Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat tradisional di Indonesia sangat besar peranannya dalam

pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia, sehingga obat

tradisional sangat berpotensi untuk dikembangkan. Indonesia kaya

akan tanaman obat-obatan, yang mana masih belum dimanfaatkan

secara optimal untuk kesehatan. Indonesia diketahui memiliki

keragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brasil

(Notoatmodjo, 2015).

Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa yang perlu

terus dilestarikan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan

kesehatan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Obat

tradisional ini tentunya sudah diuji bertahun-tahun bahkan berabad-

abad sesuai dengan perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia,

(Notoatmodjo, 2015).

Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan untuk obat

tradisional dan belum mengalami perubahan proses apa pun,

kecuali proses pengeringan. Simplisia telah lama dikenal masyarakat

sebagai bahan dasar obat tradisional yang bermanfaat untuk

mengobati suatu penyakit tanpa menimbulkan efek samping

apapun. Jenis simplisia sangat beragam, terutama simplisia jenis

tumbuhan. Simplisia jenis tumbuhan merupakan simplisia yang


diambil dari bagian tumbuhan yang dapat dimanfaatkan seperti daun,

bunga, buah,biji, rimpang, batang dan akar (Rukmi, 2016).

1.2 Tujuan Percobaan

1. Agar mahasiswa mampu memahami tentang simplisia.

2. Agar mahasiswa dapat membuat simplisia dengan baik dan benar.

3. Agar mahasiswa dapat melakukan teknik edentifikasi secara

makroskopis dan mikroskopis simplisia sesuai dengan acuan

materi medika Indonesia dan farmakope herbal Indonesia.


cemaran, atau mikroba dengan penambahan kloroform, eter,

atau pemberian bahan dengan cara yang sesuai sehingga tidak

meninggalkan sisa yang menbahayakan kesehatan.

2.1.2 Persyaratan Mutu Simplisa

Menurut Materi Medika Indonesia jilid IV, syarat mutu

simplisia antara lain :

a. Kadar air tidak lebih dari 10%

b. Angka kapang (jamur) dan khamir (ragi) tidak lebig dari 10%

c. Mikroba pathogen negatif/nol

d. Aflatoksin tidak lebih dari 30 bpj

e. Kadar abu tidak lebih dari 8%

f. Kadar sari yang larut dalam etanol, tidak kurang dari 6%

g. Kadar logam berat (Hg : 0,5 ppm, Pb : 10 ppm)

h. Serbuk bahan baku simplisia tidak boleh ditambahkan

bahan pengawet

i. Wadah harus tertutup baik dan disimpan pada suhu kamar

ditempat kering serta terlindung dari sinar matahari.

2.2 Uraian Tanaman

Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb)


a. Klasifikasi Tanaman

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Class : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Familli : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Species : Curcuma xanthoriza Roxb

b. Morfologi Temulawak

Temulawak termasuk dalam suku temu-temuan yang

banyak ditemukan didaerah tropis. Temulawak merupakan

tanaman berbatang dengan bunga yang eksotis berwarna

putih kemerahan dan memiliki rimpang relatif besar dengan

warna irisan rimpang kuning cerah. Temulawak dapat

tumbuh sampai pada ketinggian 2 meter. Temulawak

memiliki daun 2-9 helai, berwarna hijau, berbentuk bulat

memanjang. Panjang 31-84 cm dan lebar 10-18 cm. Bunga

temulawak termasuk tipe majemuk berbentuk butir, bulat

panjang (Hartati, 2017).

c. Manfaat Temulawak

Manfaat tanaman temulawak dalam kesehatan

sebagai analgetik, antiinflamasi, antikanker(Ismi, 2017)


BAB III

METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah

Loyang, pisau, talenan, timbangan dan wadah.

3.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah

air bersih serta mengalir, Koran dan sampel rimpang temu lawak

(Curcuma xhantorrhiza Roxb.).

3.2 Cara kerja

1. Pengumpulan bahan baku

Pengumpulan bahan baku dilakukan untuk menghasilkan khasiat

yang terbaik dan menghindari terbentuknya zat beracun.

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau

bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut

terbawa pada proses selanjutnya yang akan mempengaruhi hasil

akhir.

3. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran

lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Air yang digunakan


sebaiknya adalah air mengalir yang sumbernya dari air bersih,

seperti air PAM, air sumur, atau mata air.

4. Perajangan

Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan.

Jika ukuran simplisia cukup kecil/ tipis.

5. Pengeringan

Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air sehingga

menjamin mutu dalam penyimpanan, mencegah pertumbuhan

jamur, dan mencegah proses atau reaksi enzimatik yang dapat

menurunkan mutu simplisia.

6. Sortasi kering

Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan bahan-bahan asing,

seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran lain,

yang masih ada dan tertinggal disimplisia kering.

7. Pengemasan

Pengemasan dilakukan untuk melindungi simplisia dari cemaran,

dan mencegah kerusakan terhadap simplisia.

8. Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan untuk melindungi simplisia dari sinar

matahari dan terlindung dari gangguan serangga dan tikus.

9. Pemeriksaan mutu

Pemeriksaan mutu dilakukan untuk menjaga kestabilan mutu

simplisia.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

A. Gambar

Simplisia Basah Simplisia Kering

B. Organoleptik

Warna : Kuning

Bau : Bau khas temulawak

Rasa : Khas temulawak

C. % kadar Air

bobot simplisia basah−bobot simplisiakering


% Kadar Air = X 100 %
bobot simplisia basah

4.810 g−782 g
% Kadar Air = X 100 % = 480,98 %
4.810 g

Bobot simplisia(kering)
% Rendemen = X 100 %
Bobot Basah

782 g
% Rendemen = X 100 % = 16,25 %
4810 g
4.2 Pembahasan

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan

lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes 1989).

Manfaat dari simplisia temulawak bagi kesehatan adalah

memperlancar proses pencernaan, meningkatkan daya tahan tubuh,

sebagai antibakteri dan jamur, mencegah kanker, mengatasi

peradangan, membantu proses metabolisme tubuh, menambah nafsu

makan, mengatasi radang sendi (Ismi, 2017).

Pembuatan simplisia dilakukan dengan beberapa tahap yaitu

pemanenan simplisia. Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia

tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman

atau bagian tanaman saat panen, waktu panen, dan lingkungan

tempat tumbuh. Jika penanganan ataupun pengolahan simplisia tidak

benar maka mutu produk yang dihasilkan kurang berkhasiat atau

kemungkinan dapat menimbulkan toksik apabila dikonsumsi. Rimpang

temulawak yang dipanen berumur sekitar 6-12 bulan, waktu panen

pada pagi hari karena pada waktu pagi hari tanaman belum

melakukan proses fotosintesis yang dapat mempengaruhi kandungan

kimia yang terkandung dalam tanaman. Kemudian melakukan sortasi

basah untuk memisahkan bahan-bahan asing yang tidak berguna atau

berbahaya dalam pembuatan simplisia, penyortiran segera dilakukan


setelah bahan selesai dipanen, bahan yang mati, tumbuh lumut

ataupun tumbuh jamur segera dipisahkan yang dimungkinkan

mencemari bahan hasil panen. Setelah itu melakukan pencucian yang

bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi mikroba-

mikroba yang menempel pada bahan. Pencucian harus dilakukan

dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari larut dan

terbuangnya zat yang terkandung dalam simplisia. Selanjutnya

dilakukan perajangan atau pengubahan bentuk yang bertujuan untuk

memperluas permukaan sehingga mempermudah proses

pengeringan. Kemudian dilakukan proses pengeringan dengan cara

diangin-anginkan kurang lebih selama 1 minggu yang bertujuan untuk

mengeluarkan atau menghilangkan kadar air dari suatu bahan

(rimpang temulawak). Selanjutnya melakukan sortasi kering yang

bertujuan untuk memisahkan benda asing, seperti bagian-bagian yang

tidak diinginkan dan pengotor lainnya yang masih ada dan tertinggal

pada saat proses pengeringan. Terakhir melakukan proses

pengepakan dan penyimpanan dengan memasukan simplisia ke

dalam wadah botol plastik atau botol selai lalu memberikan etiket

serta pada kemasan dicantumkan nama bahan dan bagian tanaman

yang digunakan. Tujuan pengepakan dan penyimpanan adalah untuk

melindungi agar simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena

beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Simplisia disimpan
di tempat yang kering, tidak lembab, dan terhindar dari sinar matahari

langsung.

Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dari pembuatan

simplisia temulawak adalah berbau khas temulawak, berwarna

kuning, berasa khas temulawak, dengan % Kadar air sebesar 480,98

%, dan untuk % Rendemen 16,25 %. Hal ini sesuai dengan literature

yang menyatakan bahwa Secara umum kadar air simplisia tanaman

obat maksimal 10% pengeringan.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan ini yaitu sebagai berikut :

1. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat

yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali

dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan.

2. Simplisia temulawak yang diperoleh memiliki Organoleptis warna

kuningan, bau khas temulawak, rasa khas temulawak

3. % kadar air yang diperoleh adalah sebesar 480,98% dan %

Rendemen adalah sebesar 16,25 %

5.2 Saran

Saran untuk praktikum kedepannya agar lebih maksimal lagi dari

tahun sekarang sehingga mahasiswa juga dapat menerapkan

praktikum obat tradisional ini dilingkungan tempat tinggalnya dan

lingkungan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materi Medika


Indonesia. Jilid III. Jakarta : Depkes RI.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia.


Edisi IV. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materi Medika


Indonesia. Jilid IV. Jakarta : Depkes RI.

Hartati F.K., Djauhari A.B. (2017) Pengembangan Produk Jelly Drink


Temulawak ((Curcuma xanthoriza Roxb) sebagai Bahan Fungsional.
Jurnal Teknik Industri HEURISTIC 14(2) : 107-122.

Ismi. 2017. Tanaman Obat Populer. Agromedia Pustaka. Yogyakarta.


Swastika, A. 2015. Khasiat Buah dan Sayur. Shira Media : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai