kendaraan umum atu kendaraan khusus yang dapat memuat lebih dari 8 orang
dan mempunnyai atap

2.      Sarana Angkutan Kreta Api

Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik
berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang
bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari
lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau
gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut
berukuran relatif besar sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala
besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha
memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di
dalam kota, antarkota, maupun antar Negara.
3.      Prasarana Transportasi Darat :

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, bawah permukaan tanah dan/atau air,  serta
di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan rel.

Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Pasal 5 menerangkan bahwa peran jalan terbagi
menjadi tiga, yaitu:

1)      Sebagai bagian prasarana transportasi jalan mempunyai peran penting dalam bidang
ekonomi, sosial, budaya, lingkungan hidup, politik, hankam, serta dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat;

2)      Sebagai prasarana distribusi barang dan jasa jalan merupakan urat nadi kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara;

3)      Merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang menghubungkan dan mengikat seluruh
wilayah Republik Indonesia.

b. Transportasi Laut adalah segala alat transportasi yang menggunakan air sebagai jalan
kendaraan untuk mengangkut manusia atau barang.
Sarana dan prasarana transportasi laut :

1. Sarana Transportasi Laut

1)      Kapal adalah alat untuk penumpang barang dan manusia yang berada di laut yang ukurannya
lebih besar di bandingkal sampan atau perahu.

2)      Fery adalah kapal angkut barang dan manusia yang memiliki jarak yang lebih pendek,
biasanya antar pulau.

2. Prasarana Laut

Pelabuhan adalah fasilitas di uung samudra, sungai, atau danau untuk memindahkan barang
atau penunpang. Klasifikasi pelabuhan perikanan ada 3, yaitu: Pelabuhan Perikanan Pantai,
Pelabuhan Perikanan Nusantara, dan Pelabuhan Perikanan Samudera.

c. Transportasi Udara adalah alat transporteasi yang menggunakan udara sebagai jalan
kendaraan untuk mengangkut atau memindahkan manusia dan barang dari tempat
kesatu ke tempat yang lainnya

Sarana dan prasarana transportasi udara :

1. Sarana Transportasi Udara

1)      Pesawat terbang adalah kendaraan yang terbuat dari besi yang manpu terbang di angkasa
atau di atmosfir bumi.

2. Prasarana Transportasi udara

1)      Bandara adalah tempat dimana pesawat terbang lepas landas atau mendarat.

B. Transportasi Berkelanjutan

Transportasi berkelanjutan diartikan sebagai “upaya untuk memenuhi kebutuhan


mobilitas transportasi generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang
dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya”.

Sedangkan menurut Menurut Menurut The Centre of Sustainable Transportation


Canada(2002, 1) definisi sustainable transportation adalah Memberikan akses utama atau
dasar yang dibutuhkan oleh individu dan masyarakat agar keamanannya lebih terjaga dan
cara yang sesuai dengan manusia dan kesehatan ekosistem, dan dengan keadilan dalam dan
antar generasi. Dapat menghasilkan, mengoperasikan secara efisien. Memberikan pilihan
moda trasportasi dan mendukung pergerakan aspek ekonomi. Membatasi emisi, dan
pemborosan dalam kemampuan planet untuk menyerapnya, meminimalkan penggunaan
sumber daya yang tidak bisa diperbarui, membatasi penggunaan sumber daya alam yang
dapat diperbarui agar kualitasnya tetap terjaga. Menggunakan dan memperbarui bagian-
bagiannya, dan meminimalkan penggunaan lahan dan produksi yang menyebabkan
kegaduhan.

1.      Visi Misi Transportasi Berkelanjutan

Menurut the centre for sustainable Transportation (2002) visi dari sutainable transport
adalah:

1)        Focus an access: dalam sustainable transportation harus memperhatikan pengguna


trasnportasi, baik akses terhadap barang, jasa dan peluang sosial terutama pada
pengguna/masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.

2)        Non-motorized transportation: semakin banyaknya kendaraan bermotor membuat


masyarakat jenuh akan kepadatan jalan raya dan polusi yang dikeluarkan setiap harinya.
Sehingga berjalan, bersepeda, rollerblade dan moda transportasi non-motorized lainnya lebih
dipilih masyarakat karena lebih menyenangkan dan ramah lingkungan.

3)        Motorized transportation by current means: transportasi bermotor saat ini mirip dengan
transportasi pada tahun 2000 awal, namun kendaraan yang digunakan pada sustainable
transportation saat ini jauh lebih hemat dalam mengeluarkan energi. Selain itu, penggunaan
kendaraan tersebut juga harus didukung oleh tata letak dan desain tata ruang kota.

4)        Motorized transportation by potential means: beberapa akses transportasi saat ini
menggunakan teknologi yang berbeda. Bahan bakar yang digunakan menggunakan bahan
bakar terbarukan, seperti sumber daya hydrogen yang dihasilkan dari energy surya, sistem
transportasi jalan raya otomatis, layanan kereta api maglev.

5)        Movement of goods: Pergerakan barang menggunakan moda transportasi harus sesuai
dengan ukuran dan jarak pengiriman dan harus meminimalkan emisi yang dihasilkan.

6)        Less need for movement of people and goods: jarak tempuh kendaraan bermotor lebih
pendek misalnya dengan adanya compact city, sehingga akses ke setiap fungsi guna lahan
bisa dicapai dengan jarak yang lebih dekat.
7)        Little or no impact on the environment and on human health: emisi kendaraan lebih rendah
serta tidak adanya dampak global transportasi terhadap lingkungan sehingga masyarakat tidak
khawatir jika pengaruh transportasi akan mengganggu kesehatan mereka lagi.

8)        Methods of attaining and sustaining the vision: harus diadakannya kebijakan yang ketat akan
penerapan sustainable transportation.

9)        Non-urban areas: daerah pedesaan bisa memberi kontribusi positif terhadap transportasi
perkotaan.

10)    Date of attainment: adanya target waktu baik jangka panjang ataupun pendek.
Berdasarkan visi sustainable transportation yang harus dicapai, maka diperlukan adanya
upaya atau misi dalam pencapaian visi tersebut. Mengingat transportasi terdiri dari tiga pilar
penting, yaitu sosial, lingkungan dan ekonomi, maka upaya menuju sustainable transportation
harus meliputi ketiga pilar tersebut juga.

2. Prinsip Sistem Transportasi Berkelanjutan

A.R. Barter Tamim Raad dalam bukunya Taking Steps: A Community Action Guide to
People-Centred, Equitable and Sustainable Urban Transport menyebutkan, bahwa sistem
transportasi berkelanjutan harus memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Aksesibilitas untuk semua orang
Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menjamin adanya akses bagi seluruh
lapisan masyarakat, termasuk para penyandang cacat, kanak-kanak dan lansia, untuk
mendapatkan –paling tidak— kebutuhan dasarnya seperti kesehatan, pendidikan, dan
pekerjaan
2) Kesetaraan sosial
Sistem transportasi selayaknya tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat tingkat atas, yaitu
dengan mengutamakan pembangunan jalan raya dan jalan tol semata. Penyediaan sarana
angkutan umum yang terjangkau dan memiliki jaringan yang baik merupakan bentuk
pemenuhan kesetaraan sosial, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan
transportasi yang diberikan.
3) Keberlanjutan lingkungan
Sistem transportasi harus seminimal mungkin memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan. Oleh karena itu, sistem transportasi yang berkelanjutan harus
mempertimbangkan jenis bahan bakar yang digunakan selain efisiensi dan kinerja dari
kendaraan itu sendiri. Kombinasi dan integrasi dengan moda angkutan tak bermotor,
termasuk berjalan kaki, dan moda angkutan umum (masal) merupakan upaya untuk
mempertahankan keberlanjutan lingkungan dengan meminimalkan dampak lingkungan.
4) Kesehatan dan keselamatan
Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menekan dampak terhadap kesehatan dan
keselamatan. Secara umum, sekitar 70% pencemaran udara dihasilkan oleh kegiatan
transportasi dan ini secara langsung, maupun tidak langsung, memberikan dampak terhadap
kesehatan terutama terhadap sistem pernafasan. Di sisi lain, kecelakaan di jalan raya
mengakibatkan kematian sekitar 500 ribu orang per tahun dan mengakibatkan cedera berat
bagi lebih dari 50 juta lainnya. Jika hal ini tidak ditanggulangi, dengan semakin
meningkatnya aktivitas transportasi dan lalu lintas akan semakin bertambah pula korban yang
jatuh.
5) Partisipasi masyarakat dan transparansi
Sistem transportasi disediakan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat. Oleh karena
itu, masyarakat harus diberikan porsi yang cukup untuk ikut menentukan moda transportasi
yang digunakan serta terlibat dalam proses pengadaannya. Bukan hanya masyarakat yang
telah memiliki fasilitas seperti motor atau mobil yang dilibatkan, melainkan juga mereka
yang tidak memiliki fasilitas namun tetap memerlukan mobilitas dalam kesehariannya.
Partisipasi ini perlu terus diperkuat agar suara mereka dapat diperhitungkan dalam proses
perencanaan, implementasi dan pengelolaan sistem transportasi kota. Transparansi
merupakan satu hal penting yang tidak boleh ditinggalkan. Keterbukaan dan ketersediaan
informasi selama proses merupakan penjamin terlaksananya sistem yang baik dan memihak
pada masyarakat.
6) Biaya rendah dan ekonomis
Sistem transportasi yang berkelanjutan tidak terfokus pada akses bagi kendaraan bermotor
semata melainkan terfokus pada seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, sistem
transportasi yang baik adalah yang berbiaya rendah (ekonomis) dan terjangkau. Dengan
memperhatikan faktor ini, bukan berarti seluruh pelayanan memiliki kualitas yang sama
persis. Beberapa kelas pelayanan dapat diberikan dengan mempertimbangkan biaya operasi
dan keterjangkauannya bagi kelas masyarakat yang dituju. Bukan biaya rendah yang menjadi
kunci semata melainkan ekonomis dan keterjangkauannya.
7) Informasi
Msyarakat harus terlibat secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan serta pengelolaan
sistem transportasi. Untuk itu, masyarakat harus memahami latar belakang pemilihan sistem
transportasi serta kebijakannya. Ini juga merupakan bagian untuk menjamin proses
transparansi dalam perencanaan, implementasi dan pengelolaan transportasi kota.
8) Advokasi
Advokasi merupakan komponen penting untuk memastikan terlaksananya sistem transportasi
yang tidak lagi memihak pada pengguna kendaraan bermotor pribadi semata melainkan
memihak pada kepentingan orang banyak. Di banyak kota besar, seperti Tokyo, London,
Toronto dan Perth, advokasi masyarakat mengenai sistem transportasi berkelanjutan telah
mampu mengubah sistem transportasi kota sejak tahap perencanaan. Advokasi dapat
dilakukan oleh berbagai pihak dan dalam berbagai bentuk. Penguatan bagi pengguna
angkutan umum misalnya, akan sangat membantu dalam mengelola sistem transportasi
umum yang aman dan nyaman.
9) Peningkatan kapasitas
Pembuat kebijakan dalam sektor transportasi perlu mendapatkan peningkatan kapasitas untuk
dapat memahami paradigma baru dalam pengadaan sistem transportasi yang lebih bersahabat,
memihak pada kepentingan masyarakat dan tidak lagi tergantung pada pemanfaatan
kendaraan bermotor pribadi semata.
10)  Jejaring kerja
Jejaring kerja dari berbagai stakeholder sangat diperlukan terutama sebagai ajang bertukar
informasi dan pengalaman untuk dapat menerapkan sistem transportasi kota yang
berkelanjutan.

3.      Isu – isu penting dalam Transportasi Berkelanjutan


Beberapa isu penting yang menjadi dasar dalam menciptakan transportasi berkelanjutan,
yaitu:
1)   Aksesibilitas bukan mobilitas
Bahwa yang perlu disediakan adalah bagaimana menciptakan aksesibilitas khususnya
terhadap aksesibilitas terhadap penggunaan angkutan umum, bukan terhadap pengguna
angkutan pribadi. Dengan demikian akan mendorong pengguna kendaraan pribadi untuk
menggunakan angkutan umum dengan langkah-langkah membatasi akses terhadap parkir
kendaraan pribadi.
2)   Transportasi orang bukan kendaraan pribadi
Salah satu prinsip penting yang perlu didorong adalah bagaimana kebijakan harus diarahkan
untuk menciptakan keberpihakan terhadap pelayanan angkutan orang yang menggunakan
angkutan umum dan kebijakan yang tidak mendukung penggunaan kendaraan pribadi dan
menyulitkan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi.
3)   Manfaatkan lahan untuk kepentingan umum
Lahan perkotaan sebaiknya digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat bukan
untuk jalan bagi kendaraan pribadi, ataupun untuk tempat parkir, tetapi lebih banyak
digunakan untuk tempat berjalan kaki, membangun kawasan pejalan kaki, bersepeda ataupun
tempat bermain untuk anak-anak yang lebih ramah terhadap lingkungan serta bisa
menurunkan angka kecelakaan secara nyata.
4)   Hentikan subsidi untuk kendaraan pribadi
Subsidi untuk kendaraan pribadi sangatlah besar, khususnya subsidi yang diberikan
pemerintah untuk bahan bakar, untuk pembangunan infrastruktur jalan, membangun tempat
parkir maupun prasarana lain untuk mendukung penggunaan kendaraan pribadi yang tidak
efisien. Subsidi ini sebaiknya malah dialokasikan untuk membangun angkutan umum dan
mendukung operasional angkutan umum yang lebih efisien dalam penggunaan ruang,
penggunaan bahan bakar dan sumber daya lainnya.

4.      Upaya Mewujudkan Transportasi Berkelanjutan


Bentuk-bentuk yang terkait dengan upaya pencegahan atau pengurangan jumlah
perjalanan yang tidak perlu dapat berupa :

1)      Pengembangan kawasan terpadu yang masuk kategori compact city seperti kawasan super-
block, kawasan mix-used zone, maupun transit-oriented development.

2)      Melakukan manajemen kebutuhan transport (TDM- Transport Demand Management).

Transport Demand Management (TDM) dilakukan melalui penerapan kebijakan dan


strategi transportasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mendistribusikan
beban transportasi yang ada ke dalam moda transport, lokasi dan waktu berbeda. Upaya ini
dianggap merupakan penanganan transportasi yang relatif murah untuk meningkatkan tingkat
pelayanan jaringan transportasi. Dengan demikian penerapan TDM juga diharapkan dapat
menghasilkan kondisi lingkungan yang lebih baik, meningkatkan kesehatan publik, yang
pada akhirnya dapat mendorong kesejahteraan masyarakat dan tingkat kelayakan huni suatu
kota.

Beberapa bentuk penerapan TDM yang mungkin dilakukan adalah:


1)      Mendorong peningkatan okupansi kendaraan melalui kebijakan ride-sharing, three-in-one,
car-pooling dan lain-lain.

2)      Menyediakan sarana angkutan umum yang cepat, murah dan nyaman yang dapat
menjangkau seluruh bagian kota.

3)      Menyediakan fasilitas untuk mendorong penggunaan sarana angkutan tak bermotor seperti
jalur sepeda, jalur pejalan kaki yang dapat mengurangi ketergantungan kepada kendaraan
bermotor.

4)      Menerapkan jam kerja yang lebih fleksibel atau penggeseran waktu kerja (staggering work
hours) dan pemisahan waktu kerja dan sekolah untuk mengurangi beban lalulintas pada jam
puncak.

5)      Membatasi penggunaan kendaraan pribadi melalui penerapan pembatasan plat nomor
kendaraan yang dapat dioperasikan pada kawasan atau waktu tertentu.

6)      Menerapkan congestion pricing, pengenaan tarif parkir yang tinggi pada kawasan-kawasan
CBD untuk memberikan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi.

5.      Jenis Sarana Transportasi Berkelanjutan

Bentuk-bentuk moda angkutan yang ramah lingkungan antara lain:

1)      Pedestrian.

Penyediaan sarana dan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Jarak optimum yang
dapat dijangkau dengan berjalan kaki umumnya adalah sekitar 400-500 meter.

2)      Sepeda.

Sekarang dikembangkan kelompok-kelompok masyarakat yang mengusung ide penggunaan


sepeda sebagai alternatif alat transportasi yang ramah lingkungan seperti gerakan Bike-to-
Work (B2W). Sepeda dapat digunakan dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam dan daya
jelajah sekitar 1-5 kilometer.

3)      Sepeda Listrik.

Alternatif lain dari sepeda manual adalah sepeda yang digerakkan dengan tenaga listrik
baterai yang dapat diisi ulang. Di samping lebih hemat biaya, sepeda ini juga tidak
menimbulkan kebisingan dalam penggunaannya dibandingkan sepeda motor. Kecepatan
berkendaraan maksimum jenis sepeda ini adalah sekitar 40-60 km/jam dengan daya jelajah
hingga 60 km.

4)      Kendaraan Hybrid.

Adalah kendaraan yang dikembangkan dari bahan yang ultra-ringan tapi sangat kuat seperti
komposit. Sumber tenaga kendaraan jenis ini umumnya merupakan campuran antara bahan
bakar minyak dan listrik yang dibangkitkan dari putaran mesin kendaraan melalui teknologi
rechargeable energy storage system (RESS). Kendaraan jenis ini diklaim sebagai memiliki
tingkat polusi dan penggunaan bahan bakar yang rendah.

5)      Kendaraan berbahan bakar alternatif.

Beberapa teknologi bahan bakar alternatif seperti biodiesel, ethanol, hydrogen atau kendaraan
dengan teknologi yang dapat menggunakan 2 jenis bahan bakar secara bergantian (flexible
fuel vehicle).

6)      Kendaraan hypercar.

Kendaraan jenis ini memiliki fitur konstruksi yang sangat ringan, desain yang aerodinamis,
penggerak berbahan bakar hybrid dan beban aksesoris yang minimal.

TELAAH
            Masalah transportasi merupakan masalah yang sangat sulit untuk untuk dipecahkan
solusinya. Seperti masalah kemacetan dan masalah polusi udara, hal ini merupakan masalah
yang sangat sulit dicari solusinya. Hal ini tidak hanya menimpa kota besar seperti Jakarta
saja, tapi semua kota yang ada di Indonesia. Bahkan kota di Negara – Negara lain atau
didunia juga mempermasalahkan masalah ini. Kesulitannya adalah untuk bagaimana
mengurangi kemacetan dan menekan kadar polusi udara dari kendaraan bermotor. Dalam
perencanaan sisstem transportasi harus pula diprioritaskan untuk menekan dampak negatif
bagi lingkungan dengan melihat semua aspek yang ada di dalam system transportasi, mulai
dari perencanaan system transportasi, model transportasi, sarana, pola aliran lalu lintas, jenis
mesin kendaraan dan bahan bakar yang digunakan berdasarkan prinsip hemat energy dan
berwawasan lingkungan. Pada umumnya pemecahan masalah kemacetan dan polusi udara
hanya hanya diterapkan lebih banyak memecahkan masalah sekarang dan berjangka pendek,
tanpa integrasi yang sesuai dengan perencanaan kotanya. Dalam mencapai system
transportasi yang ramah lingkungandan hemat energy, persyaratan spesifikasi dasar prasarana
jalan yang digunakan sangat menentukan. Permukaan jalan halus, misalnya akan mengurangi
emisi pencemaran debu akibat gesekan ban dengan jalan. Pepohonan ditepi jalan sebagai
tabir akustik atau tunggul tanah dan jalur hijau sepanjang jalan raya akan mereduksi tingkat
kebisingan lingkungan pemukiman yang ada di sekitar dan sepanjang jalan, dan juga akan
mengurangi emisi pencemaran udara keluar batas jalan raya.
Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan kehidupan, sistem
pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kondisi sosial demografis wilayah memiliki
pengaruh terhadap kinerja transportasi di wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan
memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan
masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya jumlah
penduduk yang tinggi karena tingkat kelahiran maupun urbanisasi. Realitas transportasi
publik dari kota-kota besar di Indonesia sudah menunjukkan kerumitan persoalan transportasi
publik. Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variabel pertambahan jumlah penduduk
yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang bertambah melebihi kapasitas jalan,
dan perilaku masyarakat yang masih mengabaikan peraturan berlalu lintas di jalan raya.
Kegagalan sistem transportasi mengganggu perkembangan suatu wilayah atau kota,
mempengaruhi efisiensi ekonomi perkotaan, bahkan kerugian lainnya. Isu-isu
ketidaksepadanan misalnya, dapat berakibat pada masalah sosial, kemiskinan ( urban/rural
poverty) dan kecemburuan sosial. Dampak dari kegagalan sistem transportasi antara lain
pembangunan jalan yang menyingkirkan masyarakat akibat pembebasan lahan, perambahan
ruang-ruang jalan oleh pedagang kaki lima, penggunaan ruang jalan untuk parkir secara
ilegal, dan makin terpinggirkannya angkutan-angkutan tradisional seperti becak dan
semacamnya yang berpotensi menciptakan kemiskinan kota. Kemiskinan telah menjerat
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akibat dari sistem transportasi yang tidak
mampu melindungi mereka. Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang
berpengaruh pada pola pengembangan perkotaan. Pengembangan transportasi dan tata guna
lahan memainkan peranan penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Pengembangan
infrastruktur dalam sektor transportasi pada akhirnya menimbulkan biaya tinggi. Keterlibatan
masyarakat dalam pembenahan atau restrukturisasi sektor transportasi menjadi hal yang
mendesak.
Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak  dapat dipisahkan dari sebuah
perencanaan wilayah dan kota. Perencanaan kota tanpa mempertimbangkan keadaan dan pola
transportasi yang akan terjadi sebagai akibat dari perencanaan itu sendiri, nantinya akan
menimbulkan keruwetan lalu lintas di kemudian hari, yang dapat berakibat dengan
meningkatnya kemacetan lalu lintas, dan akhirnya meningkatnya pencemaran udara.
Beberapa upaya dalam rangka penerapan rekayasa dan pengelolaan lalu lintas, antara
lain perbaikan sistem lampu lalu lintas dan jaringan jalan, kebijaksanaan perparkiran, serta
pelayanan angkutan umum.
Rencana tata guna lahan dalam perencanaan wilayah dan kota dipengaruhi oleh rencana pola
jaringan jalan, yang akan merupakan pengatur lalu lintas. Jadi ada kaitan antara perencanaan
kota dengan perencanaan transportasi. Perencanaan kota mempersiapkan kota untuk
menghadapi perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai persoalan, agar kota menjadi
suatu tempat kehidupan yang layak. Perencanaan transportasi mempunyai sasaran
mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan orang maupun barang bergerak
dengan aman, murah, cepat, dan nyaman. Jelas, bahwa perencanaan sistem transportasi akan
berdampak terhadap penataan ruang perkotaan, terutama terhadap prasarana perkotaan.
Untuk menghindari dampak yang bersifat negatif, perlu diterapkan sistem perencanaan yang
memadai serta sistem koordinasi interaktif dengan melibatkan berbagai instansi yang
terkait.dengan meningkatnya kemacetan lalu lintas,dan akhirnya meningkatnya pencemaran
udara.
Jenis kendaraan yang digunakan sebagai alat transportasi merupakan bagian di dalam
system transportsi yang akan memberikan dampak bagi lingkungan fisik dan biologi akibat
emisi pencemaran udara dan kebisingan. Keduanya jenis pencemaran ini sangat ditentukan
oleh jenis dan kinerja mesin penggerak yang digunakan. Karena itu redesain produksi
kendaraan bermotor wajib dilakukan. Pemerintah melalui kewenangannya harus harus
mendesak produksi kendaraan bermotor untuk menggunakan mesin yang ramah lingkungan,
yang memenihi standart emisitidak bising dan menngunakan bahan bakar yang bebas timbale.
            Transportasi tidak pernah lepas dari aspek pendukung lain, seperti ekonomi, teknik,
hukum dan social budaya. Pergerakan transportasi tentu berkaitan dengan perpindahan
barang dan jasa dari satu tempat ke tempat yang lain.perdagangan tidak akan pernah ada
tanpa transportasi. Misalnya dari perdagangan, muncul antar manusia yang berkaitan dengan
social budaya, kemudian juga hubungan interaksi antar manusia dalam transportasi ini diatur
dalah hukum transportasi.
            Permasalahan transportasi sekarang adalah macet, banyaknya kemacetan di jalan,
pungutan liar, dan lain sebagainya. Jika kita lihat lebih dalam penyebab semua ini adalah
ETIKA. Bukan hanya etika dalam transportasi saja melainkan ke seluruh aspek kehidupan.
Dalam hal ini kita sudah tahu bagaimana etika bangsa Indonesia sekarang. Degradasi moral
besar – besaranmelanda Indonesia dan kita tidak tau bagaimana mengubahnya. Seperti
merapikan benang yang kusut kita sulit mencari ujung benangnya.
            System jaringan transportasi di Indonesia saat ini jauh dari baik. Padahal pergerakan
penumpang dalam dan antar wilayah , pergerakan ekonomi, jaringan distribusi dan system
logistic barang dan jasa sangat bergantung pada system jaringan transportasi.
            Transportasi merupakan komponen utama dalam sistim hidup dan kehidupan, sistin
pemerintahan, dan sistim kemasyarakatan. Kondisi social demografis wilayah memiliki
pengaruh terhadap kinerja transportasi di wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan
memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan
masyarakat. Di perkotaan, kecendrungan yang terjadi adalah meningkatnya jumlah penduduk
yang tinggi karena tingkat kelahiran maupun urbanisasi. Tingkat urbanisasi berimplikasi pada
semakin padatnya penduduk yang secara langsung maupun tidak langsung mengurangi daya
saingdari transportasi wilayah (Susantoro dan Parikesit, 2004:14). Hal tersebut menjadikan
salah satu factor penyebab kerumitan system transportasi perkotaan.
            Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variable pertambahan jumlah pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah melebihi
kapasitas jalan, dan prilaku masyarakat yang masih mengabaikan peraturan berlalu lintas di
jalan raya. Kegagalan system transportasi mengganggu perkembangan suatu wilayah atau
kota, mempengaruhi efisiensi ekonomi perkotaan, bahkan kerugian lainnya. Isu – isu yang
tidak sepadanan atau kesenjangan misalnya, dapat berakibat pada masalah social, kemiskinan
(urban/rural proverty) dan kecemburuan social. Dampak dari kegagalan sistem transportasi
antara lain pembangunan jalan yang menyingkirkan masyarakat akibat pembebasan lahan,
perambahan ruang – ruang jalan pedagang kaki lima, penggunaan ruas jalan untuk parker
secara illegal, dan makin terpinggirkannya angkutan – angkutan tradisional seperti becak dan
semacamnya yang berpotensi menciptakan kemiskinan kota. Kemiskinan telah menjerat
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akibat dari system transportasi yang mampu
melindungi mereka.
            Selain itu kerumutan dalam transportasi public bukan hanya permasalahan
pemerintah, oprator saja, malainkan juga masyarakat. Fenomena yang muncul akhir – akhir
ini mengedepankan wajah transportasi publik yang kurang memberikan kenyamanan,
keamanan dan keterjangkauan dan masih mengesankan biyaya social dan ekonomi tinggi. Hal
ini berakibat pada peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilitas.
            Manfaat terbesar bagi pengendara dan bukan pengendara dari peningkatan perbaikan
transportasi publik akan sangat membantu mengurangi kemacetan jalan, polusi udara, serta
konsumsi minyak dan energy. Kota merupakan sebuah ciptaan yang bertujuan untuk
memaksimalkan pertukaran (barang – barang, jasa, hubungan persahabatan, pengetahuan dan
gagasan), serta meminimalisasi perjalanan. Peran transportasi adalah untuk memaksimalkan
kegiatan pertukaran.
            Kajian tentang transportasi bisa dilakukan dari berbagai perspektif, yaitu dari lingkup
pelayanan spasialnya yang menjadikan dasar bagi birokrasi dalam membagi kewenangan
pengaturan penyelenggaraan transportasi. Transportasi dipilih menjadi transportasi privat dan
public. Transportasi public dapat diartikan sebagai angkutan umum, baik orang maupun
barang, dan pergerakan dilakukan dengan moda tertentu dengan cara membayar.
Fenomena transportasi publik terkait dengan logika modernisasi dan kapitalisme.
Fenomena mencuatnya persoalan trans-portasi publik di kota - kota besar di Indonesia saat ini
tidak dapat diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku masyarakat dengan
adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimaknai sebagai suatu
perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda trans-portasi oleh masyarakat. Bagi
pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal berarti ada perubahan itu
menyangkut pola mobilitas penduduk, pola perilaku bertransportasi. Bagi pemerintah
penyelenggaraan transportasi public berarti adanya pemerintah membuat kebijakan untuk
pengadaan transportasi itu mulai dari yang bersifat teknis, social hingga politis, seperti
pengadaan lahan, penataan ruang, modal, dan sebagainya. Ini pada interaksi pemerintah
dengan kekuatan capital. Untuk membangun system transportasi publik  berkelanjutan perlu
adanya revitalisasi dalam semua aspek yang berkaitan dengan transportasi publik. Pemerintah
kota berperan penting dalam membuat perencanaan dan implementasi kebijakan transportasi
publik.
Berbagai kebijakan yang mempenga-ruhi masalah transportasi harus di-harmonisasikan,
sehingga keduanya dapat berjalan seiring, misalnya, program untuk mendorong penggunaan
transit massa dan mengurangi perjalanan dengan mobil berpenumpang satu (single-occupant
car travel).
Hal penting lainnya adalah meningkatkan integrasi transportasi dan perencanaan
pemanfaatan lahan. Peningkatan dalam elemen tunggal dan terpisah dari sistem transit atau
rencana transportasi, jarang memiliki pengaruh yang kuat. Sedangkan pendekatan sistematis
dapat memunculkan energi untuk memperkuat sistem transportasi dan memperbaikinya.
Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh pada pola
pengembangan perkotaan. Pengembangan transportasi dan tata guna lahan memainkan
peranan penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Pengembangan infrastruktur
dalam sektor transportasi pada akhirnya menimbulkan biaya tinggi. Keterlibatan masyarakat
dalam pembenahan atau restrukturisasi sektor transportasi menjadi hal yang mendesak.
a.       Guna mewujudkan perencanaan transportasi yang merupakan satu kesatuan dalam lingkup
nasional maupun regional, pemerintah pusat, dalam hal ini departemen perhubungan, telah
membuat konsep perencanaan transportasi yang disebut dengan tatanan transportasi
( departemen Perhubungan, 2005). Tatanan transportasi merupakan suatu perwujudan dari
tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari semua jaringan dan
moda transportasi. Keberadaan tatanan transportasi ini dilatarbelakangi oleh adanya otonomi
daerah. Secara lingkup daerah, tatanan transsportasi dapat diwujudkan dalam lingkup berikut
ini. Dalam ruang lingkup Nasional , disebut Tatanan Transportasi Nasional (Tatranas), yang
bertujuan membentuk suatu system pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisiendan
berfungsi melayaniperpindahan orang dan atau barang antar simpul atau kota Nasional (SKN)
dan dari simpul atau kota nasional ke luar negri atau sebaliknya.
b.      Dalam ruang lingkup provinssi, disebutkan Tatanan Transportasi Wilayah (Tatrawil), yang
bertujuan membentuk suatu system pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien dan
berfungsi melayani perpindahan orangdan atau barangantar simpul kota wilayah (SKW, dan
dari simpuk atau kota wilayah ke simpul atau kota nasional atau sebaliknya.
c.       Dalam ruang lingkup Kabupaten atau Kota, disebut Tatanan Transportase Lokal (Tatrakol),
yang bertujuan membentuk sesuatu system pelayanan jasa transportasi yang efektif dan
efisiaen dan berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antar simpul atau kota
local (SKL), dan dari simpul local ke simpul wilayah dan simpul nasional terdekat atau
sebaliknya, dan dalam kota.
Dalam pelaksanaannya, ketiga Tataran Transportasi tersebut diharapkan dapat
dikembangkan secara terpadu dengan memperjelas dan mengharmoniskan peran masing-
masing instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang terlibat di bidang
pengaturan, administrasi dan penegakan hukum, berdasarkan asas dekonsentrasi dan
desentralisasi, menentukan bentuk koordinasi dan konsultasi termasuk mekanisme hubungan
kerja antar instansi pemerintah baik di pusat, daerah, penyelenggara dan pemakai jasa
transportasi, serta meningkatkan keterpaduan perencanaan antara pemerintah, pemerintah
Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam berbagai aspek.
Upaya merevisi Undang-undang (UU) Transportasi ditargetkan selesai pada tahun 2009.
UU transportasi yang saat ini dibahas untuk direvisi adalah UU No 13 tahun 1992 tentang
Kereta Api, UU No 15 tahun 1992 tetang Transportasi Udara, UU No 21 tahun 1992 tentang
Transportasi Laut dan UU No 14 tahun 1994 tentang Trans-portasi Darat. Revisi UU
transportasi ini dianggap penting karena menyangkut pelayanan publik. Sebab hal ini
menyangkut transportasi antara moda transportasi. Pola pengambilan kebijakan transportasi
yang terlalu menganakemaskan jalan darat, justru dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk
menguatkan lobi - lobi ekonomi guna mencapai keuntungan.
Kebijakan Transportasi Publik tidak hanya pemerintah yang menghadapi masalah dalam
mengelola transportasi publik, tetapi juga operator/pengusaha menghadapi masalah yang
mencakup hal - hal berikut:
(1) keuntungan yang rendah karena pembatasan tarif dan biaya-biaya yang meningkat,
(2) tidak ada kepastian kelaikan usaha,
(3) efisiensi yang rendah disebabkan penundaan lama di terminal,
(4) operator sebagai penyewa bus, bukan operator bus,
(5) operasi dibatasi oleh sistem perizinan, beberapa operator pada satu trayek, dan berbagai
pungutan liar,
(6) keuntungan yang menurun karena peningkatan kemacetan,
(7) hampir tidak ada ruang untuk prakarsa trayek-trayek baru atau jenis-jenis pelayanan baru,
(8) operator sebagai penyewa bus, bukan operator bus, dan
(9) keuntungan yang menurun karena peningkatan kemacetan.
Aksesibilitas Masyarakat
Pelayanan angkutan publik buruk bisa dilihat dari:
(1) tingkat pelayanan rendah (yang meliputi waktu tunggu tinggi, lamanya waktu perjalanan,
ketidaknyamanan dan keamanan didalam angkutan umum);
(2) tingkat aksesibilitas rendah (bisa dilihat dari masih banyaknya bagian dari kawasan perkotaan
yang belum dilayanan oleh angkutan umum, dan rasio antara panjang jalan di perkotaan rata-
rata masih dibawah 70%, bahkan dibawah 15% terutama di kota metropolitan, kota sedang,
menengah dan
(3) biaya tinggi. Biaya tinggi ini akibat rendahnya aksesibilitas dan kurang baiknya jaringan
pelayanan angkutan umum yang mengakibatkan masyara-kat harus melakukan beberapa kali
pindah angkutan dari titik asal sampai tujuan, belum adanya keterpaduan sistem tiket, dan
kurangnya keterpautan moda.
Kondisi system transportasi di perkotaan pada saat ini sebagian besar pemakaian
angkutan umum masih mengalami beberapa aspek negative system angkutan jalan raya
yaitu :
1)      Tidak adanya jadwal yang tepat,
2)      Pola rute yang memaksa terjadinya transfer,
3)      Kelebihan penumpang ketika jam sibuk,
4)      Cara mengemudikan kendaraan yang sembarangan dan membahayakan keselamatan,
5)      Kondisi internal dan eksternal yang buruk.
Terdapat berbagai masalah lain yang menunjukkan bahwa system angkutan umum
perkotaan belum menyediakan kondisi yang sangat memuaskan. Di antaranya  adalah kondisi
angkutan umum perkotaan yang tergambarkan dalam bentuk pola pengoprasian trayek pada
jaringan jalan yang tidak di kategorikan menurut jenis kendaraannya dan pola oprasinya.
Secara keseluruhan trayek angkutan umum membentuk angkutan umum perkotaan yang
mempunyai pola pola pelayanan yang sesuai dengan jaringan jalan yang ada.
Secara umum permasalahan transportasi di perkotaan di pengaruhi oleh beberapa kondisi
sebagai berikut :
1)                  Sarana dan prasarana lalu lintas masih terbatas,
2)                  Menejemen lalulintas belum berfungsi secara optimal,
3)      Pelayanan angkutan umum belum memadai, seperti kurang seimbangnya jumlah angkutan
umum dengan jumlah pejalanan orang yang harus dilayani,
4)      Kedisiplinan pemakaian jalan masih rendah.
Masalah transportasi perkotaan yang lain adalah masalah parkir. Masalah ini tidak hanya
terbatas di kota-kota besar saja. Tidak ada fasilitas parkir di dekat pasar-pasar. Beberapa
supermarket hanya mempunyai tempat parkir yang begitu sempit, yang hanya dapat
menampung beberapa kendaraan roda empat saja. Beberapa gedung pertunjukan/gedung
bioskop bahkan tidak mempunyai fasilitas parkir untuk kendaraan roda empat.

Kondisi angkutan darat di kota Surabaya juga memerlukan penanganan secara


komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Surabaya sebagai kota yang sedang
giat tumbuh dan berkembang maka bisa dipastikan bahwa ke depannya kota Surabaya
dipenuhi oleh kendara an bermotor (mobil dan sepeda motor) sebagai moda angkutan yang
dipilih masyarakat karena sifatnya yang cepat, efisien, dan dapat melambang-kan status
dirinya sebagai seorang yang sukses dalam menjalani kehidupan yang menjalankan nilai-nilai
modernitas. Ketika pelayanan bus merosot, orang akan berusaha mendapatkan kendaraan
pribadi baik itu mobil maupun motor. Dengan meningkatnya perjalanan pribadi maka
kemacetan semakin meningkat dan perjalanan menjadi lambat atau kecepatan menjadi
berkurang. Dengan merosotnya kecepatan bus, produktivitas akan merosot dan biaya menjadi
lebih besar. Karena biaya naik maka ongkos bus juga harus naik atau pelayanan disubsidi
atau dicabut harus disubsidi atau dicabut. Naiknya ongkos angkutan atau dicabutnya
pelayanan akan mengantar pada penurunan yang akan mengantar pada minat naik bus yang
akan mengantar pada lebih banyaknya perjalanan dengan kendaraan pribadi dan kemacetan
yang lebih parah. Fasilitas yang ada dalam angkutan publik, bus kota, angkot
(mikrolet/bemo) masih belum memberikan kenyamanan bagi penggunanya.
Keterpaduan antar moda juga akan meningkatkan penggunaan angkutan umum. Dengan
keterpaduan tersebut, akan memudahkan perjalanan, walaupun harus berganti moda sampai
beberapa kali. Berdasarkan jenis/moda kendaraan, sistem jaringan transportasi dapat dibagi
atas transportasi darat, laut dan udara. Transportasi darat terdiri dari transportasi jalan,
penyeberangan dan kereta api. Kesemua moda tersebut harus merupakan satu kesatuan.
Keterpaduan antar moda dapat berupa keterpaduan fisik, yaitu titik simpul pertemuan antar
moda terletak dalam satu bangunan, misalnya bandara, terminal bus dan stasiun kereta api
merupakan satu bangunan atau terletak berdekatan atau keterpaduan sistem, yaitu titik simpul
dari masing-masing moda tidak perlu pada satu bangunan, tetapi ada suatu sitem jaringan
transportasi yang menghubungkan titik simpul antar moda, sehingga merupakan satu
kesatuan yang utuh. Keterpaduan secara sistem juga menyangkut jadual keberangkatan,
pelayanan pembelian karcis serta pengelolaannya.
Yogyakarta yang mempunyai daya tarik wisata yang cukup tinggi akan menyebabkan
banyaknya pengunjung di pusat-pusat wisata dan pusat kota (Malioboro) yang
menguntungkan dari segi perekonomian, tetapi perlu difasilitasi dengan sarana prasarana
yang memadai, termasuk sistem transportasi yang handal. Di sisi lain, Yogyakarta akan tetap
dibanjiri oleh penduduk pendatang karena daya tariknya sebagai kota pendidikan. Resultan
dari semua itu adalah bahwa kota menjadi tempat dengan pergerakan orang dan kendaraan
makin menjadi sulit dan mahal. Biaya sosial akan menjadi bagian yang dominan dari biaya
perjalanan perkotaan (urban travel disutility), padahal “externalities” dan “intangibles” yang
lainnya tidak pernah diperhitungkan di dalam proses perencanaan dan manajemen
transportasi kota. Ketidakberdayaan kota bukan lagi “economic assets” akan tetapi justru
menjadi “economic liability”. Dipandang dari sisi rasio jalan dengan lahan kota, memang
masih perlu membangun jaringan jalan baru, termasuk jembatan layang, namun membangun
jaringan jalan kota termasuk jalan bebas hambatan di tengah-tengah kota bukan saja sangat
mahal karena langka dan mahalnya lahan, namun juga tidak akan menghilangkan kemacetan
masif oleh karena adanya cadangan lalulintas kendaraan yang terbangkitkan (reservoir of
traffic) yang selalu siap menunggu dan mengisi setiap jengkal kapasitas ruang jalan yang
diberikan oleh fasilitas baru tersebut dan dalam waktu singkat membuat kemacetan baru.
Perencanaan dan kebijakan transportasi kota oleh karenanya harus berubah, yakni dari
pendekatan membangun sistem prasarana (supply side) menjadi pendekatan manajemen dan
efisiensi sistem (demand side). Paradigma baru ini berpegang kepada prinsip manajemen
sistem transportasi (MST) dan bertujuan mencari keseimbangan antara sistem angkutan
umum yang mewakili pergerakan manusia di kota dengan sistem jalan raya yang mewakili
pergerakan kendaraan pribadi. Artinya, selain sistem jaringan jalan kota yang memadai bagi
pergerakan angkutan pribadi, kota yang efisien juga harus mampu menyediakan sistem
angkutan massal yang secara efisien dan handal mampu melakukan angkutan orang dalam
jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat.
Kesemuanya ini memang memerlukan suatu kebijakan yang dapat mendukung
perkembangan angkutan umum perkotaan. Akan tetapi, dampak social dari kebijakan tersebut
perlu di perhitungkan. Sosialisasinya kepada masyarakat perlu dilakukan secara terus –
menerus. Aspirasi dari setiap unsur masyarakat perlu di dengar. Dampak negatif dari rencana
kebijakan harus diminimalkan, bahkan kalu dapat tanpa menimbulkan dampak negatif.
Kebijakan angkutan umum harus mengakomodir aspirasi dari oprator - oprator angkutan
umum yang ada. Meraka harus dilibatkan secara aktif dalam pengambilan keputusan. Suatu
alternatif perbaikan bus perkotaan yang saat ini dalam proses pelaksanaan di Yogyakarta
adalah dengan merubah menejemen pelayanan bus perkotaan menjadi sistem buy the service
(Munawar, 2006). Sistem ini akan merombak secara total sistem yang ada saat ini, yaitu
sistem setoran. Pengelolaan angkutan umum dilakukan secara bersama – sama antara
pemerintah dan oprator yang ada. Semua pihak yang terkait dengan angkutan
umumperkotaan di ikutsertakan dalam sistem yang baru tersebut, mulai dari koprasi –
koprasi, operator, crew dan juga meraka yang terlibat secara informalpada bisnis angkutan
umum perkotaan ini. Tidak ada penambahan jumlah bus perkotaan. Oprator bus yang lama
memberikan kesempatan untuk mengganti menjadi bus yang baru. Biyaya penggantian bua
akan di subsidi oleh pemerintah. Selain dengan menyediakan bus dengan kualitas yang baik,
juga termasuk penyediaan halte – halte di tempat henti yang sudah di tentukan. Bus – bus
dirancang khusus, denagn lantai dasar bus agak tinggi, sehingga penumpang dapat turun di
halte saja. Pembelian karcis dilakukan di halte, sehingga sopir tidak memegang uang lagi.
Sopir, satpam (untuk menjaga keamanan dalam bus dan halte) serta penjual karcis digaji tetap
(minggu atau bulanan). Penjualan karcis dilakuakn dengan mesin tiket, sehingga
dimungkinkan menggunakan tiket harian, minguan dan bulanan bahkan pada jangka panjang
dimungkinkan menjadi menjadi smart  card, misalnya kartu ATM sekaligus kartu mahasiswa
dan tiket bus. Crew bus perkotaan di ambil dari crew bus perkotaan yang lama, termasuk
mereka yang ikut serta dalam bisnis angkutan umum perkotaan ini secara formal. Standart
pelayanan dan judual perjalanan di tentukan secara tepat oleh badan pengelola, yang terdiri
dari pemerintah provinsi, pemerintah kota, organisasi dan koperasi angkutan ya ng ada pada
saat ini.
Pengelolaan dilakukan secara bersama-sama, dengan suatu perjanjian bersama antara
pihak-pihak yang mengelola. Jika ada kerugian, maka Pemerintah Provinsi akan menanggung
kerugian tersebut dalam bentuk subsidi. Sosialisasi sudah dilakukan kepada para crew
angkutan umum perkotaan dan disambut dengan sangat antusias. Sistem ini juga sudah
disosialisasikan kepada juru parkir dan pedagang kaki lima. Mereka tidak menolak sistem
tersebut, karena memang tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan mereka.
Dari masalah masalah diatas sepeda motor merupakan salah satu moda transportasi yang
paling tinggi menunjang masalah kemacetan dan polusi di transportasi darat. Saat ini speda
motor merupakan raja jalanan di semua kota di Indonesia. Salah satu kota yang memiliki
banyak moda transportasi speda motor adalah kota Jakarta. Kota Jakarta sebagai kota
metropolitan dimana kehidupan social dan ekonomi masyarakat sangat dinamis. Berdasarkan
data yang ada, 75 persen dari total kendaraan bermotor yang ada. Saat ini Indonesia tercatat
sebagai pangsa pasar sepeda motor ketiga setelah cina dan india. Rata-rata pertambahan
sepeda motor di cina per tahunnya sekitar 12 juta unit, di india sebesar 6,5 juta unit,
sementara Indonesia sebesar 5 juta unit.

Pertumbuhan yang sangat pesat ini tentu menimbulkan banyak permasalahan, ketertiban
kelancaran dan keselamatan lalu lintas, populasi yang tumbuh cepat dan berjalan beriringan
dengan kondisi sosisal ekonomi masyarakat seperti sekarang ini rawan menimbulalkan
potensi tindak pidana dengan obyek speda motor. Jumlah kendaraan yang semakin hari terus
bertambah, sementara pembangunan infrastruktur berupa jalan dan fasilitasnya, serta
pengembangan jaringan jalan tidak bisa mengimbanginya.

Pertumbuhan sepeda motor di kota- kota besar dikarenakan oleh berbagai hal, antara lain :

1)      Buruknya angkutan umum yang tidak memberikan keamanan, kenyamanan,dan ketepatan
waktu bagi penumpang. Hal ini mendorong penumpang untuk memilih moda alternative yang
sesuai dengan kekuatan ekonominya dan bisa menjadi pengganti kebutuhan transportasinya
juga tidak menggunakan angkutan umum.

2)      Speda motor merupan moda transportasi yang sangat cepat sehingga cocok untuk melakukan
mobilitas bagi masyarakat.
3)      Mekanisme jual beli sepeda motor yang sangat mudah, sehingga masyarakat dapat memiliki
kendaraan transportasi berupa speda motor hanya dengan membayar uang muka Rp. 500.000
saja. Hal ini merupakan salah satu factor utama yang mendukung pengguna speda motor yang
sangat membludak seperti sekarang.

4)      Regulasi speda motor yang sangat longgar, sehingga bagi produsen pun tidak ada
pembatasan untuk memproduksi dan menjual. Kapasitas produksi pabrik sepeda motor
hingga saat ini hanya 3,5 juta per unit per tahun.

Studi Kasus Bogota dan Curitiba

Solusi untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara adalah dengan mengurangi
kendaraan bermotor dan menggencarkan penggunaan kendaraan umum dengan menyediakan
sarana angkutan umum yang dapat memberikan jaminan kenyamanan dan ketepatan waktu,
sehingga para pengguna kendaraan pribadi mau beralih menggunakan angkutan umum
tersebut. Pembangunan sarana angkutan umum masal merupakan salah satu solusi untuk
mengatasi kemacetan lalu lintas yang semakin parah. Salah satu jenis angkutan massal adalah
angkutan dengan bis yang disebut Bus Rapid Transit (BRT). Berbeda dengan angkutan yang
menggunakan jalur rel (rail transit) tersendiri, maka angkutan dengan bus kota beroperasi
pada suatu jalur terbagi dalam suatu sistem yang terbuka dan bebas. Dalam kondisi semacam
ini, bus-bus menghadapi kelambatan yang disebabkan oleh interaksi dengan kendaraan-
kendaraan lain dan adanya lampu lalu lintas pada persimpangan. Kedua faktor ini sangat
berpengaruh pada operasi perjalanan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
dampak negatif pada perjalanan bis, antara lain dengan menggunakan lajur tersendiri untuk
bus (busway). Cara ini cukup efektif dalam mengatasi kemacetan lalu lintas, tetapi biayanya
mahal, dan untuk kota-kota tertentu dengan ruang yang terbatas untuk jalan, cara ini tidak
memungkinkan untuk dilakukan.
Keuntungan dari cara ini adalah waktu tempuh yang lebih singkat bagi kendaraan angkutan
bis pada busway, serta kapasitas angkut yang relatif lebih besar daripada kendaraan-
kendaraan pribadi atau kendaraan komersial yang lain (misalnya taksi). Hal ini belajar dari
daerah bagota, ibukota kolombia. Bagota merupakan kota yang sekarang sudah terbebas dari
kemacetan kota dan berhasil menciptajan tatanan sistem transportasi yang berkemanusiaan.
Sistem dan formulasi kebijakan yang sudah berhasil diterapkan di Bogota (membuat jalur
khusus bus). Di Bogota, Columbia sistem busway memakai bis-bis gandeng (articulated
bus), dengan kapasitas lebih besar daripada bis tunggal. Jalur khusus bis seharusnya hanya
dipisah dengan marka jalan, bukan dengan pemisah (separator) dari blok-blok beton.
Pemisahan memakai separator mempunyai beberapa kelemahan, antara lain berkurangnya
lajur bagi kendaraan non bis, yang mengakibatkan timbulnya kepadatan (bahkan kemacetan)
lalu lintas pada lajur di luar busway. Di samping itu, dengan adanya lajur khusus bagi bis
yang lebarnya hanya muat untuk satu badan bis, akan menimbulkan kesulitan apabila terjadi
bis mogok (akibat kerusakan mesin, ban pecah, dan lain-lain). Hal ini dapat menimbulkan
kelambatan / kacaunya jadwal (schedule) angkutan bis kota. Lajur khusus bis (busway) ini
hanya dikenakan pada jalur-jalur tertentu saja, sehingga tidak semua jalur jalan mengalami
perubahan pola lalu lintas. Cara ini memerlukan pengaturan lalu lintas yang cukup rumit,
terutama di persimpangan / perempatan jalan, di samping biaya investasi dan pengoperasian
yang sangat besar. Pengaruh busway terhadap pengurangan volume lalu lintas hanya terbatas
pada jalurjalur jalan yang menggunakan busway, sedangkan pada jalur-jalur yang lain praktis
tidak mengalami perubahan yang berarti.
Kota berpenduduk sekitar tujuh juta jiwa itu dianggap berhasil mengubah diri dari
sebuah kota yang terkenal macet, kumuh dan carut – marut menjadi kota yang layak hini
dengan lalu lintas serba apik.
            Tahun 1995, Bogota memiliki kondisi yang nyaris sama dengan Jakarta, yakni
semrawut, penuh dengan pedagang asongan dan gelandangan. Namun sejak tahun 1998
pemerintah Bogota memiliki inisiatif untuk membenahi menjadi kota layak huni seperti saat
ini. Bogota awal bulan ini dalam tempo yang relatif cepat, tiga tahun, Bogota sudah
membangun jalan khusus bersepeda terpanjang di Amerika Latin sepanjang 250 kilometer
serta jalur khusus pejalan kaki mencapai 20 kilometer.
            Mereka menerapkan sistem busway dengan membangun sistem transportasi massal
bernama Trans Milenio sepanjang 40 kilometer dan tengan menyelesaikan tahap kedua dari
rencana besar jaringan transportasi massal sepanjang 132 kilometer. Infrastruktur trans
Milenio ini terdiri dari koridor eksklusif, sistem angkutan yang membawa penumpang dari
rumah ke stasiun atau halte alias freeder sistem, stasiun atau halte dan fasilitas pelengkap
lainnya.
            Investasi yang dilakukan sekitar US $5 juta per kilometer. Sistem ini mulai dijalankan
pada Desember 200 dan mampu melayani 550.00 perjalanan perlima hari kerja dalam 35,5
kilometer jalur khusus, 56 stasiun, 351 bus gandeng dan 110 feeder bus.
            Setelah sembilan bulan pengoprasian sistem ini, Bogota mampu mengurangi
kecelakaan yang menyebabkan kematian hingga 50 persen, polusi udara berkurang sebanyak
40 persen serta 32 persen penurunan waktu perjalanan. Selain itu, pemerintah Bogota juga
telah memperluas taman kotanya hingga lebih dari 3500 buah demi kota layak huni.
Singkatnya, Bogota yang dicap sebagai kota dengan sistem transportsi apik itu akan berusaha
ditiru oleh pemerintah daerah (Pemda) Jakarta.
Selain Tobago, Di Curitiba, sistem busway dan tata guna lahan terintegrasi secara
komprehensif dan menjadi dua elemen perkotaan yang saling menguatkan. Perencanaan
transportasi terpadu dengan perencanaan penggunaan lahan, menyerukan budaya, sosial, dan
transformasi ekonomi kota. Hal ini mendorong pertumbuhan komersial di sepanjang arteri
transportasi dan keluar dari pusat kota.
Busway yang ada du Curitiba memiliki daya angkut hingga  270 penumpang dengan
340 rute dan 1902 bus telah berhasil mengurangi ketergantungan masyarakat di Curitiba pada
kendaraan pribadi. Penduduk hanya mengeluarkan 10% dari pendapatan tahunan mereka
untuk transportasi. Berdasarkan hasil survei pada tahun 1991, telah terjadi penurunan sekitar
27 juta perjalanan mobil per tahun dan penghematan 27 juta liter bahan bakar per tahun.
Sebelumnya, 28% dari penumpang bus adalah para pengendara mobil. Curitiba kini menjadi
salah satu kota dengan tingkat polusi terendah di dunia karena konsumsi energi yang rendah
karena mampu menurunkan konsumsi BBM perkapita penduduk rata-rata hingga 30% lebih
rendah dibandingkan dengan 8 kota lainnya di Brasil (Fox, 2008).
Curitiba adalah pemimpin dunia dalam perencanaan kota yang efisien dalam energi.
Kota ini berhasil mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan polusi udara. Terintegrasinya
perencanaan kota dengan lingkungan selain dibuktikan dari transportasinya juga berkaitan
dengan kontribusi terhadap perbaikan kualitas hidup, yakni antara lain:
1.      Curitiba memiliki tingkat daur ulang tertinggi di dunia (Hare, 2009);
2.      Curitiba memiliki pusat kota terbesar dengan daerah perbelanjaan pejalan kaki di Dunia;
3.      Masuk ke dalam 10 kota terbaik di dunia untuk bersepeda (Sangkilawang, 2010);
4.      Curitiba telah membangun banyak taman indah untuk pengendalian banjir daripada kanal
beton.(Hare, 2009);
5.      Menggunakan domba sebagai pemotong rumput karena secara ekonomi dan lingkungan lebih
murah dari mesin pemotong rumput (Hare, 2009);
6.      Pendapatan rata-rata per orang adalah 66% lebih besar daripada rata-rata Brasil (Hare,2009).

Terdapat perbedaan antara sistem transportasi di indonesia dengan di Curitiba.


Sebagai contoh perbandingan pertama adalah transportasi publikdi Bandung. Kota Bandung
memiliki area seluas 167 km2 , yaitu hanya 39 persen dari luas Curitiba dengan jumlah
penduduk 2,5 juta jiwa ini, yaitu 78 % lebih kecil dari Curitiba. Bandung telah
mengoprasikan angkutan kota yang berdaya angkut 10-15 orang sebagai transport publik
utama. Sekarang ini jumlah angkot telah mencapai lebih dari 5.500 unit, yautu 5 kali lipat
lebih banyak dengan jumlah bus di Curitiba dengan panjang trayek total 437 km. dengan
kapasitas tiap unitnya yang kecil,maka efisiensi energinyajauh dari optimal karena
memerlukan jumlah unit yang banyaksehingga juga menambah volume polusi udara,
diperparah pula dengan kondisi yang tidak nyaman. Angkutan kota dengan jumlah yang
banyak itu berebut jalan dengan kendaraan pribadi, ditambah dengan tidak adanya kejelasan
dimana angkutan berhenti dan menaikkan penumpang sehingga menimbulkan kemacetan.
            Contoh perbandingan kedua adalah Bus trans Jakarta. Memiliki kapasitas angkut yang
jauh lebih kecil yakni hanya 85 penumpang (30 duduk dan 55 berdiri). Keterbatasan kapasitas
angkut ini menyebabkan tidak terangkutnya calon penumpang yang menunggu di halte
sehingga pada halte pada jam – jam sibuk pagi dan sore hari terjadi penumpukan calon
penumpang akibat waktu menunggu yang terlalu lama. Hal ini diperparah dengan kurangnya
jumlah armada yang beroprasi di masing – masing koridor sehingga interval kedatangan antar
bus sangat lama. Selain memiliki keterbatasan kapasitas angkut, Trans jakarta juga
kekurangan armada, sehingga terjadi ketimpangan kebutuhan antara armada angkut dan
kebutuhan pengangkutan.
            Laju khusus bus (busway0 Trans Jakarta berada di tengah jalan, dengan 1 lajur per
arah dan lebih minimum 3,6 meter (susilo, 2008). Antara bus Trans jakarta tidak dapat saling
mandahului karena lajur yang dimiliki hanya 1 lajur. Kondisi permukaan jalan pada lajur
busway secara umum masih dalam kondisi baik. Peruntukan lajur untuk bus 9busway0 Trans
Jakarta berbeda dengan
Kondisi Jakarta
Jakarta pada tahun 2000 berpenduduk sekitar 7,7 juta jiwa dengan jumlah kendaraan
umum 17.00buah dan panjang jalan 11.000 kilometer saat ini ada sekitar 22.000 angkutan
umum yang 50 persennya adalah mikrolet. Trayek baik bus besar, bus sedang dan mikrolet
saling tumpang tindih satu sama lain(Yayasan Lembaga konsumen)
Proyek busway diperkenalkan pertama kali di Jakarta pada Januari 2004, dengan
selesai dibangunnya route (koridor) satu dan akan berlanjut sampai koridor lima belas tahun
tahun 2010. Walaupun dihadapkan kepada beberapa masalah, busway telah memberikan
dampak yang cukup positif, tidak saja dari sisi perhubungan tetapi juga dari sisi yang lain.
Dampak tersebut antara lain memudahkan akses dari daerah pinggir ke pusat kota,
mempersingkat waktu tempuh, meningkatkan keamanan transportasi, memperbaiki
kedisiplinan menggunakan jalan, dan mempromosikan kebiasaan berjalan kaki. Selain itu
busway yang diminati hampir semua kalangan, secara bertahap telah mengubah pola
transportasi dan kehidupan masyarakat, seperti munculnya pola park-ride and kiss-ride, dan
memacu perkembangan di daerah di sepanjang koridor dan, serta mulai terjadinya
penyebaran pusat-pusat kegiatan masyarakat terutama kegiatan bisnis.
Akan tetapi pengoperasian busway ini masih belum memberikan keuntungan secara
finansial. Walaupun telah mengalami break event point dalam pengoperasian koridor satu,
tetapi pengoporasian koridor dua dan koridor yang lain membutuhkan biaya yang sangat
besar. Biaya operasional untuk koridor dua dan selanjutnya melebihi 2 dolar amerika / km,
harga ini lebih mahal dari rata-rata harga internasional di beberapa negara sebesar 1 dolar
Amerika / km.
Kompensasinya adalah tarif busway menjadi lebih mahal dan subsidi yang harus
ditanggung pemerintah menjadi lebih banyak. Kelemahan finansial ini juga diperberat oleh
jumlah pengguna busway yang masih belum optimal untuk mampu mendukung
pengoperasian sistem ini secara berkelanjutan.
Salah satu kebijakan untuk dapat mengatasi hal ini adalah land consolidation, di mana
jumlah penduduk di sepanjang koridor harus lebih dipadatkan. Hal ini dapat dilakukan
dengan mendirikan apartemen berlantai banyak dan didukung oleh sarana-sarana pendukung
seperti pusat perbelanjaan, bank, kantor pos, rumah sakit dan daerah hijau. Sehingga
mengundang minat orang-orang tinggal di sekitar koridor. Dengan jumlah pengguna yang
lebih padat, biaya yang dikeluarkan setiap pengguna akan menjadi lebih murah.
Secara langsung ataupun tidak, dengan pengembangan busway ini memberikan
dampak yang cukup positif dalam menstimulasi pemerataan kegiatan perekonomian di
wilayah Jakarta dan sekitarnya, pengembangan kota menjadi lebih human friendly, lebih
ramah lingkungan dan lebih kompak.
Perkembangan penduduk dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor secara
langsung memberikan dampak yang buruk terhadap kondisi transportasi di wilayah DKI.
Kepadatan lalu-lintas dan kemacetan sudah menjadi masalah yang harus dihadapi setiap
harinya. Meskipun pemerintah telah berusaha membangun ruas jalan baru, dan ruas tol dalam
kota, akan tetapi kebijakan ini tidak mampu mengatasi berbagai masalah kemacetan karena
laju kenaikan jumlah kendaraan jauh lebih besar dibandingkan laju pertambahan ruas jalan.
Pemerintah yang didukung oleh berbagai bantuan luar negeri telah melakukan
berbagai studi dalam mengatasi masalah transportasi ini semenjak 1974. Akan tetapi sebagian
besar dari studi tersebut, terutama pada tahun-tahun awal tidak menghasilkan implementasi
yang baik dan tidak sanggup memecahkan masalah yang ada. Namun, beberapa proyek
pengembangan sistem transportasi beberapa tahun terakhir telah memberikan beberapa
pencapaian dan diharapkan berbagai kebijakan dapat mendukung terciptanya sistem
transportasi yang sustainable di wilayah DKI Jakarta.
Diantara kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan untuk menciptakan system
transportasi yang berkelanjutan antara lain adanya RTRW Jakarta yang mengatur tata ruang
wilayah DKI yang meliputi pengaturan tata ruang untuk sentra bisnis, sentra pemukiman,
wilayah industri dan wilayah hijau, yang secara langsung membentuk pola kebijakan
transportasi. Kebijakan lain adalah Pola Transportasi Makro. Dalam pola transportasi makro
ini, tercakup empat sarana transportasi yang terintergrasi yaitu busway, monorail, Mass Rapid
Transit (MRT- kereta listrik) dan angkutan sungai. Pola transportasi makro ini juga
mencakup pembangunan jaringan jalan dan jalur transportasi ke wilayah penyangga
Untuk BRT (Busway), pengembanguan dilakukan dengan membangun jaringan yang
terbagi atas 15 route (koridor) sampai tahun 2010. Sedangkan untuk monorail, akan
dikembangkan 2 jalur yang akan diselesaikan tahun 2020. Kelemahan yang dimiliki monorail
adalah kecepatan tempuh yang lebih rendah dibanding MRT, tetapi relatif cukup mudah
dalam pengembangannya melihat kondisi kota saat ini. Selanjutnya pembangunan MRT
dilakukan dengan pengembangan jaringan kereta api yang sudah ada, yang menghubungkan
seluruh wilayah Jakarta dan wilayah menyangga. Disamping itu, angkutan sungai juga
dikembangkan dengan pemanfaatan beberapa sungai di wilyah DKI yang semuanya
terhubung dengan baik.
Masalah lain yang berkaitan dengan transportasi yang perlu ditangani segera adalah
urban air quality. Sekitar 79% penyebab polusi udara saat ini berasal dari sektor transportasi.
Dalam penanganannya, tidak terdapat kooordinasi yang baik antara departemen yang terkait.
Untuk mengatasi hal perlu ditindaklanjuti dengan koordinasi dan kebijakan yang lebih
terpadu di lintas sektoral.
Selain itu kereta api juga merupakan salah satu solusi yang memungkinkan untuk
mengurangi kemacetan di Indonesia. Namun demikian, untuk membangun dan
mengembangkan sistem kereta api dan transportasi darat yang baik diperlukan cara pandang
baru yaitu siklus transportasi berkelanjutan. Hal ini tentunya bukan hanya akan
mempertimbangkan sisi transportasi saja namun juga sisi sosial, ekonomi dan lingkungan.
Sinergi dari beberapa sisi inilah yang akan menghasilkan inovasi di bidang kereta api dan
transportasi.
Menurut Ibrahim aji solusi untuk menumbuhkan etika transportasi di Indonesia antara
lain:
1.      Peningkatan Pengawasan
Hukum bersifat memaksa dan berunsur perintah dan larangan. Selama pemerintah tidak tegas
maka hukum tidak akan bisa tegak. Pihak yang berwenang wajib mengawasi dengan ketat
pergerakan transportasi. Hal ini serius jika ingin berubah.
2.      Sosialisasi UU Transportasi
Masyarakat mungkin tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu tentang UU ini. Pdahal UU
sangat penting diketahui masyarakat. Seperti UU no. 22 tentang LLAJ diperlukan sosialisasi
agar masyarakat mengetahui dan menjalankan apa isi ketentuan di dalamnya.
3.      Peningkatan (perbaikan) Moral
Hal ini lebih bersifat indifidu, meski begitu hal ini yang lebih berpengarih terhadap
perubahan. Peran serta tokoh masyarakat, sekolah dan perguruan tinggi dalam mengajarkan
dan membimbing sangat di butuhkan.

Solusi di Negara – Negara yang mungkin dapat di terapkan di negara Indonesia agar masalah
Transportasi dapat di slesaikan :
  Trem di Jerman
Trem atau lengkapnya Trem Kota termasuk termasuk kategori Light Rail Train (LRT)
yang memiliki rel khusus di dalam kota. Jam keberangkatannya biyasanya berselang waktu 5
– 10 menit. Rangkaian trem umumnya satu set (dua kereta) karena harus menyesuaikan
dengan keadaan lingkungan jalan kota yang tidak boleh terlalu panjang. Namun bisa saja dua
set atau 4 kereta (HRT- Heavy Rail Transit). Disebut light rail karena memakai kerata ringan
sekitar 20 ton seperti bus, tidak seberat kereta apai yang 40 ton. Letak rel terbaur dengan lalu
lintas kota, atau terpisah seperti busway, bahkan bisa pula yang (elevated0 atau subway,
hanya untuk sebagian lintasan saja.
Beberapa keunggulan LRT adalah dapat dibuat oleh pabrik karoseri bus, dapat berbaur
dengan lalu lintas kota, dapat berbelok dengan radius kecil atau tajam (sekitar 15 meter
sehingga dapat menyelusuri bangunan tua pusat kota, sedangkan HRT minimum dengan
radius 150 meter), mampu mengangkut 80.000 penumpang per jam, bandingkan dengan HRT
140.000 penumpang perjam, monorel 40.000 penumpang perjam, sedangkan busway hanya
25.000 penumpang per jam.
  LRT di Spanyol
Kereta api ringan dikenal juga sebagai Light Rail Train (LRT) banyak digunakan di
berbagai negara eropa dan telah telah mengalami modernisasi, antara lain dengan otomatisasi,
sehingga dapat di oprasikan tanpa masinis, bisa beroprasi di lintasan khusus, penggunaan
lantai yang rendah (sekitar 30cm) yang disebut low floor ltr untuk mempermudah naik turun
penumpang.
Kereta api ringan dapat dibagi menjadi dua jenis. Pertama, kereta apai ringan di jalan atau
disebut juga LRT I, beroprasi di jalan bersama dengan lalu lintas kendaraan, tipe ini
membutuhkan percepatan dan perlambatan mendekati performansi kendaraan bermotor.
Kapasitas sekitar 10.000 smpai 30.000 penumpang/ jam kecepatan perjalanan sekitar 15
sampai 20 km/jam. Kedua, kereta api ringan di jalur eksklusif atau disebut juga LRT II
beroprasi di lintasan eksklusif, sehingga mempunyai keunggulan daya angkut yang lebih
besar antara 25.000 sampai 40.000 penumpang /jam, kecepatan sekitar 25 sampai 35 km/jam
  MRT di Singapura
Transportasi Cepat Massal (mass Rapid Transit, disingkat MRT) adalah sistem angkutan
cepat berbentuk rel. sistem transportasi umum ini sangat populer di singapura selain jaringan
bus dan merupakan sistem tertua ke dua di asia tenggara setelah manila. MRT pertam kali
dibuka pada tahun 1987 dengan jalur antara yio chu kang dan toa payoh. Stasiun –stasiunnya
berada si bawah tanah maupunpermukaan tanah. Penumpangnya mencapai 1.564 juta setiap
harinya pada tahun 2007/2008, di bandingkan dengan 2.969 juta yang menggunakan bus.
  Subway di Jepang
Subway  dikenal sebagai kerata bawah tanah. Namun, saat ini MRT ataupun LRT sudah
digabung penggunaannya. Karena ada LRT/MRT yang berada di bawah tanah, ada juga yang
memiliki jalur khusus di atas tanah.
  Monorel di Malaysia
Mono rail adalah sebual metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal,
berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel. Akibatnya kereta lebih lebar
dari pada relnya. Biyasanya rel tersebut dari beton dan roda kretanya terbuat dari karet
sehingga tidak sebising kereta konvensional.
Sampai saat ini terdapat dua jenis monorail, yaitu tipe straddle-beam kereta berjalan di
atas rel dan tipe suspended dimana kereta bergantung dan berada di bawah rel. kelebihan
monorail adalah membutuhkan ruang yang kecil baik ruang vertikal atau horizontal. Lebar
yang diperlukan adalah selebar kereta dan karean di buat di atas jalan, hanya membutuhkan
ruang untuk tiap penyangga, tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di
beton, bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepatdibanding kereta biasa, lebih aman
karena memegang rel, resiko terguling jauh lebih kecil, resiko menabrak pejalan kakipun
sangat minim, lebuh murah untuk di bandingkan dan dirawat dibanding kereta bawah tanah.
Kekurangan, di banding dengan kereta bawah tanah, monorelmerasa lebih memakan
tempat, dalam keadaan darurat penumpang tidak dapat langsung d evakuasi karena tidak ada
jalan keluar kecuali di stasiun.
Solusi yang dapat saya berikan adalah :
1.      Memberikan kenyamanan bagi para pejalan kaki. Dengan memberikan trotoar yang nyaman
dan aman.
2.      Meningkatkan transportasi umum baik kenyamanan, keamanan dan jumlah moda transportsi
umum agar ketika terjadi lonjakn penumpang tidak ada yang merasakan kepenatan di dalam
kendaraan umum. Dan agar dapat lebih memilih angkutan umum di banding angkutan
pribadi.
3.      Menggunakan sistem yang tegas bagi pengendara mobil pribadi, agar menggunakan mobil
pribadi dengan jumlah orng minimal 3 orang. Apabila melanggar maka akan mendapat sangsi
yang tegas.
4.      Mengurangi jumlah npengendara sepeda motor dengan cara membatasi kepemilikan sepeda
motor.
Kesimpulan :
Masalah transportasi di Indonesia merupakan masalah yang sangat sulit di selesaikan.
Masalah itu termasuk masalah kemacetandan masalah polusi udara. Aspek yang ada di dalam
sistem transportasi, mulai dari perencanaan sistem transportasi, model transportasi, sarana,
pola aliran lalu linlas, jenis mesin kendaraan dan bahan bakar yang digunakan berdasarkan
prinsip hemat energi dan berwawasan lingkungan juga harus diprioritaskan bagi masalah
transportasi. Masalah ini memiliki sebuah solusi yaitu memprioritaskan angkutan umum, tapi
angkutan umum di Indonesia masih memiliki dampak negatis seperti kurangnya kenyamanan,
keamanan, dan ketertiban, dan juga kurangnya jumlah moda transportasi umum. Hal ini
membuat masyarakat menjadi kurang nyaman menggunakan angkutan umum. Seharusnya
pemerintah menambah jumlah moda angkutan umum dan memberikan kenyamanan dalam
masalah angkutan umum. Seperti contoh adanya busway di jakarta. Amgkutan umum ini
merupakan angkutan yang nyaman. Selain itu solusi yang diberikan untuk masalah
kemacetan adalah mengurangi jumlah sepeda motor yang sekarang ini termasuk kendaraan
yang paling banyak di Negara Indonesia dan juga termasuk salah satu kendaraan yang
membuat kemacetan dan polusi.

Anda mungkin juga menyukai