Anda di halaman 1dari 35

Paulinus Deny Krisnanto M.

Kep
Saluran gastrointestinal (GI) merupakan serangkaian

organ muscular berongga yang dilapisi oleh membrane

mukosa (selaput lendir)


Mengabsorbsi cairan dan makanan

Menyiapkan makanan untuk diabsorbsi & digunakan

oleh sel-sel tubuh

Menyediakan tempat penyimpanan feses sementara


 Buang air besar atau defekasi adalah suatu
tindakan atau proses makhluk hidup untuk
membuang kotoran atau tinja yang padat
atau setengah-padat yang berasal dari
sistem pencernaan
Mouth
Saliva
Esophagus
Stomach
Liver, bile
Gallbaladder
Pankreas
Small intestine
Caecum
Colon
Rectum
Produk dari defekasi ialah feses

Feses terdiri atas 75 % air dan 25% materi padat

Feses normal berwarna coklat

Baunya Khas

Konsistensi : lembek namun berbentuk

Defekasi disertai dengan pengeluaran gas

Gas terdiri dari CO2, metana, H2S, O2, N2


Mulut

 Pencernaan kimiawi dan mekanis di mulai dari mulut. Gigi


mengunyah makanan menjadi berukuran yang dapat ditelan.

 Sekresi saliva mengandung enzim, seperti ptyalin, yang


mengawali pencernaan unsur-unsur makanan tertentu.

 Saliva mencairkan dan melunakkan bolus sehingga lebih


mudah ditelan.

Esofagus

 Panjang esophagus kira-kira 25cm. Saat makanan


memasuki esophagus, makanan berjalan melalui sfingter
esophagus yang mencegah udara memasuki esophagus.

 Dalam 15 detik, bolus mencapai sfingter esofagus bagian


bawah yang terletak antara esophagus dan lambung.
Lambung

 Dalam lambung, makanan disimpan sementara dan


secara mekanis dan kimiawi dipecah untuk dicerna
dan diabsorbsi

 Lambung mensekresi HCl yang mempengaruhi


keasaman dan keseimbangan asam basa tubuh, serta
membantu mencampur dan memecah makanan, lendir
melindungi mukosa lambung, enzim pepsin untuk
mencerna protein, dan komponen terpenting adalah
factor intrinsic untuk absorbsi vit.B12 dan selanjutnya
untuk pembentukan sel darah normal

 Dalam lambung, makanan diubah mejadi kimus


(materi semi-cair)
Usus halus

 Usus halus merupakan saluran dengan diameter sekitar 2,5 cm dan


panjang 6m. Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum.

 Segmentasi (kontraksi dan relaksasi otot halus secara bergantian)


mengaduk kimus, memecah makanan lebih lanjut untuk dicerna
dibantu oleh enzim-enzim pencernaan (empedu, amylase). Enzim
dalam usus halus memecah lemak, protein dan karbohidrat.
Usus besar

 Sebagai organ utama eliminasi fekal, dengan diameter lebih


besar dari usus halus, dan panjang 1,5 – 1,8 m.

 Usus besar terdiri dari cecum, colon dan rectum yang


kemudian bermuara di anus.

 Dalam sekum, kimus masuk melalui katup ileosekal yang


fungsi sebagai pencegah regurgitasi dan kembalinya isi
kolon ke usus halus.

 Kolon terbagi menjadi beberapa segmen kolon asendens,


kolon transversal, kolon desenden dan kolon sigmoid.
Empat fungsi kolon yang yang berkaitan yaitu absorbsi
(volume air, natrium, dan klorida), proteksi, sekresi, dan
eliminasi.
Haustrall shuffing; gerakan mencampur chyme untuk

membantu absorbsi air sebanyak 2,5 liter (berlangsung

selama 5menit);

Kontraksi Haustrall: gerakan mendorong materi cair dan

semipadat sepanjang colon

Gerakan Peristaltik: berupa gelombang gerakan maju ke anus.

Gerakan peristaltic massa, mendorong makanan yang tidak

dicerna menuju rectum.


 Rektum merupakan bagian akhir saluran GI. Panjang rectum
bervariasi menurut usia (semakin dewasa, semakin panjang).
Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid,
disebut feses.
Refleks defekasi instrinsik

 Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga


terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan
pada flektus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah
feses tiba di anus, secara sistematis spinter interna relaksasi maka
terjadilah defekasi.

Refleks defekasi parasimpatis

 Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang


kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian
dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang
menyebabkan intensifnyaa peristaltik, relaksasi spinter interna,
maka terjadinya defekasi.
Usia

 Pada usia bayi, control defekasi belum berkembang. Bayi memiliki


lambung yang kecil dan lebih sedikit mensekresi enzim pencernaan,
gerakan peristaltic berlangsung cepat, tidak dapat mengontrol
defekasi karena kurangnya perkembangan neuromuscular.

Diet

 Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu


mempertahankan pola peristaltik teratur di dalam kolon. Makanan
berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan
yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
Intake Cairan

 Asupan cairan yang tidak adekuat/gangguan yang menyebabkan


kehilangan cairan seperti muntah, mempengaruhi karakter feses.
Cairan mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui
kolon

Aktivitas Fisik

 Aktivitas fisik meningkatkan peristaltic, sementara imobilisasi


menekan aktivitas kolon. Tonus otot abdomen, pelvis, dan
diafragma akan sangat membantu proses defekasi.

Faktor Psikologis

 Fungsi dari hampir semua sistem tubuh dapat mengalami gangguan


akibat stress emosional yang lama.
Pengobatan
 Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan
konstipasi

Gaya Hidup
 Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil
secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan
menahan buang air besar. Individu harus mencari waktu
yang terbaik untuk melaksanakan eliminasinya.

Prosedur diagnostic
 Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic, biasanya
dipuaskan/dilakukan

Anestesi dan pembedahan


 Agen anastesi yang digunakan selama proses pembedahan,
membuat gerakan peristaltic berhenti untuk sementara
waktu. Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus
secara langsung, sementara akan menghentikan peristaltic,
kondisi ini disebut Ileus Paralitik.
Penyakit
 Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare
dan konstipasi.

Nyeri
 Dalam kondisi normal kegiatan defekasi tidak menimbulkan
nyeri. Pada kondisi Hemoroid, bedah rectum, fistula rectum,
bedah abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan
rasa tidak nyaman ketika defekasi.

Kerusakan sensorik dan motorik


 Kerusakan Spinal cord dan injury kepala akan menimbulkan
penurunan stimulus sensori untuk defekasi.

Kehamilan
 Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran
fetus, tekanan diberikan pada rectum. Obstruksi sementara
akibat keberadaan fetus mengganggu pengeluaran feses.
BAB yang
Menurunnya BAB keras dan
tertahan, susah
frekuensi BAB kering.
BAB

Sakit pada saat Distensi


Nyeri abdominal
defekasi abdomen

Tekanan pada
Teraba massa
rektum dan Sakit kepala
fecal
perasaan penuh

Selalu
Nafsu makan membutuhkan
kurang bantuan untuk
defekasi.
Kebiasaan BAB yang tidak teratur

Kebiasaan penggunaan laxativis berlebihan

Meningkatnya stress psikologi

Diet yang tidak seimbang.

Kurangnya cairan

Medication

Kurangnya aktivitas

Usia

Proses penyakit
Feses yang keras, akibat retensi dan akumulasi feses

yang lama.

Gejala: anorexia, distensi abdomen, mual dan muntah

Penyebab: kebiasaan BAB yang tidak teratur dan

konstipasi, menurunnya aktivitas, diet rendah serat,

kelemahan otot.
 Keluarnya BAB yang cair dan meningkatnya frekuensi
BAB akibat cepatnya masa feses melalui usus besar
akibat gerakkan peristaltik yang meningkat
 Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB
dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.
Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter
anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan
tumor spingter anal eksternal.
 Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal,
dinding usus meregang dan distended, merasa penuh,
nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus).

Ada 3 sebab utama flatus :

1) Kerja dari bakteri dalam chyme di usus besar

2) Udara yang tertelan

3) Gas yang berdifusi dari pembuluh darah ke dalam


intestinal
 Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada
dinding rektum (bisa internal atau eksternal).

 Penyebab: Meningkatnya tekanan pada


daerah anus karena konstipasi yang kronik,
tekanan yang kuat selama BAB, kehamilan
dan obesitas.

Anda mungkin juga menyukai