Nisa PHB
Nisa PHB
Direksi perseroan terdiri dari satu orang anggota direksi atau lebih. Lebih
lanjut, perseroan yang kegiatan usahannya berkaitan dengan menghimpun dan
mengelola dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan surat utang kepada
masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang
anggota direksi.
Dalam hal direksi terdiri dari dua anggota direksi atau lebih, pembagian
tugas dan wewenang pengurusan diantara anggota direksi ditetapkan berdasarkan
keputusan RUPS. Dalam hal RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan
wewenang anggota direksi ditetapkan berdasarkan keputusan direksi. Direksi
sebagai dewan perseroan yang melakukan pengurusan perseroan memahami
dengan jelas kebutuhan pengurusan perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS
tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota direksi, sudah
sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh direksi sendiri.
Syarat Direksi
Yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah perseorangan yang cakap
melakukan perbuatan hokum, kecuali dalam waktu lima tahun sebelum
pengangkatannya pernah (1) dinyatakan pailit,(2)menjadi anggota direksi atau
dewan komisaris yang di nyatakan bersalah menyebabkan suatu perseorangan
dinyatakan pailit atau (3) dihukum karena melakukan tindakan pidana yang
merugikan keuangan Negara atau yang berkaitan dengan sector keuangan.
Kewenangan Direksi
Kewenangan direksi untuk mewakili Perseroan bersifat tidak terbatas dan tidak
bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam UUPT, anggaran dasar atau keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”). Dalam hal anggota direksi terdiri
lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap
anggota direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Maksud dari
pengecualian ini adalah agar anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan
dapat diwakili oleh anggota direksi tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 98
UUPT.
Jika terjadi kondisi seperti demikian, maka Perseroan dapat diwakili oleh:
Tanggung jawab direksi yang terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih
berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi. Pengecualian
terhadap tanggung jawab secara renteng oleh anggota direksi terjadi apabila dapat
membuktikan:
Tugas Direksi
1. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah
rapat direksi;
2. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan;
3. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan.
Anggota direksi juga wajib melaporkan kepada PT mengenai saham yang dimiliki
anggota direksi dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk
dicatat dalam daftar khusus. Anggota direksi yang tidak melaksanakan kewajiban
ini dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi
atas kerugian Perseroan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 101 UUPT.
Lebih lanjut, menurut Pasal 102 UUPT diatur tugas direksi sehubungan dengan
pengurusan kekayaan Perseroan dimana direksi berkewajiban untuk memperoleh
persetujuan RUPS untuk:
Apakah ada perbedaan antara pemegang saham dengan rapat umum pemegang
saham? Pemegang saham adalah subjek hukum yang merupakan pemilik dari
setiap lembar saham yang dikeluarkan oleh perseroan. Sedangkan RUPS mewakili
kehendak dari pemegang saham secara keseluruhan, baik akibat putusan dengan
musyawarah maupun putusan sebagai akibat dari hasil pemungutan suara yang
secara sah.
Belum tentu keinginan pemegang saham akan disetujui oleh RUPS. Oleh
karena itu, UUPT menyediakan banyak opsi bagi pemegang saham yang tidak
puas dengan tindakan salah satu organ perseroan, seperti RUPS, direksi, maupun
dewan komisaris, misalnya melakukan gugatan ke pengadilan negeri. Opsi ini
membuktikan bahwa sesungguhnya pemegang saham bukanlah RUPS. Dengan
demikian, direksi juga tidak wajib memenuhi keinginan pemegang saham.
Secara singkat kasus di atas dapat diceritakan bahwa pemegang saham ingin
mengganti seluruh anggota direksi PT Semen Padang, karenanya mereka
menginginkan diadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB).
Sementara direksi menolak untuk mengadakan RUPS-LB. Pemegang saham, yang
memegang 99,99 % saham perseroan lalu mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Negeri Padang berdasarkan Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang No. 1
tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas lama.
Apabila kita membaca pasal-pasal aquo, kita akan mendapatkan kesan bahwa
UUPT mewajibkan direksi untuk melakukan pemanggilan RUPS luar biasa.
Karena pasal demi pasal menjelaskan urutan bagaimana RUPS luar biasa dapat
dilaksanakan, dimulai dari permintaan penyelenggaraan RUPS dari pihak atau
pihak-pihak yang mewakili satu per sepuluh dari seluruh saham dengan hak suara
atau atas permintaan Dewan Komisaris (Pasal 79 ayat (2) UUPT) yang diajukan
dengan surat tercatat beserta alasannya (ayat (4) UUPT), dan bahwa direksi wajib
melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas)
hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
Apabila semua pemegang saham menyetujui dan mengambil suara bulat untuk
sesuatu hal, tidak diperlukan lagi mekanisme RUPS luar biasa, yaitu melalui
mekanisme circular letter (Pasal 91 UUPT). Syaratnya, seluruh pemegang saham
yang memiliki hak suara harus menyetujui isi dari circular letter tersebut.
Meskipun ada seorang pemegang saham yang memiliki saham 99,99 %, dia tetap
membutuhkan RUPS luar biasa. Ini tentu untuk melindungi hak dari pemegang
saham minoritas, dan sekali lagi membuktikan bahwa keinginan pemegang saham
belum tentu mewakili kepentingan perseroan, karena direksi harus menilai sendiri.
Keputusan direksi untuk tidak mengadakan RUPS luar biasa tersebut tidak
akan dipersengketakan. Sebelum memutuskan untuk menolak atau mengabulkan
permintaan pemohon, Ketua Pengadilan Negeri akan memanggil dan mendengar
keterangan dari direksi. Namun Ketua Pengadilan bukan untuk menyatakan
apakah keputusan direksi salah atau tidak, melainkan sekedar mendapatkan
keterangan pemohon dan direksi. Sebagai hakim, Ketua Pengadilan menggunakan
penalaran untuk menetapkan apakah RUPS luar biasa memang diperlukan demi
melindungi kepentingan perseroan.
Fakta lain yang mendukung bahwa melakukan pemanggilan RUPS luar biasa
bukanlah bagian dari kewajiban direksi terhadap perseroan adalah bahwa UUPT
mengatur mekanisme supaya pemegang saham dapat melakukan sendiri
pemanggilan RUPS luar biasa tersebut dilakukan dengan cara permohonan bukan
gugatan. Dalam masalah penolakan direksi berdasarkan diskresi untuk memanggil
RUPS luar biasa sama sekali tidak dipersengketakan, karena dalam permohonan,
tidak ada para pihak. Dalam hal ini Direksi bukanlah pihak dalam sidang
Pengadilan Negeri.
1. Laporan keuangan, paling sedikit memuat neraca akhir tahun buku yang
lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi
dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, laporan perubahan
ekuisitas dan catatan atas laporan keuangan tersebut.
2. Laporan mengenai kegiatan perseroan.
3. Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
4. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
kegiatan usaha perseroan.
5. Laporan mengenai tugas pegawasan yang telah dilaksanakan dewan
komisaris selama tahun buku yang baru lampau.
6. Nama anggota direksi dan anggota dewan komisaris.
7. Gaji dan tinjauan bagi anggota direksi dan gaji atau honorarium dan
tunjangan anggota dewan komisaris perseroan untuk tahun yang baru lampau.
Berdasarkan Pasal 66 ayat (4) UUPT, terhadap perseroan yang wajib diaudit,
maka neraca keuangan dan laporan laba rugi yang telah diaudit tersebut harus
disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
menandatangani laporan tahunan, maka yang bersangkutan harus menyebutkan
alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat
tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan. Namun, apabila terdapat
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani
laporan tahunan dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan
dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.