Reseptor dari sel B adalah imunoglobulin yang mengikat antigen langsung; pada sel T
bereaksi hanya dengan antigen molekul MHC dan membutuhkan tambaIan protein
permukaan sel CD4 atau CD8.
Aktivasi limfosit membutuhkan kostimulasi minimal dua pada reseptor dan menyebabkan sel
proliferasiyang menghasilkan banyak sel efektor dan populasi yang lebih kecil di sel memori.
(a)TCR dan CD4 protein padasel T penolong pengikat penyaji antigen di molekul MHC kelas
II dan dengan interleukin-2(IL-2) stimulasi, limfositdiaktifkan dan berproliferasi.
(b) limfosit T sitotoksik, atau CTLs, merekognisi sertapengikat peptida abnormal pada
molekul MHC kelas I, dan dipicu oleh IL-2 padasel T penolongCTLs berproliferasi.
■SelTregulatori(sel Tregs atau Tpenekan) adalahCD4+ CD25+ dan untuk membantu menghambat
respon imun spesifik. Sel-sel ini, juga diidentifikasi oleh kehadiran pada faktor transkripsi Foxp3,
memainkan peran krusialdalam menghasilkan toleransi imun,tidak responsif untuk
mempertahankan antigen diri dan menekan respon imun yang berlebihan. Sel-sel menghasilkan
toleransi perifer, yang bertindak untuk suplemen toleransi sentralberkembang dalam timus.
■γδ limfosit Tmenunjukkansubpopulasi kecil TCRsyang mengandung rantai γ (gamma) dan δ (delta)
sebagai gantinya dari rantai α dan β. Sel-sel γδ T bermigrasi ke epidermis dan epitel mukosa,
sebagian besar menjadi intraepitel, dan tidak resirkulasi ke organ limfoid sekunder. Limfosit T
berfungsi berbagai cara seperti dari sel imunitas bawaan, di garis depan melawan serangan
mikroorganisme.
Limfosit T Diolah Lebih Dulu di Kelenjar Timus. Limfosit T, setelah
pembentukannya di sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke kelenjar timus. Di sini, limfosit T
membelah secara cepat dan pada waktu yang bersamaan membentuk keaneka-ragaman untuk
bereaksi melawan berbagai antigen spesifik. Artinya, tiap satu limfosit di kelenjar timus membentuk
reaktivitas yang spesifik untuk melawan satu antigen.
Kemudian limfosit berikutnya membentuk spesifisitas terhadap antigen yang lain. HaI ini terus
berlangsung sampai terdapat ribuan jenis limfosit timus dengan reaktivitas spesifik untuk melawan
ribuan jenis antigen. Berbagai tipe limfosit T yang telah diproses ini sekarang meninggalkan timus
dan menyebar ke seluruh tubuh melalui darah untuk mengisi jaringan limfoid di setiap tempat.
- Timus juga memastikan bahwa setiap limfosit T yang meninggalkan timus tidak akan
bereaksi terhadap protein atau antigen lain yang berasal dari jaringan tubuh sendiri; kalau
tidak, limfosit T akan bersifat mematikan bagi jaringan tubuh dalam waktu beberapa hari
saja.
- Timus menyeleksi limfosit T yang akan dilepaskan, yaitu mula-mula dengan cara
mencampurkan limfosit dengan semua "antigen-sendiri" yang spesifik yang berasal dari
jaringan tubuh sendiri. Jika limfosit T bereaksi, maka limfosit ini akan dihancurkan dan
difagositosis, tetapi yang tidak bereaksi akan dilepaskan, inilah yang terjadi pada 90 persen
sel. Jadi, yang akhirnya dilepaskan hanyalah sel-sel yang bersifat nonreaktif terhadap antigen
tubuhnya sendiri limfosit hanya bereaksi terhadap antigen dari sumber di luar tubuh, seperti
dari bakteri, toksin, atau bahkan jaringan yang ditransplantasikan dari orang lain.
- Sebagian besar proses pengolahan limfosit T dalam timus berlangsung beberapa saat
sebelum bayi lahir dan selama beberapa bulan setelah lahir.
- pengangkatan kelenjar timus beberapa bulan sebelum lahir dapat mencegah pembentukan
semua imunitas yang diperantarai sel. Oleh karena tipe imunitas selular ini terutama
bertanggung jawab untuk penolakan terhadap organ yang ditransplantasikan, seperti
jantung dan ginjal, maka kita dapat mentransplansi organ dengan sedikit sekali kemungkinan
penolakan jika timus diangkat sebelum lahir (tetapi masih dalam masa yang memungkinkan).
Terdapat berjuta-juta jenis calon limfosit B dan limfosit T yang disimpan dalam jaringan
limfe. Sel-sel ini mampu membentuk antibodi atau sel T yang sangat spesifik. Masing-masing
limfosit ini hanya mampu membentuk satu jenis antibodi atau satu jenis sel T dengan satu
macam spesifi-sitas. Begitu limfosit yang spesifik diaktifkan oleh antigennya, maka ia akan
berkembang biak dengan cepat dan membentuk banyak sekali limfosit turunan,
- Bila limfosit itu adalah limfosit B, maka keturunannya kemudian akan menyekresikan
antibodi spesifik yang kemudian bersirkulasi ke seluruh tubuh.
- Bila limfosit tersebut adalah limfosit T, maka keturunannya adalah sel T spesifik yang
tersensitisasi yang akan dilepaskan ke dalam cairan limfe dan diangkut ke dalam darah,
kemudian disirkulasikan ke seluruh cairan jaringan dan kembali lagi ke dalam limfe,
2. Sel T sitotoksik merupakan sel penyerang langsung yang mampu membunuh mikroorganisme
dan, pada suatu saat, bahkan membunuh sel-
sel tubuh sendiri. Protein reseptor pada
permukaan sel sitotoksik menyebabkan sel ini
berikatan erat dengan organisme atau sel yang
mengandung antigen spesifik.
- sel T sitotoksik menyekresikan protein
pembentuklubang, yang disebut perforin,
yang membuat lubang berbentuk bulat
pada membran sel yang diserang.
Kemudian cairan dari ruang interstisial akan
mengalir secara cepat ke dalam sel.
- Selain itu, sel sitotoksik juga melepaskan
substansi sitotoksik secara langsung ke
dalam sel yang diserang. Hampir dengan segera, sel yang diserang menjadi sangat
membengkak dan biasanya tidak lama kemudian akan terlarut.
- sel pembunuh sitotoksik ini dapat terdorong keluar dari sel korban setelah sel pembunuh
membuat lubang dan mengirimkan substansi sitotoksik, dan kemudian pindah untuk
membunuh lebih banyak sel lagi
3. sel T supresor
sel ini mempunyai kemampuan untuk menekan fungsi sel T sitotoksik dan sel T pembantu.
Fungsi supresor, bertujuan untuk mencegah sel sitotoksik agar tidak menyebabkan reaksi imun
yang berlebihan yang dapat merusak jaringan tubuh sendiri. Dengan alasan inilah, maka sel-sel
supresor, bersama dengan sel T pembantu, digolongkan sebagai sel T regulator. Sel T supresor
mungkin berperan penting dalam membatasi kemampuan sistem imun untuk menyerang
jaringan tubuh sendiri, yang disebut sebagai toleransi imun,