Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TINDAKAN

PHACOEMULSIFIKASI DENGAN KECEMASAN PADA


PASIEN KATARAK DI RUMAH SAKIT MATA SOLO

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

SEPTIA PUTRI WAHYUNINGTYAS

J210141036

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TINDAKAN


PHACOEMULSIFIKASI DENGAN KECEMASAN PADA
PASIEN KATARAK DI RUMAH SAKIT MATA SOLO

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

SEPTIA PUTRI WAHYUNINGTYAS

J210141036

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Agus Sudaryanto, S. Kep., Ns., M. Kes.


NIK. 901

i
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TINDAKAN


PHACOEMULSIFIKASI DENGAN KECEMASAN PADA
PASIEN KATARAK DI RUMAH SAKIT MATA SOLO

OLEH

SEPTIA PUTRI WAHYUNINGTYAS


J 210.141.036

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Rabu, 04 Mei 2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji

1. Agus Sudaryanto, S. Kep., Ns., M.Kes (………………...)

2. Arief Wahyudi J., S.Kp., Ns., M.Kep (………………...)

3. Arina Maliya S. Kep., M.Si.Med (………………...)

Surakarta, 04 Mei 2016


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dekan,

Dr. Suwaji, M.Kes

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,

maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 04 Mei 2016


Penulis

SEPTIA PUTRI WAHYUNINGTYAS


J 210.141.036

iii
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TINDAKAN PHACOEMULSIFIKASI DENGAN
KECEMASAN PADA PASIEN KATARAK
DI RUMAH SAKIT MATA SOLO

Septia Putri Wahyuningtyas

Abstrak

Kesehatan mata sangatlah penting karena penglihatan tidak dapat digantikan oleh apapun,
penyakit umum pada mata dapat digolongkan dalam beberapa kelompok, salah satu penyebab dari
kebutaan diseluruh dunia adalah katarak. Katarak adalah keadaan lensa mata yang keruh, berbagai
studi melaporkan prevalensi katarak disebabkan oleh penuaan pada usia diatas 65-74 tahun
sebanyak 50%. Penanganan katarak dapat dilakukan dengan pembedahan yaitu dengan metode
phacoemulsifikasi. Operasi ini menggunakan ultrasonografi yang tidak membutuhkan banyak
jahitan dibagian kornea atau sklera anterior. akan tetapi pengetahuan dan sikap masyarakat
indonesia terhadap kesehatan mata dan pengobatan katarak masih kurang dan banyak penderita
yang akan dilakukan pembedahan mengalami kecemasan yang berlebih karena kurangnya
informasi tentang pembedahan katarak dengan metode phacoemulsifikasi. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tindakan phacoemulsifikasi
dengan kecemasan pada pasien katarak di Rumah Sakit Mata Solo. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif . Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.
Subyek penelitian ini adalah semua pasien penderita katarak usia 45-80 tahun sebanyak 97
responden dengan menggunakan accidental sampling. Analisa data menggunakan uji Korelasi
Spearman Rank (Rho) dengan taraf signifikansi (α = 0,05) didapatkan p value 0,001 (p<0,05)
sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Simpulan yaitu adanya hubungan antara tingkat pengetahuan
tentang tindakan phacoemulsifikasi dengan kecemasan pada pasien katarak di Rumah Sakit Mata
Solo. Saran bagi Rumah Sakit dapat menyediakan sarana untuk memberikan pendidikan kesehatan
sebelum dilakukan tindakan operasi katarak dengan phacoemulsifikasi, sehingga dapat mengurangi
kecemasan saat menghadapi tindakan pembedahan katarak secara lebih baik.

Kata kunci : pengetahuan, phacoemulsifikasi, kecemasan, katarak

Abstract

The healthy of our eyes is very important becauses of our sight can’t be replace by
anything the disease of eyes can be classify to some category, one of blindness causes in this world
is cataract. Cataract is turbid condition on ocular, based on study report prevalence of cataract is
causes aging on over 65-74 years old as many as 50%. The cataract treatment with surgery that is
phacoemulsifikasi method. This surgery is use ultrasonography that does not need many scam on
cornea or anterior sclera. But the peoples knowledge and their attitude in Indonesia to their
healthy eyes and cataract treatment is very less by phacoemulsifikasi method. The purpose of this
research is to knowing the relationship between knowledge level of phacoemulsifikasi method and
anxiety for cataract’s patients at Eye Hospital of Surakarta (Solo). This research was used
quantitative, with descriptive analytic and cross sectional method. The research subjec all of
cataract’s patients in 45-80 years old as much as 97 respondents by used accidental sampling. The
analysis was used Spearman Rank (Rho) with significance level (α = 0,05) and p value 0,001
(p<0,05) so Ho was denied and Ha was accepted. The results showed of this research a
relationship between knowledge level of phacoemulsifikasi and anxiety for cataract’s patients at
Eye Hospital of Solo. The suggestions for Eye Hospital Solo can be provide the means to provide
health education prior to cataract surgery with phacoemulsifikasi, so can detract anxiety when
they confront cataract’s surgery.

Keywords : knowledge, phacoemulsifikasi, anxiety, cataract.


PENDAHULUAN
Kesehatan mata sangatlah penting karena penglihatan tidak dapat digantikan
dengan apapun, maka mata memerlukan perawatan yang baik. Kebutaan yang
diakibatkan karena katarak merupakan masalah kesehatan secara global yang harus
segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan penglihatan dapat
mengakibatkan kebutaan dan kehilangan fungsi mata. Penyakit umum pada mata dapat
digolongkan dalam beberapa kelompok, salah satu penyebab dari kebutaan di seluruh
dunia adalah katarak. Katarak adalah dimana keadaan suatu lensa mata yang pada
awalnya jernih menjadi keruh (Sidarta, 2014).
Berbagai studi melaporkan jumlah prevalensi katarak penyebab umumnya adalah
akibat penuaan yaitu usia 65- 74 tahun sebanyak 50%. Jumlah prevalensi ini meningkat
pada usia di atas 75 tahun (Vaughan, 2009). Pada tahun 2006, World Health Organization
dalam estimasi global terbaru yaitu 314 juta orang di dunia mengalami gangguan
penglihatan dan 45 juta nya menderita kebutaan (Trithias, 2012).
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen RI (2013),
menunjukkan bahwa prevalensi kebutaan nasional sebesar 3.099.346 dan 0,4 persen jauh
lebih kecil dibanding prevalensi kebutaan tahun 2007 (0,9%). Proporsi terjadinya katarak
tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Proporsi
terendah ditemukan di DKI Jakarta (0,9%) diikuti Sulawesi Barat (1,1%). Alasan utama
penderita katarak belum dilakukan operasi adalah karena ketidaktahuan (51,6%),
ketidakmampuan (11,6%), dan ketidakberanian (1,6%).
Banyak usaha yang dilakukan untuk mencegah atau memperlambat progresivitas
terjadinya katarak, tetapi tata laksana yang masih dilakukan adalah dengan pembedahan.
Pembedahan katarak saat ini semakin banyak, diantaranya operasi katarak Ekstrakapsular
(EKEK), operasi katarak Intrakapsular (EKIK), dan Phacoemulsifikasi. Salah satu tehnik
pembedahan yang menggunakan vibrator ultrasonik (laser) yaitu pembedahan dengan
metode phacoemulsifikasi, karena operasi ini tidak membutuhkan banyak jahitan di
bagian kornea atau sklera anterior (Bruce, 2005). Operasi mata khususnya katarak telah
meningkat dari 60% sampai 93% lebih di berbagai Negara dan hal ini di respon langsung
oleh perawat mata (Royal College of Nursing, 2009).
Pengetahuan dan sikap masyarakat di Indonesia terhadap kesehatan mata masih
memprihatinkan, kurangnya pemahaman masyarakat disebabkan oleh berbagai hal
diantaranya kurangnya akses informasi mengenai penyebab dan pengobatan katarak.
Kejadian tersebut dapat menyebabkan terlambatnya penderita katarak dalam
pengobatannya, yang pada akhirnya dapat membuat gangguan penglihatan yang
seharusnya dapat segera ditangani menjadi kadaluwarsa. Hingga saat ini banyak
ditemukannya kasus kebutaan pada penderita katarak karena masih banyak yang tidak
dioperasi (Vaughan, 2009).
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bidang Rekam Medis Rumah Sakit Mata
Solo, pasien yang melakukan pembedahan katarak sejumlah 3581 pasien dalam kurun
waktu 1 tahun pada bulan Oktober 2014 sampai dengan September tahun 2015.
Berdasarkan observasi dari peneliti, sebelum dilakukan operasi pasien pre
operasi katarak biasanya diliputi oleh perasaan cemas, tegang, gelisah, perasaan takut,
dan sering bertanya kepada perawat apakah proses operasinya berlangsung lama. Tingkat
kecemasan dan respon pasien berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Respon
fisiologis secara umum berhubungan dengan adanya nadi meningkat, refleks-refleks
meningkat, gangguan tidur, wajah tegang, jantung berdebar-debar, kelemahan, sering
berkemih, sesak nafas, dan tekanan darah meningkat (Fitria, Sriati, Hernawaty, 2013).

2
Berdasarkan studi pendahuluan terhadap 10 responden pasien yang akan
dilakukan tindakan operasi katarak dengan phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Mata Solo,
saat dilakukan wawancara oleh peneliti tentang pengetahuan tindakan operasi
phacoemulsifikasi. Didapatkan 4 responden mengatakan tidak tahu sama sekali tentang
tindakan phacoemulsifikasi. Tiga responden dapat mendeskripsikan tentang tindakan
operasi katarak namun merasa cemas, sedangkan 3 responden lainnya tidak mengetahui
tentang tindakan operasi katarak namun merasa biasa saja tidak mengalami perasaan
cemas dan beranggapan semata karena ingin berobat dan dapat melihat kembali.
Kecemasan merupakan suatu perasaan yang tidak santai atau samar-samar karena
rasa ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai dengan suatu respons (sumber sering
kali tidak diketahui oleh individu). Secara umum proses terjadinya masalah pasien yang
mengalami kecemasan biasanya dimulai dari gangguan citra tubuh, kurangnya
pengetahuan mengenai masalah yang sedang dihadapi atau pasien sudah mampu
menghadapi masalah namun koping yang ditampilkan belum efektif sehingga dapat
menimbulkan rasa cemas (Fitria, Sriati, Hernawaty, 2013).
Diperkirakan jumlah pasien yang mengalami gangguan kecemasan baik akut
maupun kronis mencapai 5% dari jumlah penduduk, antara wanita dan pria dengan
perbandingan 2 banding 1. Didapatkan hasil perkiraan antara 2%- 4% diantara penduduk
di dalam kehidupannya pernah mengalami gangguan cemas (Hawari, 2011). Masih
kurangnya pengetahuan pasien katarak terhadap tindakan operasi katarak dengan
phacoemulsifikasi berpengaruh terhadap hubungan tingkat kecemasan pasien.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan tindakan phacoemulsifikasi dengan
kecemasan pada pasien katarak di Rumah Sakit Mata Solo.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dari penginderaan terhadap
suatu obyek tertentu, yang terjadi melalui panca indera manusia diantaranya penglihatan,
penciuman, pendengaran, rasa dan raba. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, salah satu yang terpenting adalah faktor pendidikan. Diharapkan dimana dengan
tingkat pendidikan seseorang itu lebih tinggi maka orang tersebut akan semakin luas
dalam wawasan dan ilmunya. Akan tetapi peningkatan pengetahuan tidak hanya
didapatkan pada pendidikan formal saja, karena pada seseorang yang berpendidikan
rendah dapat memperoleh pengetahuan dari pendidikan non formal. Oleh karena itu, tidak
selalu seseorang dengan pendidikan rendah itu berpengetahuan rendah (Wawan, 2011).

Phacoemulsifikasi
Pengobatan katarak yaitu dengan tindakan pembedahan. Pembedahan katarak
saat ini semakin banyak, salah satunya yaitu dengan metode phacoemulsifikasi.
Pembedahan ini menggunakan vibrator ultrasonik (laser untuk menghancurkan nukleus
yang akan diaspirasi dengan insisi 2,5-3 mm, fragmen- fragmen diirigasi keluar secara
otomatis. Adapun keuntungan dari tindakan insisi kecil ini diantaranya pemulihan visus
yang lebih cepat, terjadinya komplikasi dan inflamasi setelah pembedahan lebih minimal.
(Sidarta, 2014).
Banyak usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya katarak atau
memperlambat progresivitas, tetapi tatalaksana yang harus dilakukan adalah dengan
tehnik pembedahan dan tidak perlu menunggu katarak menjadi matang untuk dilakukan
pembedahan (olver, 2009).

3
Langkah – langkah dengan menggunakan tehnik phacoemulsifikasi, fragment-
fragment diirigasi dapat keluar secara otomatis. Implan lensa intraokular (IOL) berbentuk
lunak, sehingga dapat dilipat dan dimasukkan ke dalam kapsul lensa (IOL kamera oculi
posterior) melalui insisi kecil (Vaughan, 2009).

Kecemasan
Cemas merupakan pengalaman sehari- hari yang dihadapi oleh setiap individu,
keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Cemas berbeda dengan rasa takut,
takut merupakan penilaian intelektual sesuatu hal yang berbahaya, sedangkan cemas
adalah merupakan suatu respons emosional terhadap penilaian tersebut.
State- Trait Anxiety (STAI) merupakan instrumen untuk mengukur kecemasan
definitif pada orang dewasa. Teori ini membedakan kecemasan sebagai State dan Trait.
Menurut Spielberger (1983) kecemasan dibagi menjadi dua bagian; kecemasan sebagai
suatu sifat (trait-Anxiety), yaitu kondisi pada diri seseorang kecenderungan terhadap
ancaman oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak membahayakan dan kecemasan ini
cenderung kecemasan yang stabil dalam menanggapi situasi yang dianggap sebagai
ancaman, dan kecemasan sebagai suatu keadaan (state-Anxiety), yaitu suatu kondisi
emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan khawatir, dan
tegang baik direspon secara sadar dan bersifat subyektif, dan meningginya aktivitas
sistem syaraf otonom dan kondisi ini bervariasi intensitasnya dapat berubah dari waktu ke
waktu (Amir, 2012).

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Metode penelitian ini korelasional dengan menggunakan tehnik pengambilan data
dan pendekatan cross sectional yang digunakan untuk meneliti data variabel independen
dan dependen pada waktu yang bersamaan (Nursalam, 2011).

Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien katarak yang akan dilakukan
tindakan operasi dengan Phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Mata Solo dan jumlah
populasinya sebanyak 3581 pasien dalam rentang waktu Oktober 2014 - September 2015.

Instrumen Penelitian
Instrumen dalam pengumpulan data yaitu kuesioner pengetahuan tentang tindakan
Phacoemulsifikasi dan kecemasan pada pasien katarak di Rumah Sakit Mata Solo.

Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini adalah analisa Univariat dengan tabel distribusi
frekuensi dan analisa Bivariat dengan uji korelasi Pearson.
Uji statistik yang digunakan adalah korelasi product moment dari Pearson karena
jenis data kedua variabel adalah sama yaitu ordinal. Langkah awal dalam uji korelasi
Pearson adalah untuk memastikan bahwa distribusi data harus normal dengan uji
normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas pada variabel
pengetahuan dan kecemasan didapatkan nilai Skewness dan standar errornya 0,245
(menghasilkan angka ≤ 2). Dapat disimpulkan bahwa data uji normalitasnya tidak
terdistribusi dengan normal, sehingga dipilih uji analisis alternatifnya yaitu uji korelasi
Spearman Rank dengan asumsi penelitiannya adalah ordinal dan ordinal sehingga objek
atau responden dapat diranking dalam dua rangkaian yang berurutan.

4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara antara pengetahuan tentang
tindakan Phacoemulsifikasi dan kecemasan pada pasien katarak di Rumah Sakit Mata
Solo.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi jenis kelamin Responden


Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 46 47.4
perempuan 51 52.6
Jumlah 97 100
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 51 responden (52.6%), responden laki-laki sebanyak 46
responden (47.4%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden


Pendidikan Frekuensi Presentase (%)
Tidak Tamat SD 7 7.2
SD 28 28.9
SMP 23 23.7
SMA 25 25.8
Perguruan Tinggi 14 14.4
Jumlah 97 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan SD yaitu
sebanyak 28 responden (28.9%). Sedangkan yang paling sedikit responden berpendidikan
tidak tamat SD yaitu sebanyak 7 responden (7.2%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi pekerjaan


Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
PNS 10 10.3
Swasta 30 30.9
IRT 18 18.6
Wiraswasta 16 16.5
Petani 23 23.7
Jumlah 97 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pekerjaan
swasta yaitu dengan jumlah 30 responden (30.9%). Responden paling sedikit dengan
pekerjaan PNS yaitu 10 responden (10.3%).
(80,7%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden


Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Baik 18 18.6
Cukup 56 57.7
Kurang 23 23.7
Jumlah 97 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat
pengetahuan cukup yaitu berjumlah 56 responden (57.7%), tingkat pendidikan baik 18
responden (18.6%), dan kurang sejumlah 23 responden (23.7%).

5
Tabel 5. Distribusi Tingkat Kecemasan Terhadap Tindakan Phacoemulsifikasi
Tingkat kecemasan Frekuensi Persentase (%)
Ringan 31 32.0
Sedang 39 40.2
Berat 27 27.8
Jumlah 97 100
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebanyak 31 responden (32.0%) tingkat
kecemasan nya ringan, 39 responden (40.2%) tingkat kecemasan nya sedang, 27
responden (27.8%) tingkat kecemasan nya berat.

Tabel 6. Tabel Tabulasi silang antara Tingkat Pengetahuan terhadap kecemasan tindakan
phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Mata Solo
Tingkat Kecemasan Total
Pengetahuan Ringan Sedang Berat
Frek % Frek % Frek % Frek %
Kurang 5 21,7 9 39,1 9 39,1 23 100
Cukup 19 33,9 20 33,9 18 32,1 57 100
Baik 7 38,9 10 61,1 0 0,0 17 100
Total 31 32,0 39 40,2 27 27,8 97 100
Tabel 6 menunjukkan bahwa memiliki pengetahuan cukup dengan tingkat
kecemasan sedang dengan 19 responden (33,9), dan yang memiliki pengetahuan baik
dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 0 responden (0%).

Tabel 5. Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan kecemasan


Hubungan p-value Correlation Coefficient
Pengetahuan dengan kecemasan 0,001 0,662
Tabel 7 Hasil uji analisis Spearman Rank diperoleh p value adalah 0,001
menunjukkan lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara variabel pengetahuan dengan kecemasan terhadap tindakan
phacoemulsifikasi di RS Mata Solo. Nilai koefisien korelasi Spearman (Rho) sebesar
0,662 yang menunjukkan kekuatan hubungan yang kuat.

PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Distribusi responden menurut jenis kelamin pada penelitian ini sebagian besar adalah
wanita (52.6%). Distribusi tersebut menunjukan bahwa sebagian besar responden wanita
memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita katarak dibandingkan laki-laki. Katarak
pada wanita kemungkinan dapat disebabkan salah satunya oleh pekerjaan ibu rumah
tangga yaitu memasak, pada saat memasak timbul hawa panas dan asap yang dapat
mengenai mata (Lusianawaty, 2007).
Menurut Sperduto dan Hiller yang dikutip dari Imelda (2014) rasio katarak pada pria
dan wanita adalah 1:8 dengan dominasi pasien adalah wanita yang berusia 65 sampai 75
tahun. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita memiliki resiko yang lebih
tinggi untuk memiliki tingkat kecemasan disebabkan karena wanita lebih peka terhadap
perasaan emosinya yang berpengaruh terhadap perasaan cemasnya (Untari, 2014).
Pendidikan akan mempengaruhi proses belajar. Dalam penelitian ini diketahui bahwa
sebagian besar responden berpendidikan SD yaitu sebanyak 28 responden (28.9%). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pendidikan akan berpengaruh terhadap informasi yang
diterima dan perilaku seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin

6
mudah seseorang menerima informasi sehingga pengetahuan yang dimilikinnya semakin
banyak. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah mudah
mengalami kecemasan, karena akan mempengaruhi kemampuan berfikir seseorang (Feist,
2009).
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Santi (2014) menyatakan tingkat pendidikan
yang rendah dapat menyebabkan kurangnya kesadaran mengenai penyakit katarak dan
dalam memperoleh pengobatan. Pemahaman suatu perubahan kondisi akan lebih mudah
dipahami dalam pendidikan seseorang untuk mendapatkan dan mencerna informasi yang
lebih mudah (Hidayat, 2008).
Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya penyakit katarak salah satunya
adalah pekerjaan seseorang, pekerjaan yang terpajan langsung oleh sinar matahari dan
sering terpajan sinar matahari lebih beresiko terkena penyakit katarak misalnya petani,
nelayan dan buruh. Pada penelitian ini didapatkan responden yang menderita paling
banyak adalah pekerjaan swasta mencapai 30 responden (30.9%) dan responden petani
juga banyak mencapai 23 responden (33.9%) . Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Lusianawaty, 2007) menunjukan peranan pekerjaan terhadap kejadian
penyakit katarak pekerjaan sebagai petani/nelayan/buruh (swasta) mencapai 38.0% dari
total kejadian.
Penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Sinha, dkk (2009) menyebutkan
adanya pengaruh yang bermakna antara tingkat kematangan katarak senilis dengan
pekerjaan. Bahwa pekerjaan responden yang berada di luar gedung tingkat kematangan
katarak sekitar 62% dibandingkan dengan responden yang bekerja di dalam gedung yaitu
sekitar 41,9%.
Pekerjaan yang membutuhkan banyak waktu yang lama di luar gedung akan sangat
berbahaya karena sinar radiasi sinar ultraviolet dari matahari akan diserap oleh lensa,
sehingga menyebabkan lensa menjadi keruh (Santi, 2014).

Pengetahuan tindakan Phacoemulsifikasi


Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh
responden mengenai tindakan phacoemulsifikasi sebagian besar adalah cukup. Tindakan
kesehatan yang diinginkan mungkin tidak akan terjadi apabila seseorang tidak memiliki
motivasi untuk bertindak dalam pengetahuan yang dimilikinya, karena pengetahuan
seseorang mengenai kesehatan dianggap penting sebelum terjadinya perilaku kesehatan
(Notoatmodjo, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Siswoyo, Suharto, Abu Bakar
(2015) menyatakan bahwa psikoedukasi terhadap pengetahuan pasien katarak mampu
meningkatkan pengetahuan pasien dari pengetahuan yang cukup menjadi baik. Bahwa
untuk mendapatkan pengetahuan yang baik yaitu salah satunya dengan mengubah jalan
pikiran agar menjadi rasional (Notoatmodjo, 2010).

Kecemasan
Hasil penelitian dengan menggunakan State Trait Anxiety menunjukkan hasil bahwa
tingkat kecemasan pada pasien katarak terhadap tindakan phacoemulsifikasi sebagian
besar adalah sedang. Kecemasan timbul akibat reaksi psikologis individu, stimulus
internal dan eksternal yang berlebihan berakibat dapat melampaui kemampuan untuk
menanganinya (Siswoyo, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Rondonuwu (2014)
menyatakan bahwa pendidikan kesehatan dapat menurunkan tingkat kecemasan dan
meningkatkan pengetahuan pada pasien pre operasi katarak. Kecemasan pasien timbul
dari perasaan yang tidak jelas yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti, tidak
berdaya, serta obyek yang tidak spesifik.

7
Hubungan antara Pengetahuan dengan Kecemasan
Hasil uji analisis data dengan menggunakan uji Koefisien Korelasi Spearman
Rank (Rho) menunjukkan (p-value) sebesar 0,001 sehingga H0 ditolak karena nilai (p-
value) lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara variable
tingkat pengetahuan dengan kecemasan pada pasien katarak. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa tingkat pengetahuan tindakan phacoemulsifikasi mempunyai hubungan dengan
kecemasan pasien katarak di RS Mata Solo. Nilai p value yang didapatkan 0,001 dan
dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,662. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi pengetahuan seseorang maka semakin baik tingkat kecemasannya dalam
menghadapi tindakan operasi. Berdasarkan penelitian pada tabel 4.6 sebagian responden
memiliki pengetahuan cukup dengan tingkat kecemasan yang sedang sebanyak 20
responden (33,9). Tindakan operasi atau pembedahan merupakan suatu pengalaman yang
sulit bagi hampir semua pasien, hal ini menimbulkan sikap yang berlebihan seperti
kecemasan yang dialami oleh pasien (Aris, 2015).
Kecemasan dapat timbul dari reaksi psikologis individu, kecemasan timbul secara
otomatis akibat stimulus yang berlebihan dan berdampak dalam keterbatasan kontrol
individu (Siswoyo, 2014). Dalam hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sawitri dan Sudaryanto (2008) yang menyimpulkan bahwa terdapat beda
yang signifikan bahwa sebelum dan setelah dilakukan komunikasi terapeutik (Health
Education) terhadap tingkat keemasan pada pasien pra bedah mayor. Perbedaan tersebut
ditandai dengan penurunan tingkat kecemasan setelah diberikan komunikasi terapeutik.
Diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku yang lebih baik (Siswoyo,
2015).
Dalam penelitian ini terdapat 39 responden memiliki kecemasan yang sedang terhadap
tindakan phacoemulsifikasi, terdapat 56 responden pengetahuannya cukup (57.7%), hal
tersebut didukung dengan oleh penelitian yang dilakukan oleh Shinta, dkk (2012) bahwa
ada hubungan antara tingkat pengetahuan pasien dengan tingkat kecemasan yang tidak
signifikan. Pemberian edukasi terhadap pasien mengenai suatu diagnosa penyakit
merupakan bagian terpenting bagi kesehatan, karena ketidakpatuhan pasien terhadap
kurangnya pengetahuan yang dapat menyebabkan kerusakan mata secara permanen.
Dimana akses informasi pada saat ini hampir tidak terbatas, diharapkan pemahaman
tentang metode pendidikan kesehatan perawatan mata efektivitas diperlukan untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit (Alhilali, Al Muammar dan
Abdulrahman 2016). Responden dengan pendidikan rendah mempunyai risiko 25 kali
untuk dapat terjadi katarak dibandingkan dengan responden berpendidikan tinggi, karena
akan berpengaruh terhadap pengetahuan responden. Pengetahuan yang rendah pada
masyarakat juga akan berdampak pada tidak pahamnya akan penyakit katarak dan juga
ditambah lagi sangat kurangnya informasi atau penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan (Santi, 2014). Temuan penelitian menurut Kekecs, et all (2014) tentang
pengaruh pengetahuan pasien dan saran terapeutik pada pasien operasi katarak bahwa
informasi pra operasi dikombinasikan dengan saran positif dan teknik manajemen
kecemasan dapat mengurangi kecemasan pada periode perioperatif operasi katarak.
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan reversibel di dunia, dan operasi katarak
meningkat pada usia dewasa yang lebih tua. Memperoleh pemahaman tentang dampak
dari operasi katarak penting untuk menjaga kesehatan dan keselamatan orang dewasa
(Mueleners, et all 2013). Tingkat pendidikan dan pengetahuan dapat mempengaruhi
status sosial dan ekonomi pada masyarakat termasuk pekerjaan dan status gizi, bahwa
risiko katarak sangat terkait pada responden yang berpengetahuan rendah karena
mempunyai risiko 2,42 kali menderita katarak (Echebiri, 2010). Pengetahuan dapat
diperoleh dari berbagai sumber informasi yang dapat meningkatkan pemahaman

8
seseorang, karena penginderaan yang baik akan meningkatkan pemahaman terhadap
suatu objek atau informasi.
Kecemasan akan timbul apabila seseorang merasa tidak aman terhadap lingkungan,
karena dukungan sosial dan lingkungan sekitar dapat mempengaruhi cara berfikir
seseorang mengenai diri sendiri dan orang lain. Penelitian ini diperkuat oleh Fraser, et all
(2013) bahwa penelitian ini menyelidiki gejala kecemasan setelah operasi katarak
pertama dan menentukan langkah yang mempengaruhi perubahan dalam menghadapi
kecemasan serta melakukan kinerja tugas sehari-hari, dan kegiatan sosial, karena
kecemasan merupakan masalah kesehatan utama bagi orang dewasa yang lebih tua.
Salah satu penatalaksanaan katarak adalah dengan operasi atau pembedahan, sehingga
diperlukan pengambilan keputusan yang sangat individual sifatnya. Di era globalisasi ini
perkembangan tekhnologi semakin meningkat, sebuah pengetahuan tentang tekhnologi
baru pada operasi katarak dengan menggunakan phacoemulsifikasi akan membantu para
ahli bedah untuk memaksimalkan manfaat klinis dan meningkatkan keamanan, efisiensi
dapat dicapai dengan tehnik phacoemulsifikasi (Shah, 2007). Pendidikan kesehatan pre
operasi dapat membantu klien dalam mengidentifikasi kekhawatiran yang sedang
dirasakan karena dapat menyampaikan pesan kesehatan kepada kelompok, masyarakat,
atau individu untuk memperoleh pengetahuan tentang kesehatan, sehingga perawat dapat
merencanakan intervensi keperawatan untuk mengurangi tingkat kecemasan
(Rondonuwu, 2014).

SIMPULAN dan SARAN


Simpulan
1. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang tindakan operasi katarak dengan teknik
phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Mata Solo sebagian besar adalah cukup.
2. Tingkat kecemasan pada pasien katarak terhadap tindakan phacoemulsifikasi di
Rumah Sakit Mata Solo sebagian besar adalah sedang.
3. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan tindakan phacoemulsifikasi dengan
kecemasan pada pasien katarak di Rumah Sakit Mata Solo.

Saran
1. Bagi Masyarakat
Masyarakat, khusus nya penderita katarak yang akan dilakukan operasi katarak
mampu meningkatkan pengetahuan dan mempersiapkan mental serta fisik yang baik
dalam menghadapi operasi katarak, sehingga dapat mengurangi kecemasan pasien
terhadap tindakan pembedahan katarak secara lebih baik.
2. Bagi institusi pendidikan khususnya mahasiswa
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan data dasar untuk melakukan
penelitian selanjutnya, dengan metode yang berbeda, menambah variabel, jumlah
populasi dan sampel sehingga mendapat hasil yang lebih spesifik dan signifikan
3. Bagi Tenaga Kesehatan, khususnya RS Mata Solo
Melakukan penyuluhan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk selalu
menjaga kesehatan mata serta meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan mata.
Serta peran petugas dalam meningkatkan kualitas kerja dapat memberikan edukasi
terhadap pasien dalam mengurangi tingkat kecemasan terhadap tindakan pembedahan
katarak dengan tehnik phacoemulsifikasi.

9
DAFTAR PUSTAKA
Alhilali, Sara M., AlMuammar, Abdulrahman M,. AlKahtani Eman., Khandekar Rajiv.,
AlJasser, Abdulrahman A. 2016. Preferred Method Of Education Patients in
Ophthalmic Care in Saudi Arabia. Journal Official Publication of Middle East
African Council of Ophthalmology. 2016.Vol23, Issue: 2, 168-
171.http://www.meajo.org/article.asp?issn=0974-
9233;year=2016;volume=23;issue=2;spage=168;epage=171;aulast=AlHilali;type=0
diakses pada tanggal 25 April 2016.
Amir, Nyak. 2012. Pengembangan Alat Ukur Kecemasan. Jurnal Penelitian dan Edukasi
Pendidikan tahun 16, No. 1, 2012
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=52273&val=448, diakses pada
tanggal 18 November 2015.
Aris Sugianto, Yustina Olfah, Sugeng. 2015. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan
Tingkat Nyeri pada Operasi Katarak Menggunakan Metode Phacoemulsifikasi di
kamar bedah RS Mata Dr. YAP Yogyakarta. Jurnal Citra Keperawatan ISSN Online
2502-3454. http://ejurnal-citrakeperawatan.com diakses pada tanggal 16 April 2016.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar. (online), http://manajemen-pelayanankesehatan.net/index.php/13-
pengantar/arsip-pengantar/912-riset-kesehatan-dasar-2013, diakses pada tanggal 27
April 2015.
Budiman, Agus Riyanto. 2014. Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Bruce James, Chris Chew, Anthiny Bron. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Alih bahasa:
dr. Asri Dwi Rachmawati. Jakarta: Erlangga.
Cornelius Katona, Claudia Cooper, Mary Robertson. 2012. At a Glance Psikiatri. Alih
bahasa: dr. Cut Noviyanti, dr. Vidya Hartiansyah. Jakarta: Erlangga.
Echebiri, S.I., Odeigh, P., Myers, S. 2010. Case-Control Studies and Risk Factor For
Cataract in Two Population Studies in Nigeria. Jurnal Of Ophthalmology, 17 (4):
303-309. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21180429, diakses pada tanggal 4
April 2016.
Endang Sawitri, Agus Sudaryanto. 2008. Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah
Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pra Bedah Mayor di Bangsal Orthopedi
RSUI Kustati Surakarta. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 1,
No.1, Maret 2008: 13-18. http://journals.ums.ac.id, diakses pada tanggal 27 April
2016.
Feist, J. 2009. Kepribadian Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Fraser ML., Meuleners LB., Lee AH., Nq JQ., Morlet N. 2013. Vision, Quality Of Life
and Depressive Symptoms After First Eye Cataract Surgery. Journal Japanese
Psychogeriatric Society. 2013. Doi: 10.1111.psyg.12028.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24118634, diakses pada tanggal 26 April
2016.
Ida Untari, Rohmawati. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Usia
Pertengahan dalam Menghadapi Proses Menua (Aging Process). Jurnal
Keperawatan AKPER 17 Karanganyar ISSN: 2338-6800
http://jurnal.akper17.ac.id/index.php/JK17/article/download/9/13, diakses pada
tanggal 16 April 2016.
Ilyas Sidarta H. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Jane Olver, Lorraine Cassidy. 2009. At a Glance Oftalmologi. Alih bahasa: dr. Huriawati
Hartanto. Jakarta: Erlangga.

10
Kekecs Zoltan, Jakubovits Edit, Varga Katalin, Gombos Katalin. 2014. Effects of Patient
Education and Therapeutic Suggestions On Cataract Surgery Patient: A Randomizes
Controlled Clinical Trial. The leading International Journal for Communication in
Healthcare. 2014. Vol 94, Issue 1, 116-122.http://www.pec-
journal.com/article/S0738-3991%2813%2900394-7/abstract diakses pada tanggal 25
April 2016.
Keliat Budi Anna, Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti. 2011. Manajemen Kasus
Gangguan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Meuleners LB., Hendrie D., Fraser ML., Nq JQ., Morlet N. 2013. The Impact of First Eye
Cataract Surgery on Mental Health Contacs For Depression and/ or Anxiety: A
Population-Based Study Using Linked Data. Journal Acta Ophthalmologica
Scandinavica Foundation. 2013. Doi: 10.1111/aos.12124.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23586972, diakses pada tanggal 26 April
2016.
Nita Fitria, Aat Sriati, Taty Hernawaty. 2013. Laporan Pendahuluan tentang Masalah
Psikososial. Jakarta: Salemba Medika.
Ni Nyoman Santi T. 2014. Pengaruh Pekerjaan dan Pendidikan Terhadap Terjadinya
Katarak Pada Pasien Yang Berobat di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Nusa
Tenggara Barat. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1070-697482586-
tesis.pdf, diakses pada tanggal 16 April 2016.
Notoatmodjo. 2010. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
________. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
________. 2011. Konsep Dan Penerapan Metodologi Peneletian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Rondonuwu, R. Moningka, L & Patani, R. 2014. Hubungan Pengetahuan Dengan Tingkat
Kecemasan Pada Klien Pre Operasi Katarak di Balai Kesehatan Mata Masyarakat
(BKMM) MANADO. Jurnal JUIPERDO, vol 3 No. 2.
http://ejurnal.poltekkesmanado.ac.id/index.php/juiperdo/article/download/237/251,
diakses pada tanggal 18 Maret 2016
Royal College Of Nursing. 2009. The Nature, Scope and Value Of Ophthalmic Nursing.
Jurnal Royal College of Nursing 20 Cavendish Square London ISBN 978-1-906636-
15-8. https://www2.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0010/258490/003521.pdf,
diakses 10 Mei 2015
Shah, Pulin A., Yoo Sonia. 2007. Innovations in Phacoemulsification Technology.
Journal Current Opinion in Ophthalmology. 2007. Vol 18, Issue 1, 23-26.
http://journals.lww.com/co-
ophthalmology/Abstract/2007/02000/Innovations_in_phacoemulsification_technolog
y.7.aspx?trendmd-shared=0 diakses pada tanggal 26 April 2016.
Sinha, R., Kumar, C., Titiyal, J.S. 2009. Etiophatogenesis of Cataract. Indian Journal of
Ophthalmology. 2009 May-Jun, 57 (3): 245-249
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2683436/. diakses pada tanggal 6
Maret 2016
Siswoyo, Suharto, Abu Bakar. 2015. Pengaruh Psikoedukasi terhadap Pengetahuan
Intensi, dan Sick Role Behaviour Ajzen. Jurnal Ilmu Keperawatan Universitas
Brawijaya. Vol.3 No.2, 2015. http://jik.ub.ac.id/index.php/jik/article/view/48/0,
diakses pada tanggal 24 Maret 2016
Spielberger CD. Manual For State Trait Anxiety : Self Evaluation Questionare. Palo Alto.
Consulting Psychologist Press Inc. 1983

11
Stuart Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Alih bahasa: Ramona P.
Kapoh, Egi Komara Yudha. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Trithias, A. 2012. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Katarak Degeneratif Di
RSUD Budhi Asih. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: Depok.
(http: //www.lontar.ud.id) diakses 27 April 2015.
Vaughan DG, Asurt T, Riordan- Eva P. 2009. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Alih bahasa:
dr. Bram Pendit, dr. Diana Susanto. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wawan, Dewi M. 2011. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha
Medika.

*Septia Putri Wahyuningtyas: Mahasiswa S1 Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani


Tromol Post 1 Kartasura
** Agus Sudaryanto S.Kep, Ns., M.Kes: Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani
Tromol Post 1 Kartasura.
** Arief Wahyudi J., S.Kep, Ns., M.Kep: Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani
Tromol Post 1 Kartasura

12

Anda mungkin juga menyukai