Kategori PEMBAHASAN
A Obat yang telah banyak digunakan oleh ibu hamil maupun wanita usia
produktif tanpa disertai bukti peningkatan frekuensi terjadinya malformasi
ataupun efek lain yang membahayakan janin yang diteliti baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Obat yang digunakan hanya sejumlah kecil ibu hamil maupun wanita usia
reproduktif tanpa disertai bukti peningkatan kejadian malformasi atau efek
B1 lain yang membahayakan janin baik secara langsung maupun tidak
langsung. Penelitian pada hewan tidak menunjukkan bukti peningkatan
kejadian kerusakan pada janin.
Obat yang digunakan oleh sejumlah kecil ibu hamil atau wanita usia
reproduktif tanpa disertai bukti peningkatan frekuensi kejadian malformasi
atau efek lain yang membahayakan janin manusia yang diteliti baik
B2
langsung maupun tidak langsung. Data penelitian pada hewan tidak
mencukupi atau tidak ada, tetapi data yang tersedia tidak menunjukkan
peningkatan kejadian kerusakan pada janin.
Obat yang digunakan hanya sejumlah kecil ibu hamil tanpa disertai bukti
peningkatan frekuensi kejadian malformasi atau efek lain yang
membahayakan janin manusia yang diteliti baik secara langsung maupun
B3
tidak langsung. Penelitian pada hewan menunjukkan bukti peningkatan
kejadian kerusakan pada janin tetapi efek tersebut pada manusia belum
jelas.
Obat yang berdasarkan efek farmakologinya telah atau diduga dapat
C menyebabkan efek yang membahayakan pada janin manusia atau neonatus
tanpa disertai malformasi. Efek tersebut bisa jadi reversibel.
Obat yang telah dicurigai atau diramalkan menyebabkan peningkatan
D
kejadian malformasi janin manusia atau kerusakan yang bersifat menetap.
Obat yang mempunyai resiko tinggi untuk menyebabkan kerusakan yang
X bersifat menetap terhadap janin sehingga tidak boleh digunakan pada masa
kehamilan atau jika ada kemungkinan terjadi kehamilan.
Tabel 3 - Kategori obat dalam kehamilan berdasarkan Australian Drug
Evaluation Committee (ADEC) (dikutip dari kepustakaan 1,7)
3. TERATOGEN
Teratogenik adalah disgenesis organ janin baik secara struktural maupun
fungsi. Teratogenesis bermanifestasi sebagai gangguan pertumbuhan, kematian
janin, pertumbuhan karsinogenesis, dan malformasi. Teratogenesis atau
abnormalitas bervariasi dalam tingkat kelainan organ ataupun fungsinya bisa
relatif ringan, sangat berat bahkan tidak terkoreksi. Suatu obat atau bahan kimia
dikatakan teratogenik apabila seorang ibu hamil mengkonsumsi obat dengan
sengaja atau tidak yang menyebabkan terjadinya abnormalitas struktur janin atau
bayi.1,8
Pada tahun 1959, James Wilson mengusulkan 6 prinsip dasar teratologi.
Lima puluh tahun kemudian, prinsip-prinsip ini tetap menjadi prinsip dasar yang
penting dalam bidang teratologi. Prinsip-prinsip ini meliputi: 2
a) Kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotipe hasil konsepsi
dan cara di mana ia berinteraksi dengan faktor lingkungan.
b) Kerentanan terhadap teratogen bervariasi dengan tahap perkembangan pada
saat paparan.
c) Agen teratogenik bertindak dengan cara tertentu pada pengembangan sel dan
jaringan untuk memulai proses perkembangan abnormal.
d) Akses dari pengaruh lingkungan yang merugikan untuk mengembangkan
jaringan tergantung pada sifat dari pengaruh.
e) Manifestasi akhir adalah kematian, malformasi, keterlambatan pertumbuhan
dan gangguan fungsional.
f) Peningkatan manifestasi perubahan dalam frekuensi dan peningkatan derajat
pada dosis tertentu zat dapat berubah dari tidak berpengaruh sampai 100%
letal.
Untuk mengetahui suatu zat dapat bersifat teratogenik dalam prosesnya
harus memenuhi i) menghasilkan satu set karakteristik malformasi; ii) memberi
efek pada tahap tertentu perkembangan janin dan iii) menunjukkan insiden
tergantung dosis. Kurang dari 30 obat telah diidentifikasi sebagai teratogen,
dengan ratusan agen terbukti aman bagi janin. Resiko dasar teratogenik pada
kehamilan (yaitu, risiko kelainan neonatal yang tidak diketahui adanya paparan
teratogenik) adalah sekitar 3%. Cara dimana obat dapat mempengaruhi janin
adalah: 2
a) Bertindak langsung pada embrio untuk menghasilkan efek toksik atau
teratogenik mematikan
b) Mengubah fungsi plasenta
c) Mengubah aktivitas miometrium
d) Mengubah dinamika biokimia pada ibu
Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan
atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Beberapa obat dapat memberi
risiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga. Pemilihan
jenis analgesik yang tepat pun menjadi hal yang penting.
Obat yang diminum oleh ibu hamil patut mendapatkan perhatian, karena obat
yang diminum dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya. Hal itu disebabkan
karena hampir sebagian besar obat dapat melintasi plasenta (Munir 2005). Dalam
plasenta, obat mengalami proses biotransformasi, dimana obat tersebut dapat
bersifat menguntungkan dan dapat juga terbentuk senyawa yang reaktif yang
bersifat teratogenik (Depkes RI 2006). Trimester kehamilan yang paling berisiko
besar terhadap janin yaitu pada trimester pertama (Prest dan Tan 2003). Pada
tahap ini merupakan tahap perkembangan dari seluruh tubuh utama (kecuali
susunan saraf pusat, mata, gigi, alat kelamin luar dan telinga), oleh karena itu,
paparan terhadap obat selama periode ini dapat menimbulkan risiko terganggunya
pembentukan organ – organ tersebut secara permanen. Selama trimester kedua
dan ketiga, obat dapat mempengaruhi fungsional janin atau memberi efek toksik
pada jaringan janin dan obat yang diberikan sebelum kelahiran bisa menyebabkan
efek samping pada kelahiran atau pada neonatus setelah kelahirannya (Prest dan
Tan 2003).
Pembahasan
Food and Drug Administration (FDA) menyadari dan memahami kekhawatiran
yang timbul dari laporan terbaru yang mempertanyakan keamanan obat resep
dan over-the-counter (OTC) saat digunakan selama kehamilan. Karena
ketidakpastian ini, penggunaan obat nyeri selama kehamilan harus
dipertimbangkan dengan cermat. Sehingga dokter seharusnya menegaskan supaya
ibu hamil untuk selalu mendiskusikan semua obat dengan petugas kesehatan
sebelum menggunakannya. Ada 2 kategori utama analgesik yang umum
digunakan: analgesik nonopioid sistemik (misalnya, asetaminofen, aspirin, obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID)) dan analgesik opioid (misalnya morfin,
kodein, meperidin).
Non Opioid
1. Asetaminofen / Parasetamol (Kategori TGA: A; Kategori FDA: C)
Parasetamol, senyawa non salisilat yang serupa dengan aspirin dalam
potensi analgesik, telah menunjukkan khasiat dan keamanan yang nyata pada
semua tahap kehamilan pada dosis terapeutik standar. Profil keamanan yang
ditetapkan untuk penggunaannya telah ditunjukkan dalam penelitian terbaru
tentang ribuan wanita hamil, tanpa meningkatkan risiko anomali bawaan atau
hasil kehamilan buruk lainnya. Meskipun dengan mudah melintasi plasenta dalam
bentuknya yang tidak terkonjugasi, dalam dosis terapeutik tampaknya tidak
meningkatkan risiko cacat lahir atau komplikasi selama kehamilan lainnya.
Sebuah studi berbasis registri dari Denmark terhadap 26.424 anak-anak
yang terpapar parasetamol in utero selama trimester pertama tidak menemukan
peningkatan baik tingkat cacat lahir spesifik atau keseluruhan dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang tidak terpapar. Hal ini tetap menjadikan
parasetamol sebagai lini pertama analgesik pada ibu hamil
2. Aspirin (Kategori TGA: C; Kategori FDA: N)
Aspirin memiliki beberapa potensial risiko, karena menghambat fungsi
trombosit dan dapat menyebabkan perdarahan pada ibu dan janin. Meskipun
aspirin belum dikaitkan dengan anomali kongenital lainnya, namun aspirin
dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan vaskular, khususnya gastroskisis,
meskipun hal ini tetap tidak terbukti secara kuat. Secara keseluruhan, percobaan
besar menunjukkan keamanan relatif aspirin dosis rendah dan efek positif
umumnya pada hasil reproduksi. Aspirin jarang digunakan untuk mengobati rasa
sakit dan demam saat hamil. Aspirin dosis rendah diresepkan oleh dokter
kandungan (sering dengan heparin) untuk mengurangi risiko komplikasi pada
wanita hamil dengan sindrom antifosfolipid dan keguguran berulang.
Secara keseluruhan, aspirin tidak terkait dengan peningkatan risiko
malformasi kongenital. Pada tahap akhir kehamilan, bagaimanapun, aspirin harus
dihindari karena bisa memperpanjang durasi persalinan, menyebabkan kehilangan
darah yang lebih besar selama persalinan, dan meningkatkan kejadian kelahiran
mati.
Pada penelitian hewan coba, penggunaan inhibitor sintesis prostaglandin
telah terbukti dapat meningkatkan komplikasi pada janin. Studi epidemiologi
menunjukkan peningkatan risiko keguguran, malformasi jantung, dan gastroskisis
bila digunakan pada awal kehamilan; Risiko absolut malformasi kardiovaskular
meningkat dari kurang dari 1% sampai sekitar 1,5%. Risikonya diyakini
meningkat dengan dosis dan durasi terapi. Selama trimester ketiga kehamilan,
pemberian aspirin dapat menyebabkan penutupan duktus arteriosus janin,
oligohidramnion, gangguan ginjal janin, hipertensi pulmonal, dan perpanjangan
waktu perdarahan. Pemberian selama kehamilan dan persalinan tidak disarankan;
Onset persalinan mungkin tertunda dan durasi meningkat dengan kecenderungan
perdarahan yang lebih besar pada ibu dan anak. Sebuah studi tentang penggunaan
aspirin dosis rendah (60 mg per hari) untuk mencegah dan mengobati preeklamsia
pada 9364 wanita hamil ((the Collaborative Low-dose Aspirin Study in
Pregnancy--CLASP) tidak mendukung pemberian antiplatelet profilaksis atau
terapeutik secara rutin pada wanita hamil dengan risiko preeklamsia
Obat Kategori
NSAID
Parasetamol B
Asam Mefenamat B
Ibuprofen D
Indometasin D
Asetaminofen B
Fenasetin B
Aspirin C
Opioid B/D (Digunakan dalam dosis tinggi
atau waktu yang lama.
Analgesik dan Kategorinya