Anda di halaman 1dari 13

Pengertian  Direksi

Berdasarkan Pasal 1 angka (5) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007


tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) menyebutkan bahwa pengertian Direksi
dalam Perseroan Terbatas (“Perseroan”) adalah organ Perseroan yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan,
baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar. Dalam
pasal 92 ayat (1) Undang-Undang perseroan terbatas, ditegaskan bahwa direksi
menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan. Ketentuan ini menugaskan direksi untuk mengurus
perseroan yakni pengurusan sehari-hari dari perseroan.

Direksi berwenang dalam menjalankan pengurusan sesuai dengan


kebijakan yang dipandang tepat dalam batas yang telah ditentukan dalam UU
Perseroan Terbatas atau anggaran dasar perseroan. Yang dimaksud dengan
kebijakan yang dipandang tepat adalah kebijkan yang antra lain didasarkan pada
keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.

Direksi perseroan terdiri dari satu orang anggota direksi atau lebih. Lebih
lanjut, perseroan yang kegiatan usahannya berkaitan dengan menghimpun dan
mengelola dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan surat utang kepada
masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang
anggota direksi.

Dalam hal direksi terdiri dari dua anggota direksi atau lebih, pembagian
tugas dan wewenang pengurusan diantara anggota direksi ditetapkan berdasarkan
keputusan RUPS. Dalam hal RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan
wewenang anggota direksi ditetapkan berdasarkan keputusan direksi. Direksi
sebagai dewan perseroan yang melakukan pengurusan perseroan memahami
dengan jelas kebutuhan pengurusan perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS
tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota direksi, sudah
sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh direksi sendiri.
Syarat Direksi

Yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah perseorangan yang cakap
melakukan perbuatan hokum, kecuali dalam waktu lima tahun sebelum
pengangkatannya pernah (1) dinyatakan pailit,(2)menjadi anggota direksi atau
dewan komisaris yang di nyatakan bersalah menyebabkan suatu perseorangan
dinyatakan pailit atau (3) dihukum karena melakukan tindakan pidana yang
merugikan keuangan Negara atau yang berkaitan dengan sector keuangan.

Kewenangan  Direksi

Sebagaimana disebutkan dalam pengertian direksi di atas, maka kewenangan


direksi adalah sebagai berikut:

1. Salah satu organ Persoran yang memiliki kewenangan penuh atas


pengurusan dan hal-hal terkait kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan.
2. Mewakili Perseroan untuk melakukan perbuatan hukum baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan UUPT and anggaran
dasar.

Kewenangan direksi untuk mewakili Perseroan bersifat tidak terbatas dan tidak
bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam UUPT, anggaran dasar atau keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”). Dalam hal anggota direksi terdiri
lebih dari 1 (satu) orang, yang  berwenang mewakili Perseroan adalah setiap
anggota direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Maksud dari
pengecualian ini adalah agar anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan
dapat diwakili oleh anggota direksi tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 98
UUPT.

Menurut Pasal 99 UUPT, kewenangan direksi dalam mewakili Perseroan bukan


berarti tidak ada pembatasan. Namun, dalam hal tertentu direksi tidak berwenang
mewakili Perseroan apabila:
1. Dalam hal terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota
direksi yang bersangkutan; atau
2. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan.

Jika terjadi kondisi seperti demikian, maka Perseroan dapat diwakili oleh:

1. Anggota direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan


dengan Perseroan;
2. Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota direksi mempunyai benturan
kepentingan dengan Perseroan; atau
3. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota direksi
atau dewan komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

Tanggung Jawab Direksi

Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan dengan itikad baik.


Tanggung jawab direksi melekat penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan,
apabila anggota direksi yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya.

Tanggung jawab direksi yang terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih
berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi.   Pengecualian
terhadap tanggung jawab secara renteng oleh anggota direksi terjadi apabila dapat
membuktikan:

1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;


2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung mapun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
 

Tugas Direksi

Sesuai dengan Pasal 100 UUPT, direksi berkewajiban menjalankan dan


melaksanakan beberapa tugas selama jabatannya menurut UUPT, yaitu:

1. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah
rapat direksi;
2. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan;
3. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan.

Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan dan dokumen Perseroan


lainnya disimpan di tempat kedudukan Perseroan. Atas permohonan tertulis dari
pemegang saham, direksi dapat memberi izin kepada pemegang saham untuk
memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS serta mendapat
salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan.

Anggota direksi juga wajib melaporkan kepada PT mengenai saham yang dimiliki
anggota direksi dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk
dicatat dalam daftar khusus. Anggota direksi yang tidak melaksanakan kewajiban
ini dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi
atas kerugian Perseroan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 101 UUPT.

Lebih lanjut, menurut Pasal 102 UUPT diatur tugas direksi sehubungan dengan
pengurusan kekayaan Perseroan dimana direksi berkewajiban untuk memperoleh
persetujuan RUPS untuk:

1. Mengalihkan kekayaan Perseroan; atau


2. Menjadikan kekayaan Perseroan sebagai jaminan utang.

Kekayaan Perseroan yang dimaksud merupakan kekayaan yang jumlahnya lebih


dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu)
transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. Selain
tugas-tugas di atas, kewajiban atau tugas direksi juga dapat ditentukan lebih lanjut
dalam anggaran dasar Perseroan.

Kedudukan Direksi Berdasarkan Kepercayaan dari Perseroan

Dalam hukum perseroan, fiduciary duty mengandung arti dalam melaksanakan


tugas dan wewenangnya untuk mengurus perseroan, direksi harus bertolak dari
landasan bahwa tugas dan wewenang yang diperolehnya didasarkan pada dua
prinsip. Kedua prinsip itu adalah kepercayaan yang diberikan perseroan dan
prinsip yang merujuk kepada kemampuan dan kehati-hatian dari tindakan direksi.
Untuk dimengerti, dalam konsep fiduciary duty, seorang direksi bertanggung
jawab terhadap perseroan, bukan organ perseroan lainnya, baik rapat umum
pemegang saham ataupun dewan komisaris, apalagi pemegang saham. Hal ini
diperkuat dengan bunyi Pasal 1 angka 5 UUPT yang berbunyi: direksi adalah
organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan
ketentuan anggaran dasar.

Walaupun seorang pemegang saham memegang 99,99% saham, tidak seketika


itu pemegang saham bersangkutan dapat mengimplemetasikan keinginannya
terhadap perseroan. Setiap keinginan dari pemegang saham terhadap perseroan
harus diusulkan melalui media rapat umum pemegang saham (contoh lihat Pasal
144 ayat (1) UUPT).

Apakah ada perbedaan antara pemegang saham dengan rapat umum pemegang
saham? Pemegang saham adalah subjek hukum yang merupakan pemilik dari
setiap lembar saham yang dikeluarkan oleh perseroan. Sedangkan RUPS mewakili
kehendak dari pemegang saham secara keseluruhan, baik akibat putusan dengan
musyawarah maupun putusan sebagai akibat dari hasil pemungutan suara yang
secara sah.
Belum tentu keinginan pemegang saham akan disetujui oleh RUPS.  Oleh
karena itu, UUPT menyediakan banyak opsi bagi pemegang saham yang tidak
puas dengan tindakan salah satu organ perseroan, seperti RUPS, direksi, maupun
dewan komisaris, misalnya melakukan gugatan ke pengadilan negeri. Opsi ini
membuktikan bahwa sesungguhnya pemegang saham bukanlah RUPS. Dengan
demikian, direksi juga tidak wajib memenuhi keinginan pemegang saham.

Terkait hubungan kewajiban direksi terhadap perseroan dan organ RUPS,


maka Pasal 28 ayat (2) jo. 29 ayat (1) UUPT memang mewajibkan direksi untuk
menyelenggarakan RUPS tahunan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun
buku berakhir, yang didahului dengan pemanggilan RUPS, di mana pada Pasal 79
ayat (5) mewajibkan direksi untuk melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka
waktu paling lambat 15 (lima belas) hari sejak tanggal permintaan
penyelenggaraan RUPS diterima.

Apabila tidak menyelenggarakan RUPS tahunan, direksi dianggap telah


melalaikan fiduciary duty-nya terhadap perseroan. Bagaimanapun juga, membuat
pertanggungjawaban kepada pemberi tugas ada salah satu beban yang harus
dilaksanakan oleh seorang penerima tugas. Bagaimana dengan RUPS luar biasa,
sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat 4 jo Pasal 79 UUPT

Salah satu kasus menarik mengenai perbedaan pendapat mengenai


hubungan fiduciary duty dan RUPS luar biasa adalah Penetapan Pengadilan
Negeri Padang                         No. 124/Pdt/P/2002/PN.Pdg tertanggal 7 September
2002. Sebuah kasus antara pemegang saham PT Semen Padang dengan direksi PT
Semen Padang yang sempat menjadi perbincangan hangat di Indonesia.

Secara singkat kasus di atas dapat diceritakan bahwa pemegang saham ingin
mengganti seluruh anggota direksi PT Semen Padang, karenanya mereka
menginginkan diadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB).
Sementara direksi menolak untuk mengadakan RUPS-LB. Pemegang saham, yang
memegang 99,99 % saham perseroan lalu mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Negeri Padang berdasarkan Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang No. 1
tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas lama.

Pemegang saham berpendapat bahwa adalah kewajiban direksi (fiduciary


duty) untuk memenuhi setiap permintaan dari pemegang saham untuk
diadakannya RUPS-LB. Sementara direksi PT Semen Padang berpendapat
sebaliknya. Kendati demikian, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan
atau menyalahkan argumen-argumen yang digunakan para pihak, namun hanya
bermaksud meninjau apakah secara normatif menyelenggarakan RUPS-LB
merupakan fiduciary duty dari direksi atau bukan.

Apabila kita membaca pasal-pasal aquo, kita akan mendapatkan kesan bahwa
UUPT mewajibkan direksi untuk melakukan pemanggilan RUPS luar biasa.
Karena pasal demi pasal menjelaskan urutan bagaimana RUPS luar biasa dapat
dilaksanakan, dimulai dari permintaan penyelenggaraan RUPS dari pihak atau
pihak-pihak yang mewakili satu per sepuluh dari seluruh saham dengan hak suara
atau atas permintaan Dewan Komisaris (Pasal 79 ayat (2) UUPT) yang diajukan
dengan surat tercatat beserta alasannya (ayat (4) UUPT), dan bahwa direksi wajib
melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas)
hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.

Pasal-pasal selanjutnya menjelaskan mekanisme lanjutan yang dapat diambil


sekiranya direksi tidak memanggil RUPS, yaitu melalui Dewan Komisaris, dan
kemudian pada Pasal 80 ditentukan, sekiranya tetap tidak dilakukan pemanggilan,
pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan
permohonan kepada ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
kedudukan perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon untuk
melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

Sebenarnya, permasalahan wajib atau tidaknya direksi menyelenggarakan


RUPS luar biasa terjawab pada Pasal 80 ayat (1) jo ayat (4) UUPT, khususnya
pada ayat (4), yang mengatur bahwa ketua Pengadilan Negeri akan menolak
permohonan dalam hal pemohon (pemegang saham) tidak dapat membuktikan
secara sumir bahwa persyaratan telah terpenuhi dan pemohon mempunyai
kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.

Ada yang perlu diingat dalam masalah ini. Pertama, dalam


menjalankan fiduciary duty, direksi mutlak memiliki diskresi dan kebebasan
dalam membuat keputusan, yang menurutnya adalah yang paling baik untuk
kepentingan perseroan. Apabila ternyata keputusan tersebut salah, maka
keputusan tersebut akan dinilai dengan mekanisme --yang dikenal dengan
-- business judgment rule. Kedua RUPS merupakan organ tempat para pemegang
saham memutuskan roda bisnis perseroan, sehingga belum tentu semua pemegang
saham memiliki kepentingan yang sama atau mempunyai pandangan yang sama
satu sama lain.

Apabila semua pemegang saham menyetujui dan mengambil suara bulat untuk
sesuatu hal, tidak diperlukan lagi mekanisme RUPS luar biasa, yaitu melalui
mekanisme circular letter (Pasal 91 UUPT). Syaratnya, seluruh pemegang saham
yang memiliki hak suara harus menyetujui isi dari circular letter tersebut.
Meskipun ada seorang pemegang saham yang memiliki saham 99,99 %, dia tetap
membutuhkan RUPS luar biasa. Ini tentu untuk melindungi  hak dari pemegang
saham minoritas, dan sekali lagi membuktikan bahwa keinginan pemegang saham
belum tentu mewakili kepentingan perseroan, karena direksi harus menilai sendiri.

Seperti telah dibahas, bahwa kemandirian direksi dalam membuat keputusan


yang menurutnya terbaik bagi kepentingan perseroan adalah mutlak dalam rangka
menjalankan fiduciary duty-nya. Direksi juga mempunyai kewenangan mutlak
untuk menilai apakah permintaan pemegang saham untuk memanggil RUPS luar
biasa merupakan kebutuhan bagi perseroan saat itu.

Bahkan, sekiranya RUPS memberikan instruksi kepada direksi, direksi dapat


menolak untuk mengindahkannya. Sebagai perbandingan adalah sebuah
yurisprudensi dari Belanda, yang dikenal dengan
nama forumbankarrest tertanggal 21 Januari 1955. Yurisprudensi ini menegaskan
bahwa selama direksi telah melakukan kewajibannya menurut undang-undang dan
anggaran dasar, maka direksi tidak perlu tunduk kepada instruksi RUPS, dewan
komisaris ataupun instansi manapun.

Andaikan RUPS memutuskan memberhentikan direksi sekalipun, karena sifat


hubungan direksi dengan perseroan adalah hubungan kontraktual yang tidak
melahirkan hubungan kerja, maka apabila seorang direksi diberhentikan, maka ia
dapat saja menggugat keabsahan keputusan tersebut. Yakni, apabila keputusan
RUPS ternyata diambil dengan melompati prosedur sebagaimana diatur oleh
UUPT dan atau anggaran dasar. Apabila dia menang, maka ada dua kemungkinan
hasil yang diterima, 1) pemberhentiannya batal demi hukum (seandainya prosedur
dilanggar); atau 2) ia tetap diberhentikan dan memperoleh kompensasi
(seandainya prosedur tidak dilanggar, namun pemberhentiannya dilakukan dengan
alasan tidak wajar).

Di sini berarti penilaian apakah kepentingan pemegang saham yang


menginginkan diadakan RUPS itu adalah kepentingan terbaik perseroan terletak
di tangan direksi. Karena itu, keputusan untuk mengadakan RUPS sepenuhnya
berada di tangan direksi. Namun, pemegang saham yang berpentingan dengan
RUPS itu harus mendapatkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri untuk dapat
melakukan pemanggilan RUPS sendiri. Mereka juga harus membuktikan adanya
kepentingan yang wajar untuk penyelenggaraan RUPS, karena Pasal 78 ayat (4)
UUPT menyatakan bahwa RUPS luar biasa dilakukan berdasarkan kebutuhan
untuk kepentingan perseroan.

Keputusan direksi untuk tidak mengadakan RUPS luar biasa tersebut tidak
akan dipersengketakan. Sebelum memutuskan untuk menolak atau mengabulkan
permintaan pemohon, Ketua Pengadilan Negeri akan memanggil dan mendengar
keterangan dari direksi. Namun Ketua Pengadilan bukan untuk menyatakan
apakah keputusan direksi salah atau tidak, melainkan sekedar mendapatkan
keterangan pemohon dan direksi. Sebagai hakim, Ketua Pengadilan menggunakan
penalaran untuk menetapkan apakah RUPS luar biasa memang diperlukan demi
melindungi kepentingan perseroan.
Fakta lain yang mendukung bahwa melakukan pemanggilan RUPS luar biasa
bukanlah bagian dari kewajiban direksi terhadap perseroan adalah bahwa UUPT
mengatur mekanisme supaya pemegang saham dapat melakukan sendiri
pemanggilan RUPS luar biasa tersebut dilakukan dengan cara permohonan bukan
gugatan. Dalam masalah penolakan direksi berdasarkan diskresi untuk memanggil
RUPS luar biasa sama sekali tidak dipersengketakan, karena dalam permohonan,
tidak ada para pihak. Dalam hal ini Direksi bukanlah pihak dalam sidang
Pengadilan Negeri.

Ditambah lagi, seandainya pemanggilan RUPS luar biasa merupakan


kewajiban direksi terhadap perseroan, maka dengan direksi tidak melakukannya,
berarti direksi telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap perseroan,
dan oleh karenanya dapat digugat menggunakan Pasal 1365 KUHPer.

Faktanya, UUPT mengatur bahwa tindakan yang dapat diambil pemegang


saham berkenaan dengan penolakan direksi untuk memanggil RUPS luar biasa
hanyalah permohonan dengan upaya hukum hanya kasasi. Dengan demikian
berarti pemegang saham tidak dapat menggunakan Pasal 1365 KUHPer melawan
direksi terkait penolakan pemanggilan RUPS luar biasa.

Artinya penolakan direksi untuk memanggil RUPS luar biasa: bukan


merupakan perbuatan melawan hukum; tidak ada kesalahan dari direksi; tidak
menimbulkan kerugian bagi perseroan; tidak bertentangan dengan kewajiban
hukum direksi; tidak melanggar hak subjektif pemegang saham; dan tidak
bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta kehati-hatian yang seharusnya
dimiliki direksi sebagai anggota organ perseroan.

Kewajiban menyampaikan Laporan Tahunan dan Tanggung jawab Direksi

Pengaturan mengenai laporan tahunan perseroan terbatas di atur pada Bab


IV Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”).
Berikut di bawah ini akan diuraikan mekanisme penyampaian Laporan Tahunan
kepada RUPS.

Direksi bertugas membuat laporan tahunan perseroan, dan kemudian disampaikan


kepada dewan komisaris untuk ditelaah dan setelah itu baru disampaikan kepada
Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”). Tenggang waktu penyampaian
laporan tahunan kepada RUPS adalah paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun
buku perseroan berakhir, sebagaimana di atur dalam Pasal 66 ayat (1) UUPT.

Berdasarkan Pasal 66 ayat (2) UUPT, laporan tahunan harus memuat:

1. Laporan keuangan, paling sedikit memuat neraca akhir tahun buku yang
lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi
dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, laporan perubahan
ekuisitas dan catatan atas laporan keuangan tersebut.
2. Laporan mengenai kegiatan perseroan.
3. Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
4. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
kegiatan usaha perseroan.
5. Laporan mengenai tugas pegawasan yang telah dilaksanakan dewan
komisaris selama tahun buku yang baru lampau.
6. Nama anggota direksi dan anggota dewan komisaris.
7. Gaji dan tinjauan bagi anggota direksi dan gaji atau honorarium dan
tunjangan anggota dewan komisaris perseroan untuk tahun yang baru lampau.

Laporan keuangan tersebut wajib disusun berdasarkan standar akuntansi


keuangan. Standar akuntansi keuangan tersebut merupakan standar yang
ditetapkan oleh Organisasi Profesi Akuntan Indonesia dan diakui Pemerintah
Republik Indonesia.

Berdasarkan Pasal 66 ayat (4) UUPT, terhadap perseroan yang wajib diaudit,
maka neraca keuangan dan laporan laba rugi yang telah diaudit tersebut harus
disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Laporan tahunan perseroan ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan


anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan
disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat
diperiksa oleh pemegang saham. Hal ini diatur dalam Pasal 67 UUPT.

Berdasarkan penjelasan pasal ini, penandatanganan laporan tahunan merupakan


bentuk pertanggungjawaban anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
dalam melaksanakan tugasnya.

Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
menandatangani laporan tahunan, maka yang bersangkutan harus menyebutkan
alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat
tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan. Namun, apabila terdapat
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani
laporan tahunan dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan
dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 68 ayat 1 UUPT, direksi wajib menyerahkan


laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila:

1. kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana


masyarakat, seperti bank, asuransi, reksa dana;
2. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
3. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
4. Perseroan merupakan persero;
5. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan
jumlah nilai paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
6. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
Apabila kewajiban tersebut tidak dapat dipenuhi, laporan keuangan tidak akan
disahkan oleh RUPS. Laporan atas hasil audit akuntan public, disampaikan secara
tertulis kepada RUPS melalui Direksi.

RUPS melakukan persetujuan laporan tahunan, pengesahan laporan keuangan,


dan laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS
sebagaimana sesuai dalam Pasal 69 UUPT .

Berkaitan dengan ketentuan tersebut, anggota direksi dan anggota dewan


komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng apabila laporan keuangan
yang disediakan tidak benar atau menyesatkan. Namun, apabila terbukti bahwa
keadaan tersebut bukan karena kesalahannya, anggota direksi dan anggota dewan
komisaris dapat dibebaskan dari tanggung jawab tersebut.

Anda mungkin juga menyukai