Anda di halaman 1dari 8

TUGAS USHUL FIKIH

Menyamun, Murtad, dan Bugah

Kelas XI Keagamaan
Disusun Oleh:

1. Wardaya
2. Sandi Pradana
3. Ayu Amelia Sari
4. Isti Ghaida Aulia F
5. Rifa Rahmatul K
6. Selvinda Ayu M
7. Ulpa Salsabila
8. Muhamad Fadly A
1.MENYAMUN

A. Pengertian Mencuri dan Dasar Hukumnya


Mencuri artinya mengambil barang atau sesuatu milik orang lain tanpa sepengetahuan dan
seizin pemiliknya (secara diam-diam) dengan maksud untuk memiliki. Mencuri biasanya
dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh seorang atau lebih.
Bagaimanapun mengambil milik orang lain tanpa seizin yang punya adalah haram  hukumnya.
Artinya, mencuri dalam bentuk apapun, besar atau kecil barang yang  dicurinya, hukumnya
tetap haram. Allah SWT mengutuk perbuatan mencuri.
Sabda Rasulullah SAW :
)‫(متفق عليه‬  . ُ‫ض َة َف ُت ْق َط ُع َي ُدهُ َو َي ْس ِرقُ ا ْل َح ْبل َ َف ُت ْق َط ُع َي ُده‬
َ ‫ َي ْس ِرقُ ا ْل َب ْي‬ ‫الس ِار ُق‬
َّ  ُ‫لَ َعنَ هللا‬
Artinya : "Allah mengutuk pencuri yang mencuri telur, lalu dipotong tangannya dan  pencuri
tali, lalu dipotong tangannya". 
(Mutafaq 'alaihi)

Merampok adalah mengambil hak-hak orang lain secara paksa , berikut ini adalah
hadist larangan merampok :

َّ‫ْن َع ْب ِد الرَّ حْ َم ِن َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة أَن‬ِ ‫ب َوأَ ِبي َسلَ َم َة ب‬ِ ‫ْن ْالم َُس َّي‬
ِ ‫الزهْ ِريُّ َعنْ َسعِي ِد ب‬ُّ ‫ِير ِة َح َّد َث َنا اأْل َ ْو َزاعِ يُّ َح َّد َثنِي‬ َ ‫أَ ْخ َب َر َنا أَبُو ْال ُمغ‬
ٌ‫ِين َي ْن َت ِه ُب َها م ُْؤ ِمن‬
َ ‫ار ُه ْم َوه َُو ح‬
َ ‫ْص‬ َ
َ ‫ون فِي َها أب‬ ْ
َ ‫ف َيرْ َف ُع الم ُْؤ ِم ُن‬ٍ ‫ات َش َر‬ ً ‫هَّللا‬
َ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َقا َل اَل َي ْن َت ِهبُ ُن ْه َبة َذ‬ َ ِ ‫َرسُو َل هَّللا‬

artinya : 
Tidaklah (beriman) orang yg mengkorupsi harta berharga & menjadi perhatian
orang-orang mukmin, ketika mengkorupsinya ia dalam keadaan beriman.Hadist 1910

‫َح َّدثَنَا حْس َُق ْب ُن ْب َرا ِه َمي َح َّدثَنَا َوه ُْب ْب ُن َج ِري ِر ْب ِن َح ِاز ٍم َع ْن َأبِي ِه َع ْن ي َ ْعىَل ْب ِن َح ِك ٍمي َع ْن َأيِب لَبِي ٍد َع ْن َع ْب ِد َّالرمْح َ ِن ْب ِن مَس ُ َر َة‬
‫ُ ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ َع ْن الهُّن ْ َب ِة قَا َل َأبُو ُم َح َّمد ه ََذا يِف الْغ َْز ِو َذا غَ ِن ُموا قَ ْب َل َأ ْن يُ ْق َس َم‬ ‫قَا َل هَن َى َر ُس‬
‫ِإ‬
artinya :
Rasulullah melarang korupsi (merampas harta orang lain tanpa hak). Abu Muhammad
berkata; Ini berlaku ketika dalam peperangan, yaitu ketika mereka mendapatkan
rampasan perang sebelum dibagikan. Hadits 1911

B. Pengertian Menyamun, Merampok dan Merompak serta Dasar Hukumnya


Pada dasarnya menyamun, merampok dan merompak memiliki pengertian yang sama,
yaitu perbuatan mengambil barang milik orang lain dengan paksaan, kekerasan
bahkan pembunuhan atas pemilik barang. Namun ketiganya dapat dibedakan dalam
tata cara dan tempat melakukannya.
Menyamun  dilakukan ditempat yang sunyi dan biasanya di darat, jauh
dari keramaian orang, misalnya di tengah jalan yang kebetulan melintasi
hutan.  Merampok  biasanya dilakukan di tempat ramai, contoh : di pasar, di  kantor, di
rumah dan lain-lain.   Sedangkan  Merompak yaitu yang terjadi di laut, semisal para bajak
laut yang suka merompak di kapal-kapal pembawa barang.
Menyamun, merampok maupun merompak merupakan perbuatan keji, yang
mengancam keselamatan jiwa raga dan harta benda orang lain. Oleh karena itu,
keduanya hukumnya "haram" dan termasuk dosa besar lebih besar dari dosanya mencuri.

C. Had Menyamun dan merampok


Hukuman bagi mereka yang melakukan kejahatan menyamun dan  merampok,
bergantung pada bagaimana mereka melakukan tindakan kedua  kejahatan tersebut,
yakni sebagai berikut :
a.  Jika mereka merampas harta dan membunuh korbannya, maka hadnya adalah  dihukum
mati dan disalib
b.  Jika mereka hanya merampas harta milik korban, tetapi tidak membunuhnya, maka
hadnya dipotong tangan dan kakinya secara silang, yakni tangan kanan dan kaki kiri
atau sebaliknya
c.  Jika mereka hanya membunuh korbannya, tetapi tidak mengambil hartanya, maka
hadnya dihukum mati
d.  Jika mereka hanya menakut-nakuti, tidak membunuh dan tidak merampas hartanya,
maka hadnya dipenjara atau dibuang ke tempat terpencil.

2. MURTAD

A. Pengertian
Kemurtadan menurut Islam (Bahasa Arab: ‫ارتداد‬, irtidād or ridda) didefinisikan oleh
kaum Muslimin sebagai keadaan penolakan dalam ucapan atau perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang yang dulunya memeluk agama Islam. Termasuk dalam hal ini ialah tindakan
meninggalkan Islam dan sejumlah tindakan pemfitnahan terhadap Islam. Konsep inilah yang
membedakan dengan sistem keagamaan lainnya.
Hal ini disebabkan karena Islam juga merupakan institusi yang tidak memisahkan urusannya
dengan urusan politik. Pada masa awal penyebarannya di Madinah, orang yang murtad
dianggap sebagai desertir atau yang membelot kepada institusi politik lain (dalam hal ini
orang-orang Makkah), karena antara dua negara tersebut sedang berada dalam
kondisi perang dan orang yang bergabung dalam Islam sendiri diikat dengan sumpah atau
bay'at.
Pada masa Khilafah Islam, kemurtadan dianggap sebagai pengkhianatan, dan karena itu
diperlakukan sebagai pelanggaran hukum yang dikenakan hukuman mati ( hudud).[1][2] Tokoh
kontemporer yang paling menonjol yang dicap sebagai murtadin secara individual
adalah Salman Rushdie.

Dalil tentang Murtad

‫َّن اذَّل ِ َين َآ َمنُوا مُث َّ َك َف ُروا مُث َّ َآ َمنُوا مُث َّ َك َف ُروا مُث َّ ْازدَادُوا ُك ْف ًرا لَ ْم يَ ُك ِن اهَّلل ُ ِل َي ْغ ِف َر لَهُ ْم َواَل ِلهَي ْ ِدهَي ُ ْم َس ِبياًل () بَرِّش ِ الْ ُمنَا ِف ِق َني ِبَأ َّن لَهُ ْم‬
‫ِإ‬
‫ُون ِع ْندَ مُه ُ الْ ِع َّز َة ف َ َّن الْ ِع َّز َة هَّلِل ِ مَج ِ ي ًعا‬
َ ‫ُون الْ ُم ْؤ ِم ِن َني َأي َ ْبتَغ‬ َ ‫عَ َذااًب َأ ِلميًا () اذَّل ِ َين يَتَّ ِخ ُذ‬
ِ ‫ون ْالاَك ِف ِر َين َأ ْو ِل َي َاء ِم ْن د‬
‫ِإ‬
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula),
kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan
memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang
lurus. Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang
pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman
penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.  Qs.4:137-139

‫ون يُ َقا ِتلُونَمُك ْ َحىَّت َ يَ ُردُّومُك ْ َعن ِدي ِنمُك ْ ِن ْاس َت َطاعُو ْا َو َمن يَ ْرتَ ِد ْد ِمنمُك ْ َعن ِدي ِن ِه فَ َي ُم ْت َوه َُو اَك ِف ٌر فَُأ ْولَـ ِئ َك َحب َِط ْت‬
َ ُ‫َو َال يَ َزال‬
‫ِإ‬
َ ُ ‫َاب النَّا ِر مُه ْ ِفهيَا َخادِل‬
‫ون‬ ُ ‫َأمْع َ الُه ُْم يِف ادلُّ نْ َيا َواآل ِخ َر ِة َوُأ ْولَـ ِئ َك َأحْص‬
“ Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan
kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah
yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya. “ ( Qs Al Baqarah : 217 )

Dalilnya adalah Abdullah bin Mas’ud ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda :

‫… ُب َّالزايِن‬Q‫ول اهَّلل ِ اَّل ثَاَل ثَ ُة ن َ َف ٍر التَّ ِاركُ ا ْساَل َم الْ ُم َف ِار ُق ِللْ َج َماعَ ِة َوالث َّ ِِّي‬
ُ ‫اَل حَي ِ ُّل َد ُم َر ُج ٍل ُم ْسمِل ٍ ي َْشهَدُ َأ ْن اَل هَل َ اَّل اهَّلل ُ َوَأيِّن َر ُس‬
‫ِإْل‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ ِإ‬
‫َوالنَّ ْف ُس اِب لنَّ ْف ِس‬
“ Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali dari tiga orang berikut ini;
seseorang yang murtad dari Islam dan meninggalkan jama'ah, orang yang telah menikah tapi
berzina dan seseorang yang membunuh orang lain."  ( HR Muslim )
Ini dikuatkan dengan hadits Ikrimah, bahwasanya ia berkata :

‫َريِض َ اهَّلل ُ َع ْن ُه ِب َزاَن ِدقَ ٍة فََأ ْح َرقَه ُْم فَ َبلَ َغ َذكِل َ ا ْب َن َع َّب ٍاس فَ َقا َل لَ ْو ُك ْن ُت َأاَن لَ ْم ُأ ْح ِر ْقه ُْم ِلهَن ْ ِي َر ُسولِ اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه‬ ٌّ ‫ُأيِت َ عَيِل‬
ُ‫اب اهَّلل ِ َول َ َقتَلْهُت ُ ْم ِل َق ْولِ َر ُسولِ اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ َم ْن ب َ َّد َل ِدينَ ُه فَا ْق ُتلُوه‬ ِ ‫…ِِّذبُوا ِب َع َذ‬Q ‫تُ َع‬ ‫َو َسمَّل َ اَل‬

“ Beberapa orang Zindiq diringkus dan dihadapkan kepada Ali ra, lalu Ali membakar mereka.
Kasus ini terdengar oleh Ibnu Abbas, sehingga ia berkata : Kalau aku, tak akan membakar
mereka karena ada larangan Rasulullah saw yang bersabda: "Janganlah kalian menyiksa
dengan siksaan Allah, " dan aku tetap akan membunuh mereka sesuai sabda Rasulullah saw :
"Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah!"  ( HR Bukhari )

Ada beberapa ketentuan yang berlaku dalam menerapkan hukuman untuk orang murtad,
yaitu:

 Hukuman ini masuk dalam hukum Islam, maka penetapan hukum bunuh untuk orang
murtad, hanya bisa dilakukan, dan diputuskan oleh pengadilan syariat yang resmi
ditunjuk oleh pemerintahan Islam.[3]

 Dianjurkan untuk menunda hukuman mati, jika ada harapan seseorang untuk kembali
memeluk Islam.[4]

 Selama penundaan hukuman, dia harus didakwahi dan ditawari untuk bertaubat. Bisa
bentuknya diajak berdebat, dialog, atau diberi harta, untuk menghilangkan segala sebab
yang membuat seseorang murtad.[5][6]

3. BUGAH

A. Pengertian Bughah/Bughot

Menurut bahasa kata bughat adalah bentuk jama’ dari isim fa’il  yang berasal dari fi’il yang
berarti maksiat, yang dibebankan kepada mereka. Dari sini maka suatu kelompok dapat
dikatakan bugah melampaui batas, berpaling dari kebenaran dan zalim. Sedangkan menurut
istilah syara’ bugah adalah sekelompok orang muslim yang melakukan pemberontakan
terhadap imam atau pemerintah yang sah, dengan cara memisahkan diri, tidak mentaati
perintah imam atau menolak kewajiban apabila memenuhi persyaratan berikut :

1) Mereka memiliki kekuatan, baik berupa pengikut maupun senjata. Jadi tindakan
menentang imam yang tidak memiki kekuatan tidak dinamakan bugah.
2) Memiliki ta’wil (alasan) atas tindakan mereka keluar dari kepemimpinan imam atau
tindakan mereka menolak melaksanakan kewajiban,

3) Memiliki pengikut yang setuju dengan mereka .

4) Memiliki pemimpin yang ditaati. Tindakan Hukum Terhadap Bugah. Bugah tidak dihukumi
kafir sehingga kepada para pelaku bugah wajib diupayakan agar mereka kembali taat kepada
imam. Usaha mengajak mereka kembali taat dilakukan dengan cara bertahap, yaitu dari cara
yang paling ringan hingga diperangi.

Secara tertib pelaksanaan tindakan tersebut ialah sebagai berikut.

1) Mengirim utusan kepada mereka untuk mengetahui penyebab mereka melakukan


pemberontakan. Apabila penyebabnya berupa ketidaktahuan mereka, maka diusahakan agar
keraguan itu hilang.

2) Jika tindakan pertama tidak berhasil dan mereka tetap bertahan dengan sikapnya,
tindakan selanjutnya adalah menasehati mereka dan mengajak untuk kembali mentaati imam
yang sah.

3) Jika usaha kedua itupun tidak berhasil, maka tindakan ketiga adalah memberikan
ultimatum atau ancaman akan diperangi.

4.Jika dengan ketiga tersebut, meraka masih tetap tidak mau kembali taat, tindakan
terakhir adalah memerangi mereka sampai sadar dan kembali taat.

Pelaksanaan perang, dilakukan setelah ketiga upaya tersebut di atas gagal, dan mengajak
mereka kembali taat kepada pemerintah. Dan menanyakan kepada mereka, peraturan dan
ketetapan pemerintah yang mana yang tidak cocok dan tidak sesuai dengan pendapat
mereka? Jika mereka tetap pada pendirian mereka, maka memerangi mereka dimulai.

Agar ada perbedaan antara perang melawan orang kafir dan kaum muslimin yang
membangkang pemerintah, maka tawanan-tawanan kaum pembangkang tidak boleh dibunuh,
tetapi hanya ditahan saja sampai mereka kembali insyaf. Harta mereka yang sudah
terlanjur dirampas tidak boleh dijadikan sebagai barang rampasan, tetapi jika sudah insyaf
harus dikembalikan lagi. Demikian juga mereka yang tertawan dalam keadaan luka-luka
harus dirawat. Dalam keadaan perang jika mereka telah mengundurkan diri tidak boleh
dikejar.

Dalil tentang Bugah

… ‫هلِيَّ ًة‬ َ ‫ات ِمي َت ًة‬


ِ ‫جا‬ َ ‫ات َم‬
َ ‫م‬َ ‫ما َع َة َف‬ َ ‫ق ا ْل‬
َ ‫ج‬ َ ‫ة َو َفا َر‬
ِ ‫ن الطَّا َع‬
ْ ‫ج ِم‬
َ ‫خ َر‬
َ ‫ن‬
ْ ‫ َم‬ …
) ‫روه مسلم عن أبي هريرة‬ ( 
Artinya :
“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (kepada khalifah) dan memisahkan diri dari jamaah
kemudian mati, maka matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR. Muslim No. 3436 dari Abu
Hurairah).

 A. Menurut Ulama Hanafiyah.


‫ و الباغي … الخارج عن طاعة إمام الحق بغير حق‬ , ‫ البغي … الخروج عن طاعة إمام الحق بغير حق‬ …
) 48 :‫ ص‬ 4 :‫ شرح فتح القدير ج‬ – 426 :‫ ص‬ 3 :‫ حاسية ابن عابدين ج‬ (
“Al-Baghy[u] (pemberontakan) adalah keluar dari ketaatan kepada imam (khalifah) yang haq
(sah) dengan tanpa [alasan] haq. Dan al-baaghi (bentuk tunggal bughat) adalah orang yang
keluar dari ketaatan kepada imam yang haq dengan tanpa haq.”  (Hasyiyah Ibnu Abidin,
III/426; Syarah Fathul Qadir, IV/48).
B. Menurut Ulama Malikiyah
… ‫ اإلمتناع عن طاعة من ثبتت إمامته في غير معصية بمغالبته ولو تأويال‬ … ‫ البغي‬ …
‫ فرقة من المسلمين خالفت اإلمام األعظم أو نائبه لمنع حق وجب عليها أو لخلفه‬ … ‫ البغاة‬ …
)60 :‫ شرح الزرقاني و حاشية الشيبان ص‬ (
“Al-Baghy[u] adalah mencegah diri untuk mentaati orang yang telah sah menjadi imam
(khalifah) dalam perkara bukan maksiat dengan menggunakan kekuatan fisik (mughalabah)
walaupun karena alasan ta`wil (penafsiran agama)…
Dan bughat adalah kelompok (firqah) dari kaum muslimin yang menyalahi imam a’zham
(khalifah) atau wakilnya, untuk mencegah hak (imam) yang wajib mereka tunaikan, atau
untuk menggantikannya.” (Hasyiyah Az-Zarqani wa Hasyiyah Asy-Syaibani, hal. 60).
C. Menurut Ulama Syafi’iyah
‫ المسلمون مخالفو اإلمام بخروج عليه و ترك االنقياد له أو منع حق توجه عليهم بشرط شوكة‬ … ‫البغاة‬ …
‫؛ كفاية األخيار‬ 217 :‫ص‬ 2 :‫؛ المهذب ج‬ 382 :‫ص‬ 8 :‫نهاية المحتاج ج‬ ( ‫لهم و تأويل و مطاع فيهم‬
) 153 :‫ص‬ 2 :‫؛ فتح الوهاب ج‬ 198 – 197 :‫ص‬ 2 :‫ج‬
“Bughat adalah kaum muslimin yang menyalahi imam dengan jalan memberontak kepadanya,
tidak mentaatinya, atau mencegah hak yang yang seharusnya wajib mereka tunaikan
(kepada imam), dengan syarat mereka mempunyai kekuatan (syaukah), ta`wil, dan pemimpin
yang ditaati (muthaa’) dalam kelompok tersebut.”  (Nihayatul Muhtaj, VIII/382; Al-
Muhadzdzab, II/217; Kifayatul Akhyar, II/197-198; Fathul Wahhab, II/153).
‫ هم الخارجون عن طاعة بتأويل فاسد ال يقطع بفساده إن كان لهم شوكة بكثرة أو قوة و فيهم مطاع‬ …
) 111 :‫ص‬ 4 :‫أسنى المطالب ج‬ (
“Bughat adalah orang-orang yang keluar dari ketaatan dengan ta`wil yang fasid (keliru),
yang tidak bisa dipastikan kefasidannya, jika mereka mempunyai kekuatan (syaukah),
karena jumlahnya yang banyak atau adanya kekuatan, dan di antara mereka ada pemimpin
yang ditaati.”  (Asna Al-Mathalib, IV/111).
Jadi menurut ulama Syafi’iyah, bughat itu adalah pemberontakan dari suatu kelompok orang
(jama’ah), yang mempunyai kekuatan (syaukah) dan pemimpin yang ditaati (muthaa’), dengan
ta`wil yang fasid (Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islamiy, II/674)
D. Menurut Ulama Hanabilah
‫ الخارجون عن إمام ولو غير عدل بتأويل سائغ و لهم شوكة ولو لم يكن فيهم مطاع‬ … ‫البغاة‬ …
) 114 :‫ص‬ 4 :‫شرح المنتهى مع كشاف القناع ج‬ (
“Bughat adalah orang-orang memberontak kepada seorang imam –walaupun ia bukan imam
yang adil– dengan suatu ta`wil yang diperbolehkan (ta`wil sa`igh), mempunyai kekuatan
(syaukah), meskipun tidak mempunyai pemimpin yang ditaati di antara mereka.”  (Syarah Al-
Muntaha ma’a Kasysyaf al-Qana’, IV/114).
E. Menurut Ulama Zhahiriyah
‫ بأنهم ينازعون اإلمام العادل في حكمه فيأخذون الصدقات و يقيمون الحدود‬ …
) 520 :‫ص‬ 12 :‫المحلى ج‬ , ‫ابن حزم‬ (
“Bughat adalah mereka yang menentang imam yang adil dalam kekuasaannya, lalu mereka
mengambil harta zakat dan menjalankan hudud” (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, XII/520).
‫ البغي هو الخروج على إمام حق بتأويل مخطىء في الدين أو الخروج لطلب الدنيا‬ …
) 98 – 97 :‫ص‬ 11 :‫المحلى ج‬ , ‫ابن حزم‬ (
“Al-Baghy[u] adalah memberontak kepada imam yang haq dengan suatu ta`wil yang salah
dalam agama, atau memberontak untuk mencari dunia.”  (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, XI/97-98).
F. Menurut Ulama Syiah Zaidiyah
‫ من يظهر أنه محق و اإلمام مبطل و حاربه أو غرم وله فئة أو منعة أو قام بما أمره لإلمام‬ … ‫الباغي‬ …
) 331 :‫ص‬ 4 :‫الروض النضير ج‬ (
“Bughat adalah orang yang menampakkan diri bahwa mereka adalah kelompok yang haq
sedang imam adalah orang yang batil, mereka memerangi imam tersebut, atau menyita
hartanya, mereka mempunyai kelompok dan senjata, serta melaksanakan sesuatu yang
sebenarnya hak imam.” (Ar-Raudh An-Nadhir, IV/331).

Anda mungkin juga menyukai