Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok pada Mata Kuliah
Teknologi Perlindungan Tanaman
Disusun Oleh :
Contoh penyakit sistemik yaitu penyakit antraknose yang disebabkan oleh Cendawan
Colletotrichum dematium var truncatum tanaman inangnya yaitu kedelai.
Alasannya penyakit antraknosa oleh Colletotrichum dematium var truncatum
termasuk penyakit sistemik yaitu karena penyakit dengan gejala yang ditimbulkannya
menyebar luas dan tidak jelas batasannya, terdapat pada seluruh organ tumbuhan.
Misalnya layu, kerdil dan perubahan warna daun. Seringkali karena pengaruh keadaan
tertentu gejala penyakit dapat hilang dan gejalanya disebut sebagai gejala terselubung
(masked symptom).
Gejala serangan penyakit Antraknosa ini menyerang batang, polong, dan tangkai
daun. Akibat serangannya adalah perkecambahan biji terganggu, kadang-kadang bagian-
bagian yang terserang tidak menunjukkan gejala. Gejala hanya timbul bila kondisi
menguntungkan perkembangan jamur. Tulang daun pada permukaan bawah tanaman
terserang biasanya menebal dengan warna kecoklatan. Pada batang akan timbul bintik-
bintik hitam berupa duri-duri jamur yang menjadi ciri khas.
Siklus penyakit dan epidemiologi, patogen bertahan dalam bentuk miselium pada
residu tanaman atau pada biji terinfeksi. Miselium menjadi penyebab tanaman terinfeksi
tanpa menimbulkan perkembangan gejala sampai tanaman menjelang masak. Infeksi
batang dan polong terjadi selama fase reproduksi apabila cuaca lembab dan hangat.
Pengendalian
Menanam benih kualitas tinggi dan bebas patogen
Perawatan benih terutama pada benih terinfeksi
Membenamkan sisa tanaman terinfeksi
Aplikasi fungisida benomil, klorotalonil, captan pada fase berbunga sampai pengisian
polong
Rotasi dengan tanaman selain kacang-kacangan
2. Contoh hama tidak mutlak hama ulat tentara Spodoptera frugiperda J.E. Smith
Karena ulat tentara atau FAW (Fall Armyworm) Larva FAW dapat menyerang lebih
dari satu tanaman atau lebih dari 80 spesies tanaman, termasuk jagung, padi, sorgum,
jewawut, tebu, sayuran, dan kapas. FAW dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang
signifikan apabila tidak ditangani dengan baik. Hama ini memiliki beberapa generasi per
tahun, ngengatnya dapat terbang hingga 100 km dalam satu malam. Pada awal 2016,
untuk pertama kalinya hama ini ditemukan di Afrika Tengah dan Barat (Benin, Nigeria,
Sao Tome dan Principe, dan Togo). Kemudian ditemukan di seluruh daratan Afrika
bagian Selatan (kecuali Lesotho), juga di Madagaskar dan Seychelles (Negara
Kepulauan). Selanjutnya dilaporkan pada tahun 2018, FAW teridentifikasi dan dilaporkan
menyerang di hampir seluruh negara Sub-Sahara Afrika, kecuali Djibouti, Eritrea, dan
Lesotho. Hama tersebut juga telah teridentifikasi di Sudan, sehingga Mesir dan Libia
khawatir akan serangan hama tersebut. FAW diprediksi akan menyebar lebih luas ke
seluruh belahan dunia. Hama ini merupakan hama perusak lintas batas yang akan terus
menyebar karena mempunyai karakteristik biologi yang khas. Selain itu juga di dukung
oleh tingginya volume pertukaran barang dagang antar negara. Nonci dan Hishar (Maret
2019) melaporkan bahwa 2 pengenalan fall armyworm di Indonesia tepatnya di
Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, FAW telah ditemukan merusak pada tanaman
jagung dengan tingkat serangan yang berat, populasi larva antara 2-10 ekor petanaman.
Di Lampung, juga telah dilaporkan serangan hama ini pada tanaman jagung. Larva FAW
dapat merusak hampir semua bagian tanaman jagung (akar, daun, bunga jantan, bunga
betina serta tongkol). Di negara asalnya, siklus hidup hama ini selama musim panas
adalah 30 hari, namun mencapai 60 hari pada musim semi dan 80-90 hari pada musim
gugur. Berdasarkan hal tersebut diatas hama FAW ini perlu dikenal dan dipikirkan
langkah-langkah pengendalian yang efefetif, efisien, murah, dan mudah dilakukan serta
aman terhadap lingkungan. Buku panduan ini memberi informasi mengenai pengenalan
dan pengendalian FAW pada komoditas jagung sebagai inang utama dari FAW.
(Litbang.Pertanian)
Contoh Penyakit tidak sistemik (penyakit lokal) yaitu penyakit hawar batang/busuk
pangkal batang oleh pathogen Sclerotium rolfsii tanaman inangna yaitu kedelai.
Alasannya penyakit hawar batang/busuk pangkal batang oleh pathogen Sclerotium
rolfsii termasuk penyakit tidak sistemik (penyakit lokal) yaitu karena gejala yang
dicirikan dengan perubahan struktur yang jelas dan sangat terbatas. Terbatas hanya pada
daerah tertentu, seperti adanya bercak-bercak pada daun yang warnanya berbeda dari
biasanya. Gejala yang berupa perubahan warna, tekstur, bentuk atau penampilan lain
secara terlokalisasi pada jaringan yang sakit disebut belur (lesion).
Gejala serangan, Infeksi terjadi pada pangkal batang atau sedikit di bawah
permukaan tanah berupa bercak coklat muda yang cepat berubah menjadi coklat
tua/warna gelap, meluas sampai ke hipokotil. Gejala layu mendadak merupakan gejala
pertama yang timbul. Daun-daun yang terinfeksi mula-mula berupa bercak bulat
berwarna merah sampai coklat dengan pinggir berwarna coklat tua, kemudian mengering
dan sering menempel pada batang mati. Gejala khas patogen ini adalah miselium putih
yang terbentuk pada pangkal batang, sisa daun, dan pada tanah di sekeliling tanaman
sakit. Miselium tersebut menjalar ke atas batang sampai beberapa sentimeter.
Siklus Penyakit dan Epidemiologi, tanaman kedelai peka terhadap jamur ini sejak
mulai tumbuh sampai pengisian polong. Kondisi lembab dan panas memacu
perkembangan miselium yang kemudian hilang bila keadaan berubah menjadi kering.
Pada keadaan lembab sekali akan terbentuk sklerotia yang berbentuk bulat seperti biji
sawi dengan diameter 1-1,5 mm. Karena mempunyai lapisan dinding yang keras,
sklerotium dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap kekeringan, suhu tinggi
dan hal lain yang merugikan. Penyakit banyak terjadi tetapi jarang berakibat serius,
namun pernah mengakibatkan penurunan hasil cukup tinggi pada kedelai yang ditanam
secara monokultur atau rotasi pendek dengan tanaman yang peka.
Pengendalian
Memperbaiki pengolahan tanah dan drainase
Perawatan benih dengan fungisida atau cendawan antagonis
Pedigo, L.P. and L.G. Higley. 1992. The economic injury level concept and environmental
quality. American Entomologist 38(1): 12-21.
Ruesink, W.G. 1980. Introduction to sampling plans for soybean arthropods, p. 61-78. In: M.
Kogan and D.C. Herzog (eds.). Sampling methods in soybean entomology.
Springer-Verlag, New York.
Stone, J.D. and L.P. Pedigo. 1970. Development and economic injury level of the green
cloverworm on soybean in Iowa. J. Econ. Entomol. 65: 197-201.
Tengkano, W., M. Iman, dan A.M. Tohir. 1992. Bioekologi, serangan dan pengendalian hama
pengisap dan penggerek polong kedelai, p. 117-139. Dalam: Marwoto et al. (eds.).
Risalah Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai. Balittan
Malang. 183 p.