Referat DR Aat
Referat DR Aat
oleh
Pembimbing :
Definisi
Faktor Risiko
Insiden dari plasenta previa sekitar 1 dari setiap 250 kelahiran dan hal ini
menyebabkan 1/3 kasus dari perdarahan antepartum. Plasenta previa berkaitan
dengan riwayat jaringan parut di rahim (riwayat seksio sesaria), merokok, usia ibu
di atas 35 tahun, grandemultiparitas, riwayat keguguran berulang, status sosial
ekonomi rendah, pengobatan infertilitas, riwayat kuretase, riwayat miomektomi,
riwayat operasi pada uterus, mioma submukosa, sindrom Asherman, riwayat
seksio sesaria dan kuretase dengan interval yang pendek dengan kehamilan
sekarang. Faktor risiko plasenta akreta sama halnya dengan plasenta previa,
walaupun faktor risiko utamanya adalah kelainan dari perlekatan plasenta yang
diakibatkan oleh plasenta previa dan riwayat seksio sesaria.1
Diagnosis
Plasenta Previa
Plasenta akreta
Tidak ada pendekatan optimal yang dapat digunakan pada semua kasus
plasenta akreta. Hal ini merupakan kondisi yang gambarannya bervariasi yang
tidak selalu sesuai dengan hasil histopatologi. Secara klinis derajat dari invasi
plasenta yang dibagi menjadi plasenta akreta, inkreta dan perkreta disebutkan
sebagai plasenta akreta. Walaupun kerusakan yang disebabkan plasenta perkreta
lebih besar daripada akreta dan inkreta, plasenta perkreta sendiri tidak selalu dapat
dilakukan pembedahan. Diagnosis banding antara plasenta previa dan akreta harus
ditegakkan untuk merencanakan pembedahan yang sesuai (Tabel 1). Beberapa
studi menyetuju bahwasannya ditemukannya lakuna merupakan tanda akurat
dalam mendiagnosis plasenta akreta. Apabila didapatkan keraguan, pemeriksaan
MRI plasenta atau USG 3D dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis yang
lebih akurat dan mengidentifkasi derajat dari invasi plasenta. Dalam beberapa
kasus terminasi kehamilan dengan kuretase setelah riwayat seksio sesaria (kurang
dari 7 bulan) harus dievaluasi secara cermat dikarenakan akan meningkatkan
risiko plasenta akreta. Setelah melakukan evaluasi pra pembedahan, teknik
pembedahan pada plasenta akreta dapat berbeda sesuai pengalaman operator,
sumber daya yang ada dan protokol manajemen obstetrika dan ginekologika.1
Tatalaksana
Plasenta Previa
Penilaian awal untuk menentukan status ibu dan janin sangat diperlukan.
Walaupun ibu harus ditatalaksana di rumah sakit sejak episode perdarahan
pertama yang dia alami sampai dengan persalinan namun tatalaksana plasenta
previa dapat dilakukan secara rawat jalan pada usia kehamilan dibawah 30
minggu dengan catatan kondisi ibu dan janin dalam keadaan baik. Luaran klinis
dari kasus plasenta previa sangatlah bervariasi dan tidak dapat diprediksi dari
kondisi antenatal. Persalinan segera diindikasikan jika paru-paru janin sudah
matang atau jika kondisi janin dan ibu mengancam. 2
Plasenta akreta
Waktu yang tepat untuk dilakukan elektif seksio sesaria pada kasus
plasenta akreta masih menjadi perdebatan; beberapa konsensus menyimpulkan
pembedahan dilakukan pada usia kehamilan 35 dan 38 minggu. Persalinan pada
periode ini dapat diterima di karenakan pematangan paru telah terjadi dan risiko
perdarahan maternal berkurang. Secara statistik komplikasi dari plasenta perkreta
meningkat setelah usia kehamilan 35 minggu hal ini disebabkan kerusakan akibat
proses dinamika. Pembedahan sebaiknya dilakukan secara elektif dengan kondisi
pasien yang stabil dibandingkan kondisi emergensi. Hal ini dikarenakan aliran
darah plasenta saat usia kehamilan cukup bulan antara 600-700 ml/menit dan
perdarahan post partum yang masif dapat menyebabkan komplikasi hingga
kematian. 2
Pembedahan pada Plasenta Previa
Pembedahan elektif
Pada kasus plasenta previa, akses melalui bagian atas vagina dan segmen
bawah rahim diperlukan dalam mengatasi perdarahan. Walaupun akses ini didapat
setelah melakukan diseksi yang luas pada bagian retrovesica, tindakan ini
mempermudah dalam mengatasi perdarahan secara akurat serta dalam melakukan
teknik kompresi hemostatika. Prosedur ini tidak sering dilakukan dalam praktek
sehari-hari dan harus diwaspadai cedera vesika urinaria atau perdarahan yang
tidak diinginkan. Diseksi retrovesika aman walaupun dilakukan dengan teknik
yang sederhana. Setelah diseksi vesico-uterine space selesai dilakukan , mengatasi
perdarahan dapat dilakukan dengan kompresi manual dari segmen bawah rahim
atau dengan menggunakan selang karet yang diikat mengelilinginya.2
Kondisi Emergensi
Histerektomi
Ketika plasenta akreta dijumpai pada segmen bawah, daerah tersebut akan
diperdarahi oleh uterus dan jaringan sekitar. Karena kandung kemih merupakan
organ terdekat dengan jaringan parut di uterus, vaskularisasi ke arah plasenta
berasal dari kandung kemih. Secara mikroskopis anastomose antara organ pelvik
membesar akibat stimulasi vaskular dan growth factors yang dihasilnya akibat
plasentasi yang abdnormal. Hasil dari stimulasi ini mengakibatkan pembuluh
darah menjadi tebal dengan tunika media yang tidak normal dan dapat
menampung volume darah yang banyak. Terkadang plasenta, parut bekas seksio
sesaria dan dinding posterior dari vesika terjadi perlengketan akibat proses
fibrotik yang terlihat sebagai neovaskularisasi. Penampakan ini menunjukkan
invasi dari plasenta ke kandung kemih, walaupun secara histopatologi plasenta
tidak tampak menginvasi jaringan kandung kemih. Invasi plasenta yang abnormal
dengan gross hematuria jarang terjadi dan jika hal ini terjadi membutuhkan
perhatian khusus. Adanya vaskularisasi pada celah yang sempit, ditambah adanya
konsekuensi hemostatik pada kasus gross hematuria merupakan sekenario yang
buruk dalam melakukan pembedahan. Pada kasus terjadi gangguan pada kandung
kemih, beberapa praktisi memilih untuk melakukan metode konservatif dengan
embolisasi arteri. Jika perdarahan tidak dapat di atasi, tampon dengan
menggunakan pad laparotomi dapat dilakukan. Jika gross hematuria tidak dapat di
atasi dengan pendekatan konservatif, embolisasi aorta atau arteri iliaka bilateran
dapat dipraktekkan. Walaupun berdasarkan pengalaman tindakan ini masih
terbatas (7 kasus), gross hematuria selalu berhubungan dengan invasi vaskuler
dari trigone.1,2
Pada kondisi ideal, ukuran plasenta akan mengecil, terjadi reabsorbsi atau
kalsifikasi dalam beberapa minggu sampai bulan. Ekspulsi spontan dari plasenta
pernah dilaporkan, dengan atau tanpa perdarahan signifikan. Ketika plasenta telah
reabsorbsi, maka hal ini memungkinkan untuk terjadinya kehamilan di kemudian
hari. Walaupun beberapa kasus melaporkan setelah tindakan konservatif dengan
meninggalkan plasenta in situ akan menyebabkan terjadinya rekurensi pada
kehamilan berikutnya.2
Pada kasus oklusi dari arteri iliaka internal, anastomosis dapat mengambil
alih aliran darah sebelum terjadi hambatan secara tiba-tiba. Atas dasar inilah
pentingnya pemahaman mengenai efikasi metode kontrol vaskular spesifik.2
Oklusi bilateral dari arteri ilaka pada wanita dengan abnormal plasentasi
(plasenta perkreta) menunjukkan hasil yang baik. Kontrol pada pembuluh darah
ini sangatlah efisien karena hal ini akan mengoklusi anastomosis dari komponen
pudendal dari hambatan pada arteri ilaka internal cabang posterior dan juga
anastomosis komponen femoral pada pelvik. Waktu yang aman terjadinya oklusi
dari kedua arteri iliaka komunis ini adalah 90 menit; waktu ini berhubungan
dengan masa terjadinya iskemik pada otot rangka. Sehingga tatalaksana akurat
menggunakan metode ini tergantung dari topografi invasi plasenta dan
pengetahuan mengenai variasi dari arteri. 2
Kesimpulan
Plasenta previa dan akreta sering sekali berlokasi di segmen bawah dari
uterus. Diagnosis banding antara keduanya. Akses ke ruang subperitoneal pelvik
dan diseksi retrovesika merupakan kunci dalam mengontrol vaskularisasi dan
prosedur hemostatik. Kontrol akurat pada vaskuler yang terlibat mencegah
perdarahan. Histerektomi pada plasenta akreta merupakan prosedur yang
kompleks dan risiko yang timbul tidak dapat diremehkan. Jika sumber daya dan
tim tidak tersedia, pilihan yang paling baik adalah dengan melahirkan bayi
melalui daerah yang tidak terivasi dan meninggalkan plasenta in situ, sampai
tatalaksana definitif disetujui.
DAFTAR PUSTAKA
1. Belfort MA, & Publications Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine. Placenta
accreta. Am J Obstet Gynecol 2010;203: 430–439.
2. Jaraquemada JMP. Caesarean section in cases of placenta praevia
and accreta. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 27 (2013)
221–232