Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KELOMPOK

TUGAS KELOMPOK 2

ASUHAN KEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN


TRIMESTER II DAN III

Disusun oleh :
1. DESI JUITA SARI

2. FINDA SAHMAULI P

3. FITRI DISA YANI

4. RISKA RUSTAM

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-INSYIRAH


AL INSYIRAH
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirabbil alamin penulis ucapkan karena atas berkat rahmat Allah SWT

serta karunia-Nya yang tak terhingga, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “

Asuhan kegawatdaruratan pada kehamilan trimester II dan III ” ini tepat pada waktunya

.Penyusunan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

KGD. Kami menyadari akan keterbatasan kemampuan kami, maka dari itu penulis

mengharapakan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, sehingga penulis dapat

menghasilkan karya yang lebih baik di masa yang akan datang. Penulis berharap makalah ini

dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan semua pembaca pada umumnya.

.Dumai , September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah..................................................................................................... 3
1.3.Tujuan....................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pre Eklpamsia..................................................................................................... 4

2.2 Eklampsia........................................................................................................... 6

2.3 Plasenta Previa................................................................................................... 8

2.4 Solusio Plasenta................................................................................................. 10

BAB III KESIMPULAN............................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegawatdaruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu kondisi yang dapat mengancam
jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika kelahiran bahkan saat hamil.
Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan selama kehamilan yang bisa mengancam
keselamatan ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Kegawatan tersebut harus segera ditangani,
karena jika lambat dalam menangani akan menyebabkan kematian pada ibu dan bayi baru lahir
(Walyani & Purwoastuti, 2015).
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang
memerlukan perawatan yang tidak direncanakan dan mendadak atau terhadap pasien dengan
penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien. Obstetri adalah
cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan
gejala-gejala sisanya . membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilian, persalinan,
peurperium baik dalam keadaan normal maupun abnormal.
Pendarahan obsterti yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah
anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah pendarahan yang berat, dan jika tidak mendapat
penanganan yang cepat dapat mendatangkan syok yang fatal. Sampai sekarang pendarahan
dalam obstetric masih memegang peran penting sebagai penyebab utama kematian maternal,
sekalipun di negara maju, terutama pada kelompok social ekonomi rendah. (Sarwono, 2012).
Komplikasi yang terjadi pada kehamilan trimester III dalam hal ini pendarahan pada
kehamilan lanjut, masih merupakan penyebab kematian ibu yang utama. Oleh karena itu, sangat
penting bagi bidan mengenali tanda dan komplikasi yang terjadi pada penderita agar dapat segera
melakukan penanganan yang tepat.

1
Dalam menentukan kondisi kasus obstetric yang dihadapi apakah dalam keadaan
gawatdarurat atau tidak, harus dilakukan pemeriksaan secara sistematis meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan obsterik.Dalam prakteknya, pemeriksaan sisitematis yang
lengkap membutuhkan waktu yang lama, padahal penilaian harus dilakukan secara cepat, maka
dilakukanlah penilian awal. Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan
cepat kasus obstetri yang membutuhkan pertolongan segera dengan mengindentifikasi penyulit (
komplikasi ) yang dihadapi.
Kegawatdaruratan maternal dalam masa kehamilan sangat erat hubungannya dengan
kesejahteraan bayi serta mengancam keselamatan ibu. Masalah yang terjadi pada wanita hamil,
pada dasarnya dapat dicegah dengan pemberian asuhan yang tepat dengan kehamilannya. Namun
demikian ada hal yang tidak dapat diprediksikan yang dapat mengancam ibu saat kehamilan
berupa perdarahan. Dalam kasus kegawatdaruratan pada masa kehamilan lanjut dapat terjadi
masalah yang merupakan tanda dan bahaya yang harus diwaspadai oleh wanita hamil. Kondisi
yang dapat menimbulkan tanda bahaya dapat berupa peningkatan tekanan darah, perdarahan,
adanya persalinan yang tidak sesuai dengan usia kehamilan ataupun adanya perubahan
pembesaran perut yang berlebihan. Oleh karena itu, pada kegawatdaruratan memerlukan
kerjasama dengan ibu serta keluarga dan pengamatan yang cermat terhadap semua perubahan
yang terjadi pada ibu hamil. Untuk lebih rinci tentang perubahan pada kehamilan yang
menimbulkan tanda bahaya serta memberikan konstribusi tinggi terjadinya kematian ibu (AKI).
Kegawatdaruratan maternal dalam masa kehamilan sangat erat hubungannya dengan
kesejahteraan bayi serta mengancam keselamatan ibu. Masalah yang terjadi pada wanita hamil,
pada dasarnya dapat dicegah dengan pemberian asuhan yang tepat dengan kehamilannya. Namun
demikian ada hal yang tidak dapat diprediksikan yang dapat mengancam ibu saat kehamilan
berupa perdarahan. Dalam kasus kegawatdaruratan pada masa kehamilan lanjut dapat terjadi
masalah yang merupakan tanda dan bahaya yang harus diwaspadai oleh wanita hamil. Kondisi
yang dapat menimbulkan tanda bahaya dapat berupa peningkatan tekanan darah, perdarahan,
adanya persalinan yang tidak sesuai dengan usia kehamilan ataupun adanya perubahan
pembesaran perut yang berlebihan. Oleh karena itu, pada kegawatdaruratan memerlukan
kerjasama dengan ibu serta keluarga dan pengamatan yang cermat terhadap semua perubahan
yang terjadi pada ibu hamil. Untuk lebih rinci tentang perubahan pada kehamilan yang
menimbulkan tanda bahaya serta memberikan konstribusi tinggi terjadinya kematian ibu (AKI).

2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara menjelaskan pengertian, klasifikasi dan penatalaksanaan Pre eklamsi?
2. Bagaimana cara menjelaskan pengertian, klasifikasi dan penatalaksanaan Eklamsi?
3. Bagaimana cara menjelaskan pengertian, klasifikasi dan penatalaksanaan Plasenta Previa?
4. Bagaimana cara menjelaskan pengertian, klasifikasi dan penatalaksanaan Solusio Plasenta?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, klasifikasi dan penatalaksanaan
Pre eklamsi
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, klasifikasi dan penatalaksanaan
Eklamsi
3. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, klasifikasi dan penatalaksanaan
Plasenta Previa
4. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, klasifikasi dan penatalaksanaan
Solusio Placenta

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PRE EKLAMSIA


A.DEFENISI
Preeklamsia/Eklamsia merupakan suatu penyulit yang timbul pada seorang wanita hamil dan
umumnya terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan ditandai dengan adanya
hipertensi dan protein uria. Pada eklamsia selain tanda tanda preeklamsia juga disertai adanya
kejang.

B.KLASIFIKASI DAN DEFENISI


Adanya peningkatan tekanan darah selama kehamilan dan persalinan dapat menunjukkan
beberapa kondisi sebagai berikut :
 Diagnosis hipertensi dalam kehamilan ditegakkan bila didapatkan: Tekanan darah ≥140/90
mmHg untuk pertama kalinya selama kehamilan, tidak terdapat protein uria, tekanan darah
kembali normal dalam waktu 12 minggu pasca persalinan (jika peningkatan tekanan darah
tetap bertahan, ibu didiagnosis hipertensi kronis), diagnosis akhir baru dibuat pada periode
pasca persalinan, tanda tanda lain preeklamsia seperti nyeri epigastrik dan trombositopenia
mungkin ditemui dan dapat mempengaruhi penatalaksanaan yang diberikan.
 Diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan bila didapatkan : Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
setelah usia kehamilan 20 minggu, protein uria ≥ 1+ pada pengukuran dengan dipstick
urine atau kadar protein total ≥ 300 mg/24 jam.
 Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan bila didapatkan:
 Hipertensi Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥110
mmHg.
 Protein uria Kadar protein dalam kencing ≥ ++ pada pengukuran dipstick urine atau
kadar protein total sebesar 2 gr/24 jam
 Kadar kreatinin darah melebihi 1,2 mg/dL kecuali telah diketahui meningkat
sebelumnya.

4
 Tanda/gejala tambahan: Tanda gejala tambahan lainnya dapat berupa keluhan subyektif
berupa nyeri kepala, nyeri uluhati, dan mata kabur. Ditemukannya proteinuria ≥ 3 gram,
jumlah produksi urine ≤ 500 cc/24 jam (oliguria), terdapat peningkatan kadar asam urat
darah, peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum serta terjadinya sindroma HELLP
yang ditandai dengan terjadinya hemolisis ditandai dengan adanya icterus, hitung
trombosit ≤ 100.000, serta peningkatan SGOT dan SGPT.
 Diagnosis Preeklamsia super impos ditegakkan apabila protein awitan baru ≥ 300 mg/ 24
jam pada ibu penderita darah tinggi tetapi tidak terdapat protein uria pada usia kehamilan
sebelum 20 minggu.
 Diagnosis hipertensi kronis ditegakkan apabila hipertensi telah ada sebelum kehamilan
atau yang didiagnosis sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau hipertensi pertama kali
didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan terus bertahan setelah 12 minggu
pasca persalinan.

C. PENATALAKSANAAN
Penanganan preeklamsia berat (PEB) dan eklamsia pada dasarnya sama, kecuali
persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada eklamsia. Pada kasus
PEB harus ditangani secara aktif, dan penanganan dilaksanakan di rumah sakit rujukan :
1. .Antikonvulsan Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah
dan mengatasi kejang pada preeklamsia berat dan eklamsia.
Sebelum pemberian MgSO4, periksalah :
 Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
 Reflek patella (+)
 Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir Berhentikan pemberian MgSO4, jika :
1. Frekuensi pernafasan < 16/menit
2. Reflek patella (-)
3. Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir Siapkan antidotum
4. Jika terjadi henti nafas, lakukan ventilasi (masker dan balon, ventilator), beri
kalsium glukonat 1 g (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai
pernafasan mulai lagi

5
2. Penanganan Umum
 Jika tekanan diastolic tetap lebih 110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai tekanan
diastolic diantara 90-100 mmHg
 Pasang infus dengan jarum besar (16 G atau lebih)
 Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overdosis cairan
 Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinurine
 Jika jumlah urin kurang dari 30 ml per jam
 Hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan cairan IV (NaCL 0,9% atau
Ringer Laktat) pada kecepatan 1 liter per 8 jam
 Pantau kemungkinan edema paru
 Jangan tinggalkan pasien sendirian bila pasien kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
 Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut janin setiap jam
 Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
 Hentikan pemberian cairan IV dan berikan diuretic misalnya furosemide 40 mg I.V.
sekali saja bila ada edema paru
 Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan sederhana.
Bila pembekuan terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopat.

2.2 EKLAMSIA
A.DEFENISI
Eklamsia merupakan suatu penyakit hipertensi yang akut dengan kejang dan koma pada
wanita hamil dengan diawali gejala preeklamsia dan selanjutnya disertai dengan kegelisahan dan
hiperrefleksi yang mendahului serangan kejang.

B.KLASIFIKASI KEJANG

Adapun tingkatan kejang yaitu:

1. Tingkat invasi (permulaan) kejang halus terlihat pada muka


2. Tingkat kontraksi (kejang tonis)seluruh badan menjadi kaku lama 15 sampai 20 detik.
3. Tingkat konvulsi (kejang klonis)terjadi timbul hilang dan kejang sangat kuat,lamanya 1
menit

6
4. Tingkat koma,terjadi setelah kejang klonis dan terjadi beberapa menit sampai berjam –
jam ,bila pasien sadar akan amnesia retrograd.

C.PENATALAKSANAAN EKLAMSIA

1. Antikonvulsan Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklamsia berat dan eklamsia.
Sebelum pemberian MgSO4, periksalah :
 Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
 Reflek patella (+)
 Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.
Berhentikan pemberian MgSO4, jika :
 Frekuensi pernafasan < 16/menit
 Reflek patella (-)
 Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir Siapkan antidotum
 Jika terjadi henti nafas, lakukan ventilasi (masker dan balon, ventilator), beri
kalsium glukonat 1 g (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai
pernafasan mulai lagi.
2. Penanganan Umum
a) Jika tekanan diastolic tetap lebih 110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai
b) Pasang infus dengan jarum besar (16 G atau lebih)
c) Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overdosis cairan
d) Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinurine
e) Jika jumlah urin kurang dari 30 ml per jam
- Hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan cairan IV (NaCL 0,9% atau
Ringer Laktat) pada kecepatan 1 liter per 8 jam
f) Pantau kemungkinan edema paru
g) Jangan tinggalkan pasien sendirian bila pasien kejang disertai aspirasi muntah
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
h) Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut janin setiap jam
i) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru

7
j) Hentikan pemberian cairan IV dan berikan diuretic misalnya furosemide 40 mg
I.V. sekali saja bila ada edema paru
k) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan sederhana.
Bila pembekuan terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati

2.3 PLASENTA PREVIA


A. DEFENISI
Plasenta Previa adalah plasenta yang ada di depan jalan lahir (Prae = di depan ; vias = jalan).
Jadi dimaksud plasenta previa ialah placenta yang implantasinya tidak normal yakni rendah
sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian Ostium Internum. ( Prof. Dr. Rustam Moctar
MPH., 1998).

Plasenta previa ialah suatu kehamilan dimana plasenta berimplantasi abnormal pada segmen
bawah rahim (SBR), menutupi ataupun tidak menutupi ostium uteri internum (OUI), sedangkan
kehamilan itu sudah viable atau mampu hidup di luar rahim (usia kehamilan >20mg dan atau
berat janin >500gr).

Gambaran klinis plasenta previa

1.Perdarahan tanpa nyeri


2.Perdarahan berulang
3.Warna perdarahan merah segar
4.Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5.Timbulnya perlahan-lahan
6.Waktu terjadinya saat hamil
7.His biasanya tidak ada
8.Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9.Denyut jantung janin ada
10.Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina

8
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi Plasenta previa yaitu:
1. Plasenta Previa totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
2. Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.
4. Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus
tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir

Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala
utama dari plasenta previa.

C. PENATALAKSANAAN
Usia kehamilan <38 minggu.

1. Berikan pematangan paru deksametason injeksi 12mg 3x berselang 8 jam atau Oradekson
5mg 2x selang 8 jam, atau deksametason 24mg single dose.
2. Berikan obat tokolitik (papaverin, terbutalin, atauisoksuprina).
3. Prinsipnya kehamilan dipertahan kandulu, kecuali jika perdarahan ulang dilakukan
terminasi (SC).
4. Plasenta previa lateralis dan plasenta letak rendah masih dimungkinkan dilahirkan per
vaginam, dimana terminasi diawali dengan amniotomi (pemecahan selaput ketuban) dan
dilanjutkan dengan pemacuan (oksitosin). Bila perdarahan tetap berlangsung juga, lakukan
SC.

Usia Kehamilan ≥ 38 minggu

Dilakukan SC, kecuali untuk plasenta previa lateralis dan plasenta letak rendah dilakukan
langkah di atas, bila tetap perdarahan dilakukan SC.

9
Cara persalinan :

Ada 2 jenis persalinan untuk plasenta previa,yaitu persalina pervaginam dan persalinan
perabdominal, pada persalina pervaginam dapat dilakukan dengan langkah:

Amniotomi, dengan indikasi : plasenta previa lateralis atau marginalis (letak rendah),bila telah
ada pembukaan 4 cm ;

 Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis (letak rendah ) dengan
pembukaan 4 cm atau lebih.
 Pada multigravida dengan plasenta prvia marginalis (letak rendah),plaenta previa lateralis
atau marginalis pada pembukaan lebih dari 5 cm
 Pada plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin sudah meninggal

Sedangkan pada Persalinan dengan SC ini dilakukan dengan indikasi ;


 semua plasenta totalis,janin hidup atau meninggal,semua plasenta lateralis posterios,
 karena perdarahan yang sulit dikontrol dan banyak; pada primigravida dengan plasenta
previa lateralis,juga dengan perdahan banyak dan cendrung berulang
 plasenta semuanya segmen panggul sempit
 dan letak lintang
Tujuan dilakukannya SC,yaitu untuk mempercepat mengangkat dan mengehentikan sumber
perdarahan,da agar memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi sehingga
perdarahan dapat berhenti dan juga menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah rahim
yang rapuh apabila dilakukan persalinan pervaginam.

2.4 SOLUSIA PLASENTA


A. DEFENISI
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri
sebelum janin lahir pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di
atas 500 gram. Walaupun dapat pula terjadi setiap saat pada masa kehamilan, bila terjadi
sebelum kehamilan 20 minggu, akan dibuat diagnosis abortus imminens.

10
B. KLASIFIKASI

Tiga Kelas Solusio Plasenta Berdasarkan Gejala dan Tanda

Kelas Gejala

Gejala tidak ada


Diagnosis dibuat dengan menemukan pembekuan darah yang
terorganisasi atau bagian yang terdepresi pada plasenta yang
sudah dilahirkan
Kelas 0 – asimtomatik

Tidak ada atau sedikit perdarahan dari vagina yang warnanya


kehitam-hitaman
Rahim yang sedikit nyeri atau terus menerus agak tegang

Tekanan darah dan frekuensi nadi ibu yang normal


Kelas 1 – ringan
(Rupturan sinus marginalis Tidak ada koagulopati
atau sebagian kecil plasenta
yang tidak berdarah banyak) Tidak ada gawat janin

Tidak ada hingga adanya perdarahan dari vagina dalam


jumlah yang sedang
Nyeri pada uterus yang bersifat sedang hingga berat, bisa
disertai kontraksi tetanik. Nyeri perut dirasakan terus
menerus, uterus teraba tegang dan nyeri tekan
Kelas 2 – sedang
(Plasenta lepas lebih dari 1/4- Takikardi pada ibu dengan perubahan ortostatik pada tekanan
nya tetapi belum sampai 2/3 darah dan frekuensi nadi. Ibu dapat jatuh ke dalam keadaan
luas permukaannya) syok

11
Gawat janin

Hipofibrinogenemia (50 – 250 mg/dL), mungkin terjadi


kelainan pembekuan darah

Tidak ada hingga perdarahan vagina yang berat


Kontraksi tetanik uterus yang sangat nyeri

Syok pada ibu

Hipofibrinogenemia (<150 mg/dL)

Kelas 3 – berat Koagulopati


(Plasenta telah terlepas lebih
dari 2/3 luas permukaannya) Kematian janin

C. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Medik
Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:

Solusio plasenta ringan


Pada kondisi solusio plasenta ringan, jika keadaan janin masih baik dapat dilakukan
penanganan secara konversif kemudian menganjurkan ibu untuk malakukan posisi semi fowler
atau setengah duduk, mengobservasi tanda-tanda vital tiap 15 menit, memantau bunyi jantung
janin

Inspeksi tempat perdarahan, menganjurkan ibu untuk melakukan pemeruiksaan


cardiotopografi (CTG) untuk memonitor keadaan janin; jika perdarahan berhenti dan keadaan
janin baik pada kehamilan prematur, menganjurkan ibu untuk dirawat inap; bila ada perbaikan

12
(perdarahan berhenti,kontraksi uterus tidak ada dan janin hidup) menganjurkan ibu melakukan
pemeriksaan USG dan KTG lalu tunggu persalinan spontan; bila ada perburukan (perdarahan
berlangsung terus-menerus dan uterus berkontraksi ini dapat mengancam ibu dan janin). Maka
kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

Solusio plasenta sedang dan berat


Pada solusio plasenta sedang: lakukan pemasangan infus RL 20 tetes/menit dan tranfuse
darah, melakukan pemecahan ketuban, melakukan induksi persalinan atau dilakukan seksio
sesarea. Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di RS
meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi
sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi
jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka
satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.

Uterus Couvelaire tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan
tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria, tindakan histerektomi perlu dilakukan.

Solusio plasenta berat :

Melakukan rujukan kerumah sakit, sebelumnya melakukan: memperbaiki keadaan umum


ibu, melakukan pemasangan infus RL 20 tetes/ menit, tidak diperbolehkan melakukan
pemeriksaan dalam,saat merujuk harus diantar oleh petugas kesehatan yang dapat pertolongan,
mempersiapkan donor darah dari masyarakat atau keluarganya

13
2.Terapi Bedah

 Partus per vaginam dengan kala dua dipercepat.


 Seksio sesarea atas indikasi medik.
 Seksio histerektomi bila terdapat perdarahan postpartum yang tidak dapat diatasi dengan
terapi medikamentosa atau ligasi arteri uterina. Ligasi hipogastrika hanya boleh
dilakukan oleh operator yang kompeten.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pendarahan kehamilan lanjut adalah pendarahan pada trimester akhir kehamilan. Pada

trimester akhir kehamilan sebab-sebab utama pendarahan adalah plasenta previa, solution

plasenta dan rupture uteri. Selain oleh sebab-sebab tersebut juga dapat ditimbulkan oleh luka-

luka pada jalan lahir karena trauma, koitus, atau varises yang pecah, dan oleh kelainan serviks

seperti karsinoma, erosi atau polip. Komplikasi tersebut yang menyebabkan pendarahan pada

kehamilan lanjut, merupakan penyebab kematian ibu yang utama. Oleh karena itu, sangat

penting bagi bidan mengenali tanda dan komplikasi yang terjadi pada penderita agar dapat segera

melakukan penanganan yang tepat

Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi

perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler,

kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati

cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina

setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,

hematoma, dan koagulopati obstetri.

15
3.2 SARAN

1. Bagi Klien dan Keluarga

Diharapkan agar klien dapat meningkatkan pengetahuan tentang pendarahan pada kehamilan

lanjut, sehingga klien dapat mengantisipasi dan tetap waspada akan komplikasi tersebut.

2. Bagi Mahasiswa

Diharapkan dapat mengetahui pengertian tentang pendarahan pada kehamilan lanjut,

dapat membedakan tanda dan gejala kasus-kasus tersebut, serta mampu melakukan penanganan

yang tepat dan memberikan pelayanan sesuai dengan standar asuhan kebidanan yang menyeluruh

dan sesuai kebutuhan klien.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan institusi dapat meningkatkan kualitas pengajaran, pelatihan dan bimbingan

untuk mahasiswa dalam melakukan praktek belajar lapangan, khususnya dalam asuhan

kebidanan kehamilan serta meningkatkan ketersediaan dan kelengkapan perpustakaan untuk

dapat menunjang dalam penyelesaian laporan studi kasus.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arafahrasyid. 2013/05/kegawatdaruratan-maternal-dan-neonatal.html diakses tanggal 20


Maret 2015

—Ed 1,Cet 5 — Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009 xxiv, 608
halm: ilus ; 24 cm

—Ed. 1, Cet 7— Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2004 xxiv, 346
halm : ilus ; 24 cm

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-conte

http://herlinalope.blogspot.com/2015/09/buku-ajar-asuhan-kebidanan.html?m=1

https://ruangkebidanan.wordpress.com/2015/12/16/makalah-asuhan-kegawatdaruratan-
maternal-neonatal-tentang-asuhan-kegawatdaruratan-pada-kehamilan-lanjut-plasenta-previasolusio-
plasenta-dan-ruptur-uteri/

https://ruangkebidanan.wordpress.com/2015/12/16/makalah-asuhan-kegawatdaruratan-
maternal-neonatal-tentang-asuhan-kegawatdaruratan-pada-kehamilan-lanjut-plasenta-previasolusio-
plasenta-dan-ruptur-uteri/

https://www.google.com/search?q=makalah+kedaruratan+kehamilan+yrester+2+dan+3+plasen
ta+previa&oq=makalah+kedaruratan+kehamilan+yrester+2+dan+3+plasenta+previa&aqs=chrome..69i5
7.50097j0j9&client=ms-android-vivo&sourceid=chrome-mobile&ie=UTF-8

https://www.popmama.com/pregnancy/third-trimester/winda-carmelita/waspada-solusio-
plasenta-lepasnya-plasenta-sebelum-kelahiran

https://www.sehatq.com/penyakit/solusio-plasenta

https://yennyratnasari.wordpress.com/2014/04/18/makalah-tanda-bahaya-kehamilan-
trimester-1-2-dan-3/

Lisnawati, Lilis. 2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal. Jakarta : TIM

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Rukiyah, Ai yeyeh.2010. Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan. Jakarta : TIM

Anda mungkin juga menyukai