Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam proses pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan


pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang
menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan
melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, tanya jawab antara guru dan peserta
didik, penemuan dan inkuiri. Konsep yang dipakai sebagai upaya pemecahan
permasalahan itulah yang dimaksud dengan model pembelajaran.

Banyak model pembelajaran yang dapat dipakai oleh seorang guru untuk
menunjang kegiatan pembelajaran untuk menjadi lebih baik, dan jika seorang guru
dapat memanfaatkan media, sumber atau literatur tentang permodelan dalam
pembelajaran tersebut, maka guru akan menjadi profesional dalam menjalankan
tugasnya. Satu contoh model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran
sosial.
Sehubungan dengan lulusnya kami dimatakuliah sebelumnya yaitu Belajar
dan Pembelajaran PKN dan sekarang menempuh mata kuliah Strategi
Pembelajaran PKN. Di matakuliah ini kami ingin mengetahui lebih dalam
mengenai srategi pembelajaran, maka kami susun makalah ini dengan membahas
Model Pembelajaran Sosial yang secara lebih rinci akan dibahas dalam bab
selanjutnya.
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah yang akan dikaji
dan dibahas dalam tugas makalah mata kuliah Strategi Pembelajaran PKN ini,
merumuskan tentang:
a. Apa pengertian teori pembelajaran sosial?
b. Bagaimana pengertian model pembelajaran sosial?
c. Bagaimana model pembelajaran bermain peran?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Melihat rumusan masalah yang akan dikaji dalam tugas makalah ini maka
makalah ini mempunyai tujuan antara lain:
a. Mengerti makna dari teori pembelajaran sosial.
b. Mengetahui pengertian model pembelajaran sosial.
c. Mengetahui model pembelajaran bermain peran.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Pembelajaran Sosial

Teori belajar sosial terkenal dengan sebutan teori observational learning,


‘belajar observasional / dengan pengamatan’ itu (Presly & McCormick 1995 cit
Syah 2005) adalah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan
teori-teori belajar lainnya. Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura. Bandura
memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata efleks otomatis dan
stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Menurut Psikolog Albert Bandura dan rekan-rekannya, suatu bagian utama
dari pembelajaran manusia terdiri atar belajar observasional, yang mana
merupakan pembelajaran dengan cara melihat perilaku orang lain, atau model.
Karena pendasarannya pada observasi terhadap orang lain-fenomena sosial-sudut
pandang yang diambil oleh Bandura ini sering disebut dengan pendekatan kognisi
sosial tentang belajar.
Santrock (2009), mengemukakan bahwa pembelajaran observasional
adalah pembelajaran yang meliputi perolehan keterampilan, strategi dan
keyakinan dengan cara mengamati orang lain. Wortman et al (2004) menyatakan
bahwa melalui pembelajaran observasional kita peroleh representasi kognitif dari
pola perilaku lainnya, yang kemudian dapat berfungsi sebagai model untuk
perilaku kita sendiri. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa banyak dari
kebiasaan cara kita menanggapi gaya kepribadian kita telah dipengaruhi oleh
belajar observasional.
Pembelajaran observasional memiliki relevansi kelas tertentu, karena
anak-anak tidak melakukan apa yang orang dewasa suruh untuk mereka lakukan,
melainkan apa yang mereka lihat orang dewasa lakukan. Jika asumsi Bandura
benar, guru dapat kekuatan ampuh dalam membentuk perilaku siswa mereka
dengan perilaku mengajar yang mereka demonstrasikan di kelas. Pentingnya
4

model terlihat dalam penafsiran Bandura tentang apa yang terjadi sebagai akibat
dari mengamati orang lain:
1) Pengamat dapat memperoleh tanggapan baru;
2) Pengamatan model dapat memperkuat atau memperlemah tanggapan
yang ada;
3) Pengamatan model dapat menyebabkan munculnya kembali respon
yang tampaknya dilupakan.

Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan


moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan
imitation (peniruan).
1. Conditioning. Menurut prinsip-prinsip kondisioning, proses belajar
dalam mengembangkan perilaku dan moral pada dasarnya sama
dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku
lainnya, yakni dengan reward dan punishment.
2. Imitation. Prosedur lain yang juga penting dan menjadi bagian yang
integral dengan prosedur-prosedur belajar menurut teori belajar sosial
ialah proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru
seyogyanya memainkan peran penting sebagai model atau tokoh yang
dijadikan contoh perilaku sosial dan moral bagi siswa.
Selain itu teori pembelajaran sosial juga memiliki elemen, Bandura (1986)
mengatakan bahwa observational learning mencakup empat elemen yaitu
memperhatikan, menyimpan informasi atau kesan, menghasilkan perilaku dan
termotivasi untuk mengulangi perilaku itu.
1) Atensi. Untuk belajar melalui observasi, kita harus memperhatikan.
Dalam pengajaran, Anda harus memastikan bahwa siswa
memperhatikan fitur-fitur kritis pelajaran dengan membuat presentasi
yang jelas dan menggarisbawahi poin-poin penting.
2) Retensi. Untuk meniru perilaku seorang model. Anda harus
mengingatnya. Hal ini melibatkan representasi tindakan mdoel itu
5

secara mental dengan cara-cara tertentu, mungkin sebagai langkah-


langkah verbal.
3) Produksi. Begitu kita “tahu” bagaimana perilaku seharusnya terlihat
dan ingat elemen-elemen atau langkah-langkahnya, kita mungkin tetap
belum dapat melakukannya dengan lancar.
4) Motivasi dan Reinforcement. Teori pembelajaran sosial membedakan
antara perolehan dan perbuatan. Kita mungkin memperoleh sebuah
keterampilan atau perilaku baru melalui observasi, tetapi kita mungkin
tidak melakukan perbuatan itu sampai ada motivasi atau insentif untuk
melakukannya. Reinforcement dapat memainkan beberapa peran
dalam observational learning.

2.2 Model Pembelajaran Sosial

Setelah membahas mengenai teori pembelajaran sosial maka kita akan


membahas mengenai model pembelajaran sosial. Dikatakan model pembelajaran
sosial karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam kategori model
pembelajaran ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang
lain. Model-model dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan
individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis
dan bekerja secara produktif dalam masyarakat. Dengan demikian siswa dalam
proses belajar akan memasuki nuansa sebenarnya dimana problem sosial yang
mungkin saja dihadapinya setiap hari. Dalam proses pembelajaran itu siswa
mencoba mengatasi sendiri permasalahan-permasalahannya dengan baik.
Satu sisi dari eksistensi manusia itu adalah sebagai makhluk sosial, maka
menjadi sangat penting bila anak-anak itu diajarkan sedini mungkin pada pola
kehidupan sosial. Bahkan Elizabeth B. Hurlock mengungkapkan bahwa “karena
pola perilaku sosial atau perilaku yang tidak sosial dibina pada masa kanak-kanak
awal atau masa pembentukan, maka pengalaman sosial itu sangat menentukan
kepribadian setelah anak menjadi dewasa”. Untuk itu model pembelajaran sosial
6

ini menitik beratkan terhadap tingkah laku anak pada peran, simulasi dan tanggap
serta dapat mengatasi problem-problem sosial yang dialami anak dengan baik.
Menurut Joyce dan Weil, model pembelajaran sosial ini menekankan pada
usaha mengembangkan kemampuan peserta didik agar memiliki kecakapan untuk
berhubungan dengan orang lain sebagai usaha membangun sikap peserta didik
yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalam realitas sosial.
Model ini mempunyai rumpun sebagai berikut:

Tabel 1.1 Rumpun Model Interaksi Sosial

Model Tokoh Tujuan


Penentuan Herbert Telen Perkembangan ketrampilan untuk
kelompok John Dewey partisipasi dalam proses sosial yang
demokratis melalui penekanan yang
dikombinasikan pada ketrampilan antar
pribadi (kelompok) dan ketrampilan-
ketrampilan penentuan akademik. Aspek
perkembangan pribadi merupakan hal
penting dalam hal ini.
Inquiri Byron Pemecahan masalah sosial terutama
(penemuan Massialas melalui penemuan, sosial dan penalaran
sosial) Benjamin Cox logis.
Jurispundensial Donald Oliver Dirancang terutama untuk mengajarkan
Inquiry James kerangka acuan jurispundensial sebagai
P.Shaver cara berpikir dan penyelesaian isu-isu
sosial.
Bermain peran Fainnie Fhafel Dirancang untuk mempengaruhi peserta
(Role Playing) George Shafel didik agar menemukan nilai-nilai pribadi
dan sosial. Perilaku dan nilai-nilainya
diharapkan anak menjadi sumber
penemuan berikutnya.
Simulasi sosial Sarene Dirancang untuk membantu peserta didik
Bookock mengalami bermacam-macam proses dan
Harold kenyataan sosial, dan untuk menguji
Guetzkow reaksi mereka, serta untuk memperoleh
konsep ketrampilan pembuatan
keputusan.

Sedangkan merujuk pada konsep Hamzah B. Uno dalam bukunya model


pembelajaran, beliau membaginya menjadi 3 model pembelajaran sosial, yaitu (1)
model pembelajaran bermain peran, (2) model pembelajaran simulasi sosial dan
7

(3) model pembelajaran telaah kajian yurisprudensi. Selanjutnya penyusun akan


menjelaskan salah satu contoh dari rumpun model pembelajaran sosial yaitu
bermain peran atau yang biasa disebut role playing.

2.3 Model Pembelajaran Bermain Peran

Bermain peran adalah sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk


membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan
memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran
siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang
berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Model
pembelajaran bermain peran merupakan puncak (klimaks) pada model
pembelajaran berbicara. Artinya model pembelajaran ini sebagai tataran tertinggi
dalam model pembelajaran berbicara. Jika dalam model pembelajaran lainnya
masih terdapat campur tangan guru, maka dalam bermain peran ini sudah hampir
100% murni dari inisiatif, spontanitas dan pemikiran peserta didik. Dalam
praktiknya bermain peran ini menyerupai sandiwara atau drama, hanya saja dalam
bentuk yang lebih kecil atau sederhana. Maka peserta didik akan memperoleh
peran dan teks dialog yang harus dihafalkan untuk  ditampilkan di depan kelas.
Jadi dalam model pembelajaran ini sangat ditekankan anak-anak untuk
menggunakan perasaan dengan baik, kata-kata yang tegas dan yang lebih penting
juga adalah penghayatan karakter tokoh yang diperankan, dengan tujuan
menimbulkan tingkah laku yang sempurna dalam action pemeran.

Bermain peranan atau teknik sosiodrama adalah suatu jenis teknik simulasi
yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antarinsani.
Teknik itu bertalian dengan studi kasus, tetapi kasus tersebut melibatkan individu
manusia dan tingkah laku mereka atau interaksi antar individu tersebut dalam
bentuk dramatisasi. Para siswa berpartisipasi sebagai pemain dengan peran
tertentu atau sebagai pengamat (observer) bergantung pada tujuan-tujuan dari
penerapan teknik tersebut.
8

Tujuan bermain peranan, sesuai dengan jenis belajar adalah sebagai


berikut :

1) Belajar dengan berbuat. Para siswa melakukan peranan tertentu sesuai


dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau
keterampilan-keterampilan reaktif.
2) Belajar melalui peniruan (imitasi). Para siswa pengamat drama
menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka.
3) Belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari (menanggapi)
perilaku para pemain/pemegang peran yang telah ditampilkan.
Tujuannya adalah untuk mengembangkan prosedur-prosedur kognitif
dan prinsip-prinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang telah
didramatisasikan.
4) Belajar melalu pengkajian, penilaian, dan pengulangan. Para peserta
dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan
mengulanginya dalam penampilan berikutnya.
Dengan materi pembelajaran yang diberikan disesuaikan dengan
kehidupan kekinian para siswa, peserta didik dapat mengungkapkan perasaannya
dengan orientasi kebaikan dan kegagalan dari individu lain, peserta didik dapat
belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada
gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal, dan
para peserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang
lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah.
Dasar-dasar ini yang membuat model bermain peran banyak disukai, baik oleh
peserta didik maupun para pendidik itu sendiri. Model ini disamping
pelaksanaannya sangat menyentuh sampai ke aspek keterampilan yang dimiliki
siswa, model ini juga sangat mudah dan praktis dalam pelaksaannya, lebih
praktisnya model ini dapat digunakan dimana saja terutama di alam terbuka
adalah suatu tempat yang sangat baik dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
model bermain peran ini.
9

Dengan model pembelajaran ini pula memberikan kesempatan kepada


siswa untuk praktik menempatkan diri mereka dalam peran-peran dan situasi yang
akan meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan
mereka sendiri dan orang lain. Langkah pokok role playing atau bermain peran
antara lain :
1) Memilih situasi bermain peran;
2) Mempersiapkan kegiatan bermain peran;
3) Memilih peserta atau pemain peran;
4) Mempersiapkan penonton;
5) Memainkan peran (melaksanakan kegiatan bermain peran);
6) Mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan bermain peran.
Sedangkan untuk implementasi model pembelajaran role playing ini yang
harus dilakukan guru antara lain.
1) Menyajikan atau membantu siswa memilih situasi bermain peran yang
tepat;
2) Membangun suasana yang mendukung, yang mendorong siswa untuk
bertindak “seolah-olah” tanpa perasaan malu;
3) Mengelola situasi bermain peran dengan cara yang sebaik-baiknya
untuk mendorong timbulnya spontanitas dan belajar.
4) Mengajarkan keteranpilan mengobservasi dan mendengarkan secara
efektif kemudian menafsirkan dengan tepat apa yang mereka lihat dan
dengarkan.
Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam model role playing atau
bermain peran yaitu :
1) Guru menyusun/menyiapkan scenario yang akan ditampilkan;
2) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario dua hari
sebelum Kegiatan Belajar Mengajar;
3) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang;
4) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai;
5) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan
scenario yang sudah dipersiapkan;
10

6) Masing-masing siswa duduk dikelompoknya, sambil memerhatikan


scenario yang sedang diperagakan;
7) Setelah dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai
lembar kerja untuk membahas;
8) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
9) Guru memberikan kesimpulan secara umum;
10) Evaluasi;
11) Penutup.
Sedangkan, Shaftels menunjukkan bahwa aktivitas bermain peran terdiri
dari sembilan langkah yaitu :
1) Pertama, pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada
permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua
orang perlu mempelajari dan menguasainya. Selanjutnya
menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai contoh. Hal ini
bisa dari imajinasi siswa atau sengaja sudah dipersiapkan oleh guru.
Contoh, guru menyediakan suatu cerita untuk dibacakan di depan
kelas. Pembacaan cerita berhenti jika cerita sudah menjadi jelas.
Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang
membuat siswa berfikir tentang hal tersebut dan memprediksi akhir
dari cerita.
2) Langkah kedua, memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru
membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang
akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini bisa dilakukan oleh
guru atau siswa sendiri yang menetapkan siapa yang akan memainkan
peran siapa dalam ide cerita yang akan dimainkan. Menyerahkan
kepada siswa untuk menentukan peran masing-masing adalah lebih
baik, namun jika siswa pasif dan tidak mau memerankan sebagai siapa
saja barulah guru yang menetapkannya. Contoh seorang guru
menunjuk siswa untuk berperan sebagai seorang ayah yang galah dan
berkumis tebal, guru menunjuk seorang anak untuk memerankan
seperti ilustrasi di atas.
11

3) Langkah ketiga menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan


dengan siswa dimana dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Apa
saja kebutuhan yang diperlukan. Penata panggung ini dapat sederhana
atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas
sekenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan
permainan peran. Misalnya siapa dulu yang muncul, kemudian diikuti
oleh siapa, dan seterusnya. Sementara penataan panggung yang lebih
kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum dan lain-lain. Konsep
sederhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya bukan
kemewahan panggung, tetapi proses bermain peran itu sendiri.
4) Langkah keempat, menyiapkan pengamat. Guru menunjuk beberapa
siswa sebagai pengamat namun demikian, penting untuk dicatat
bahwa pengamatan disini harus juga terlibat aktif dalam permainan
peran. Untuk itu, walaupun mereka ditugaskan sebagai pengamat,
guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap mereka agar dapat
terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.
5) Langkah kelima, memberlakukan (Permainan peran dimulai).
Permainan peran dilaksanakan secara sepontan. Pada awalnya akan
banyak siswa yang masih bingung memainkan atau bahkan tidak
sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan, mingkin
ada yang memaikan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran
sudah terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk
segera masuk kelangkah berikutnya.
6) Langkah keenam, diskusi dan evaluasi. Guru bersama siswa
mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap
peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul. Mungkin
ada siswa yang meminta untuk berganti peran. Atau bahkan alur
ceritanya akan sedikit berubah. Apapun hasil diskusi dan evaluasi
tidak jadi masalah. Setelah diskusi dan evaluasi selesai, dilanjutkan
kelangkah ketujuh, yaitu permainan peran ulang. Seharusnya, pada
permainan peran kedua yang akan berjalan lebih baik. Siswa dapat
12

memainkan perannya lebih sesuai dengan sekenario. Dalam diskusi


dan evaluasi pada langkah kedelapan, pembahasan diskusi dan
evaluasi lebih diarahkan pada realitas. Mengapa demikian karena pada
saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang melampaui batas
kenyataan. Misalnya seorang siswa memainkan peran sebagai
pembeli. Dia membeli barang lain, seorang siswa memerankan peran
orang tua yang galak. Kegalakan yang dilakukan orang tua ini dapat
dijadikan bahan diskusi. Pada langkah kesembilan, siswa diajak untuk
berbagi pengalaman tentang tema permainan yang telah dilakukan dan
dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya siswa akan
berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan
oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana sebaiknya siswa
menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi ayah dari siswa tersebut,
sikap yang seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini,
siswa akan belajar tentang kehidupan.

Aplikasinya bahwa model bermain peran ini sangat fleksibel dan berlaku
untuk beberapa hal penting berhubungan dengan tujuan pendidikan. Melalui peran
playing, siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk mengenali mereka
sendiri dan perasaan orang lain, mereka dapat memperoleh perilaku baru untuk
menangani situasi yang sebelumnya sulit, dan mereka dapat meningkatkan
keterampilan pemecahan masalah mereka. Selain banyak kegunaan, model role-
playing ini juga menyertakan serangkaian kegiatan yang menarik. Karena siswa
menikmati tindakan akting, lalu mudah untuk melupakan peran bermain sendiri
dan akting itu merupakan cara untuk mengembangkan isi instruksi. Tahapan
model tidak berakhir dalam diri mereka, tetapi mereka membantu mengekspos
nilai siswa, tentang perasaan, sikap, dan solusi masalah, yang guru kemudian
harus dapat menanggapinya.
13

Model pembelajaran bermain peran ini tentu memiliki kelebihan dan


kekurangan, berikut ini kelebihan dari model pembelajaran tersebut yaitu :
1) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh;
2) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan
dalam situasi dan waktu yang berbeda;
3) Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada
waktu melakukan permainan;
4) Berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa;
5) Sangat menarik bagi siswa sehingga memungkinkan kelas menjadi
dinamis dan penuh antusias;
6) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa
serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial
yang tinggi.
7) Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan
dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung didalamnya
dengan penghayatan siswa sendiri;
8) Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan professional siswa,
dan dapat menumbuhkan/membuka kesempatan bagi lapangan kerja.
Kekurangan dari model pembelajaran ini adalah :
1) Model bermain peran memerlukan waktu yang relative panjang dan
banyak;
2) Memerlukan kreatifitas dan daya kreasi tinggi dari pihak guru maupun
murid. Ini tidak semua guru memiliki;
3) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk
memerlukan suatu adegan tertentu;
4) Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami
kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi
sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai;
5) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui model ini.
14

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori belajar sosial terkenal dengan sebutan teori observational learning,


‘belajar observasional / dengan pengamatan’ itu (Presly & McCormick 1995 cit
Syah 2005) adalah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan
teori-teori belajar lainnya. Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura. Bandura
memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis dan
stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri. Dikatakan model
pembelajaran sosial karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam
kategori model ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang
lain. Dalam rumpun model pembelajaran sosial ini dapat dibagi kembali menjadi
model pembelajaran bermain peran, model pembelajaran simulasi sosial, serta
model pembelajaran telaah yurisprudensi. Model pembelajaran bermain peran
merupakan model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan
makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan
kelompok. Sama seperti model pembelajaran lainnya model bermain peran ini
juga memiliki kekurangan dan kelebihan yang harus dicermati agar apa yang ingin
disampaikan oleh guru dapat terserap dengan baik kepada siswa.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah kami, diharapkan pembaca khususnya
mahasiswa agar mampu memahami isi makalah serta dapat mempraktekkan
model pembelajaran sosial dengan baik dalam proses pembelajaran dikelas
sehingga dapat benar-benar menjadi seorang guru. Aminn..
15

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar, 2008, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan


Sistem, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hamza B. Uno, 2012, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar


Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

http://imtaqsangpendidik.blogspot.co.id/2013/05/model-pembelajaran-
sosial_31.html diakses pada hari Sabtu, 12 Maret 2016 pada pukul 10.44 WIB

Anda mungkin juga menyukai