Anda di halaman 1dari 2

BAB III

KESIMPULAN

Terapi secara farmakologis pada nyeri inflamasi yang utama adalah


OAINS, COX-2 inhibitors(coxib), analgetika opioid , dan analgetika adjuvan.
Nyeri akut dan nyeri kronik memerlukan pendekatan terapi yang berbeda. Pada
penderita nyeri akut, diperlukan obat yang dapat menghilangkan nyeri dengan
cepat. Pasien lebih dapat mentolerir efek samping obat daripada nyerinya. Pada
penderita kronik, pasien kurang dapat mentolerir efek samping obat. Istilah “pukul
dulu, urusan belakang” tampak cukup tepat untuk menggambarkan prinsip
tatalaksana nyeri akut. Prinsip pengobatan nyeri akut dan berat (nilai Visual
Analogue Scale = VAS 7-10) yaitu pemberian obat yang efek analgetiknya kuat
dan cepat dengan dosis optimal. Pada nyeri akut, dokter harus memilih dosis
optimum obat dengan mempertimbangkan kondisi pasien dan keparahan nyeri.
Pada nyeri kronik, dokter harus mulai dengan dosis efektif yang serendah
mungkin untuk kemudian ditingkatkan sampai nyeri terkendali. Pemilihan obat
awal pada nyeri kronik ditentukan oleh keparahan nyeri
Nyeri abdomen juga merupakan keluhan umum yang sering ditemukan pada
pasien wanita yang sedang dalam masa kehamilan. Nyeri yang muncul mungkin
saja disebabkan oleh kelainan obstetri atau ginekologi yang berhubungan dengan
kehamilan, namun, sering juga ditemukan kasus dimana nyeri perut pada masa
kehamilan muncul sebagai akibat dari adanya kelainan gastrointestinal. Apapun
penyebabnya, keadaan ini membawa tantangan tersendiri dalam dunia klinis
mengingat diagnosis banding untuk nyeri abdomen selama kehamilan sangatlah
ekstensif.
Anestetika lokal dapat digunakan secara sistemik pada pasien dengan nyeri
neuropatik. Agen ini menghasilkan efek sedasi dan analgesi sentral. Lidokain,
prokain, dan klorprokain adalah agen yang paling sering digunakan, diberikan
secara slow bolus maupun infus kontinyu. Lidokain diberikan melalui infus
selama 5-30 menit untuk dosis total 1-5 mg/kg. prokain 200-400 mg dapat
diberikan secara intravena selama 1-2 jam. Klorprokain (i% solution) diinfuskan
dengan kecepatan 1 mg/kg/min untuk total dosis 10-20 mg/kg. Monitoring yang

26
27

harus dilakukan meliputi elektrokardiogram (EKG), tekanan darah, respirasi dan


status mental. Alat resusitasi harus selalu tersedia. Tanda-tanda toksisitas meliputi
tinnitus, slurring, sedasi esksesif dan nistagmus.
Glukokortikoid digunakan secara luas dalam manajemen nyeri karena efek
antiinflamasi dan analgesik yang dimiliki. Agen ini dapat diberikan secara topikal,
oral, atau parenteral (intravena, subkutan, intra bursa, intraartikular, dan epidural).
Kelebihan glukokortikoid dapat menimbulkan hipertensi, hiperglikemi,
peningkatan kerentanan terhadap infeksi, ulkus peptik, osteoporosis, nekrosis
aseptik caput femoral, myopati proximal, katarak, dan (jarang) psikosis.

Anda mungkin juga menyukai