OLEH
KELOMPOK V
MEITY DELANI DAUD (621419013)
Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya. Adapun tujuan Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok
mengenai mata kuliah pendidikan Kewarganegaraan, dengan judul “ NEGARA DAN
KONSTITUSI”
Dengan makala ini kami berharap mahasiswa mampu memahami makna dari Negara
dan Konstitusi di indonesia. Dengan demikian, kami sadar makalah ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karen itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun
dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi.
Kami harap semoga makalah ini dapat memberi informasi yang membangun bagi
pembacanya, terutama mahasiswa, supaya bisa memahami pengertian negra dan konstitusi,
karna kita adalah penerus Bangsa Indonesia.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULIAN
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah
mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada
hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara
warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam
sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya
perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis
dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi
menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat
menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa. Realitas yang berkembang kemudian
memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat
untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa
yang berwenang melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi,
menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu.
Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak
warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia
kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai keadilan
sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Dengan melihat kembali dari hasil-hasil
perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan
memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. Dalam artian, sampai sejauh mana
rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi
kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat
dikatakan konstitusi menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.
Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat
ada saat itu. Pada zaman Yunani Kuno para ahli filsafat negara merumuskan pengertian
secara beragam. Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 S.M., merumuskan negara dalam
bukunya Politica , yang disebutnya sebagai negara polis, yang pada saat itu masih dipahami
negara masih dalam satu wilayah yang kecil. Dalam pengertian itu negara disebut sebagai
negara hukum, yang di dalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut dalam
permusyawaratan (ecclesia). Oleh karena itu menurut Aristoteles keadilan merupakan syarat
mutlak bagi terselenggaranya negara yang baik, demi terwujudya cita-cita seluruh warganya.
Pengertian lain tentang negara dikembangkan oleh Agustinus, yang merupakan tokoh
Katolik. Ia membai negara dalam dua pengertian yaitu Civitas Dei yang artinya negara
Tuhan, dan Civitas Terrena atau Civitas Diaboki yang artinya negara duniawi. Civitas
Terrena ini ditolah oleh Agustinus, sedangkan yang dianggap baik adalah negara Tuhan atau
Civias Dei. Negara Tuhan bukanlah negara dari dunia ini, melainkan jiwanya yang dimiliki
oleh sebagian atau beberapa orang didunia ini untuk mencapainya. Dapun yang
melaksanakan negara adalah Gereja yang mewakili negara Tuhan. Meskipun demikian bukan
berarti apa yang di luar Gereja itu tersaing sama sekali dari Civitas Dei (Kusnardi, 1995).
Berbeda dengan konsep penegrtia Negara menurut kedua tokoh pemikir negara tersebut,
Nicollo Machiavelli (1469-15277), yang merumuskan Negara sebagai negara kekuasaan,
dalam bukunya 'Il Principle' yang dahulu merupakan buku referensi pada raja. Machiavelli
memandang negara dari sudut kenyataan bahwa dalam suatu negara harus ada suatu
kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pemimpinnegara atau raja. Raja sebagai pemegang
kekuasaan negara tidak mungkin hanya mengandalkan kekuasaan hanya pada suatumoralitas
atau kesusilaan. Kekacauan timbul dalam suatu negara karena lemahnya kekuasaan negara.
Bahkan yang lebih terkenal lagi ajaran Machiavelli tentang tujuan yang dapat menghalalkan
segala cara. Akibat ajaran ini muncullah berbagai praktek pelaksanaan kekuasaan negara
yang otoriter, yang jauh dari nilai-nilai moral.
Teori negara menurut Machiavelli tersebut mendapat tantangan dan reaksi yangkuat dari
filsuf lain sepertiThomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704) dan Rousseau
(1712-1778).mereka mengartika negara sebagai suatu badan atau organisasi hasil dari
perjanjiam msayarakat secara bersama. Menurut mereka, manusia sejak dilahirkan telah
membawa hak-hak asasinya seperti untu hak hidup, hak milik serta hak kemerdekaan. Dalam
keadaan alamiah sebelum terbentuknya negara, hak-hak tersebut belum ada yang menjamin
perlindungannya, dalam satu naturalis, yaitu sebelum terbentuknya negara, hak-hak itu akan
dapat didengar. Konsekuensinya dalam kehidupan alamiah tersebut terjadilah pembenturan
kepentingan berkaitan dengan hak-hak masyarakat tersebut. Dalam keadaan naturalis
sebelum terbentuknya negara, menurut Hobbes akan terjadi homo homini lupus, yaitu
manusia menjadi serigala bagi manusia lain, dan akan timbul suatu perang semesta yang
disebut sebagai belum omnium contre omnes dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.
Berikut ini konsep pengertian negara modern yang dikemukakan oleh para tokoh antara
lain: Berikut ini konsep pengertian negara modern yang dikemukakan oleh para tokoh
antara lain: Roger h. Soltau, mengemukakan bahwa negara adalah sebagai alat egency atau
wewenang / authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas
nama masyarakat (Soltau, 1961). Sementara itu menurut Harorl J. Lasky, bahwa negara
adalah merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan kerena mempunyai wewenang yang
bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok, yang
merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang
hidup dan bekerjasama untuk tercapainya suatu tujuan bersama. Masyarakat merupakan suatu
negara manakala cara hidup yang harus diataai baik oleh individu maupun kelompok-
kelompok, ditentukan suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat (Lasky, 1947:
8-9). Max Weber mengemukakan pemikirannya bahawa Negara adalah suatu masyarakat
yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dlam suatu wilayah
(Weber, 1958: 78). Mae Iver, menjelaskan bahwa negara adalah suatu yang
menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan
berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemeritah yang demi maksud
tersebut diberi kekuasaan memaksa (Iver, 1955 22). Sementara itu Miriam Budiarjo Guru
Besar Ilmu Politik Indonesia mengemukakan, bahwa negara adalah suatu daerah teritorial
yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari
warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan
(kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah (Budiarjo, 1985: 40-41).
Negara Indonesia
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh berbagai filsuf serta para sarjana
tentang negara, maka dapat disimpulkan bahwa semua negara memiliki unsur-unsur yang
mutlak harus ada. Unsur-unsur negara adalah meliputi: wilayah atau daerah teritorial yang
sah, rakyat yaitu suatu bangsa sebagai pokok negara da tidak terbatashanya pada salah satu
etnis saja, serta pe,erintahan yang sah diakui dan berdaulat. Negara Indonesia
Demikian pula bangsa dan Negara Indonesia tumbuh dan berkembnag dengan dilatar
belakangi oleh kekuasaan dan penindasan bangsa asing seperti penjajah Belanda serta Jepang.
Oleh karena itu bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dilatar belakangi oleh adanya
kesatuan nasib, yaitu bersama-sama dalam penderitaan dibawah penjajahan bangsa asing
serta berjuang merebut kemerdekaan. Selain itu yang sangat khas bagi bangsa Indonesia
adalah unsur-unsur etnis yang membentuk bangsa itu sangat beraneka ragam, baik latar
belakang budaya seperti bahasa, adaykebiasaan serta nilai-nilai yang dimilikinya. Oleh
karena itu erbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui suatu proses yang cukup
panjang. Sejak masa sebelum bangsa asing menjajah Indonesia, serta masa kejayaan kerajaan
Kutai, Sriwijaya, Majapahit, dan kerajaan-kerajaan lainnya. Kemudian datanglah bangsa
asing ke Indonesia maka bangsa Indonesia saat itu bertekad untuk membentuk suatu
persekutuan hiduo yang disebut bangsa, sebagai unsur pokok negara melalui Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928. Isi sumpah itu merupakan suatu tekad untuk mewujudkan unsur-unsur
negara yaitu satu nusa (wilayah) negara, satu bangsa (rakyat), dan satu bahasa, sebagai
bahasa pengikat dan komunkasi antar warga negara, dan dengan sendirinya setelah
kemerdekaan kemudian terbentuklah suatu pemerintahan negara.
Prinsip-prinsip negara Inddonesia dapat dikaji melalui makna yang terkandung di dalam
Pembukaan UUD 1945 Alenia I, menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya negara dan
bangsa Indonesia, yatu tentang kemerdekaan adalah hak kodrat segala bangda di dunia, dan
penjajahan itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan oleh karena itu harus
di ha-puskan. Alenia ke II, menjelaskan tentang perjalanan perjuangan bangsa Indonesia
dalam memperjuangkan kemerdekaan, alenia III menjelaskan tentang kedudukan kodrat
manusia Indonesia sebagai bangsa yang religius yang kemudian pernyataan kemerdekaan.
Adapun Alenia IV menjelaskan tentang terbentuknya bangsa dan negara Indonesia yang
disusun berdasarkan Undang-Undang Dasar negara, Wilayah negara serta dasar filosofis
negara ya-itu Pancasila (Notogoro, 1975).
2.2 Konstitusionalisme
Setiap negara modern dewasa ini senantiasa memerlukan suatu sistem pengaturan yang
dijabarkan dalam suatu konstitusi. Oleh karena itu konstitusionalisme mengacu kepada
pengertian sistem institusionalisasi secara efektif dan teratur terhadap suatu pelaksanaan
pemerintahan. Dengan lain perkataan untuk menciptakan suatu tertib pemerintahan
diperlukan pengaturan sedemikian rupa,sehingga dinamika kekuasaan dalam proses
pemerintahan dapat dibatasi dandikendalikan (Hamilton, 1931 255). Gagasan mengatur dan
membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespon
perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam suatu kehidupan umat manusia.
Ketika negara-negara bangsa (nation states) mendapatkan bentuknya yang sangat kuat,
sentralis dan sangat berkuasa selama abad ke-16 dan ke-17, berbagai teori poitik berkembang
untuk memberikan penjelasan mengenai perkembangan sistem yang kuat tersebut.
Bagi bangsa Indonesia dsara filosofis yang dimaksud adalah dasar filsafat negara
Pancasila. Lima prinsip dasar yang merupakan dasar filosofis bangsa Indonesia tersebut
adalah: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, (3)
Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan (5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Kelima prinsip dasar yang merupakan dasar filsafat negara Pancasila merupakan dasar
filosofis-ideologis untuk mewujudkan cita-cita ideal dalam bernegara yaitu: (1) mekindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) meningkatkan (memajukan)
kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupam bangsa, dan (4) ikut melaksanaan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Kesepakatan Ketiga adalah berkenaan dengan (a) bangunan organ negara dan prosedur-
prosedur yang mengatur kekuasaan, (b) hubungan-hubungan antar organ negara itu satu sama
lain, serta (c) hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara. Dengan adanya
kesepakatan tersebut, maka isi konstitusi dapat dengan mudah dirumuskan karena benar-
benar mencerminkan keinginan bersama, berkenaan dengan institusi kenegaraan dan
mekanisme ketatanegaraan yang hendak dikembangkan dalam kerangka kehidupan negara
berkonstitusi (konstituasion state). Kesepakatan itulah yang dirumuskan dalam dokumen
konstitusi yang diharapkan dijadikan pegangan bersama dalam kurun waktu yang cukup
lama. Para perancang dan perumus konstitusi tidak seharusnya membayangkan bahwa
konstitusi akan diubah dalam waktu dekat. Konstitusi tidak sama dengan dengan Undang-
Undang yang dapat lebih mudah diubah. Karena itulah mekanisme perubahan Undang-
Undang Dasar meman sudah seharusnya tidak diubah semudah mengubah undang-undang.
Meskipun demikian seharusnya konstitusi tidak disakralkan dari kemungkinan perubahan
seperti yang terjadi tatkala Orde Baru.
keseluruhan kesepakatan itu pada intinya menyangkut prinsip pengaturan dan pembatasan
kekuasaan. Atas dasar pengertian tersebut maka sebenarnya prinsip konstitusionalisme
modern adalah menyangkut prinsip pembatasan kekuasaan atau yang lazim disebut sebagai
prinsip limited goverment. Dalam pengertian inilah maka konstitusionalisme mengatur dua
hubungan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: pertama, hubungan antara
pemerintahan dengan warga negara; dan kedua, hubungan antara lembaga pemerintahan
yang satu dnegan lainnya.
1 Pengantar
Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945,
banyak yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945,
memang amandemen tidak dimaksudkan untuk mengganti sama sekali UUD 194, akan
tetapi merupakan prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung
mengubah UUD-nya itu sendiri, amanndemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian
yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD tersebut (Mahfud, 1999: 64). Dengan
sendirinya amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai perbahan pada pasal-pasal
maupun memberikan tambahan-tambahan.
Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 tersebut didasarkan pada suatu
kenyataan sejarah selama masa Orde Lama dan Orde Baru, bahwa penerapan terhadap
pasal-pasal UUD memiliki sifat 'multi interpretable" atau dengan kata lain berwayuh arti;
sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden. Karena
latar belakang politik inilah maka masa Orde Baru berupaya untuk melestarikan UUD
1945 seakan-akan bersifat keramat yang tidak dapat diganggu gugat.
Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 adalah tidak
adanya sistem kekuasaan dengan "checks and balances" terutama terhadap kekuasaan
eksekutif. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945
adalah merupakan suatu keharusan, karena hal itu akan mengantarkan bangsa Indoesia ke
arah tahapan baru melakukan penataan terhadap ketatanegaraan.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pegertian hukum dasar meliputi dua maca yaitu,
hukum dasar tertulis (convensi). Oleh karena itu sifatnya yang tertulis, maka UUD itu
rumusannya tertulis dan tidak mudah berubah. Secara umum menurut E.C.S.
Wade dalam bukunya Constitusional Law, UUD menurut sifat dan fungsinya adalah
suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan
tersebut.
Jadi pada prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur
dalam Undang-Undang Dasar. Bagi mereka yang memandang negara dari sudut
kekuasaan dan menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka Undang-
Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan
bagaimana kekuasaan tersebut diabagi antara Badan Legislatif, Eksekutif dan Badan
Yudikatif.
(1) Telah cukup jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya membuat
garis-garis besar instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara
negara untuk menyelenggarakan negara, untuk menyelenggarakan kehidupan negara
dan kesejahteraan sosial.
(2) Sifatnya yang supel (elastic) dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa
masyarakat itu harus terus berkembang, dinamis. Negara Indonesia akan terus
tumbuh berkembang seiring dengan perubahan zaman. Berhubung dengan itu
janganlah terlalu tergesa-gesa memberikan kristalisasi, memberikan bentuk kepada
pikiran-pikiram yang masih berubah. Memang sifat aturan yang tertulis itu bersifat
mengikat, oleh karena itu makin supel sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus
menjaga agar supaya sistem dalam Undang-Undang Dasar itu jangan ketinggala
zaman.
Menurut Padmowahyono, seuruh kegiatan negara dapat dikelompokkan menjadi dua macam
yaitu:
(1) Oleh karena itu sifatnya tertulis maka rumusnya jelas, merupakan suatu hukum positif
yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi
setiap warga negara.
(2) Sebagimana tersebut dalam penjelasan UUD 1945 bahwa UUD 1945 bersifat singkat
dan supel, memuat aturan-aturan yaitu memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali
harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman, serta memuat hak-hak
asasi manusia.
(3) Memuat norma-norma, atura-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus
dilaksanakan secara konstutusional.
(4) UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan peraturan hukum positif yang
tertinggi, di samping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-norma hukum positif
yang lebih rendah dalam hierarkhi tertib hukum Indonesia.
(1) Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara.
(2) Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar.
(3) Diterima oleh seluruh rakyat.
(4) Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang
tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar.
(1) Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat. Menurut pasal 37 ayat (1)
dan (4) UUD 1945, segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara terbanyak.
Akan tetapi sistem ini dirasa kurang jiwa kekeluargaan sebagai kepribadian bangsa,
karena itu dalam praktek-praktek penyelenggaraan negara selalu diusahakan untuk
mengambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan ternyata hampir
selalu berhasil. Pungutan suara baru ditempuh, jikalau usaha musyawarah untuk
mufakat sudah tidak dapat dilaksanakan. Hal yang demikian ini merupakan
perwujudan dari cita-cita yang terkandung dalam Pokok Pikiran Ke-rakyatan dan
Permusyawaratn/Perwakilan.
(2) Praktek-praktek penyelenggaraan negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak
tertulis antara lain:
(a) Pidati kenegaraan Presiden Republik Indonesia setiap tanggal 16 Agustusdi
dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat.
(b) Pidato Presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja negara pada minggu pertama bulan Januari
setiap tahunnya.
Ketiga hal tersebut dalam batinnya secara tidak langsung adalah merupakan
realisasi dan Undang-Undang Dasar (meruapakan pelengkap). Namun perlu digaris
bawahi blamana convensi ingin dijadikan menjadi rumusan yang bersifat tertulis, maka
yang berwenang adalah M PR, dan rmusannya bukanlah merupakan suatu hukum dasar
melainkan tertuang dalam ketetapan MPR.
Jadi convensi bilamana dikehendaki untuk menjadi suatu aturan dasar yang tertulis,
tidak secara otomatis setingkat dengan UUD, melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.
4. Konstitusi
Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas daripada pengertia Undang-Undang
Dasar, karena pengertian Undang-Undang Dasar hanya meliputi konstitusi tertulis saja
dan selain itu masih terdapat konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih terdapat
konstitusi tidak tertulis yang tidak tercakup dalam Undang-Undang Dasar.
pemerintahan negara ini dikeluarkan dengan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan
negara yang dirinci sebgai berikut. Walaupun tujuh kunci pokok tersebut mengalami
perubahan. Oleh karena itu sebagai studi komparatif, sistem pemerintahan negara
menurut UUD 1945 setelah amandemen, dijelaskan sebagai berikut.
b. Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasarkan atas sistem kostitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolut
(kekuasaan yang tidak terbtas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara
pengendalian pemerintah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan
sendirinya juga oleh ketentun-ketentuan hukum lain merupakan produk
konstitusional, ketetapan MPR, Undang-Undang dan lainnya. Dengan demikian
sistem ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem negara hukum seperti dikemukkan
di atas.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
2. Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang
berdirinya suatu negara.
3. Antara negara dan konstitusi mempunyai hubungan yang sangat erat. Karena
melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara.
4. Pancasila merupakan filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa.
Pancasila sebagai alat yang digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan
mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi idiologi tertutup, sehingga pancasila bukan
sebagai konstitusi melainkan UUD 1945 yang menjadi konstitusi di Indonesia.
3.2 Saran
Kepada para pembaca kami menyarankan agar lebih banyak membaca buku yang berkaitan
dengan Negara atau Konstitusi agar lebih memahami kedua hal tersebut. Agar masyarakat
mengetahui tentang Negara dan Konstitusi di negara kita.dan juga diharapkan informasi ini
dapat tersebar luas ke masyarakat agar terbentuk jiwa nasionalisme sebagai tonggak
kemajuan Negara
DAFTAR PUSTAKA