Anda di halaman 1dari 10

Paper

Chronic Respiratory Disease


(infeksius Mycoplasma gallisepticum)

Disusun oleh:

NADYA SEPTIA NENGSIH

(1902101020045)

KELOMPOK 8 GELOMBANG 17

LABORATORIUM PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2020
1. Etiologi

Chronic respiratory disease merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Mycoplasma gallisepticum. Penyakit ini biasanya diikuti oleh infeksi Escherichia

coli sebagai infeksi sekunder yang dapat memperparah kondisi. Mycoplasma

gallisepticum masuk ke dalam famili Mycoplasmataceae, ordo Mycoplasmatales,

dan genus Mycoplasma. Bakteri M. gallisepticum dapat mengabsorbsi eritrosit

dan sel epitel trakea ayam. Bakteri ini dapat bertahan dalam feses ayam selama

satu sampai tiga hari pada suhu 20 ºC. Mycoplasma gallisepticum menjadi

nonaktif oleh beta propiolakton dan sensitif terhadap eritromisin, basitrasin,

tilosin, dan sinar matahari.

Mycoplasma gallisepticum strain-6 (S-6) merupakan galur utama

penyebab CRD yang dapat merangsang pembentukan zat anti yang tidak

sempurna. Hewan penderita yang telah sembuh akan bertindak sebagai pembawa

agen dan sumber penularan (Kementan 2014). Penyakit CRD merupakan penyakit

yang masih tersebar luas dan endemik patogen pada ayam, serta merugikan dunia

perunggasan. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan memutus mata

rantai bibit penyakit melalui program biosekuriti, monitoring dengan uji serologis,

program all-in all-out, kontrol penyebaran infeksi M. gallisepticum secara vertikal

(egg dipping), pemeliharaan ayam dengan umur seragam, dan vaksinasi sebagai

program yang tepat sebagai pencegahan.


2. Patogenesa

Bakteri akan masuk kedalam saluran pernafasan bagian bawah dan akan

melekat di permukaan epitel. Perlekatan yang spesifik dari bakteri ini disebabkan

karena adanya fili yang dimilikinya. Setelah melekat bakteri akan masuk

keperedaran darah dan akhirnya menimbulkan kerusakan pada kantong udara,

perikardium jantung dan kapsula hati. Penularan CDR kompleks bisa terjadi baik

secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal dapat melalui induk yang

menularkan penyakit melalui telur dan secara horizontal disebarkan dari ayam

yang sakit ke ayam yang sehat, baik melalui kontak langsung muapun tidak

langsung.

3. Gejala klinis

Masa inkubasi infeksi berkisar antara 6 – 21 hari. Tetapi pada kondisi

alam sulit diprediksi karena faktor-faktor lingkungan yang dapat berkontribusi

terhadap derajat infeksi. Makin buruk kondisi lingkungan dan atau manajemen

kesehatan, kandang dan sebagainya maka masa inkubasinya dapat lebih cepat.

Gejala klinis bervariasi dari subklinis sampai kesulitan pernafasan tergantung dari

derajat keparahan infeksi. Gejala klinis diawali dengan keluarnya cairan eksudat

bening (catarrhal) dari rongga hidung, bersin-bersin, batuk, ngorok dan radang

conjunctiva (conjunctivitis). Jika infeksi berlanjut dan disertai infeksi sekunder

maka eksudat hidung yang keluar menjadi agak kental (Soeripto,2009).


4. Perubahan Patologi Anatomi (Makroskopis )

Menurut Tarmudji, (2005), penyakit CRD bersifat kronik, sehingga pada

awal kejadian sulit terditeksi Hanya kadang-kadang terlihat kebengkakan pada

sinus infra orbitalis, sehingga kelopak matanya bagian bawah akan terdorong ke

atas (Gambar 1). Perubahan yang terlihat terutama meliputi pembentukan eksudat

mukus sampai kaseus di dalam kavum nasalis dan paranasalis, trakea, bronki, dan

kantong udara dan ada juga ditemukan sinusitis. Kantong udara biasanya

mengandung eksudat kaseus yang bewarna kuning terang, walaupun kadang-

kadang terlihat keruh saja (Gambar 2 dan 3). Pada kasus berat yang disertai oleh

komplikasi dengan Eschera coli akan terlihat adanya perihepatitis dan perikarditis

firinud sampai fibrinopurulen (Gambar 4) ( Tabbu, 2002).

Gb.1. Infeksius sinositis menunjukan pembengkakan sinus infraorbital dan


eksudat pada hidung (Sumber : Saif et al., 2008)
Gb. 2. Eksudat pada mulut dan hidung, Gb.3 Lendir pada trakea dan
bengkak serta hemoragi

Gb .4 Kantong udara abdominalis pada ayam terlihat menebal, Gb 5.


Airsaculitis berbusa (Sumber: Tabbu, 2018; Shane,2005)

Gambar 6. Airsaculitis, perikarditis, dan perihepatitis fibrinopurulenta. Infeksi


campuran Mycoplasma gallisepticum dan Escherichia coli.(Sumber: Tabbu, 2018)
5. Histopatologi (Mikroskipis)

Pada stadium awal infeksi biasanya ditandai dengan menghilangnya silia dari

epitel pada dinding sel pernafasan. Pada infeksi berat lesi yang terlihat meliputi

penebalan membran mukosa saluran pernafasan akibat infiltrasi limfosit,

makrofag, dan hiperplasia galndula mukosa (Tabbu,2002)

Histopatologi dari cronik respirasi disease pada ayam dan kalkun ditandai

dengan penebalan yang nyata pada selaput lendir dari jaringan saluran pernapasan

yang terkena dari infiltrasi terutama dengan sel mononuklear dan hiperplasia

kelenjar mukosa. Potongan melintang rongga hidung ini menunjukkan sinus

infraorbital dan saluran nasolakrimal. Mukosa masing-masing bertambah tebal

karena infiltrasi nodular dan difus limfosit dan sel limfoid lainnya. Peningkatan

jumlah nodul limfoid disebut reaksi limfofollicular (Gambar 7). Epitel sinus

infraorbital (Sinus) bertambah tebal, dan terdapat proliferasi nodular sel limfoid di

jaringan ikat di bawah epitel lapisan. Mukosa dari saluran nasolacrimal bertambah

tebal karena infiltrasi sel limfoid. Eksudat ada di dalam sinus (Gambar 8) (Saif et

al., 2008).
Gb.7 dan 8. Sumber : (Saif et al., 2008)

Pada trakea, pada sel epitel terjadi pembengkakan dan terjadi kerusakan
total pada silia. Akumulasi limfosit dan sel plasma, makrofag, dan beberapa
heterofil pada lamina propria umumnya diamati. mikroskopis trakea, terutama
peningkatan ketebalan mukosa, telah digunakan sebagai ukuran infeksi dan
penyakit Chronic respiratory disease ( gambar 9).

Gambar 8. Sumber Sweyne et al., 2013


Airsacculitis lymphoplasmacytic parah, kronis pada ayam yang terinfeksi
MG. Kantung udara meningkat secara nyata oleh fibrinoheterofilik, infiltrat
limfoplasma, pembentukan pusat germinal, dan fibroplasia. Epitel kantung udara
hiperplastik, dan lumen mengandung eksudat fibrinoheterofilik dan necrotic cell
debris (Sweyne et al., 2013).

A
B

Paru-paru terlihat A: Penebalan septa interalveolar, B: Infitrasi sel radang


C: Sel Radang
Diagnosa dan diferensial diagnosa

CRD kompek  dapat didiagnosa berdasarkan gejala klinis, pemeriksan

patologi anatomi (pemeriksaan makroskopis), maupun mikroskopis (histopat).

Penyakit yang menjadi diferensial diagnose CRD komplek  adalah Snot menular

(Infectious coryza), Kolera ungags, Infeksi Mycoplasma synoviae, Newcastle

Disease (ND) Infectious Bronchitis (IB) (Soeripto,2009).

Referensi

[Kementan] Kementrian Pertanian.(2014). Manual Penyakit Unggas. Jakarta (ID):


Subdit Pengamatan Penyakit Hewan Direktorat Kesehatan Hewan
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian.
Pudjiatmoko. (2014). Manual Penyakit Unggas. Dirkeswan, Jakarta.
Saif, Y.M., Fadli, A.M., Glisson,J. R., Mc Dougald., Nolan, L.K., Sweyne, E.D.
(2008). Disease of poultry, Edition 12. USA.
Shane, S.M. (2005). Asa Handbook On poultry Disease. American Soybean
Association, USA
Soeripto.(2009). Chronic Respiratory Disease (CRD) Pada Ayam.
WARTAZOA.19(3):134-142.
Sweyne, E.D., Glisson,J. R., Mc Dougald., Nolan, L.K., Suarez, D.L.,and Nair, V.
(2013). Disease of poultry, Edition 13. USA.
Tarmudji. (2005). Penyakit pernafasan pada ayam, ditinjau dari aspek klinik dan
patologik serta kejadiannya di Indonesia.Wartazoa.15(2):72-83.
Tabbu, C. R. (2000). Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Penyakit
Bakterial, Mikal, dan Viral. Kanisius, Yoyakarta.
Tabbu, C.R.(2018). Atlas bewarna penyakit unggas.Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai