Anda di halaman 1dari 5

ADAB DAN AKHLAQ PNS MENURUT ISLAM.

Arahan umum tentang perintah mencari nafkah halal dan bekerja dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
1. Allah perintahkan kita bekerja dan mencari harta yang halal dan berkah.
Allah SWT berfirman salam Surah At-Taubah, ayat 105:
‫َّه َاد ِة َفُينَبُِّئ ُكم مِب َا ُكنتُ ْم َت ْع َملُو َن‬ ِ ‫وقُ ِل ْاعملُوا فَسَيرى اللَّهُ َعملَ ُكم ور ُسولُهُ والْمْؤ ِمنُو َن و َسُتر ُّدو َن ِإىَل ٰ َعامِلِ الْغَْي‬
َ ‫ب َوالش‬ َ َ ُ َ ََ ْ َ ََ َ َ
Artinya: "Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. at-Taubah : 105).
َ َ‫ َو َمن يَ ۡع َم ۡل ِم ۡثق‬٧ ُ‫ال َذ َّر ٍة َخ ۡي ٗرا يَ َر ۥه‬
٨ ُ‫ال َذر َّٖة َش ٗ ّرا يَ َر ۥه‬ َ َ‫فَ َمن يَ ۡع َم ۡل ِم ۡثق‬
2. Pahala dari mencari nafkah yang halal.
Imam Bukhari (55) dan Imam Muslim (1002) telah meriwayatkan dari Abu Mas’ud bahwasanya Rasulullah Shallallahu ’alaihi
wa sallam bersabda.

ٌ‫ص َدقَة‬ ِ ِِ َّ ‫ِإ َذا َأْن َف َق‬


َ ُ‫الر ُج ُل َعلَى َْأهله حَيْتَسُب َها َف ُه َو لَه‬
“Apabila seseorang menafkahkan untuk keluarganya dengan ikhlas maka itu baginya adalah sedekah”.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqash Radhiyallahu ‘anhu.
‫ولَست تُْن ِفق نَ َف َقةً َتبتغِي هِب ا وجه اللَّ ِه ِإالَّ ُِأجر هِب‬
َ ِ‫ت َا َحىَّت اللُّ ْق َمةُ جَتْ َعلُ َها يِف يِف ِّ ْامَر َأت‬
‫ك‬ َ ْ َ ْ َ َ َْ ُ ُ ْ َ
“Dan tidaklah engkau menafkahkan satu nafkah karena mengharapkan wajah Allah melainkan engkau mendapatkan pahala
dengannya hingga sesuap yang engkau suapkan di mulu istrimu” [Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim]
3. Larangan mencari nafkah yang haram
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan perilaku semacam ini sebagaimana tersebut dalam hadits
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ال َِأم ْن َحاَل ٍل َْأم ِم ْن َحَر ٍام‬ ‫مِب‬ ِ ‫لَيَْأتِنَي َّ َعلَى الن‬
َ ‫َّاس َز َما ٌن اَل يُبَايِل الْ َم ْرءُ َا‬
َ ‫َأخ َذ الْ َم‬
“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah
melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram”. [HR Bukhari].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menyampaikan ancaman terhadap orang-orang yang memakan harta yang
haram. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫َّار َْأوىَل بِِه‬ ٍ ِ ‫ِإنَّه اَل ي ْدخل اجْل نَّةَ حَل م نَب‬
ُ ‫ت م ْن ُس ْحت الن‬
َ َ ٌْ َ ُ ُ َ ُ
“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya”. [HR
Ahmad dan Ad Darimi].
Di dalam Al Qur’an, Allah marah terhadap orang-orang Yahudi, karena sifat mereka yang suka memakan harta haram. Allah
berfirman:
ِ ‫لسح‬
‫ت‬ ِ َّ ‫ب‬ ِ ‫مَسَّاعُو َن لِْل َك ِذ‬
ْ ُّ ‫َأكالُو َن ل‬
“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, (lagi) banyak memakan yang haram”. [Al Maidah:42].
Al Qurthubi, dalam tafsirnya menyebutkan, bahwa salah satu bentuk memakan yang haram adalah menerima suap.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menekankan agar umatnya mencari harta yang halal. Pasalnya, ada dua
pertanyaan yang terarah berkaitan dengan harta itu, tentang asal harta dan bagaimana membelanjakannya. Dalam hadits Abu
Barzah Al Aslami Radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda:
ِ ِِ ِ ِِ ِِ َ ‫ول قَ َد َما َعْب ٍد َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َحىَّت يُ ْس‬
ُ‫يما َأبْاَل هُ َو َع ْن َماله م ْن َأيْ َن ا ْكتَ َسبَه‬ َ ‫َأل َع ْن َْأربَ ٍع َع ْن ُع ُم ِره ف‬
َ ‫يما َأْفنَاهُ َو َع ْن َج َسده ف‬ ُ ‫اَل َت ُز‬
‫ض َعهُ َو َع ْن ِع ْل ِم ِه َماذَا َع ِم َل فِ ِيه‬ َ ‫يما َو‬
ِ
َ ‫َوف‬
“Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang empat perkara. (Yaitu): tentang
umurnya untuk apa ia habiskan, tentang jasadnya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan
kemanakah ia meletakkannya, dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan”. [HR At Tirmidzi dan Ad Darimi].
4. Memperhatikan nafkah keluarga akan menjadi penghalang dari siksa neraka
‘Adi bin Hatim berkata,
َّ‫اها َف َق َس َمْت َها َبنْي َ ْابنََتْي َها َومَلْ تَْأ ُك ْل ِمْن َها مُث‬ ِ
ْ َ‫َأل َفلَ ْم جَتِ ْد ِعْندي َشْيًئا َغْيَر مَتَْر ٍة ف‬
َ َّ‫َأعطَْيُت َها ِإي‬
ِ َ‫ت امرَأةٌ معها ابنَت‬
ُ ‫ان هَلَا تَ ْس‬ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ‫َد َخل‬
ِ
ْ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َعلَْينَا ف‬
‫َأخَب ْرتُهُ َف َق َال‬ َ ُّ ‫ت فَ َد َخ َل النَّيِب‬
ْ ‫ت فَ َخَر َج‬
ْ ‫قَ َام‬
“Ada seorang ibu bersama dua putrinya menemuiku meminta makanan, akan tetapi ia tidak mendapati sedikit makanan pun yang
ada padaku kecuali sebutir kurma. Maka aku pun memberikan kurma tersebut kepadanya, lalu ia membagi sebutir kurma tersebut
untuk kedua putrinya, dan ia tidak makan kurma itu sedikit pun. Setelah itu ibu itu berdiri dan pergi keluar. Lalu masuklah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku pun mengabarkannya tentang ini, lantas beliau bersabda,
‫َأح َس َن ِإلَْي ِه َّن ُك َّن لَهُ ِسْتًرا ِم َن النَّا ِر‬ ٍ ِ ِِ ِ ِ
ْ َ‫َم ِن ْابتُل َي م ْن َهذه الَْبنَات بِ َش ْيء ف‬
“Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi
penghalang baginya dari api neraka” (HR. Bukhari no 1418 dan Muslim no 2629).
Ummu Salamah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ ‫الن َف َقةَ علَي ِهما حىَّت ي ْغنِيهما اللَّه ِمن فَضلِ ِه عَّز وج َّل َأو يك‬
‫ْفَي ُه َما‬ ِ ٍ ِ ْ ‫َم ْن َأْن َف َق َعلَى ْابنََتنْي ِ َْأو‬
َ ْ َ َ َ ْ ْ ُ َ ُ َ ُ َ َ ْ َ َّ ‫ب‬ ُ ‫ُأخَتنْي َْأو َذ َواتَ ْى َقَرابَة حَيْتَس‬
‫َكا َنتَا لَهُ ِسرْت اً ِم َن النَّا ِر‬
“Barangsiapa mengeluarkan hartanya untuk keperluan kedua anak perempuannya, kedua saudara perempuannya atau kepada dua
orang kerabat perempuannya dengan mengharap pahala dari Allah, lalu Allah mencukupi mereka dengan karunianya, maka amalan
tersebut akan membentengi dirinya dari neraka” (HR. Ahmad 6: 293. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits
ini dho’if)
Dua hadits terakhir ini menerangkan keutamaan memberi nafkah pada anak perempuan karena mereka berbeda dengan anak laki-
laki yang bisa mencari nafkah, sedangkan perempuan asalnya di rumah.
 
5. Larangan Malas dan Rasul berlindung dari Malas. Doa Rasul:
ِ ‫اب الْ َق ِ و ِمن فِْتنَ ِة الْمحيا والْمم‬
ِ ‫ك ِمن َع َذ‬ِ ِ ِ َ ِ‫اللَّه َّم ِإىِّن َأعوذُ ب‬
‫ات‬ َ َ َ َْ َ ْ َ ‫رْب‬ ْ َ ‫ك م َن الْ َع ْج ِز َوالْ َك َس ِل َواجْلُنْب ِ َواهْلََرم َوالْبُ ْخ ِل َوَأعُوذُ ب‬ ُ ُ
“Allahumma inni a’udzu bika minal ‘ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a’udzu bika min ‘adzabil qobri wa
min fitnatil mahyaa wal mamaat. (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di
waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).”
(HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706)

6. Komitmen terhadap tugas dan amanah yang diemban

Diantara ayat-ayat mengenai kewajiban menunaikan amanah dan larangan berkhianat adalah firman Allah Azza wa
Jalla.
ِ ِ ِِ ِ ِ ‫ات ِإىَل ٰ َْأهلِ َها َوِإذَا َح َك ْمتُم َبنْي َ الن‬
َ‫َّاس َأن حَتْ ُك ُموا بِالْ َع ْدل ۚ ِإ َّن اللَّهَ نع َّما يَعظُ ُكم بِه ۗ ِإ َّن اللَّه‬
ِ َ‫ِإ َّن اللَّه يْأمر ُكم َأن تُ ُّدوا اَأْلمان‬
َ ‫َ َ ُ ُ ْ َؤ‬
ِ ‫َكا َن مَسِ يعا ب‬
‫ص ًريا‬ َ ً
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”. [An-Nisa : 58]
Di dalam hadits yang hasan dari Samurah bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
‫ك‬ َ ‫َألمانَةَ ِإىَل َم ِن اْئ تَ َم‬
َ َ‫ك َوالَ خَت ُ ْن َم ْن َخان‬ َ ْ‫َِّأدا‬
“Tunaikan amanah kepada orang yang memberi amanah kepadamu, dan janganlah kamu menghianati orang yang
mengkhianatimu” [Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ahlussunnan]
Dan firman-Nya.
‫ول َوخَت ُونُوا ََأمانَاتِ ُك ْم َوَأنتُ ْم َت ْعلَ ُمو َن‬ َّ ‫ين َآمنُوا اَل خَت ُونُوا اللَّهَ َو‬ ِ َّ
َ ‫الر ُس‬ َ ‫يَا َأيُّ َها الذ‬
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui” [Al-Anfal : 27]
Firman Allah Ta’ala.
‫َأِلمانَاهِتِ ْم َو َع ْه ِد ِه ْم َراعُو َن‬
َ ‫ين ُه ْم‬
ِ َّ
َ ‫َوالذ‬
“Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janji-janji” [Al-Mukminun : 8] dan surat Al-Maarij.
Ibnu Katsir berkata, “Yaitu, apabila mereka diberi kepercayaan mereka tidak berkhianat, dan apabila berjanji mereka tidak
mungkir, ini adalah sifat-sifat orang mukminin dan lawannya adalah sifat-sifat munafikin, sebagaimana tercantum dalam hadis
yang shahih.
‫ َوِإ َذا اْؤ مُتِ َن َخا َن‬،‫ف‬ ْ ‫ َوِإ َذا َو َع َد‬،‫ب‬
َ َ‫َأخل‬ ٌ َ‫آيَةُ الْ ُمنَافِ ِق ثَال‬
َ ‫ ِإ َذا َحد‬: ‫ث‬
َ ‫َّث َك َذ‬
“Tanda munafik ada tiga : apabila berbicara berdusta, apabaila berjanji ia mungkir dan apabila diberi amanat dia berkhianat”.
7. Jangan Curang dan Mengurangi Takaran/Jam Kerja.
Wajib atas setiap pegawai dan pekerja untuk menggunakan waktu yang telah dikhususkan bekerja pada pekerjaan
yang telah dikhususkan untuknya. Tidak boleh ia menggunakannya pada perkara-perkara lain selain pekerjaan yang
wajib ditunaikannya pada waktu tersebut. Dan tidak boleh ia menggunakan waktu itu atau sebagian darinya untuk
kepentingan pribadinya, atau kepentingan orang lain apabila tidak ada kaitannya dengan pekerjaan ; karena jam kerja
bukanlah milik pegawai atau pekerja, akan tetapi untuk kepentingan pekerjaan yang ia mengambil upah dengannya.
Dan sebagaimana seseorang ingin mengambil upahnya dengan sempurna serta tidak ingin dikurangi bagiannya sedikitpun,
maka hendaklah ia tidak mengurangi sedikitpun dari jam kerjanya untuk sesuatu yang bukan kepentingan kerja. Allah
telah mencela Al-Muthaffifin (orang-orang yang curang) dalam timbangan, yang menuntut hak mereka dengan sempurna
dan mengurangi hak-hak orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
ِ ٍ ِ َ ‫وه ْم خُيْ ِسُرو َن َأاَل يَظُ ُّن ُأولَِٰئ‬
ِ َّ ‫ِّف‬ ِ
ُ ‫َّهم َّمْبعُوثُو َن لَي ْوم َعظي ٍم َي ْو َم َي ُق‬
‫وم‬ ُ ‫ك َأن‬ ُ ُ‫َّاس يَ ْسَت ْوفُو َن َوِإذَا َكال‬
ُ ُ‫وه ْم َأو َّو َزن‬ ِ ‫ين ِإذَا ا ْكتَالُوا َعلَى الن‬
َ ‫ني الذ‬َ ‫َويْ ٌل لِّْل ُمطَف‬
‫ني‬ ِ ِّ ‫النَّاس لِر‬
َ ‫ب الْ َعالَم‬ َ ُ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka
meminta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah oran-orang
itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. Yaitu hari ketika manusia berdiri
menghadap Tuhan semesta alam” [Al-Muthaffifin : 1-6]

Syaikh Al-Mu’ammar bin Ali Al-Baghdadi (507H) telah menasihati Perdana Menteri Nizhamul Muluk dengan nasihat yang
dalam dan berfedah. Di antara yang dikatakannya diawal nasihatnya itu.
“Suatu hal yang telah maklum hai Shodrul Islam! Bahwasanya setiap individu masyarakat bebas untuk datang dan pergi, jika
mereka menghendaki mereka bisa meneruskan dan memutuskan. Adapun orang yang terpilih menjabat kepemimpinan maka
dia tidak bebas untuk bepergian, karena orang yang berada di atas pemerintahan adalah amir (pemimpin) dan dia pada
hakikatnya orang upahan, ia telah menjual waktunya dan mengambil gajinya. Maka tidak tersisa dari siangnya yang dia
gunakan sesuai keinginannya, dan dia tidak boleh shalat sunat, serta I’tikaf… karena itu adalah keutamaan sedangkan ini
adalah wajib”.
8. TELADAN NABI MUSA DAN YUSUF
hendaknya seorang pegawai atau pekerja hendaklah ia seorang yang kuat lagi amanah. Karena dengan kekuatan ia
sanggup melaksanakan pekerjaan yang diembankan kepadanya, dan dengan amanah ia menunaikan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya. Dengan amanah ia akan meletakkan perkara-perkara pada tempatnya. Dan dengan
kekuatan ia sanggup menunaikan kewajibannya.
Allah telah memberitakan tentang salah seorang putri penduduk Madyan bahwasanya ia berkata kepada bapaknya tatkala
Musa mengambilkan air untuk keduanya.
ِ ُّ ‫ت استَْأ ِجره ۖ ِإ َّن خير م ِن استَْأجرت الْ َق ِو‬
ِ
‫ني‬
ُ ‫ي اَأْلم‬ َ ْ َ ْ َ ََْ ُ ْ ْ َ‫ت ِإ ْح َدامُهَا يَا َأب‬
ْ َ‫قَال‬
“Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja kepada kita. Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” [Al-Qashash : 26]
Allah juga telah menceritakan tentang Yusuf Alaihissalam bahwasanya ia berkata kepada raja.
ِ ٌ ‫ض ۖ ِإيِّن ح ِفي‬
ِ ‫اَأْلر‬ ‫ِئ‬
‫يم‬
ٌ ‫ظ َعل‬ َ ْ ‫اج َع ْليِن َعلَ ٰى َخَزا ِن‬
ْ ‫ال‬
َ َ‫ق‬
“Jadikanlahlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi
berpengetahuan” [Yusuf : 55]
Lawan dari kuat dan amanah adalah lemah dan khianat. Dan itu alasan untuk tidak memilih seseorang dalam bekerja dan
sebab-sebab sebenarnya untuk mecopotnya dari pekerjaan.
Tatkala Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu menjadikan Sa’ad bin Abi Waqqash sebagai gubernur Kufah, dan sebagian
orang-orang jahil negeri itu mencelanya di sisi Umar, maka Umar memandang maslahah dengan mencopotnya dari jabatan
untuk menjaga dari terjadinya fitnah dan agar tidak seorangpun dari mereka mengganggunya. Akan tetapi Umar ketika sakit
menjelang wafatnya telah menentukan enam orang shahabat Rasulullah yang dipilih dari mereka seorang yang akan menjabat
khalifah setelahnya. Di antara mereka adalah Sa’ad bin Abi Waqqash, lantas Umar khawatir bahwa pencopotannya dari
jabatan gubernur Kufah disangka karena ketidaklayakannya memimpin, maka umar menepis prasangka tersebut dengan
perkataannya, “Jika kepemimpinan jatuh kepada Saad, maka dia layak untuk itu. Dan jika tidak hendaklah siapa pun dari kalian
yang menjadi pemimpin meminta bantuannya, karena sesungguhnya aku tidak mencopotnya karena kelemahan dan khianat”
[Diriwayatkan Al-Bukhari : 3700]
9. Hendaklah pemimpin menjadi menjadi teladan
Apabila para atasan pegawai melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka dengan sempurna, pegawai-pegawai yang
menjadi bawahannya akan mecontoh mereka. Dan setiap pemimpin dalam suatu pekerjaan akan diminta
pertanggung jawabannya terhadap dirinya dan orang-orang yang dipimpinnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ِ ‫ والْمرَأةُ ر‬،‫اع علَى َأه ِل بيتِ ِه وهو مسُئو ٌل عْنهم‬
ٌ‫اعيَة‬ َ ْ َ َ ْ ُ َ ْ ْ َ َ ُ َ َْ ْ َ ٍ ‫الر ُج ُل َر‬ ِّ ‫ َو‬،‫اع َو ُه َو َم ْسُئ ْو ٌل َعْن ُهم‬ ٍ ‫اس َر‬ِ ّ‫َألمْيُر الَّ ِذي َعلَى الن‬ ِ ْ‫ فَا‬،‫اع فَمسُئو ٌل عن ر ِعيَّتِ ِه‬
َ ْ َ ْ ْ َ ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َر‬
ٍ ‫ َأالَ فَ ُكلُّ ُك ْم َر‬،ُ‫اع َعلَى َم ِال َسيِّ ِد ِه َو ُه َو َم ْسُئ ْو ٌل َعْنه‬
‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسُئ ْو ٌل َع ْن َر ِعيَّتِ ِه‬ ٍ ‫ َوالْ َعْب ُد َر‬،‫ت َب ْغلِ َها َو َولَ ِد ِه َو ِه َي َم ْسُئ ْولَةٌ َعْن ُه ْم‬
ِ ‫علَى بي‬
َْ َ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawabannya tentang apa yang dipimpinnya. Seorang amir yang
memimpin manusia, ia memimpin mereka dan akan diminta pertanggung jawabannya tentang mereka, seorang laki-laki
pemimpin atas keluarganya dan ia akan diminta pertangung jawabannya tentang mereka, dan seorang wanita adalah
pemimpin atas rumah suami dan anaknya, dia akan diminta pertanggung jawabannya tentang mereka dan seorang budak
pemimpin atas harta tuannya dan dia akan diminta pertanggung jawabannya terhadapnya, ketahuilah setiap kalian adalah
pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpinnya” [Diriwayatkan Al-Bukhari ;
2554 dan Muslim : 1829 dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma]

Diantara adab dan etika yang harus diperhatikan dalam bekerja menurut Islam
adalah :
1. Bekerja Dengan Niat Yang Ikhlas Karena Allah SWT.
Hal ini merupakan landasan terpenting bagi seorang pekerja. Artinya ketika bekerja, niat utama dalam bekerja adalah semata-
mata  karena Allah SWT. 
Bahawa hanya dengan bekerja ia dapat menunaikan kewajiban-kewajiban dalam Islam yang lainnya, seperti membayar zakat,
infak dan shadaqah. Sehingga ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah SWT.
2. Bersungguh-sungguh (profesional) Serta Istiqamah Dalam Bekerja.
Keikhlasan dalam bekerja adalah kesungguhan dan  itqon (baca ; profesional) dalam pekerjaan tersebut. Ia sedar bahawa
kehadiran tepat pada waktunya, menyelesaikan apa yang sudah menjadi kewajibannya,  serta tidak menunda-nunda
pekerjaan, tidak mengabaikan pekerjaan, adalah bahagian yang tidak terpisahkan dari inti bekerja itu sendiri yang merupakan
ibadah kepada Allah SWT. 
Dalam sebuah hadits, riwayat Aisyah RA, bahawa Rasulullah SAW bersabda: 
‫إن اهلل حيب أحدكم إذا عمل عمالً أن يتقنه‬.
Artinya:
"Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, dia itqan (profesional) dalam pekerjaannya." (HR.
Thabrani).
Ihrish alaa maa yanfauka walaa ta’jaz..
3. Bersikap Jujur Dan Amanah Dalam Pekerjaan.
Etika lain bekerja dalam Islam adalah kejujuran dan amanah. Karena pada hakikatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut
merupakan amanah dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. 
Bukti adanya kejujuran dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi
haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. 
Rasulullah SAW bersabda:
 ‫ُّه َد ِاء‬
َ ‫ني َوالش‬
ِ ِّ ‫اَألمني مع النَّبِيِّني و‬
َ ‫الصدِّيق‬ َ َ ََ ُ
ِ ‫وق‬ ُ ‫الص ُد‬ ِ ‫الت‬ 
َّ ‫َّاج ُر‬
Artinya:
"Peniaga yang jujur lagi dipercaya (anamah) akan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada'. (HR. At-Tirmidzi).
4. Menjaga Etika Dan Akhlak Sebagai Seorang Pekerja Muslim.
Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti etika dalam berbicara, cara menegur,
berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan customer, dan lain sebagainya. 
Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri khusus kesempurnaan iman seorang mu'min dalam pekerjaan tersebut. 
Dalam sebuah hadits Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: 
ِِ
ْ ‫ني ِإميَانًا‬
‫َأح َسُن ُه ْم ُخلُ ًقا‬ َ ‫َأ ْك َم ُل الْ ُمْؤ من‬.
Artinya:
"Orang mu'min yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaknya." (HR. Turmudzi). 

5. Pekerja Yang Baik, Tidak Melanggar Prinsip-prinsip Syariat Islam.


Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang
dilakukannya. 
Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal, 
-Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti memporduksi barang yang haram, menyebar luaskan
kefasadan, riba, rasuah dan sebagainya. 
-Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki
dengan perempuan, membuat fitnah dalam persaingan dan sebagainya. 
Pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip syariah, selain mengakibatkan dosa dan menjadi tidak berkatnya harta, juga dapat
menghilangkan pahala amal shaleh kita dalam bekerja. 
Allah SWT berfirman dalam Surah Muhammad, ayat 33:
ِ َّ
ْ ‫ول َواَل تُْب ِطلُوا‬
‫َأع َمالَ ُك ْم‬ َ ‫الر ُس‬ ِ ‫َأطيعوا اللَّه و‬
َّ ‫َأطيعُوا‬ ِ
َ َ ُ ‫ين َآمنُوا‬
َ ‫يَا َأيُّ َها الذ‬
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlal kepada Rasul-Nya dan janganlah kalian membatalkan amal
perbuatan/ pekerjaan kalian.." (QS. Muhammad : 33).
6. Menghindar Dari Perkara Syubhat Dalam Bekerja. 
Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara
kehalalan dengan keharamannya. 
Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan terntentu. Atau seperti
bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah. 
Dalam sebuah hadis Nu'man bin Basyir,  bahawasanya Rasulullah SAW bersabda:
‫ ِإ َّن احْلَالَ َل َبنِّي ٌ َوِإ َّن احْلََر َام َبنِّي ٌ َو َبْيَن ُه َما ُُأم ْوٌر‬: ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق ْو ُل‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫عن َأيِب عب ِد‬
ِ ‫اهلل الن‬
ُ ‫ُّع َمان بْ ِن بَشرْيٍ َرض َي اهللُ َعْن ُه َما قَ َال مَس ْع‬
َ ‫ت َر ُس ْو َل اهلل‬ ْ َْ ْ َ
‫ات‬ ِ
ٌ ‫م ْشتَب َه‬  ُ
Artinya:
"Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang
terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan..." (HR. Muslim)
7. Para Pekerja Wajib Menjaga ukhuwah Islamiyah.
Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan oleh para pekerja adalah Menjaga ukhuwah islamiyah antara sesama
muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha, melahirkan perpecahan dan perbalahan di tengah-tengah persaudaraan
antar sesama muslim. 
Islam melarang bekerja dengan merosakkan ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin dalam dunia pekerjaan. Satu
diantaranya dengan melarang menjual barang yang sudah di jual kepada saudaranya. 
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Abdullah bin Umar:
‫َأخ ِيه‬
ِ ‫الرجل علَى بي ِع‬ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َْ َ ُ ُ َّ ‫ال اَل يَبِ ْع‬ َ ِّ ‫َع ْن ابْ ِن عُ َمَر َع ْن النَّيِب‬
Beliau mengemukakan, "Dan janganlah kalian menjual barang yang sudah dijual kepada saudara kalian" (HR. Muslim). 

Anda mungkin juga menyukai