Anda di halaman 1dari 20

HADIS TENTANG AMANAH dan MENEPATI JANJI

A. Hadis Tentang Amanah

HADIS 1

No. Hadist: 1348

‫ُأس َامةَ َع ْن ُب َريْ ِد بْ ِن َع ْب ِد اللَّ ِه َع ْن َأبِي ُب ْر َدةَ َع ْن‬ ِ


َ ‫َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن ال َْعاَل ء َح َّد َثنَا َأبُ و‬
‫ين الَّ ِذي ُي ْن ِف ُذ‬ ِ ِ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬
ُ ‫ال الْ َخ ا ِز ُن ال ُْم ْس ل ُم اَأْلم‬ َ ‫وسى َع ْن النَّبِ ِّي‬ َ ‫َأبِي ُم‬
‫س هُ َفيَ ْد َفعُ هُ ِإلَى الَّ ِذي ُِأم َر لَ هُ بِ ِه‬ ِِ ِ ِِ ِ ِ َ َ‫وربَّما ق‬
ُ ‫ال ُي ْعطي َما ُأم َر به َكاماًل ُم َو َّف ًرا طَيِّبً ا ب ه َن ْف‬ َ َُ
‫ص ِّد َق ْي ِن‬
َ َ‫َأح ُد ال ُْمت‬
َ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al 'Alaa' telah menceritakan
kepada kami Abu Usamah dari Buraid bin 'Abdullah dari Abu Burdah dari Abu
Musa dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang bendahara
muslim yang amanah adalah orang yang melaksanakan tugasnya (dengan baik) ".
Dan seolah Beliau bersabda: "Dia melaksanakan apa yang diperintahkan
kepadanya dengan sempurna dan jujur serta memiliki jiwa yang baik, dia
mengeluarkannya (shadaqah) kepada orang yang berhak sebagaimana
diperintahkan adalah termasuk salah satu dari Al Mutashaddiqin".

KANDUNGAN HADIS

Amanah secara etimologi (lughawi) adalah kata dari bahasa arab yang

berbentuk masdar yaitu asal dari amina ya’munu amanatan yang berarti jujur atau

dapat dipercaya. Sedangkan menurut pengertian secara terminologi (istilahi)

amanah adalah sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang

berhak memilikinya.

Arti lain dari amanah adalah :

Amanah dalam arti sempit ialah memelihara titipan dan mengembalikan pada

pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangkan amanah dalam arti luas adalah

1
menyembunyikan rahasia, ikhlas dalam memberikan nasehat pada orang yang

memintanya, dan benar-benar menyampaikan sesuatu yang ditugaskan kepadanya

untuk disampaikan.

Amanah yang terbesar bagi kita sebagai manusia adalah menjalankan

amanah-amanah yang dipikulkan oleh Allah kepada umat manusia yang di dalm

Al-Qur’an disebut denga amanah Taklif. Inilah amanah dimana langit, bumi,

matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pepohonan, lautan dan

sebagainya tidak sanggup memikulnya. Hal ini digambarkan oleh Allah dalam

firman-Nya :

‫ا‬//َ‫ا َو َح َملَه‬//َ‫فَ ۡقنَ ِم ۡنه‬/‫ا َوَأ ۡش‬//َ‫َأبَ ۡينَ َأن يَ ۡح ِم ۡلنَه‬/َ‫ا ِل ف‬//َ‫ض َو ۡٱل ِجب‬
ِ ‫ت َوٱَأۡل ۡر‬
ِ ‫ضنَا ٱَأۡل َمانَةَ َعلَى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
ۡ ‫ِإنَّا َع َر‬

ٗ ُ‫ٱِإۡل ن ٰ َس ۖنُ ِإنَّ ۥهُ َكانَ ظَل‬


٧٢ ‫وما َجهُواٗل‬

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi,


dan gunung-gunung, maka semua enggan memikulnya dan berasa berat
daripadanya, dan manusia memikulnya. Sesungguhnya dia dzalim lagi bodoh.”
(QS. Al-Ahzab : 72)

Dari pengertian tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa amanah adalah


tanggung jawab kita untuk menyampaikan hak apa saja kepada pemiliknya secara
utuh tanpa mendzalimi yang memberikan amanah kepada kita.

HADIS 2

‫َأح َد ُه َما‬
َ ‫ت‬ ُ ْ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َح ِد َيث ْي ِن قَ ْد َرَأي‬ ِ ُ ‫ال ح َّد َثنَا رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ َ‫َع ْن ُح َذ ْي َفةَ ق‬
‫ال‬َ َ‫ال ق‬ ِ ‫الر َج‬ ِّ ‫وب‬ ِ ُ‫ت فِي َج ْذ ِر ُقل‬ ْ َ‫اَأْلمانَ ةَ َن َزل‬
َ ‫َأن‬َّ ‫ال َح َّد َثنَا‬ َ َ‫َوَأنَ ا َأْنتَ ِظ ُر اآْل َخ َر ق‬
‫آن َو َعلِ ْمنَ ا ِم ْن‬ِ ‫ال و َن ز َل الْ ُق رآ ُن َفعلِمنَ ا ِمن الْ ُق ر‬
ْ ْ ْ َ ْ َ َ ِ ‫الر َج‬
ِّ ‫وب‬ ِ ُ‫ط ُقل‬ َ ‫الطَّنَافِ ِس ُّي َي ْعنِي َو ْس‬
‫اَأْلمانَةُ ِم ْن َق ْلبِ ِه َفيَظَ ُّل‬
َ ‫الر ُج ُل الن َّْو َم ةَ َف ُت ْرفَ ُع‬ َّ ‫ام‬ َ ‫الس ن َِّة ثُ َّم َح َّد َثنَا َع ْن َرفْ ِع َه ا َف َق‬
ُ َ‫ال َين‬ ُّ
‫اَأْلمانَةُ ِم ْن َق ْلبِ ِه َفيَظَ ُّل َأَث ُر َه ا َك َأثَ ِر ال َْم ْج ِل‬
َ ُ‫ام الن َّْو َم ةَ َفُت ْن َزع‬
ُ َ‫ت َو َين‬ ِ ‫َأَثر َها َكَأثَ ِر الْو ْك‬
َ ُ

2
ُ‫َأخ َذ ُح َذ ْي َف ة‬
َ ‫يه َش ْيءٌ ثُ َّم‬ ِ ِ‫ط َفَت راهُ م ْنتَبِ را ولَيس ف‬ ِ َ ِ‫َكجم ٍر َدحرجتَ هُ َعلَى ِرجل‬
َ ْ َ ً ُ َ َ ‫ك َفنَف‬ ْ ْ َْ ْ َ
ِ ْ ُ‫ال َفي‬َ َ‫ص ى فَ َد ْح َر َج هُ َعلَى َس اقِ ِه ق‬ ِ
‫َأح ٌد‬
َ ‫اد‬ ُ ‫َّاس َيتَبَ َايعُو َن َواَل يَ َك‬
ُ ‫ص ب ُح الن‬ ً ‫َك ًّفا م ْن َح‬
َّ ِ‫ال ل‬
ُ‫لر ُج ِل َم ا َأ ْع َقلَ ه‬ َ ‫ال ِإ َّن فِي بَنِي فُاَل ٍن َر ُجاًل َِأمينً ا َو َحتَّى ُي َق‬ َ ‫اَأْلمانَةَ َحتَّى ُي َق‬
َ ‫ُي َؤ دِّي‬
‫ت‬ُ ‫ان َولََق ْد َأتَى َعلَ َّي َز َم ا ٌن َولَ ْس‬ ٍ ‫َأجلَ َدهُ وَأظْرفَ هُ وم ا فِي َق ْلبِ ِه حبَّةُ َخ ر َد ٍل ِمن ِإيم‬
َ ْ ْ َ َ َ َ َ ْ ‫َو‬
ِ ‫ت لَِئن َك ا َن مس لِما لَير َّدنَّهُ َعلَ َّي ِإس اَل مهُ ولَِئن َك ا َن يه‬ ِ
‫وديًّا َْأو‬ َُ ْ َ ُ ْ َُ ً ْ ُ ْ ُ ‫ُأبَ الي َأيَّ ُك ْم بَ َاي ْع‬
ِ ‫نَصرانِيًّا لَير َّدنَّه علَ َّي س‬
ُ ‫اع ِيه فَ ََّأما الَْي ْو َم فَ َما ُك ْن‬
‫ت ُأِلبَايِ َع ِإاَّل فُاَل نًا َوفُاَل نًا‬ َ َ ُ َُ َْ
3293-4125. Dari Hudzaifah RA. ia berkata, "Rasulullah SAW pernah
memberitahukan dua kabar. Aku telah melihat salah satunya, dan aku kini
menunggu yang terakhir (kabar kedua). Beliau memberitahukan kami,
'Sesungguhnya titipan (amanat) telah turun di dalam lubuk hati seorang.' (Ath-
Thanafisi berkata, "Maksudnya di tengah hati seseorang.") Dan diturunkannya Al
Qur'an hingga kami mengetahuinya dari Al Qur'an dan kami mengetahuinya dari
Sunnah.' Kemudian beliau menceritakan kepada kami tentang diangkatnya
amanat, 'Seorang lelap tidur lalu diangkatlah amanat dari hatinya, hingga
tertinggal bekasnya seperti bekas sesuatu yang sedikit. Kemudian ia tidur
kembali, lalu dicabutlah amanat dari hatinya hingga tertinggal bekasnya seperti
lepuh kulit, seperti kerikil bara api yang kamu gelincirkan dengan kakimu hingga
melepuh (terluka), dan kamu melihatnya menggembung, padahal tidak ada
sesuatu di dalamnya'." Kemudian Hudzaifah mengambil segenggam kerikil,
lantas ia gelincirkan dengan betisnya seraya berkata, (Rasulullah SAW bersabda),
"Maka orang-orang pun akan saling berbai'at, dan nyaris tidak ada seorang pun
yang menjalankan amanat. Hingga dikatakan. 'Sesungguhnya di kabilah si Fulan
terdapat seorang lelaki jujur.' Kemudian dikatakan kepada lelaki jujur itu,
'Pandai sekali ia. Beruntunglah ia.' Sedangkan (sebenarnya) di dalam hatinya
tidak ada keimanan sebesar biji gandum sekalipun." Sesungguhnya telah tiba
suatu zaman kepadaku saat aku tidak peduli mana yang (layak) aku bai'at. Jika ia
muslim maka pastilah ia akan memperlihatkan kepadaku keislamannya. Jika ia
seorang Yahudi atau Nasrani, pastilah ia akan memperlihatkan kepadaku
usahanya. Adapun hari ini, tidaklah aku hanya membai'at si Fulan dan si
Fulan."Shahih: Muttafaq 'Alaih.

KANDUNGAN HADIS

Hadis diatas menuturkan tentang diturunkannya dan diangkatnya amanah,


salah satu dari keduanya melihat bahwa sesungguhnya amanah itu kebalikan dari
sifat khianat atau dengan kata lain adalah suatu beban tanggung jawab. Amanah
diturunkan dalam lubuk hati orang-orang, setelah itu orang-orang mengetahui dari

3
Al Qur’an kemudian dari Sunnah (Hadis) . Bahwasanya amanah itu diberikan
kepada orang-orang menurut fitrahnya, setelah itu dengan melalui usaha dari
syariat. Adapun secara lahir yang dimaksud dengan amanah adalah suatu
tanggung jawab yang telah Allah SWT bebankan kepada terhadap hamba-
hambanya dan juga janji yang telah Allah SWT berikan kepada hambanya,
Pengarang kitab Tahrir mengatakan bahwa yang dikehendaki amanah di bab ini
adalah seperti yang terkandung dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
  
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh. (QS. Al
Ahzab/33: 72)
Bahwa tingkah laku atau kondisi manusia yang menyerupai ayat tadi yaitu
suatu beban atau tanggung jawab yang berupa ketaatan dengan tingkah laku yang
ditawarkan. Apabila amanah itu ditawarkan atau ditimpakan kepada langit, bumi
dan gunung-gunung  niscaya mereka enggan untuk menanggungnya karena sangat
agung dan beratnya sebuah amanah untuk menanggungnya. Akan tetapi manusia
dengan sifat lemah dan sedikit kemampuannya mau menanggung amanah
tersebut. Sesungguhnya manusia itu termasuk orang-orang yang mendzolimi
dirinya dan amat bodoh tingkahnya sekira dia mau mengemban beban suatu
amanah.
Allah SWT menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunungnya maka
Allah SWT berkata kepada mereka, Apakah kalian mampu menanggung amanah
dengan apa yang ada didalamnya? Allah menjawab: Apabila kamu bisa
mengemban dan menjaga baik amanah maka kalian akan memperoleh balasan
yang banyak. Dan ketika kalian mendurhakai suatu amanah maka kalian akan
mendapat siksa yang setimpal, lalu mereka menjawab: tidak ya Allah, tidak, kami
tidak mengharapkan apapun dari balasan ganjaran maupun siksa karena
memuliakan dan takut kepada Agama Allah SWT.

4
Sejatinya kesanggupan untuk memikul tanggung jawab berat ini diatas pundak
adalah tindakan membahayakan diri sendiri. Karenanya manusia adalah makhluk
yang mendzolimi dirinya sendiri dan jahil, tidak tahu kemampuannya sendiri. Ini
jika dibandingkan dengan besarnya penolakan nafsunya untuk memikulnya.
Namun demikian, jika dia bangkit dengan memikul tanggung jawab itu, saat dia
sampai kepada makrifah yang menyampaikannya kepada penciptaannya, ketika
dia mengambil petunjuk secara langsung dari syariat-Nya dan kala dia sangat
patuh kepada kehendak Rabbnya, petunjuk dan ketaatan yang dengan mudah
dicapai oleh langit, bumi, dan gunung, makhluk-makhluk yang bermakrifah dan
taat kepada penciptaannya tanpa ada penghalang dari dirinya. Ketika manusia
telah sampai kepada derajat ini dan dia sadar,mengerti,beriradah, maka sungguh
dia telah sampai di kedudukan yang mulia, kedudukan istimewa diantara sekian
makhluk Allah SWT.

HADIS 3

No. Hadist: 6015

‫ان َح َّد َثنَا ُفلَْي ُح بْ ُن ُس لَْي َما َن َح َّد َثنَا ِهاَل ُل بْ ُن َعلِ ٍّي َع ْن َعطَ ِاء بْ ِن‬
ٍ َ‫ح َّد َثنَا مح َّم ُد بْن ِس ن‬
ُ َُ َ
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِإ َذا‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫ض َي اللَّهُ َع ْن هُ ق‬ ِ ‫يسا ٍر َعن َأبِي ُهر ْير َة ر‬
َ َ َ ْ ََ
‫ُأس نِ َد‬
ْ ‫ال ِإذَا‬ َ َ‫ول اللَّ ِه ق‬ َ ‫اع ُت َها يَ ا َر ُس‬
َ ‫ض‬َ ‫ف ِإ‬ َ ‫ال َك ْي‬ َ َ‫اعةَ ق‬ َ ‫الس‬َّ ‫اَأْلمانَ ةُ فَ ا ْنتَ ِظ ْر‬
َ ‫ت‬ ْ ‫ض ِّي َع‬
ُ
َ‫اعة‬ َّ ‫اَأْلم ُر ِإلَى غَْي ِر َْأهلِ ِه فَا ْنتَ ِظ ْر‬
َ ‫الس‬ ْ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan telah menceritakan
kepada kami Fulaih bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami Hilal bin Ali
dari 'Atho' bin yasar dari Abu Hurairah radhilayyahu'anhu mengatakan;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan,
tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana
maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan
kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu."(HR.Bukhari)

5
KANDUNGAN HADIS

Nabi Muhammad SAW menyebutkan tentang salah satu pertanda akan


datangnya hari kiamat adalah bilamana amanah atau kepercayaan diserahkan
bukan pada ahlinya. Manusia memiliki keahlian yang berbeda-beda. Idealnya
seorang manusia harus mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Kalau
dia melakukan suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan maka pekerjaan tersebut
akan berantakan. Kalau dia ahli pertanian janganlah disuruh memperbaiki mobil,
untuk sekedar bergaya montir dan membongkar mesin mungkin bisa, tetapi
memperbaiki mesinnya tidak akan bisa. Untuk itulah nabi melarang memberikan
perkara kepada orang yang bukan ahlinya.
Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan
seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Berpadunya kekuatan
dan amanah pada diri seorang manusia sangat jarang terdapat. Maka bila ternyata
ada dua orang laki-laki satu diantaranya lebih besar amanah padanya dan yang
satunya lebih besar kekuatan haruslah diutamakan mana yang lebih bermanfaat
bagi bidang jabatannya itu yang lebih sedikit resikonya.
Oleh karena itu didahulukanlah dalam jabatan pimpinan peperangan, orang
yang kuat fisiknya lagi berani sekalipun dia fasik daripada orang yang lemah dan
tidak bersemangat sedangkan sekalipun dia seorang yang kepercayaan
sebagaimana pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal tentang dua
orang laki-laki yang akan memimpin peperangan satu diantaranya kuat tetapi
fasik, yang lain saleh tetapi lemah, dibawah komando siapa dia akan berperang?
Maka beliau menjawab: Adapun orang fasik tetapi kuat, maka kekuatannya itu
berguna bagi kaum Muslimin, sedang kefasikannya adalah atas tanggungan
dirinya sendiri dan orang saleh tetapi lemah maka kesalehannya berguna bagi diri
sendiri sedangkan kelemahannya menimbulkan hal yang tidak baik bagi kaum
muslimin.

6
HADIS 4

‫اَأْلمانَ ةَ ِإلَى َم ْن‬


َ ‫َأد‬ ِّ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫َع ْن َأبِي ُه َر ْي َر َة ق‬
‫ك‬
َ َ‫ك َواَل تَ ُخ ْن َم ْن َخان‬
َ َ‫اْئ تَ َمن‬
3535.Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Laksanakanlah
amanat dari orang yang memberi amanat kepadamu dan janganlah mengkhianati
orang yang telah mengkhianatimu. "(Hasan Shahih)

KANDUNGAN HADIS

Makna hadis ini umum mencakup semua jenis amanat yang diharuskan bagi
manusia menyampaikannya.
Amanat tersebut antara lain yang menyangkut hak-hak Allah Swt. atas
hamba-hamba-Nya, seperti salat, zakat, puasa, kifarat, semua jenis nazar, dan lain
sebagainya yang semisal yang dipercaya-kan kepada seseorang dan tiada seorang
hamba pun yang melihatnya. Juga termasuk pula hak-hak yang menyangkut
hamba-hamba Allah sebagian dari mereka atas sebagian yang lain, seperti semua
titipan dan lain-lainnya yang merupakan subjek titipan tanpa ada bukti yang
menunjukkan ke arah itu. Maka Allah Swt. memerintahkan agar hal tersebut
ditunaikan kepada yang berhak menerimanya. Barang siapa yang tidak melakukan
hal tersebut di dunia, maka ia akan dituntut nanti di hari kiamat dan dihukum
karenanya.

HADIS 5

‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه‬ ِ ِ ‫ال بينَم ا نَحن ح و َل رس‬


َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ ْ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ‫اص ق‬ ِ ‫َع ْب ُد اللَّ ِه بْ ُن َع ْم ِرو بْ ِن ال َْع‬
‫ت ََأمانَ ا ُت ُه ْم‬ْ ‫ود ُه ْم َو َخ َّف‬
ُ ‫ت عُ ُه‬ ْ ‫َّاس قَ ْد َم ِر َج‬ ‫َو َس لَّم ِإ ْذ ذَ َك ر ال ِْف ْتنَ ةَ َف َق َ ِإ‬
َ ‫ال َذا َر َْأيتُ ْم الن‬ َ َ
‫ك‬ َ ِ‫ف َأ ْف َع ُل ِع ْن َد َذل‬ َ ‫ْت َك ْي‬ ُ ‫ت ِإلَْي ِه َف ُقل‬ َ َ‫َأص ابِ ِع ِه ق‬
ُ ‫ال َف ُق ْم‬ َ ‫ك َب ْي َن‬ َ َّ‫َو َك انُوا َه َك َذا َو َش ب‬
‫ع َم ا‬ ْ ‫ف َو َد‬ ُ ‫ك َو ُخ ْذ بِ َم ا َت ْع ِر‬َ َ‫س ان‬ ِ َ ‫ك َعلَي‬ ِ َ ‫ال الْزم بيت‬ َ ‫َج َعلَنِي اللَّهُ فِ َد‬
َ‫كل‬ ْ ْ ‫ك َو ْامل‬ َْ َ ْ َ َ َ‫اك ق‬
‫ك َْأم َر ال َْع َّام ِة‬
َ ‫ع َع ْن‬ْ ‫ك َو َد‬ َ ‫اص ِة َن ْف ِس‬
َّ ‫ك بِ َْأم ِر َخ‬ َ ‫ُت ْن ِك ُر َو َعلَْي‬

7
4343. Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, ia berkata, "Ketika kami tengah
bersama di sekeliling Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau menyebutkan tentang
fitnah yang akan menimpa kaum muslimin dan beliau bersabda, 'Ketika kalian
melihat orang-orang telah saling ingkar janji, kepercayaan (amanah) mereka pun
telah kian luntur, maka mereka akan seperti ini.' Beliau menjalin jari-jemari
kedua tangan beliau. Lalu aku berdiri beranjak ke arah beliau dan aku berkata,
'Sungguh apa yang dapat aku lakukan ketika itu?' Beliau menjawab, 'Tetaplah
kamu di rumahmu, jagalah ucapanmu, ambillah sesuatu kau ketahui
(kebenarannya) dan tinggalkanlah sesuatu yang kau ingkari. Lakukanlah sesuatu
yang menjadi urusanmu dan tinggalkanlah yang menjadi hak khalayak umum'.
"Hasan Shahih: Ash-Shahihah (205, 888,1535)

KANDUNGAN HADIS

Di antara tanda-tanda Kiamat adalah lenyapnya orang-orang shalih, sedikitnya


orang-orang pilihan, dan banyaknya kejahatan sehingga yang ada hanyalah
seburuk-buruknya manusia, kepada merekalah Kiamat akan datang.

Dijelaskan dalam sebuah hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma,
beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‘Tidak akan tiba hari Kiamat hingga Allah mengambil orang-orang baik dari
penduduk bumi, sehingga yang tersisa hanyalah orang-orang yang jelek, mereka
tidak mengetahui yang baik dan tidak mengingkari yang munkar.’

Maknanya bahwa Allah akan mewafatkan orang-orang baik dan para ulama, lalu
yang tersisa hanyalah orang-orang jelek yang tidak ada kebaikan di dalam diri
mereka. Hal ini terjadi ketika ilmu diambil sementara manusia menjadikan orang-
orang bodoh sebagai pemimpin yang memberikan fatwa tanpa ilmu.

Dan diriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya
Radhiyallahu anhum, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau
bersabda:

“Akan datang pada manusia suatu zaman di mana mereka akan dipilih,
hingga yang tersisa dari mereka hanyalah orang-orang yang hina, perjanjian-
perjanjian dan amanah mereka telah bercampur (tidak menentu), dan mereka

8
berselisih, maka mereka seperti ini.” Beliau merenggangkan jari-jemarinya
(menunjukkan keadaan mereka yang saling bermusuhan-ed.).”
Lenyapnya orang-orang shalih terjadi ketika banyaknya kemaksiatan, dan ketika
amar ma’ruf nahi munkar ditinggalkan. Karena, jika orang-orang shalih melihat
kemunkaran, lalu mereka tidak merubahnya dan kerusakan semakin banyak, maka
siksaan akan turun kepada mereka semua, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah
hadits ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:

“Apakah kami akan binasa sementara orang-orang shalih masih ada di antara
kami?” Beliau menjawab, “Betul, ketika kemaksiatan merajalela.” [HR, Al-
Bukhari]

B. Hadis Tentang Menepati Janji

HADIS 6

No. Hadist: 5630

ِ ِ‫اعيل بْن ج ْع َف ٍر َعن َأبِي س َه ْي ٍل نَافِ ِع بْ ِن مال‬ ِ ِ


‫ك بْ ِن‬ َ ُ ْ َ ُ ُ ‫َح َّدثَني ُم َح َّم ُد بْ ُن َساَل ٍم َح َّد َثنَا ِإ ْس َم‬
َ َ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬ ِ َ ‫َأن رس‬ ِ ِ
ُ‫ال آيَ ة‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫َأبِي َع ام ٍر َع ْن َأبِي ه َع ْن َأبِي ُه َر ْي َر َة‬
‫ف َوِإذَا اْؤ تُ ِم َن َخا َن‬
َ َ‫ب َوِإذَا َو َع َد َأ ْخل‬
َ ‫ث َك َذ‬ َ ‫ث ِإذَا َح َّد‬ٌ ‫ال ُْمنَافِ ِق ثَاَل‬
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Salam telah menceritakan kepada
kami Isma'il bin Ja'far dari Abu Suhail Nafi' bin Malik bin Abu 'Amir dari
Ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu; jika berbicara
berdusta, jika berjanji mengingkari dan jika dipercaya berkhianat."

KANDUNGAN HADIS

Menepati janji adalah bagian dari iman. Barangsiapa yang tidak menjaga
perjanjiannya maka tidak ada agama baginya. Maka seperti itu pula ingkar janji,
termasuk tanda kemunafikan dan bukti atas adanya makar yang jelek serta
rusaknya hati.

Seorang mukmin tampil beda dengan munafik. Apabila dia berbicara, jujur
ucapannya. Bila telah berjanji ia menepatinya, dan jika dipercaya untuk menjaga

9
ucapan, harta, dan hak, maka ia menjaganya. Sesungguhnya menepati janji adalah
barometer yang dengannya diketahui orang yang baik dari yang jelek, dan orang
yang mulia dari yang rendahan. (Lihat Khuthab Mukhtarah, hal. 382-383)

Sifat-Sifat / Ciri ciri Munafik Manusia :


- Apabila berkata maka dia akan berkata bohong / dusta.
- Jika membuat suatu janji atau kesepakatan dia akan mengingkari janjinya.
- Bila diberi kepercayaan / amanat maka dia akan mengkhianatinya.
Untuk disebut sebagai orang munafik sejati sepertinya harus memenuhi semua
ketiga persyaratan di atas yaitu pembohong, penghianat dan pengingkar janji. Jika
baru sebatas satu atau dua ciri saja mungkin belum menjadi munafik tapi baru
camuna / calon munafik.

1. Ciri Orang Munafik = Berbohong


Bohong adalah mengatakan sesuatu yang tidak benar kepada orang lain. Jadi
apabila kita tidak jujur kepada orang lain maka kita bisa menjadi orang yang
munafik. Contoh bohong dalam kehidupan keseharian kita yaitu seperti menerima
telepon dan mengatakan bahwa orang yang dituju tidak ada tetapi pada
kenyataannya orang itu ada. Contoh lainnya seperti ada anak ditanya dari mana
oleh orang tuanya dan anak kecil itu mengatakan tempat yang tidak habis
dikunjunginya.

2. Ciri Orang Munafik = Ingkar Janji


Seseorang terkadang suka membuat suatu perjanjian atau kesepakatan dengan
orang lain. Apabila orang itu tidak mengikuti janji yang telah disepakati maka
orang itu berarti telah ingkat janji. Contohnya seperti janjian ketemu sama pacar
di warung kebab bang piih tetapi tidak datang karena lebih mementingkan bisnis.
Misal lainnya yaitu seperti para siswa yang telah menyepakati janji siswa namun
tidak dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.

3. Ciri Orang Munafik = Berhianat


Khianat mungkin yang paling berat kelasnya dibandingkan dengan sifat tukang
bohong dan tukang ingkar janji. Khianat hukumannya bisa dijauhi atau dikucilkan

10
serta tidak akan mendapatkan kepercayaan orang lagi bahkan bisa dihukum
penjara dan denda secara pidana. Contoh berkhianat yaitu seperti oknum anggota
TNI yang menjadi mata-mata bagi pihak asing atau teroris. Contoh lainnya yaitu
seperti seorang pegawai yang dipercaya sebagai pejabat pajak, namun dalam
pekerjaannya orang itu menyalahgunakan jabatan yang digunakan dengan cara
menilep uang setoran pajak.

HADIS 7

No. Hadist: 2484

ٍ ‫ص الِ ٍح َع ْن ابْ ِن ِش َه‬ ٍ ِ ‫ِإ‬ ِ ‫ِإ‬


‫اب َع ْن‬ َ ‫يم بْ ُن َس ْعد َع ْن‬ ُ ‫يم بْ ُن َح ْم َز َة َح َّد َثنَا ْب َراه‬ُ ‫َح َّد َثنَا ْب َراه‬
‫ال َأ ْخَب َرنِي‬
َ َ‫ض َي اللَّهُ َع ْن ُه َم ا َأ ْخَب َرهُ ق‬ِ ‫اس ر‬ ِ َّ ‫عَُب ْي ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْب ِد اللَّ ِه‬
َ ٍ َّ‫َأن َع ْب َد اللَّه بْ َن َعب‬
‫الص اَل ِة‬
َّ ِ‫ت َأنَّهُ ََأم َر ُك ْم ب‬ َ ‫ك َم ا َذا يَ ُْأم ُر ُك ْم َف َز َع ْم‬ َ َ‫َأن ِه َرقْ َل ق‬
َ ُ‫ال لَ هُ َس َألْت‬ َّ ‫َأبُ و ُس ْفيَا َن‬
ِ ‫ال و َه ِذ ِه‬
‫ص َفةُ نَبِ ٍّي‬ ِ ِ ‫اف والْوفَ ِاء بِالْعه ِد و‬ ِ ِ ِّ ‫و‬
َ َ َ‫اَأْلمانَة ق‬
َ ‫َأداء‬ َ َ َْ َ َ ‫الص ْدق َوال َْع َف‬ َ
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Hamzah telah menceritakan kepada
kami Ibrahim bin Sa'ad dari Shalih dari Ibnu Syihab dari 'Ubaidulloih bin
'Abdullah bahwa 'Abdullah bin 'Abbas radliallahu 'anhuma mengabarkannya
berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Sufyan bahwa Raja Heraklius
berkata kepadanya: "Aku telah bertanya kepadamu apa yang dia perintahkan
kepada kalian, lalu kamu menjawab bahwa dia memerintahkan kalian untuk
shalat, bershadaqah (zakat), menjauhkan diri dari berbuat buruk, menunaikan
janji dan melaksankan amanah". Lalu dia berkata; "Ini adalah diantara sifat-sifat
seorang Nabi".

KANDUNGAN HADIS

Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi Ad Damsyiqi (2002:69) menyatakan amanah


merupakan hak yang wajib dijaga dan ditujukan kepada penerimanya. Buah dari
iman adalah dipikulnya amanah. Makin berkurang kadar iman seseorang maka
makin berkurang pula amanah yang ditanggungnya. Islam mengharamkan khianat
dan melarang keras cara tersebut diterapkan dalam bentuk kerjasama. Agama
telah menentukan cara-cara atau prinsip hukum yang jika ditunaikan oleh seorang
mukmin dapat membawa kedamaian dunia dan akhirat. Konteks hadits juga dapat

11
ditujukan pada bagaimana sikap pimpinan terhadap amanah rakyat yang
dibebankan kepadanya. Pimpinan yang mempunyai sikap amanah akan dapat
membawa rakyat pada ketenangan jiwa dan ketenteraman hati. Keputusan yang
dibuat dan kebijakan yang disusun diupayakan dapat membawa masyarakat
menuju kemaslahatan. Lain halnya jika keadaan demikian tidak dapat terpenuhi,
maka pemimpin tersebut telah mencederai amanah. Merujuk pada uraian
penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa amanah dapat dilihat dari dua sisi
yang berbeda. Amanah sebagai hak bagi seseorang yang mengamanahi dan
amanah sebagai kewajiban bagi seseorang yang diamanahi. Orang yang
mengamanahi dapat meminta haknya yang dititipkan itu, sedangkan orang yang
diamanahi menjaganya dengan baik sampai tiba waktunya harus diberikan
kembali, ia juga dapat dipercaya sehingga tidak membawa kecemasan bagi orang
yang mengamanahinya. Melihat esensi amanah yang begitu besar dalam
kehidupan, sikap amanah amat penting melandasi setiap lingkup aktivitas
masyarakat apapun profesinya.

HADIS 8

ِ ُ ‫ال َما َمَن َعنِي َأ ْن َأ ْش َه َد بَ ْد ًرا ِإاَّل َأنِّي َخ َر ْج‬ ِ ‫عن ح َذ ْي َفة بْن الْيم‬
‫س ْي ٌل‬ َ ‫ت َأنَا َوَأبي ُح‬ َ َ‫ان ق‬ ََ ُ
‫ش قَ الُوا ِإنَّ ُك ْم تُ ِري ُدو َن ُم َح َّم ًدا َف ُقلْنَ ا َم ا نُ ِري ُدهُ َم ا نُ ِري ُد ِإاَّل‬ ٍ ْ‫ار ُق َري‬ ُ ‫ال فََأ َخ َذنَا ُك َّف‬
َ َ‫ق‬
‫ص ِرفَ َّن ِإلَى ال َْم ِدينَ ِة َواَل ُن َقاتِ ُل َم َع هُ فََأَت ْينَ ا‬ ِ ِ ِ َ َ‫الْم ِدين ةَ ف‬
َ ‫َأخ ُذوا منَّا َع ْه َد اللَّه َوميثَاقَ هُ لََن ْن‬ َ َ
‫ص ِرفَا نَِفي لَ ُه ْم بِ َع ْه ِد ِه ْم‬َ ْ‫ال ان‬ َ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم فََأ ْخَب ْرنَاهُ الْ َخَب َر َف َق‬ ِ َ ‫رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ
‫ين اللَّهَ َعلَْي ِه ْم‬ ِ
ُ ‫َونَ ْستَع‬
1129- Dari Huzaifah bin Al Yaman RA, dia berkata, "Tidak ada seorang pun yang
dapat menghalangi saya untuk ikut dalam perang Badar. Sayangnya, pada waktu
itu saya dan ayah saya (Husail) sedang dalam perjalanan menuju kota Madinah.
Di tengah perjalanan kami dihadang dan diciduk oleh orang-orang Quraisy.
Dengan nada mengancam, mereka bertanya, 'Apakah kalian akan pergi ke
Madinah untuk dapat bergabung dengan Muhammad?' Kami menjawab, 'Tidak.
Kami hanya ingin pergi ke Madinah saja.' Kemudian orang-orang Quraisy itu
menyuruh kami untuk berjanji kepada Allah bahwa kami hanya ingin pergi ke
Madinah dan tidak akan ikut bergabung dengan pasukan kaum muslimin.
Sesampainya di kota Madinah, kami menemui Rasulullah sambil menceritakan

12
kepada beliau pengalaman yang kami alami di tengah perjalanan. Setelah
mendengar cerita kami, maka Rasulullah SAW berkata, 'Sebaiknya kalian tidak
usah ikut berperang bersama kami, karena bagaimanapun kita harus memenuhi
janji kepada mereka. Kita selalu memohon pertolongan dari Allah atas segala
kejahatan mereka. "' {Muslim 5/177}

KANDUNGAN HADIS

Menjaga Ikatan Perjanjian Walaupun Terhadap Orang Kafir

Orang yang membaca sirah (sejarah) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
generasi Salafush Shalih akan mendapati bahwa menepati janji dan ikatan
perjanjian tidak terbatas hanya sesama kaum muslimin. Bahkan terhadap lawan
pun demikian. Sekian banyak perjanjian yang telah diikat antara Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan orang-orang kafir dari Ahlul Kitab dan musyrikin, tetap
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jaga, sampai mereka sendiri yang memutus
tali perjanjian itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ِ ِ َّ
‫َأح ًدا‬
َ ‫ص و ُك ْم َش ْيًئا َولَ ْم يُظَ اه ُروا َعلَْي ُك ْم‬ َ ‫اه دتُّم ِّم َن ال ُْم ْش ِرك‬
ُ ‫ين ثُ َّم لَ ْم يَن ُق‬ َ ‫ِإاَّل الذ‬
َ ‫ين َع‬

‫ين‬ ِ ُّ ‫فََأتِ ُّموا ِإلَي ِهم َع ْه َدهم ِإلَ ٰى م َّدتِ ِهم ۚ ِإ َّن اللَّهَ ي ِح‬
َ ‫ب ال ُْمتَّق‬ ُ ْ ُ ُْ ْ ْ

“Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian


(dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu
dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka
terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah: 4)

Dahulu antara Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma ada ikatan
perjanjian (gencatan senjata) dengan bangsa Romawi. Suatu waktu Mu’awiyah
bermaksud menyerang mereka di mana dia tergesa-gesa satu bulan (sebelum habis
masa perjanjiannya). Tiba-tiba datang seorang lelaki mengendarai kudanya dari
negeri Romawi seraya mengatakan: “Tepatilah janji dan jangan berkhianat!”

13
Ternyata dia adalah seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
bernama ‘Amr bin ‘Absah. Mu’awiyah lalu memanggilnya. Maka ‘Amr berkata:
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya): “Barangsiapa antara ia dengan suatu kaum ada perjanjian maka tidak
halal baginya untuk melepas ikatannya sampai berlalu masanya atau
mengembalikan perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur.” Akhirnya
Mu’awiyah menarik diri beserta pasukannya. (Lihat Syu’abul Iman no. 4049-4050
dan Ash-Shahihah 5/472 hadits no. 2357)

Kalau hal itu bisa dilakukan terhadap kaum musyrikin, tentu lebih-lebih lagi
terhadap kaum muslimin, kecuali perjanjian yang maksiat, maka tidak boleh
dilaksanakan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Dan kaum muslimin (harus menjaga) atas persyaratan/perjanjian mereka,


kecuali persyaratan yang mengharamkan yang dihalalkan atau menghalalkan yang
haram.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1352, lihat Irwa`ul Ghalil no. 1303)

HADIS 9

ِ ِ‫ول اللَّ ِه صلَّى اللَّهُ َعلَي ِه وس لَّم َأرب ع من ُك َّن ف‬


‫يه‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ال ق‬َ َ‫َع ْن َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ٍرو ق‬
ْ َ ٌ َْ َ َ َ ْ َ
ٍ ‫يه َخلَّةٌ ِمن نَِف‬
‫اق َحتَّى يَ َد َع َها‬ ِ ِ‫يه َخلَّةٌ ِم ْنه َّن َك ا َن ف‬
ُ
ِ ِ‫ت ف‬ْ َ‫ص َو َم ْن َك ان‬ ِ ِ
ٌ ‫َف ُه َو ُمنَ اف ٌق َخ ال‬
ْ
َ ‫اه َد غَ َد َر َوِإذَا َخ‬
‫اص َم فَ َج َر‬ َ ‫ف َوِإذَا َع‬ َ َ‫ب َوِإذَا َو َع َد َأ ْخل‬
َ ‫ث َك َذ‬ َ ‫ِإذَا َح َّد‬
4688. Dari Abdullah bin Umar RA, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ada
empat perkara jika keempat perkara ini terdapat dalam diri seseorang, maka ia
termasuk seorang munafik tulen. Dan jika ada sebagiannya, maka ada sebagian
kemunafikan dalam dirinya sampai ia meninggalkannya; Jika berbicara ia
berdusta, jika berjanji tidak menempati, jika diberi amanah ia khianat dan jika
berselisih ia berlaku curang." Shahih: Muttafaq 'Alaih.

KANDUNGAN HADIS

Al-Khatibi menjelaskan bahwa hadist ini ditujukan Rasulullah saw, kepada


orang munafik, namun Rasulullah saw tidak menjelaskan kepada para sahabat

14
nama orang yang dimaksud, disebutnya : “si fulan munafik”. Hal ini menunjukkan
keluhuran budi beliau.
Keterangan:
Dalam riwayat Abu Awanah berbunyi (artinya): “Tanda-tanda orang munafik
ada tiga: jika ia berkata berlainan dengan kejadian yang sesungguhnya, jika ia
berjanji untuk kebaikan ia tidak akan memenuhinya, jika ia diberi kepercayaan
mengenai harta, rahasia atau titipan ia kerjakan hal-hal bertentangan dengan apa
yang diperintahkan Allah kepadanya dan ia berkhianat kepadaNya.
Ketiga tanda tersebut di khusus kan Rasulullah karena ketiganya meliputi
perkataan, perbuatan dan niat yang saling bertentangan.
1)      Definisi Nifaq
Ibn Rajab berkata: “Nifaq secara bahasa merupakan jenis penipuan, makar,
menampakkan kebaikan dan memendam kebalikannya.
Secara syari’at terbagi dua: Pertama, Nifaq Akbar (Kemunafikan Besar); yaitu
upaya seseorang menampakkan keimanan kepada Allah SWT, para malaikat,
kitab-kitab, Rasul dan hari akhir, sebaliknya memendam lawan dari itu semua atau
sebagiannya. Inilah bentuk nifaq (kemunafikan) yang terjadi pada masa
Rasulullah SAW dan yang dicela dan dikafirkan para pelakunya oleh al-Qur’an.
Rasulullah SAW menginformasikan bahwa pelakunya kelak akan menempati
neraka paling bawah.
Kedua, Nifaq Ashghar (Kemunafikan Kecil); yaitu kemunafikan dalam
perbuatan. Gambarannya, seseorang menampakkan secara teranga-terangan
keshalihannya namun menyembunyikan sifat yang berlawanan dengan itu.
2)      Pokok-Pokok Nifaq
Pokok-pokoknya kembali kepada beberapa sifat yang disebutkan dalam
hadits-hadits (yang disebutkan Ibn Rajab dalam syarah Arba’in, termasuk hadits
yang kita kaji ini), di antaranya:
a)      Seseorang berbicara mengenai sesuatu yang dibenarkan orang lain
padahal ia berdusta. Nabi SAW bersabda dalam kitab al-Musnad karya Imam
Ahmad, “Amat besar pengkhianatanya manakala kamu berbicara kepada

15
saudaramu dengan suatu pembicaraan di mana ia membenarkanmu namun kamu
berdusta kepadanya.”
b)      Bila berjanji, ia mengingkari. Ini terbagi kepada dua jenis: Pertama,
seseorang berjanji padahal di dalam niatannya tidak ingin menepatinya. Ini
merupakan pekerti paling buruk. Kedua, Berjanji pada dirinya untuk menepati
janji, kemudian timbul sesuatu, lalu mengingkarinya tanpa alasan. Dalam hadits
yang dikeluarkan Abu Daud dan at-Turmudzi dari hadits Zaid bin Arqam, dari
nabi SAW, beliau bersabda, “Bila seorang laki-laki berjanji dan berniat
menepatinya namun tidak dapat menepatinya, maka tidak apa-apa baginya (ia
tidak berdosa).”
c)      Bila berseteru, ia berbuat fajir. Makna fujur adalah keluar dari
kebenaran secara sengaja sehingga kebenaran ini menjadi kebatilan dan kebatilan
menjadi kebenaran. Dan inilah yang menyebabkannya melakukan dusta
sebagaimana sabda Nabi SAW, “Berhati-hatilah terhadap kedustaan, sebab
kedustaan dapat menggiring kepada ke-fujur-an dan ke-fujur-an menggiring
kepada neraka.” Di dalam kitab ash-Shahihain dari nabi SAW, beliau
bersabda, “Sesungguhnya laki-laki yang paling dibenci Allah adalah yang paling
suka berseteru dalam kebatilan.” Dan di dalam sunan Abi Daud, dari Ibnu ‘Umar,
dari nabi SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa yang berseteru dalam kebatilan
padahal ia mengetahuinya, maka senantiasalah ia dalam kemurkaan Allah hingga
menghadapi sakaratul maut.” Di dalam riwayat lain, “Barangsiapa yang
membantu dalam perseteruan secara zhalim, maka ia akan mendapatkan
kemurkaan dari Allah.”
d)     Bila berjanji, ia mengkhianati (mengingkari) dan tidak menepatinya.
Padahal Allah SWT menyuruh agar menepati janji seraya berfirman, 
 “Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung-
jawabannya.” (QS.al-Isra’/17:34)
 “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya
sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah
itu).” (QS.an-Nahl/16:91)

16
Di dalam kitab ash-Shahihain dari Ibn ‘Umar dari Nabi SAW, beliau
bersabda, “Setiap pengkhianat akan memiliki panji pengenal pada hari kiamat,
lalu dikatakan; inilah pengkhianatan si fulan.” Mengkhianati setiap perjanjian
yang terjadi antara seorang Muslim dan orang lain haram hukumnya sekali pun
orang yang diajak berjanji itu adalah seorang kafir.Oleh karena itu, di dalam
riwayat al-Bukhari, dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, dari nabi SAW,
beliau bersabda, “Siapa yang membunuh jiwa yang diberi perjanjian tanpa hak,
maka ia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya baunya terasa dari jarak
perjalanan 40 tahun.”
Tentunya, perjanjian yang terjadi di antara sesama Muslim, harus lebih
ditepati lagi dan membatalkannya merupakan dosa besar. Bentuk dosa paling
besar dalam hal ini adalah membatalkan perjanjian dengan imam (pemimpin
negara Islam) yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti dan sudah rela
terhadapnya.
Di dalam kitab ash-Shahihain, dari hadits Abu Hurairah RA, dari nabi SAW,
beliau bersabda, “Tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari
Kiamat, tidak Dia bersihkan diri mereka dan mereka malah akan mendapat azab
yang pedih…” Di dalam hadits ini, beliau SAW menyebutkan salah satu dari
mereka, yaitu seorang laki-laki yang telah membai’at seorang imam, tetapi ia
membai’atnya hanya karena dunia; jika ia (sang imam) memberinya sesuai
dengan apa yang diinginkannya, maka ia menepatinya dan bila tidak, maka ia
tidak pernah menepatinya.”Termasuk dalam janji yang wajib ditepati dan haram
dikhianati adalah seluruh akad seperti jual beli, pernikahan dan akad-akad lazim
yang wajib ditepati, yang terjadi di antara sesama Muslim bila mereka saling rela
atasnya. Demikian pula, sesuatu yang wajib ditepati karena Allah SWT dari
perjanjian hamba dengan Rabbnya seperti nadzar berbuat kebajikan dan
semisalnya.
e)      Bila diberi amanah, ia berkhianat. Bila seseorang diberi amanah, maka
ia wajib mengembalikannya. Hal ini sebagaimana firman Allah
SWT, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya…” (QS.an-Nisa’/4:58)

17
At-Turmudzi dan Abu Daud mengeluarkan hadits dari Abu Hurairah
bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Tunaikanlah amanah kepada orang yang
beramanah kepadamu dan janganlan mengkhianati orang yang berkhianat
kepadamu.”
Khianat terhadap amanah merupakan salah satu sifat munafik sebagaimana
firman Allah SWT,
 “Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah,
sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami,
pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang
shaleh.[75] Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari
karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka
memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).[76]Maka Allah
menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka
menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah
mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.
[77]” (QS.at-Taubah/9:75-77)

HADIS 10

ِ ‫ال َك ان بين معا ِوي ة وبين الر‬


‫وم َع ْه ٌد َو َك ا َن‬ ُّ َ ْ َ َ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َ َ‫َع ْن ُس لَْي ِم بْ ِن َع ِام ٍر َر ُج ٌل ِم ْن ِح ْمَي َر ق‬
‫س َْأو بِ ْرذَ ْو ٍن‬ ٍ ‫اء َر ُج ٌل َعلَى َف َر‬ َ ‫اه ْم فَ َج‬
ُ ‫ضى ال َْع ْه ُد غَ َز‬َ ‫يَ ِس ُير نَ ْح َو بِاَل ِد ِه ْم َحتَّى ِإذَا ا ْن َق‬
‫ِإ‬ َّ َّ ُ ‫َو ُه َو َي ُق‬
‫س ةَ فَ َْأر َس َل‬ َ َ‫ول اللهُ َأ ْكَب ُر اللهُ َأ ْكَب ُر َوفَ اءٌ اَل غَ َد َر َفنَظَ ُروا فَ ذَا َع ْم ُرو بْ ُن َعب‬
‫ول َم ْن َك ا َن‬ ُ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق‬ ِ َ ‫ت رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ِ َ ‫ِإلَْي ِه م َعا ِوي ةُ فَس َألَهُ َف َق‬
ُ َ ُ ‫ال َس م ْع‬ َ َ ُ
‫ض َي ََأم ُد َها َْأو َي ْنبِ َذ ِإلَْي ِه ْم‬ِ ‫ش ُّد ُع ْق َدةً واَل يحلُّ َه ا حتَّى ي ْن َق‬ ٍ
َ َ َُ َ ُ َ‫َب ْينَ هُ َو َب ْي َن َق ْوم َع ْه ٌد فَاَل ي‬
ُ‫َعلَى َس َو ٍاء َف َر َج َع ُم َعا ِويَة‬
2759. Dari Sulaim bin Amir —berasal dari Himyar—, ia berkata: antara
Muawiyah dengan Romawi ada perjanjian, maka dia berjalan ke negeri mereka.
Jika masa perjanjian tersebut berakhir, dia (berniat) menyerang mereka, maka
datanglah seorang laki-laki yang mengendarai kuda —atau bighal— dia berkata,
"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, menepati janji dan tidak khianat." Orang-
orang melihatnya, tiba-tiba ada Amru bin Abasah, maka Muawiyah menanyakan

18
hal ini kepadanya, lalu dia menjawab, "Aku mendengar Rasulullah bersabda,
"Barangsiapa di antara dia dan kaum mempunyai perjanjian, maka jangan
merubah perjanjian itu atau membatalkannya hingga habis waktunya, atau (jika
memang ingin membatalkannya) maka umumkanlah pembatalan perjanjian itu. "
Muawiyah pun kembali.{Shahih)

KANDUNGAN HADIS

Menepati janji Allah dan rasul-Nya adalah pokok pondasi dari semua janji.
Bila seseorang berhasil menepati janji Allah dan rasul-Nya maka ia akan berhasil
pula dalam menepati janji lainnya. Sebaliknya bila ia gagal memenuhi janji Allah
dan rasul-Nya maka ia adalah orang yang tidak lagi memiliki janji dan keamanan.
Karena antara janji dan keimanan saling berhubungan. Dan tidak diragukan lagi
menepati janji selain tanda dari keistiqamahan ia juga merupakan tiang dari
kepercayaan seseorang. 
Kalau menepati janji tidak ada maka istiqamah dan kepercayaan juga tidak
ada. Allah SWT berfirman ” sebenarnya siapa yang menepati janji nya dan
bertakwa maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yg bertaqwa.”
Firman Allah SWT  “Sesungguhnya binatang yg paling buruk di sisi Allah ialah
orang-orang yang kafir karena mereka itu tidak beriman. orang-orang yang kamu
telah mengambil perjanjian dengan mereka sesudah itu mereka menghianati
janjinya pada tiap kalinya dan mereka tidak takut .”

19
DAFTAR PUSTAKA
- Al Qur`an dan Terjemahnya
- Shahih al Bukhari, tahqiq Musthafa Dib al Bugha, Daar Ibni Katsir, al
Yamamah, Beirut, Cet. III, Th. 1407 H/1987 M.
- Shahih Muslim, tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, Daar Ihya at Turats,
Beirut.
- Sunan Abi Daud, tahqiq Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Daar al
Fikr.
- Jami’ at Tirmidzi, tahqiq Ahmad Muhammad Syakir dkk, Daar Ihya at
Turats, Beirut.
- Tafsir Ibnu Katsir (Tasir Al Qur’an Al ‘Azhim), karya Ibnu Katsir (700-
774 H), tahqiq Sami bin Muhammad as Salamah, Daar ath Thayibah,
Riyadh, Cet. I, Th. 1422 H/ 2002 M.
- https://almanhaj.or.id/2711-siapakah-yang-layak-diberi-amanah.html
- http://jurnaldhohir.blogspot.co.id/2012/04/hadits-tentang-munafik-
sempurna.html

20

Anda mungkin juga menyukai