Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejal-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C penularan terjadi secara
pecal, oral, melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. (Mansoer Orief. M,
2009). Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau
masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang
seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi
salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di temukan sepanjang tahun. Typhus
abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila salmonella tyhpi berjalan bersama
makanan atau terkontaminasi, ia berserang dijaringan limfoid pada dinding usus. Aliran
limfe membawa organ ini kedalam hati dan empedu.
Gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikuloendotelia, umpamanya kelaianan
hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut. Masa tunas biasanya 5-14 hari, tetapi
dapat sampai 5 minggu. Pada kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung 4
minggu. Timbulnya berangsur, mulai dengan laise, letargi dan demam. Demam ini tidak
selalu khas kadang mirip dengan influenza. Pada minggu pertama terdapat demam
remiten yang berangsur-angsur makin tinggi dan hampir selalu disertai dengan nyeri
kepala, dan tidak jarang ditemukan epistaksis.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian thypus abdominalis?
b. Bagaimana gejala thypus abdominalis?
c. Bagaimana patologi thypus abdominalis?
d. Bagaimana pemeriksaan laboratorium thypus abdominalis?
C. Tujuan
Bertujuan untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan pengobatan penyakit Thypus
tersebut. Serta dapat mengetahui apa - apa saja yang menjadi dasar dari penyebab
penyakit Thypus ini.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Typus Abdominalis


Demam typoid adalah penyakit infeksi perut yang masih banyak ditemukan pada
anak dan orang dewasa. (Surininah, 2009)
Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifatdifus, pembentukan
mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejal-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C penularan terjadi secara
pecal, oral, melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. (Mansoer Orief. M,
2009)
B. Etilogi
Salmobella thypi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh demam,
toksemia, nyeri perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dana paratyphoid adalah S.thypi,
S.Paratyphi A, B, C. (Artamjo Tjokronegoro), yaitu :
1. Salmonella thyposa, hasil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora yang mempunyai sekurang-kurangnya tida macam antigen yaitu : Antigen O
(sumatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida), Antigen H (flagella), Antigen VI
dan protein membrane hialin.
2. Salamonella parathyphi A,B, dan C merupakan bagian dari virus salmonella yang
dapat ditentukan dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
3. Faces dan urine dari penderita thypuss (Rahmat Juwono, 2006)
C. Patofisiologi
Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system retikuloendotelial yang
menunjukkan diri terutama pada jaringan limf usus, limpa, hati, dan sum-sum tulang. Di
usus, jaringan limf terletak antemesenterial pada dindingnya, dan dinamai plakat Peyer.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang bagian lain usus
halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan plakat peyer penuh dengan
fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia di mukosa
2
usus. Pada akhir minggu pertama infeksi terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar
di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada disana.
Kebanyakan tukaknya dangkal, tapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan
pendarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita
sembuh biasanya ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut dan fibrosis.
Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar limf mesentrial
penuh fagosit sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel
polimor fonuklear dan mengalami nekrosis fokal. Jaringan system lain hampir selalu
terlibat. Kandung empedu selalu terinfeksi, dan bakteri hidup dalam empedu. Seduah
sembuh, empedu penderita dapat tetap mengandung bakteri, yang bersangkutan menjadi
pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang mengandung koloni
bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan kumannya dalam air kandung
kemih. Bila sembuh penderita demikian menjadi pembawa kuman yang menularkan
lewat kemihnya. Parotitis dan orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid,
sedangkan bronchitis hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus
abdominalis lebih sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.

D. Pathway

3
E. Menifestasi Klinik
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang mengakibatkan
gejala toksis umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan beradikardia. Selanjutnya
gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo endothelial, umpanya kelainan

4
hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut. Kelompok gejala lainnya disebabkan
oleh komplikasi seperti ulserasi di usus dengan penyakitnya.
Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu. Pada kasus
ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung 4 minggu. Timbulnya berangsur,
mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badang, letargi, dan
demam. Demam ini tidak selalu khas, kadang mirip dengan demam pada influenza .
Pada minggu pertama terdapat demam remiten yang berangsur makin tinggi dan
hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak
jarang ditemukan epitaksis (mimisan). Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri
diperut. Konstifasi sering ada, tetapi diare juga sering ditemukan.
Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat pada kulit
perut bagian atas dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah kurang lebih 20 buah
ini hanya tampak selama 2-4 hari pada minggu pertama.
Pada minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu) dan penderita
tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan sistem pencernaan.
Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini
berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain alergi penderita mengallami delirium
bahkan sampai koma akibat endotoksemia. Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik
lain berupa bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak.
Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun
dan keadaan umum tampak baik. Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua
minggu setelah demam hilang. Kambuhan ini dapat ringan saja, tetapi dapat berat, dan
mungkin terjadi dua atau tiga kali.
F. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan apus darah tepi penderita memperlihatkan aneia normokromik,
leukopenia dengan hilangnya sel eosinofil dan penurunan jumlah sel polimorfonuklear.
Albuminuria terjadi pada fase demam. Uji benzidin pada tinja biasanya positif pada
minggu ketiga dan keempat. Kultur Salmonella thypi dari darah pada minggu pertama
positif pada 90% penderita, sedangkan pada akhir minggu ketiga positif pada 50%
penderita. Kadang pembiakan tetap positif sehingga ia menjadi pembawa kuman.

5
Pembawa kuman lebih banyak orang dewasa dari pada anak dan pria lebih banyak dari
pada wanita.
Pada akhir minggu kedua dan minggu ketiga pembiakan darah menjadi positif untuk
basil usus. Ini menunjukan adanya ulserasi di ileum. Jika terjadi perforasi yang diikuti
peritonitis, terdapat toksemia basil acrob (E.coli) dan hasil anaerob (B.fragilis). titer
aglutinin O dan H (reaksi widal ) biasanya sejajar dengan grafik demam dan memuncak
pada minggu ketiga. Interpretasinya kadang sulit karena ada imunitas silang dengan
kuman salmonela lain atau karena liter yang tetap meninggi setelah imunisasi.

BAB III

6
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pangkajian
1. Identitas Klien : umur, nama, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no registrasi, status
perkawinan, agama, pekerjaan tinggi badan, berat badan, tanggal MR
2. Keluhan Utama : panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing
kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman
salmonella typhi ke dalam tubuh
4. Riwayat Penyakit Dahulu : tidak pernah sakit demam tifoid
5. Riwayat Penyakit Keluarga : keluarga tidak menderita penyakit tifoid
6. Pola – pola Fungsi Kesehatan :
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b. Pola Eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan
eliminasi urine tidak mengalami gangguan
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus istirahat baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien harus dibantu
d. Pola tidur dan istirahat
Terganggu sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh
e. Pola persepsi dan konsep diri
Terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan
dampak psikologi klien
f. Pola sensor dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengran dan penglihatan umumnya tidak
mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien
g. Pola hubungan dan peran

7
Hubungan dengan orang lain terganggu karena klien di rawat di rumah sakit dan
harus bed rest total
h. Pola penanggulangan stress
Klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaannya sakit
i. Pola tatanilai dan kepercayaan
Tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang di derita
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41C muka kemerahan
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis)
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata – rata ada peningkatan, nafas cepat
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah
e. Sistem integumen
Kulit kering, tugor, kulit menurun, muka agak pucat, rambut agak kusam
f. Sistem gastroinstenstial
Mulkosa mulut kering, bibir pacah-pacah, lidah kotor, mual, muntah, nyeri perut,
perut terasa tidak enak
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah tepi
Adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan
absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel
darah merah dalam peredaran darah.
b. Pemeriksaan urine
Didapatkan prouteineuria ringan (<2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit
dalam urine

c. Pemeriksaan tinja
Adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi
8
d. Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan tinja,
urine, cairan empedu atau sumsum tulang
e. Pemeriksaan bakteriologis
Reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (agluitnin). Adapun yang dihasilkan
tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antibodi O dan H.
f. Pemeriksaan radiologi
Untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid
B. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisa untuk menentukan masalah
klien. Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data yang meliputi data subyek
dan obyek. Data subyek yaitu data yang diambil dari ungkapan klien atau keluarga
sedangkan data obyek yaitu data yang diambil dari suatu pengamatan atau pendapat yang
digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan. Data tersebut juga bisa diperoleh
dari keadaan klien yang tidak sesuai dengan standar kriteria yang sudah ada. Perawat
harus jeli dan memahami tentang standar keperawatan sebagai bahan perbandingan
apakah keadaan kesehatan klien sesuai tidak dengan standar yang sudah ada. (Lismidar,
1990)

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1 DS : Intoksin salmonella thyposa Peningkatan suhu tubuh
- Klien mengatakan
badannya panas Masuk ke dalam usus
- Klien mengeluh kepala
sakit dan lemah Masuk ke dalam aliran darah

DO : Bakteri melepas endoktosin


- Badannya terasa panas
- Mukosa bibir kering Peradangan di usus halus
- Lidah kotor
- TTV Masuk ke dalam darah menuju
S : 40 C otak

Mengeluarkan zat pirogen


9
Suhu badan meningkat

Hipertermi

Peningkatan suhu tubuh


2 DS : Peradangan di usus halus Pemenuhan nutrisi kurang
- Klien mengeluh kurang
dari kebutuhan
nafsu makan Infeksi usus halus
- Klien mengatakan kadang
mual dan muntah Merangsang nervus vagus

DO : Sekresi asam lambung


- Klien nampak lemah meningkat
- Porsi makan tidak
dihabiskan Intake kurang
- Lidah kotor
- Mukosa bibir kering Pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan

3 DS: Infeksi pada usus halus Gangguan eliminasi BAB


- Klien mengatakan susah
untuk BAB 3 hari yang lalu Suhu tubuh meningkat

DO : Peningkatan reabsorbsi cairan di


- Klien lemah usus menurun
- Peristaltik 3x/menit
Molitik usus menurun

Veaces mengeras

Konstipasi

Gangguan eliminasi BAB


4 DS : Proses inflamasi Intolerancy avtivity

- Klien mengeluh lemah


Masuk kedalam darah
10
- Klien mengatakan
aktivitasnya hanya dibantu Mempengaruhi kerja organ
tubuh
DO :
- Klien nampak bedrest Metabolisme glukosa terganggu
- Kebutuhan nampak
dilayani ditempat tidur Pemberian ATP dan ADP
- Tonus otot nilai 4 terganggu

Energi berkurang

Kelmahan

Intolerancy avtivity
5 DS : Peradangan di usus halus Gangguan rasa nyaman nyeri

- Klien mengeluh pada


Kerusakan mukosa usus halus
bagian perut
- Nyeri tekan pada
Mengeluarkan neuron
abdomen transmister (bradikirin,
- Ekspresi wajah histamine, serotoin)

meringis
Sistem saraf pusat
- Klien tampak pucat

Persepsi nyeri

Gangguan rasa nyaman


nyeri

C. Diagnosa Keperawatan
Merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat
diatasi dengan tindakan keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan
analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian data. Demam
menggambarkan tentang masalah kesehatan yang nyata atau potensial dan pemecahannya
11
membutuhkan tindakan keperawatan sebagai masalah klien yang dapat ditanggulangi.
(Lismidar, 1990)
Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus
semam tifois dengan masalah peningkatan suhu, yaitu :
1. Peningkatan suhu tubuh sehubung dengan proses infeksi kuman Salamonella thypi
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia
3. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan (mual/muntah)
4. Nyeri akut berhubunga n dengan inflamasi pencernaan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
D. Perencanaan
Perencanaan ini meliputi penentuan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan
dan kriteria hasil, merumuskan rencana tindakan dan mengemukakan rasional dan
rencana tindakan.
1. Diagnosa Keperawatan I
Peningkatan suhu tubuh dengan proses infeksi kuman salamonella typhi
a. Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas normal
b. Kriteria hasil
1) Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 C
2) Klien bebas demam
c. Intervensi
1) Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga
2) Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau handuk pada
tubuh, khususnya pada aksila dan paha
3) Peningkatan kalori dan beri banyak minum
4) Anjurkan memakai baju yang tipis dan menyerap keringat
5) Observasi tanda – tanda vital terutama suhu dan denyut nadi
6) Kolaborasi dangan tim medis dalam pemberian obat terutama anti piretik
d. Rasional

12
1) Dengan hubungan yang baik dapat meningkatan kerja sama dengan klien
selama pengobatan
2) Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu
3) Air merupakan pengatur suhu tubuh
4) Baju yang tipis akan mudah untuk meyerap keringat yang keluar
5) Observasi tanda – tanda vital merupakan deteksi dini untuk mengetahui
komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan
6) Pemberian obat terutama antibodi akan membunuh kuman salamonella typhi
sehingga mempercepat proses penyembuhan.
2. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia
a. Tujuan : nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
b. Kriteria hasil
1) Nafsu makan meningkat
2) Pasien mampu menghabiskan makanan esuai dengan porsi yang diberikan
c. Intervensi
1) Kaji pola nutrisi klien
2) Kaji makanan yang tidak disukai
3) Anjurkan tirah baring atau pembatas aktivitas selama fase kulit
4) Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
5) Hindari pemberian laksatif
d. Rasional
1) Mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
2) Meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian
makan yang tidak disukai
3) Penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh
4) Mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan
5) Pengguanaannya berakibat buruk karena digunakan sebagai pembersih
makanan atau kalori tubuh
3. Diagnosa Keperawatan III
13
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan (mual/muntah)
a. Tujuan : kebutuhan cairan elektrolit terpenuhi
b. Kriteria hasil
1) Turgor kulit meningkat
2) Wajah tidak nampak pucat
c. Intervensi
1) Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan
keluarga
2) Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan
3) Anjurkan pasien untuk minum yang banyak
4) Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif atau
diuretik
5) Koraborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral atau parenteral)
d. Rasional
1) Untuk mempermudah pemberian cairan (minuma) pada pasien
2) Untuk mengetahui keseimbangan cairan 2,5 liter/24 jam
3) Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
4) Membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat munta dan penggunaan
laksatif atau diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut
5) Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral)
4. Diagnosa Keperawatan IV
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan
a. Tujuan : nyeri tidak dirasakan
b. Kriteria hasil
1) Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan peredar nyeri
diberikan
c. Intervensi
1) Catata keluhan nyeri, termasuk lokal, lamanya, intensitas (skala0-10)
2) Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
3) Kolaborasi dalam pembeerian obat yang diresepkan
14
d. Rasional
1) Membantu diagnoasa keluhan nyeri
2) Membantu menegakkan diagnosa dan kebutuhan terapi
3) Menghilangkan nyeri
5. Diagnosa Keperawatan V
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
a. Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal
b. Intervensi
1) Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebats
kemampuan
2) Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan,minum)
3) Dkatkan keperluan pasien dalam jangkauan
4) Berikan latihan mobilisasi scara bertahap sesudah demam hilang
c. Rasional
1) Pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang
bedrest
2) Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi
3) Untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas
4) Untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian penyakit thypus adalah
penyakit infeksi menular yang teradi pada anak maupun orang dewasa. Tetapi demam
tifoid lebih serang menyerang anak. Walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari
pada orang dewasa.

15
Penyakit thypus abdominalis atau demam thpoid merupakan problem atau masalah yang
serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya
Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak ditemukan sepanjang tahun. Thypus
abdominalis disebabkan oleh salmonella thypi.
B. Saran
Dari pemaparan diatas penulis berharap agar pembaca senantiasa memperhatikan
akan kesehatannya sendiri, lingkungan dan sekitarnya agar terhindar dari penyakit
menular khususnya penyakit thypus dengan melakukan pencegahan sejak dini.

16

Anda mungkin juga menyukai