Anda di halaman 1dari 3

Tugas ilmu tafsir

biografi imam qiro’atussab’ah

Nama:Ai Nurohimah

Kelas: X IPS 1

Biografi 7 Imam Qiraat Sab’ah


Ada yang pernah mendengar istilah qiraat sab'ah? Qiraat sab'ah adalah 7 ragam bacaan Al-Quran
yang tentunya sampai kepada Nabi Muhammad saw. Ada 7 qurra atau ahli qiraat yang paling
masyhur dan paling banyak digunakan. Ketujuh imam ini memegang peranan penting dalam qiraat
Al-Qur’an hingga bisa sampai kepada kita.

Perlu diketahui bahwa qiraat yang digunakan oleh kaum muslimin Indonesia adalah Imam ‘Ashim
riwayat Hafsh. Jika kita ke beberapa negara di timur tengah maka akan mendapati beberapa bacaan
yang sedikit berbeda dengan bacaan kita. Namun perbedaan itu hanyalah sekadar dialek saja bukan
pada makna dari ayat.

1.     Ibnu 'Amir (118 H)


Nama lengkapnya adalah Abdullah Al-Yahshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa
pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabi'in,
belajar qira'at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab Al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah
SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang meriwayatkan qiraat darinya adalah
Hisyam wafat pada tahun 240 H. dan Ibnu Dzakwan wafat pada tahun 242 H.
2.     Ibnu Katsir  (120 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir Ad-Dari Al-Makki, ia adalah imam
dalam hal qira'at di Makkah, ia adalah seorang tabi'in yang pernah hidup bersama shahabat
Abdullah ibnu Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada tahun
120 H. Perawinya dan penerusnya adalah al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada
tahun 291 H.
3.     'Ashim al-Kufi  (128 H)
Nama lengkapnya adalah 'Ashim ibnu Abi An-Nujud Al-Asadi. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah.
Panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah seorang tabi'in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H
di Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu'bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsh wafat pada tahun 180
H.
4.     Abu Amr (154 H)
Nama lengkapnya adalah Abu 'Amr Zabban ibnul 'Ala' ibnu Ammar Al-Bashri, sorang guru besar
pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu
nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah Ad-Dur i wafat
pada tahun 246 H. dan As-SusI wafat pada tahun 261 H.
5.     Hamzah Al-Kufi (156 H)
Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu 'Imarah Az-Zayyat Al-Fardhi Ath-Thaimi seorang
bekas hamba 'Ikrimah ibnu Rabi' At-Taimi, dipanggil dengan Ibnu 'Imarah, wafat di Hawan pada
masa Khalifah Abu Ja'far al-Manshur tahun 156 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H.
Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Salim.
6.     Imam Nafi (169 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na'im al-Laitsy, asalnya dari
Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi' berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-
Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada tahun 12 H, dan
Warasy wafat pada tahun 197 H.
7.     Al-Kisai (189 H)
Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan
nama Abul Hasan, menurut sebagian orang disebut dengan nama Al-Kisai karena memakai kisa pada
waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam
perjalanan ke Khurasan bersama Ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat
pada tahun 424 H, dan Ad-Duri wafat tahun 246 H.
CONTOH BACAAN
Sebenarnya belajar qiraah sab’ah itu tidak sesulit yang dibayangkan. Kesulitan itu semakin
membingungkan, terlebih, setelah membaca teori atau definisi tentang qiraah sab’ah. Konsep yang
terpenting adalah tidak setiap kalimat atau ayat itu terdapat ikhtilaf (perbedaan bacaan) dan tidak
setiap qari’ dari imam tujuh itu berbeda bacaan dengan yang lain.  Adakalanya dalam satu imam itu
tidak terjadi perbedaan bacaan di kalangan perawinya, dan adakalanya perbedaan itu lebih dari
satu. Berikut ini contoh aplikatif qiraah sab’ah dalam surat Al-Fatihah.
Pada ayat pertama; ‫َّح ِيم‬ ِ ‫ بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر‬, tidak satupun imam qiraat berbeda pendapat perihal bacaan
ayat ini. Artinya tidak boleh merubah sedikitpun, baik dari aspek harakat maupun hurufnya.
Memang, di beberapa kitab tafsir, dijelaskan macam-macam alternatif bacaan pada ayat ini.
Diantaranya bolehnya memfathahkan atau mendhammahkan “nun” dan “mim pada kata “ar-rahman”
dan “ar-rahim”.
Dalam kajian ilmu nahwu, variasi I’rab seperti ini masih bisa dibenarkan, dengan alasan semata
analisis kalimat. Namun, dalam ilmu qiraat yang memiliki sanad mutawatir, ternyata tidak ada
perbedaan bacaan “basmalah” tersebut dan tidak dibenarkan membaca di luar itu. Jadi, tujuh imam
dan 14 perawinya membaca ayat tersebut secara sama. Demikian juga halnya pada ayat 2,  3 dan 5
pada surat al-Fatihah.
Pada ayat 4; ‫ِّين‬
ِ ‫ َمالِ ِك يَ ْو ِم الد‬ , para imam tujuh berbeda pendapat mengenai kata “maliki”, ada yang
memanjangkan satu alif dan ada juga yang mengqashar satu harakat. Imam Ashim dan Ali Kisa’I
membacanya panjang, sementara ke-lima imam yang lain membaca pendek. Kemudian, ayat 3 dan
4 apabila diwashalkan akan muncul dua wajh (variasi). Variasi pertama, dibaca seperti biasa, dan
variasi kedua, dibaca dengan idgham kabir, yakni menjadikan pertemuan dua mim pada kalimat:   ‫َمالِ ِك‬
‫يم‬ ِ ‫== يَ ْو ِم الد‬ sama panjangnya dengan mad lazim kilmi mutsaqqal, artinya harakat kasrah
ِ ‫ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح‬ ‫ِّين‬
pada mim “ar-rahim” melebur pada mim “maliki” disertai panjang 6 harakat disertai pemberatan
bacaan. Idgham kabir semacam ini hanya dijumpai dalam riwayat As-Suusy yang merupakan perawi
dari Imam Abu Amr.
Pada ayat 6: َ‫ستَقِيم‬ ْ ‫الص َراطَ ا ْل ُم‬
ِّ ‫ا ْه ِدنَا‬ , terdapat ikhtilaf pada kata “ash-shirath”. Riwayat Qanbul pada
bacaan Ibnu Katsir’ membaca “shad” dengan “siin” dan dua riwayat dari Imam Hamzah (khalaf dan
Khalad) membaca “shad” dengan isymam, yaitu menggabungkan bunyi “shad’ dengan “za’”. Jadi,
ketika membaca ikhtilaf dari ayat ini, diperlukan penglangan tiga kali; (1) bacaan biasa, (2)
mengganti dengan “siin”, dan (3) membaca isymam.
Pada ayat 7:  َ‫ضالِّين‬ َّ ‫ب َعلَ ْي ِه ْم َواَل ال‬ ُ ‫ص َراطَ الَّ ِذينَ أَ ْن َع ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم َغ ْي ِر ا ْل َم ْغ‬
ِ ‫ضو‬ ِ  , terdapat dua kata yang mengandung
ikhtilaf, yaitu “shirath” dan “mim jama”. Untuk bacaan isymam shad pada ayat ini hanya milik khalaf,
sementara khalad semata-mata mengisymamkan ayat 6 saja, meski keduanya merupakan perawi
dari Imam Hamzah. Selain itu, imam nafi’ riwayat qalun, mendhammahkan mim jama dan
memanjangkan satu alif, istilah ini disebut dengan “shilah”. Ini adalah wajh kedua dari qalun,
sementara wajh pertamanya sama dengan imam-imam yang lain, yakni mensukunkan mim jama’,
istilah ini disebut “sukun”. Disamping itu pada bacaan Imam Hamzah, huruf ha’ yang jatuh sebelum
mim jama’ harus dibaca “dlammah”, sehingga menjadi “alaihum”.
Dengan demikian, untuk membaca ayat ini diperlukan lima kali pengulangan, yaitu: (1) bacaan
biasa, (2), shad biasa dan shilah qalun, (3) shad biasa dan ha’ dlammah dari khalad, (4) mengganti
shad dengan siin disertai shilah dari qanbul, dan (5) isymam shad disertai ha’ dlammah dari khalaf.
Untuk lebih jelasnya unduh contohnya di sini. (Malang, 14 Juni 2010)

Anda mungkin juga menyukai