Anda di halaman 1dari 13

REFRAT OBSTETRI III

Caesarean section in cases of placenta praevia and accreta

oleh

dr. Bob Irsan

Pembimbing :

dr. Ahsanudin Attamimi, SpOG(K), M.Med.Ed

BAGIAN OBSETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
NAMA RESIDEN : BOB IRSAN
SEMESTER /ROTASI : V/ MFM II-OBS III

Judul Referat Tanggal Nilai Nama & Tanda tangan


Presentasi (dalam angka Pembimbing
1-100)
Caesarean section in cases dr. Ahsanudin Attamimi,
of placenta praevia and
SpOG(K), M.Med.Ed
accreta
Pendahuluan

Plasenta previa dan plasenta akreta (invasif plasenta abnormal) merupakan


kondisi obstetrika yang berkaitan erat dengan perdarahan masif obstetrika.
Terkadang kasus ini terjadi bersamaan dengan gangguan pertumbuhan dalam
janin. Plasenta previa yang berlokasi di segmen bawah rahim akan mengakibatkan
perkembangan plasenta yang tidak sesuai dengan perkembangan pembuluh
darahnya. Plasenta akreta juga dikenal sebagai abnormalitas dari perlekatan
plasenta atau plasenta yang berinvasi secara tidak normal. Kondisi ini termasuk
seluruh derajat dari perlekatan plasenta dan dikenal sebagai plasenta akreta.
Plasenta perkreta merupakan derajat perlekatan plasenta yang paling dalam yang
akan dijelaskan secara terpisah. Diagnosis dari plasenta previa dan plasenta akreta
didapatkan dari pemeriksaan USG; namun demikian investigasi lain diperlukan
apabila ditemukan keraguan atau ketika ingin menentukan struktur anatomi yang
terlibat dari perlekatan plasenta. Plasenta akreta memiliki pembuluh darah khusus
yang menyuplai darah melalui pembuluh darah baru yang terbentuk. Anatomi dari
perlengketan di antara pembuluh darah dan perlekatan plasenta ke dalam
miometrium dan jaringan sekitarnya merupakan tantangan besar dalam
pembedahan. Pada kasus ini , tujuan utama dari seksio sesaria adalah untuk
melahirkan bayi secara aman dan mencegah perdarahan yang tidak terkontrol di
karenakan kehilangan darah yang masif akan menyebabkan syok berat dan
koagulopati dalam beberapa menit. 2

Definisi

Plasenta previa merupakan gangguan yang dapat terjadi selama kehamilan


ketika plasenta secara tidak normal berada pada segmen bawah rahim, yang
terkadang menutupi serviks. Plasenta previa dapat diklasifikasikan berdasarkan
posisinya yang berhubungan dengan internal cervical external orifice sampai
menutupi keseluruhannya, parsial atau marginal. Secara normal plasenta
seharusnya berkembang di bagian atas dari rahim, di depan atau belakang dari
dinding rahim namun beberapa plasenta berlokasi pada segmen bawah rahim yang
menutupi atau dekat dengan external orifice. Lokasi ini menyebabkan
permasalahan pada kehamilan trimester lanjut, ketika bagian bawah rahim mulai
meregang dan memanjang sebagai persiapan untuk persalinan. Saat serviks mulai
menipis dan berdilatasi, perlekatan plasenta dengan bagian uterus tersebut terlepas
sehingga menyebabkan perdarahan. 1,2

Plasenta akreta didefinisikan sebagai perlekatan abnormal dari vili korealis


ke miometrium yang menyebabkan sebagian atau keseluruhan desidua basalis
hilang. Plasenta akreta merupakan kondisi dimana terjadi gangguan dari invasi
plasenta dalam derajat yang berbeda-beda ke dalam miometrium (sampai dengan
serosa atau diluar lapisan tersebut). Derajat dari invasi plasenta tersebut dapat
dilihat dari pemeriksaan histopatologi; akreta (invasi superficial dari
miometrium); inkreta (lebih dari 50% dari miometrium yang terlibat); perkreta
(invasi ke dalam myometrium); bagaimanapun, definisi ini tidak dapat
memberikan diagnosis secara definitif dikarenakan banyak derajat dari invasi
memiliki gambaran gejala yang sama atau mungkin tidak muncul. Atas dasar
inilah , plasenta akreta dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan temuan saat
pembedahan. 1

Faktor Risiko

Insiden dari plasenta previa sekitar 1 dari setiap 250 kelahiran dan hal ini
menyebabkan 1/3 kasus dari perdarahan antepartum. Plasenta previa berkaitan
dengan riwayat jaringan parut di rahim (riwayat seksio sesaria), merokok, usia ibu
di atas 35 tahun, grandemultiparitas, riwayat keguguran berulang, status sosial
ekonomi rendah, pengobatan infertilitas, riwayat kuretase, riwayat miomektomi,
riwayat operasi pada uterus, mioma submukosa, sindrom Asherman, riwayat
seksio sesaria dan kuretase dengan interval yang pendek dengan kehamilan
sekarang. Faktor risiko plasenta akreta sama halnya dengan plasenta previa,
walaupun faktor risiko utamanya adalah kelainan dari perlekatan plasenta yang
diakibatkan oleh plasenta previa dan riwayat seksio sesaria.1

Diagnosis

Plasenta Previa

Baik plasenta previa maupun plasenta akreta dapat didiagnosis


menggunakan USG, metode ini sangat memungkinkan, dengan biaya yang rendah
dan menampilkan intepretasi gambaran yang jelas. Pemeriksaan USG dapat
mendeteksi plasenta previa sejak awal. Walaupun transabdominal USG dapat
mendeteksi posisi plasenta yang berhubungan dengan cervical external orifice,
namun transvaginal USG dipilih sebagai metode yang paling akurat dalam
menentukan lokasi dari plasenta. Untuk memberikan gambaran teknis yang lebih
detail beberapa praktisi menggunakan MRI dan USG 3D untuk meminimalisir
kesalahan diagnosis.1,2

Plasenta akreta

Tidak ada pendekatan optimal yang dapat digunakan pada semua kasus
plasenta akreta. Hal ini merupakan kondisi yang gambarannya bervariasi yang
tidak selalu sesuai dengan hasil histopatologi. Secara klinis derajat dari invasi
plasenta yang dibagi menjadi plasenta akreta, inkreta dan perkreta disebutkan
sebagai plasenta akreta. Walaupun kerusakan yang disebabkan plasenta perkreta
lebih besar daripada akreta dan inkreta, plasenta perkreta sendiri tidak selalu dapat
dilakukan pembedahan. Diagnosis banding antara plasenta previa dan akreta harus
ditegakkan untuk merencanakan pembedahan yang sesuai (Tabel 1). Beberapa
studi menyetuju bahwasannya ditemukannya lakuna merupakan tanda akurat
dalam mendiagnosis plasenta akreta. Apabila didapatkan keraguan, pemeriksaan
MRI plasenta atau USG 3D dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis yang
lebih akurat dan mengidentifkasi derajat dari invasi plasenta. Dalam beberapa
kasus terminasi kehamilan dengan kuretase setelah riwayat seksio sesaria (kurang
dari 7 bulan) harus dievaluasi secara cermat dikarenakan akan meningkatkan
risiko plasenta akreta. Setelah melakukan evaluasi pra pembedahan, teknik
pembedahan pada plasenta akreta dapat berbeda sesuai pengalaman operator,
sumber daya yang ada dan protokol manajemen obstetrika dan ginekologika.1

Tatalaksana

Plasenta Previa

Penilaian awal untuk menentukan status ibu dan janin sangat diperlukan.
Walaupun ibu harus ditatalaksana di rumah sakit sejak episode perdarahan
pertama yang dia alami sampai dengan persalinan namun tatalaksana plasenta
previa dapat dilakukan secara rawat jalan pada usia kehamilan dibawah 30
minggu dengan catatan kondisi ibu dan janin dalam keadaan baik. Luaran klinis
dari kasus plasenta previa sangatlah bervariasi dan tidak dapat diprediksi dari
kondisi antenatal. Persalinan segera diindikasikan jika paru-paru janin sudah
matang atau jika kondisi janin dan ibu mengancam. 2

Plasenta akreta

Waktu yang tepat untuk dilakukan elektif seksio sesaria pada kasus
plasenta akreta masih menjadi perdebatan; beberapa konsensus menyimpulkan
pembedahan dilakukan pada usia kehamilan 35 dan 38 minggu. Persalinan pada
periode ini dapat diterima di karenakan pematangan paru telah terjadi dan risiko
perdarahan maternal berkurang. Secara statistik komplikasi dari plasenta perkreta
meningkat setelah usia kehamilan 35 minggu hal ini disebabkan kerusakan akibat
proses dinamika. Pembedahan sebaiknya dilakukan secara elektif dengan kondisi
pasien yang stabil dibandingkan kondisi emergensi. Hal ini dikarenakan aliran
darah plasenta saat usia kehamilan cukup bulan antara 600-700 ml/menit dan
perdarahan post partum yang masif dapat menyebabkan komplikasi hingga
kematian. 2
Pembedahan pada Plasenta Previa

Pembedahan elektif

Ketika plasenta menutupi segmen bawah rahim, maka seharusnya untuk


melahirkan bayi plasenta harus ditembus dan tindakan ini selalu menyebabkan
terjadinya perdarahan. Perlekatan plasenta nantinya akan terjadi perdarahan
sehingga mengakibatkan kontraktilitas dari segmen bawah rahim menjadi buruk
dan meningkatkan kebutuhan darah. Apabila perdarahan tidak dapat diatasi, poses
ini akan mengagregasi terjadinya koagulopati dan komplikasi berat lainnya. Atas
dasar ini, pendekatan rasional pada kasus plasenta previa adalah dengan mencegah
perdarahan terlebih dahulu kemudian mengatasi perdarahan secara mudah dan
akurat.2

Pada kasus plasenta previa, akses melalui bagian atas vagina dan segmen
bawah rahim diperlukan dalam mengatasi perdarahan. Walaupun akses ini didapat
setelah melakukan diseksi yang luas pada bagian retrovesica, tindakan ini
mempermudah dalam mengatasi perdarahan secara akurat serta dalam melakukan
teknik kompresi hemostatika. Prosedur ini tidak sering dilakukan dalam praktek
sehari-hari dan harus diwaspadai cedera vesika urinaria atau perdarahan yang
tidak diinginkan. Diseksi retrovesika aman walaupun dilakukan dengan teknik
yang sederhana. Setelah diseksi vesico-uterine space selesai dilakukan , mengatasi
perdarahan dapat dilakukan dengan kompresi manual dari segmen bawah rahim
atau dengan menggunakan selang karet yang diikat mengelilinginya.2

Walaupun beberapa klinisi dapat dengan cepat memotong plasenta,


histerotomi modifikasi merupakan alternatif yang tepat pada kasus plasenta
previa. Prosedur ini dikembangkan oleh Ward, histerotomi dilakukan untuk
mencegah kerusakan awal dari plasenta. Tangan operator masuk di antara
miometrium dan plasenta kemudian plasenta dilepasakan sebagian sebelum
selaput ketuban dipecahkan untuk melahirkan bayi melalui insisi uterus. Setelah
bayi lahir sebagian plasenta yang masih melekat sehingga mencegah perdarahan
selanjutnya. Kemudian plasenta secara manual dikeluarkan dan oksitosin
diberikan pada waktu bersamaan. Pada kasus terjadi perdarahan yang masif ,
uterus di eksteriorisasi keluar dari kavum pelvis dan dengan cepat bagian istmus
dikencangkan dengan satu tangan di atas serviks untuk mengehentikan
perdarahan. Pemberiaan jalur intravena lainnya dari oksitosin sangat
direkomendasikan sepanjang kompresi manual dari placental bed dengan sebuah
pad laparotomi. Jika hal ini dinilai tidak efektif setelah 15 menit, lakukan
penjahitan kompresi pada segmen bawah rahim. Jahitan kompresi persegi yang
dijelaskan oleh Cho dapat digunakan sebagai hemostasis dari area tertentu,
terlepas dari berapa banyak pembuluh darah yang memperdarahi area ini. Ketika
vesicouterine space terbuka, penjahitan persegi pada segmen bawah rahim
merupakan prosedur yang efektif dan mudah untuk menghentikan perdarahan dari
bagian bawah rahim. 2

Kondisi Emergensi

Ketika plasenta previa terjadi dalam kondisi emergensi, bayi harus


secepatnya dilahirkan dan perdarahan harus diatasi untuk mencegah syok dan
koagulopati. Setelah dilakukan laparotomi bayi harus secepatnya dilahirkan untuk
mencegah hipoksemia sekunder akibat perdarahan maternal. Kemudian
perdarahan harus diatasi secara mudah dan efisien dengan cara kompresi aorta
internal. Pada kondisi ini dianjurkan untuk menunggu hingga kondisi
hemodinamik dan hemostatik stabil setelah pemberian cairan, darah dan
komponen darah. Walaupun histerektomi dianggap sebagai keputusan terakhir
untuk mecapai hemostasis, hal ini harus dicegah jika terdapat kondisi syok atau
koagulopati. Hal ini masih kontroversial di karenakan tindakan histerektomi
sendiri akan menyebabkan kehilangan darah 2-3 L, yang mana akan mengagregasi
hipovolemia dan pada akhirnya menyebabkan kegagalan banyak organ. Sebagai
alternatif pemasangan kassa Eschmarch’s di sekitar pedikel di atas serviks dapat
menghentikan perdarahan secara cepat apabila didapatkan tanda syok dan
koagulopati. Sebagai tambahan metode ini akan membantu dalam memindahkan
volume cairan ke intravaskuler dari intrauterin (melalui vena uterina).
Pemasangan 2 buah kassa elastik dari fundus ke serviks mengurangi ½ dari
volume aksial uterine, seperti kassa elastik tekanan tinggi. Prosedur ini akan
memberikan waktu untuk pengembalian hemodinamik dan hemostatik pasien
tanpa meningkatkan risiko perdarahan berlanjut. Ketika hemodinamik dan
hemostatik telah stabil, kassa elastik ini dapat dilepas dan jahitan kompresi dapat
diterapkan secara definitif untuk hemostatik.2

Pembedahan pada plasenta akreta

Tidak ada tatalaksana khusus pada plasenta akreta karena manajemennya


berbeda-beda sesuai individual atau pertimbangan maternal, pengalaman, skill dan
sumber daya. Walaupun beberapa pendekatan tersedia kesemuanya bertujuan
untuk mencegah perdarahan selama persalinan. Apabila kita menemukan plasenta
akreta maka ada 3 pendekatan yang dapat dilakukan: (1) melakukan histerektomi;
(2) meninggalkan plasenta insitu; (3) reseksi jaringan yang terinvasi oleh plasenta
untuk mengembalikan anatomi dari uterus. Masing-masing dari pendekatan ini
memiliki kelemahan dan kelebihan. Plasenta akreta dan variasinya akan
menyebabkan kerusakan dari jaringan yang terinvasi (uterus dan lainnya) dengan
menyebabkan timbulnya vaskularisasi baru dan distorsi dari pelvik. Masalah ini
dapat diatasi dengan beberapa cara dan teknik-teknik terbaru dalam hal ini telah
mengalami perkembangan.2
Prosedur Resektif

Histerektomi

Histerektomi telah dikenal sejak dahulu sebagai prosedur dalam


menangani plasenta akreta. Walaupun demikian tindakan ini bukan tindakan yang
mudah. Kesulitan utama pada saat diseksi jaringan, adanya penebalan dan
pembuluh darah yang rapuh dan meningkatnya aliran darah saat kehamilan cukup
bulan, beberapa hal ini yang membuat tindakan histerektomi tidak dapat
dilakukan secara aman tanpa menyebabkan gangguan hemodinamik dan
hemostatik. Apabila tidak tersedianya sumber daya dan tim yang adekuat,
pendekatan secara konservatif dengan cara mencegah untuk menyentuh plasenta
direkomendasikan. Dikarenakan tingginya kasus plasenta akreta pada segmen
bawah rahim, histerektomi subtotal dikaitkan tingginya kejadian perdarahan
berulang. Atas dasar inilah, ketika diputuskan untuk melakukan histerektomi pada
plasenta dengan perlekatan di segmen bawah , sebaiknya dilakukan secara total
daripada subtotal. Keputusan tersebut akan mempengaruhi dalam manajemen
kandung kemih dan ureter pada lokasi yang sempit yang dikelilingi oleh
neovaskularisasi. Oleh karena jaringan pada plasenta akreta sangat rapuh,
perdarahan akibat jaringan yang terinvasi akan sulit untuk di atasi dengan
menggunakan jahitan yang lazim. Diseksi bagian posterior dari vesika urinaria di
perlukan saat dilakukan histerektomi. Untuk mempermudah hal ini kandung
kemih dapat didorong dengan menggunakan klem Allis. Kemudian diseksi
jaringan dimulai dari round ligament dan lubang kecil dibuat agar klem disesksi
dapat melaluinya. 2 buah Ligatur dipasang mencakup di dalamnya peritoneum dan
neovaskularisasi yang nantinya akan terligasi di antara ligatur tersebut. Pada
beberapa kasus diseksi akan terganggu oleh karena adanya jaringan fibrotik yang
akan mempersulit diseksi. Dalam hal ini, diseksi dilakukan melalui terowongan
antara serviks dan kandung kemih. Kemudian traksi ke atas untuk agar jaringan
fibrotik dapat dipotong. Diseksi retrovesika merupakan langkah terakhir untuk
mencapai akses bagian atas vagina sehingga total histerektomi dapat dilakukan. 1,2

Invasi ke Kandung Kemih

Ketika plasenta akreta dijumpai pada segmen bawah, daerah tersebut akan
diperdarahi oleh uterus dan jaringan sekitar. Karena kandung kemih merupakan
organ terdekat dengan jaringan parut di uterus, vaskularisasi ke arah plasenta
berasal dari kandung kemih. Secara mikroskopis anastomose antara organ pelvik
membesar akibat stimulasi vaskular dan growth factors yang dihasilnya akibat
plasentasi yang abdnormal. Hasil dari stimulasi ini mengakibatkan pembuluh
darah menjadi tebal dengan tunika media yang tidak normal dan dapat
menampung volume darah yang banyak. Terkadang plasenta, parut bekas seksio
sesaria dan dinding posterior dari vesika terjadi perlengketan akibat proses
fibrotik yang terlihat sebagai neovaskularisasi. Penampakan ini menunjukkan
invasi dari plasenta ke kandung kemih, walaupun secara histopatologi plasenta
tidak tampak menginvasi jaringan kandung kemih. Invasi plasenta yang abnormal
dengan gross hematuria jarang terjadi dan jika hal ini terjadi membutuhkan
perhatian khusus. Adanya vaskularisasi pada celah yang sempit, ditambah adanya
konsekuensi hemostatik pada kasus gross hematuria merupakan sekenario yang
buruk dalam melakukan pembedahan. Pada kasus terjadi gangguan pada kandung
kemih, beberapa praktisi memilih untuk melakukan metode konservatif dengan
embolisasi arteri. Jika perdarahan tidak dapat di atasi, tampon dengan
menggunakan pad laparotomi dapat dilakukan. Jika gross hematuria tidak dapat di
atasi dengan pendekatan konservatif, embolisasi aorta atau arteri iliaka bilateran
dapat dipraktekkan. Walaupun berdasarkan pengalaman tindakan ini masih
terbatas (7 kasus), gross hematuria selalu berhubungan dengan invasi vaskuler
dari trigone.1,2

Pada kasus invasi plasenta –vaskuler di trigone, sistem anastomosis


colpouterina,yang berhubungan dengan arteri vaginal (internal pudendal) dengan
cabang bagian bawah uterus (arteri uterina dan cervikal) secara signifikan
membesar antara trigone dan serviks. Perkembangan neovaskularisasi ini
membuat diseksi menjadi hal yang sulit. Diagnosis dari hiperplasia vaskuler ini
dapat ditegakkan dengan MRI plasenta. 1

Di karenakan arteri vaginal dan arteri vesika berkembang dari arteri


pudendal, hemostasis spesifik dari cabang arteri pudendal direkomendasikan.
Walaupun hemostasis indirek dengan embolisasi arteri memungkinkan (arteri
uterina dan iliaka internal), namun prosedur ini memerlukan sejumlah tekanan
yang tinggi agar menjadi efektif, kenyataannya hal ini akan meningkatkan
kemungkinan kerusakan organ yang tidak diinginkan akibat overembolisasi
(iskemia atau nekrosis). Pada kasus ini jahitan melingkar disepanjang bagian
bawah rahim merupakan metode efisien dalam mengontrol perdarahan.1

Sistoskopi digunakan untuk mengidentifkasi kerusakan kandung kemih


akibat plasentasi yang abnormal; bagaimanapun beberapa hal dapat membuat
pemeriksaan ini menjadi tidak akurat. Distensi dari kandung kemih diperlukan
agar dapat dilakukan pemeriksaan sistoskopi namun hal ini akan menyebabkan
neovaskularisasi tersebut kolaps sehingga tidak terlihat di dalam kandung kemih.
Neovaskularisasi tersebut berlokasi di otot detrusor dari kandung kemih, tidak di
mukosa. Adanya gangguan dari kandung kemih dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan USG dan Doppler. MRI plasenta atau USG 3D dapat dilakukan
untuk penegakkan diagnosis yang lebih tepat. Adanya jaringan plasenta di dalam
kandung kemih merupakan tanda khas dari plasenta perkreta. Tanda ini terjadi
akibat perluasan plasenta melalui jaringan bekas parut seksio sesaria. 1,2
Tatalaksana Konservatif

Pembedahan konservatif dengan metode One-step

Walaupun tujuan utama dari tatalaksana plasenta akreta untuk mencegah


perdarahan, namun tatalkasana yang ideal dari kasus ini ialah bagaimana
mengembalikan anatomi uterus dan memastikan kehamilan berikutnya dengan
risiko yang minimal dan aman. Pada awalnya prosedur ini mengusulkan
intervensi pada neovaskularisasi yang terbentuk dan pemisahan antara jaringan
yang terlibat (seperti langkah pada total histerektomi) kemudian histerotomi
segmen atas dilakukan. Setelah bayi dilahirkan , seluruh jaringan yang terinvasi
dan plasenta di keluarkan dalam satu bagian kemudian jahitan kompresi akan
menghentikan perdarahan selanjutnya. Pada akhirnya miometrium anterior di jahit
pada 2 penampang dan kandung kemih diperbaiki apabila diperlukan. 1

Reseksi dari jaringan yang terinvasi bersama-sama dengan plasenta ,


merupakan pembedahan radikal yang berbeda dari prosedur pembedahan
konservatif yang meninggalakan plasenta in situ. Walapupun diseksi jaringan dan
vaskuler diperpanjang, teknik ini memungkinkan terjadinya infeksi oleh karena
adanya sisa jaringan plasenta yang ditinggalkan.1

Pembedahan kosnervatif dengan metode Two-step

Apabila kondisi tidak memungkinan dilakukan histerektomi (minimnya


pengalaman tim, persediaan darah terbatas dan minimnya sumber daya),
meninggalkan plasenta in situ dapat menjadi opsi untuk mencegah komplikasi
serius. Setelah itu histerektomi atau tatalaksana konservatif dapat dipilih.
Pendekatan konservatif dengan meninggalkan plasenta in situ dapat
menyebabkan beberapa komplikasi pada periode postpartum (perdarahan, DIC,
infeksi dan sepsis). Apabila seorang ibu muda , dengan paritas yang masih sedikit,
menginginkan kehamilan berikutnya, menolak histerektomi atau timbulnya risiko
lain dari meninggalkan plasenta in situ, sebuah tatalaksana alternatif dapat
ditawarkan. Prosedur ini sama halnya seperti prosedur pembedahan konservatif
dengan metode one-step namun pada kasus ini kondis jaringan berbeda. Beberapa
hari setelah persalinan , neovaskularisasi akan kolaps dan edema akan terjadi pada
bagian anterior uterus dan kandung kemih. Karena itu diseksi jaringan akan
menjadi sedikit lebih sulit dan apabila terjadi ruptur pada daerah anterior ,
perdarahan tidak akan banyak sebab persalinan akan mengurangi tekanan
intrauterine. Walaupun hal ini masih terbatas, manajemen konservatif dengan two
step dapat mengatasi risiko perdararahan yang tidak terkontrol dan mencegah
komplikasi utama dari meninggalkan plasenta timbul (infeksi, sepsis, perdarahan
dan DIC). Prosedur alternatif ini memberikan keuntungan dalam melakukan
evaluasi, morbiditas sekunder dan kemungkinan untuk hamil dengan aman di
masa yang akan datang.2
Meninggalkan plasenta in situ

Tatalaksana konservatif dengan meninggalkan plasenta in situ mencegah


kerusakan jaringan dan mencegah perdarahan. Dalam hal ini, histerotomi
mencegah invasi plasenta, kemudian bayi dilahirkan dan umbilikal kord dipotong
dekat dengan plasenta. Daerah yang terinvasi dan plasenta yang ditinggalkan
tanpa perlu di keluarkan dan uterus ditutup tanpa diseksi jaringan pada daerah
yang terinvasi. Embolisasi arteri uterina dilakukan setelah abdomen ditutup untuk
mengurangi risiko perdarahan dini maupun lambat, walaupun kehilangan banyak
darah tidak selalu dapat dicegah oleh prosedur ini. Pemberian metotrxate atau
embolisasi meningkatkan keamanan dari manajemen kosnervatif dan reabsorbsi
plasenta memerlukan studi lanjutan; bagaimanapun, tidak ada standar rasional
yang dapat digunakan. Penggunaan antibiotik efektif dalam mencegah infeksi
uterus. Syok septik pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang dilakukan
manajemen konservatif dengan meninggalkan plasenta in situ. Walaupun jaringan
miometrium sangat resisten terhadap infeksi, ketika infeksi plasenta tidak dapat
diatasi, histerektomi menjadi tatalaksana terbaik. Seorang obstetrist harus selalu
waspada terhadap infeksi yang timbul atau adanya organisme dengan virulesi
yang tinggi yang mengakibatkan luaran yang buruk. Meninggalkan plasenta in
situ tidak sepenuhnya menjamin perdarahan dapat di atasi walaupun telah
dilakukan embolisasi arteri; oleh karenanya tim harus selalu siap untuk mengatasi
masalah apabila hal tersebut timbul.2

Pada kondisi ideal, ukuran plasenta akan mengecil, terjadi reabsorbsi atau
kalsifikasi dalam beberapa minggu sampai bulan. Ekspulsi spontan dari plasenta
pernah dilaporkan, dengan atau tanpa perdarahan signifikan. Ketika plasenta telah
reabsorbsi, maka hal ini memungkinkan untuk terjadinya kehamilan di kemudian
hari. Walaupun beberapa kasus melaporkan setelah tindakan konservatif dengan
meninggalkan plasenta in situ akan menyebabkan terjadinya rekurensi pada
kehamilan berikutnya.2

Kontrol vaskular proksimal

Pada kasus oklusi dari arteri iliaka internal, anastomosis dapat mengambil
alih aliran darah sebelum terjadi hambatan secara tiba-tiba. Atas dasar inilah
pentingnya pemahaman mengenai efikasi metode kontrol vaskular spesifik.2

Oklusi arteri iliaka komunis

Oklusi bilateral dari arteri ilaka pada wanita dengan abnormal plasentasi
(plasenta perkreta) menunjukkan hasil yang baik. Kontrol pada pembuluh darah
ini sangatlah efisien karena hal ini akan mengoklusi anastomosis dari komponen
pudendal dari hambatan pada arteri ilaka internal cabang posterior dan juga
anastomosis komponen femoral pada pelvik. Waktu yang aman terjadinya oklusi
dari kedua arteri iliaka komunis ini adalah 90 menit; waktu ini berhubungan
dengan masa terjadinya iskemik pada otot rangka. Sehingga tatalaksana akurat
menggunakan metode ini tergantung dari topografi invasi plasenta dan
pengetahuan mengenai variasi dari arteri. 2

Kesimpulan

Plasenta previa dan akreta sering sekali berlokasi di segmen bawah dari
uterus. Diagnosis banding antara keduanya. Akses ke ruang subperitoneal pelvik
dan diseksi retrovesika merupakan kunci dalam mengontrol vaskularisasi dan
prosedur hemostatik. Kontrol akurat pada vaskuler yang terlibat mencegah
perdarahan. Histerektomi pada plasenta akreta merupakan prosedur yang
kompleks dan risiko yang timbul tidak dapat diremehkan. Jika sumber daya dan
tim tidak tersedia, pilihan yang paling baik adalah dengan melahirkan bayi
melalui daerah yang tidak terivasi dan meninggalkan plasenta in situ, sampai
tatalaksana definitif disetujui.
DAFTAR PUSTAKA

1. Belfort MA, & Publications Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine. Placenta
accreta. Am J Obstet Gynecol 2010;203: 430–439.
2. Jaraquemada JMP. Caesarean section in cases of placenta praevia
and accreta. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 27 (2013)
221–232

Anda mungkin juga menyukai