Anda di halaman 1dari 14

Nama : Santi Nuraini (P17324419035)

Jalum : 1B

PENCEGAHAN INFEKSI

1. Pengertian Pencegahan Infeksi

Pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen- komponen lain dalam


asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam
setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong
persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi resiko infeksi karena
bakteri, virus dan jamur untuk menurunkan penularan penyakit- penyakit berbahaya
yang hingga kini belum ditemukan cara pengobatannya, seperti Hepatitis dan
HIV/AIDS (Sarwono, 2008).

1.1 Definisi Tindakan- tindakan Pencegahan Infeksi

 Asepsis atau teknik merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan


semua asuhan yang dilakukan dalam mencegah masuknya mikroorganisme
kedalam tubuh dan berpotensi menimbulkan penyakit.
 Antisepsis mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara menumbuhkan atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh
lainnya.
 Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa
petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai benda yang
terkontaminasi darah maupun cairan.
 Mencuci dan membilas adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua cemaran darah, cairan tubuh atau benda asing (debu/
kotoran) dari kulit atau peralatan.
 Disinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme penyebab penyakit yang mencemari benda- benda mati atau
instrumen.
 Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) adalah tindakan untuk menghilangkan
semua mikroorganisme kecuali endospora dengan cara merebus atau kimiawi.
 Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit) termasuk endospora
bakteri dari benda- benda mati atau instumen (Hidayat, 2010).

1.2 Tujuan Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi

 Untuk meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.

 Untuk menurunkan resiko penularan penyakit yang mematikan, seperti


Hepatitis dan HIV/AIDS.

Di masa lalu, tujuan utama PI adalah untuk mencegah infeksi serius


pascabedah. Meskipun infeksi serius pascabedah masih merupakan masalah di
banyak negara, munculnya HIV/AIDS dan masalah berkelanjutan yang terkait dengan
hepatitis telah mengubah secara dramatis fokus pencegahan infeksi. Karena HIV dan
hepatitis makin sering terjadi, resiko terinfeksi penyakit- penyakit tersebut semakin
meningkat (JNPK-KR, 2007).

1.3 Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi

 Setiap orang, baik ibu, bayi baru lahir, dan penolong persalinan harusdianggap
dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik
atau tanpa gejala.

 Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.

 Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan


dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh seperti selaput mukosa atau darah,
harus dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus
dilakukan proses pencegahan infeksi secara benar.
 Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.

 Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tetapi dapat dikurangi
hingga sekecil mungkin kejadiannya dengan melaksanakan prosedur tindakan
pencegahan infeksi yang benar dan konsisten (Sarwono, 2008).

2. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi

Ada berbagai tindakan yang dilaksanakan untuk mencegah terjadinya infeksi


atau mencegah mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu yang lain
yang dapat menyebarkan infeksi, yaitu pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi
dengan cara melakukan tindakan-tindakan esensial sebagai berikut : Cuci tangan,
memakai sarung tangan, menggunakan teknik aseptik, memproses alat bekas pakai,
menangani peralatan tajam dengan aman, menjaga kebersihan dan sanitasi
lingkungan (termasuk pengelolaan sampah sampah secara benar) (Sarwono,2008).

2.1 Cuci Tangan


Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan timbulnya
infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Prosedur
cuci tangan menurut Depkes RI, 2004 meliputi :

 Melepaskan perhiasan di tangan dan pergelangan.

 Membasahi tangan dengan air bersih dan air mengalir.

 Menggosok dengan kuat kedua tangan dengan menggunakan sabun biasa atau
yang mengandung anti mikroba selama 10 sampai 15 detik (pastikan sudah
menggosok sela-sela jari) Tangan yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama.

 Membilas tangan dengan air bersih dan mengalir.

 Membiarkan tangan kering dengan diangin-anginkan atau dikeringkan dengan


kertas tisu yang bersih dan kering atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
 Bila menggunakan sabun padat misalnya sabun batangan, gunakan dalam
potongan-potongan kecil dan tempatkan sabun dalam wadah yang berlubang-
lubang untuk mencegah air menggenangi sabun tersebut.

 Jangan mencuci tangan dengan mencelupkannya ke dalam wadah berisi air


meskipun air tersebut sudah ditambah larutan antiseptik, karena
Mikroorganisme dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam larutan
tersebut.

 Bila tidak tersedia air mengalir :

 Menggunakan ember tertutup dengan kran yang bisa ditutup pada saat
mencuci tangan dan dibuka kembali jika ingin membilas.

 Menggunakan botol yang sudah diberi lubang agar air bisa mengalir.

 Minta orang lain menyiramkan air ke tangan.

 Menggunakan pencuci tangan yang mengandung anti mikroba berbahan


dasar alkohol atau campuran bahan alkohol 60-90% kira-kira 100 mL
dengan 2 mL gliserin. Kemudian menggosok kedua tangan hingga kering
cara ini diulangi sampai tiga kali.

 Mengeringkan tangan dengan handuk bersih dan kering. Jangan menggunakan


handuk yang juga digunakan orang lain. Handuk basah atau lembab adalah
tempat yang baik untuk mikroorganisme berkembang biak.

 Bila tidak ada saluran air untuk membuang air yang sudah digunakan,
kumpulkan air di baskom dan buang ke saluran limbah atau jamban di kamar
mandi.

2.2 Memakai Sarung Tangan

Pemakaian sarung tangan dilakukan apabila melakukan tindakan klinik,


apabila memegang alat medik dan membuang sampah medik. Untuk setiap pasien
harus digunakan sarung tangan yang berbeda guna mencegah kontaminasi silang dan
apabila sarung tangan bekas pakai akan di gunakan lagi maka harus di dekontaminasi
terlebih dahulu dengan merendam dalam larutan klori 0,5% selama 10 menit
kemudian dicuci, selanjutnya sarung tangan dikeringkan dengan otoklaf atau
didisinfeksi tingkat tinggi dengan menguapkan atau merebus (Safudin, 2013).
prosedur pelaksanaan tindakan yang memerlukan penggunaan sarung tangan menurut
JNPK-KR, 2007diantaranya:

 Menghisap lendir dari jalan napas bayi baru lahir

 Menolong persalinan dan kelahiran bayi.

 Menjahit laserasi atau episiotomi.

 Membersihkan percikan darah atau cairan tubuh

 Memegang dan membersihkan peralatan yang terkontaminasi

 Memegang sampah yang terkontaminasi.

2.3 Memproses Alat Bekas Pakai

Pemrosesan peralatan yang telah bekas pakai, baik terbuat dari logam,
maupun plastik, ataupun benda-benda lainnya, dalam upaya pencegahan infeksi.
Pemrosesan alat bekas pakai diproses melalui tiga tingkatan yaitu :

1). Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa


petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda yang terkontaminasi
darah dan cairan tubuh. Peralatan medis, sarung tangan, dan permukaan (seperti meja
pemeriksaan harus di dekontaminasikan segera setelah terpapar darah atau cairan
tubuh, larutan yang digunakan adalah klorin 0,5% selama 10 menit (Sarwono, 2008).
2). Pencucian dan Pembilasan

Pencucian adalah langkah pertama paling efektif untuk membunuh


mikroorganisme pada peralatan dan perlengkapan yang kotor yang sudah digunakan.
Baik sterilisasi maupun disinfeksi tingkat tinggi kurang efektif tanpa proses
pencucian sebelumnya, jika benda-benda yang terkontaminasi tidak dapat dicuci
segera setelah dikontaminasi. Bilas peralatan dengan air untuk mencegah korosi dan
menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci tangan dengan seksama secepat
mungkin (Depkes RI, 2004).

Tahap-tahap pencucian dan pembilasan menurut Depkes RI, 2004 meliputi :

 Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan.

 Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi.

 Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastik atau karet, jangan
dicuci segera bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam.

 Cuci setiap benda tajam secara terpisah dengan tahapan sebagai berikut:

 Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan
kotoran.

 Buka engsel gunting dan klem.

 Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan pojok peralatan.

 Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan.

 Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali atau lebih jika perlu dengan air dan
sabun atau deterjen.

 Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih.

 Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain.

 Jika peralatan akan didesinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi tempatkan


peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses
DTT.

 Peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi secara dengan cara dikukus atau
direbus, atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak usah
dikeringkan sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai.

 Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun
dan kemudian bilas secara seksama dengan menggunakan air bersih.

 Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin-anginkan.

3). Desinfeksi Tingkat Tinggi dan Sterilisasi

Sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk membunuh mikroorganisme,


sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan tidak selalu praktis. DTT adalah satu-
satunya alternatif untuk situasi tersebut dan bisa dicapai dengan cara merebus,
mengukus atau secara kimiawi. Perebusan sering kali merupakan metode yang paling
sederhana dan efesien (Depkes RI, 2004). Disinfeksi tingkat tinggi dengan cara
merebus, mengukus dan secara kimiawi menurut Depkes RI, 2004 meliputi:
a. DTT dengan cara merebus.

 Gunakan panci dengan penutup yang rapat

 Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan

 Rendam peralatan di dalam air sehingga semuanya terendam di dalam air

 Mulai panaskan air

 Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih

 Jangan tambahkan apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan


waktu dimulai.

 Rebus selama 20 menit

 Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan


atau disimpan.

 Pada saat peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam wadah
desinfeksi tingkat tinggi berpenutup. Peralatan bisa disimpan sampai 1
minggu asalkan penutupnya tidak dibuka

b. DTT dengan uap panas

 Setelah sarung tangan dodekontaminasi dan di cuci, maka sarung tangan ini
siap untuk DTT dengan uap tanpa diberi talek

 Gunakan panci perebus dengan tiga susun nampan pengukus.

 Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai sarung
tangan dapat dipakai tanpa membuat terkontaminasi baru.

 Letakkan sarung tangan pada nampan pengukus yang berlubang di


bawahnya agar mudah dikeluarkan dari bagian atas nampan pengukus,
letakkan 5-15 pasang sarung tangan bagian jarinya mengarah ke tengah
nampan.

 Ulangi proses tersebut hingga semua nampan pengukus terisi sarung tangan.
Susun tiga nampan pengukus di atas panci perebus yang berisi air. Letakkan
sebuah panci perebus kosong di sebelah kompor.

 Letakkan penutup di atas di atas nampan pengukus paling atas dan panaskan
air hingga mendidih.

 Jika uap mulai keluar dari celah-celah antara panci pengukus, mulailah
penghitungan waktu. Kukus sarung tangan selam 20 menit, buka tutup panci
dan letakkan dalam posisi terbalik. Angkat nampan pengukus paling atas
yang berisi sarung tangan dan goyangkan perlahan-lahan agar air yang
tersisa pada sarung tangan dapat menetes keluar.

 Biarkan sarung tangan kering dan diangin-anginkan sampai kering di dalam


nampan selama 4-6 menit. Jika diperlukan segera. Biarkan sarung tangan
menjadi dingin selama 5-10 menit dan kemudian gunakan dalam waktu 30
menit pada saat masih basah atau lembab.

 Jika sarung tangan tidak akan segera dipakai, setelah kering, gunakan
penjepit untuk memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan
tersebut pada wadah desinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat. Sarung tangan
tersebut bisa disimpan selama 1 minggu.

c. DTT dengan cara kimiawi

Bahan kimia yang dianjurkan untuk DTT adalah klorin dan glutaraldehid.
Klorin tidak bersifat korosif dan proses DTT memerlukan perendaman selama 20
menit maka peralatan yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi harus
segera dibilas dengan air matang. Langkah-langkah pada DTT kimiawi:

 Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan cuci


bilas).
 Pastikan bahwa peralatan terendam seluruhnya dalam larutan kimia.

 Rendam peralatan selama 20 menit.

 Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering di wadah
DTT yang berpenutup.

 Setelah kering, peralatan dapat segera digunakan atau disimpan dalam wadah
DTT yang berpenutup rapat.

4. Penggunaan Peralatan Tajam Secara Aman

Luka tusuk benda tajam (misalkan jarum) merupakan salah satu alur utama
infeksi HIV dan Hepatitis B di antara para penolong persalinan. Oleh karena itu,
perhatikan pedoman berikut:

 Letakkan benda-benda tajam di atas baki steril atau disinfeksi tingkat tinggi atau
dengan menggunakan “daerah aman” yang sudah ditentukan (daerah khusus
untuk meletakkan dan mengambil peralatan tajam).

 Hati-hati saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara tidak
sengaja.

 Gunakan pemegang jarum dan pinset pada saat menjahit. Jangan pernah meraba
ujung jarum atau memegang jarum jahit dengan tangan.

 Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan perekat
jika sudah dua pertiga penuh. Jangan memindahkan benda-benda tajam tersebut
ke wadah lain. Wadah benda tajam yang sudah disegel harus dibakar dalam
insinerator.

 Jika benda-benda tajam tidak dapat dibuang secara aman dengan cara insenerasi,
bilas tiga kali dengan larutan klorin 0,5% (dekontaminasi), tutup kembali
menggunakan teknik satu tangan dan kemudian kuburkan. Cara melakukan
teknik satu tangan menurut JNPK-KR, 2007 terdiri dari:

 Letakkan penutup jrum pada permukaan yang keras dan rata.

 Pegang tabung suntik dengan satu tangan dan gunakan ujung jarum untuk
“mengait” penutup jarum. Jangan memegang penutup jarum dengan tangan
lainnya.

 Jika jarum sudah tertutup seluruhnya, pegang bagian bawah jarum dan
gunakan tangan yang lain untuk merapatkan penutupnya

5. Menjaga kebersihan (termasuk pengelolaan sampah sampah secara benar)

Maksud dari pengelolaan sampah adalah melindungi petugas pembuangan


sampah dari perlukaan, melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas
kesehatan, mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitar, dan membuang
bahan-bahan berbahaya dengan aman (Saifudin, 2004) Sampah terdiri dari yang
terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Sesuai dengantujuan yang ingin dicapai
maka penelitian difokuskan kepada sampah terkontaminasi (darah, nanah, urin,
kotoran manusia, dan benda-benda yang tercemar oleh cairan tubuh) yang berpotensi
untuk menginfeksi siapapun yang melakukan kontak atau menangani sampah
tersebut, termasuk anggota masyarakat. Pengelolaan sampah terkontaminasi menurut
JNPK-KR, 2007 meliputi :

 Setelah selesai melakukan suatu tindakan dan sebelum melepaskan sarung


tangan, letakkan sampah terkontaminasi (kasa, gulungan kapas, perban, dan lain-
lain) ke dalam tempat sampah kedap air/kantong plastik sebelum dibuang.

 Hindarkan terjadinya kontak sampah terkontaminasi dengan permukaan luar


kantong.

 Pembuangan benda-benda tajam yang terkontaminasi dengan menempatkannya


dalam wadah tahan bocor (misalnya botol air mineral dari plastik atau botol
infus), kotak karton yang tebal atau wadah yang terbuat dari logam.

 Singkirkan sampah terkontaminasi dengan cara dibakar. Jika hal ini tidak
memungkinkan, kubur bersama wadahnya.

 Bersihkan percikan darah dengan larutan klorin 0,5% kemudian seka dengan kain
atau pel.

 Bungkus atau tutupi linen bersih dan simpan dalam kereta dorong atau lemari
tertutup untuk mencegah kontaminasi debu.

 Bersihkan tempat tidur, meja, dan troli dengan kain yang dibasahi klorin 0,5%
dan deterjen.

 Seka celemek dengan klorin 0,5%.

 Bersihkan lantai dengan lap kering, jangan disapu. Seka lantai dengan campuran
klorin 0,5% dan deterjen.

 Gunakan sarung tangan karet tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks.

 Bersihkan dinding, gorden, dan tirai sesering mungkin untuk mencegah


terkumpulnya debu. Bila terpercik darah segera bersihkan dengan klorin 0,5%.

Anda mungkin juga menyukai