IJTIHAD
IJTIHAD
Kata ijtihad berasal dari kata “al-jahd” atau “al-juhd” yang berarti “al- patokannya didalam Al Quran dan Al Hadist.
penambahan faqih tersebut merupakan suatu keharusan. Sebab Artinya: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
pencurahan yang dilakukan oleh orang yang bukan faqih tidak disebut tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Hadis ini bukan hanya memberi legalitas ijtihad, akan tetapi juga Mengetahui sebab turunnya ayat termasuk dalam salah satu syarat
menunjukkan kepada kita bahwa perbedaan-perbedaan pendapat hasil ijtihad mengetahui al-Qur’an secara komprehensif, bukan hanya pada tataran teks tetapi
bisa dilakukan secara individual (ijtihad fardi) yang hasil rumusan hukumnya juga akan mengetahui secara sosial-psikologis. Sebab dengan mengetahui sebab-
tentu relatif terhadap tingkat kebenaran. sebab turunnya ayat akan memberi analisis yang komprehensif untuk memahami
maksud diturunkannya teks Qur’an tersebut kepada manusia.
Syarat-Syarat Mujtahid Imam as-Syatibi dalam bukunya al-Muwafaqat, mengatakan bahwa
Para ulama berbeda pendapat dalam menetukan syarat yang harus dimiliki mengetahui sebab turunnya ayat adalah suatu keharusan bagi orang yang hendak
oleh seorang mujtahid. Mujtahid adalah orang yang mampu melakukan ijtihad memahami al-Qur’an. Pertama, suatu pembicaraan akan berbeda pengertiannya
melalui cara istinbath (mengeluarkan hukum dari sumber hukum syariat) dan menurut perbedaan keadaan. Kedua, tidak mengetahui sebab turunnya ayat bisa
menyeret dalam keraguan dan kesulitan dan juga bisa membawa pada Seorang mujtahid wajib mengetahui bahasa Arab dalam rangka agar
pemahaman global terhadap nash yang bersifat lahir sehingga sering penguasaannya pada objek kajian lebih mendalam karena teks otoritatif Islam
menimbulkan perselisihan. menggunakan bahasa Arab.
di awal. Sedangkan untuk barangnya bisa dikirim nanti. mana para pedagang Muslim bertanya kepada Khalifah berapa besar cukai yang
harus dikenakan kepada para pedagang asing yang berdagang di negara Khalifah.
HUKUM MELAKUKAN IJTIHAD
Jawaban dari pertanyaan ini belum dimuat secara terperinci dalam Al-Quran
Dalam hukum Islam untuk menentukan hukum ijtihad, para ulama
maupun hadis, maka Khalifa Umar ibn Khattab selanjutnya berijtihad dengan
berpendapat bahwa jika ada seorang Muslim ditanya atau dihadapkan kepada
menetapkan bahwa cukai yang dibayarkan oleh pedagang adalah disamakan
suatu peristiwa atau ditanya tentang suatu masalah yang berkaitan dengan
dengan taraf yang biasanya dikenakan kepada para pedagang Muslim oleh negara
hukum syara maka hukum bagi orang yang dihadapkan atau ditanya tersebut bisa
asing, di mana mereka berdagang
wajib `ain, wajib kifayah, sunnat, ataupun haram. Tergantung pada kapasitas
seseorang tersebut. CONTOH: melaksanakan siding isbat untuk penentuan bulan 1 syawal
”Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat
Pertama, bagi seorang Muslim yang sudah memenuhi kriteria menjadi tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.”
mujtahid dan dimintai fatwa hukum atas suatu peristiwa dan ia juga dihadapkan (QS. Al Baqarah: 185)
”Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah
kepada suatu masalah atau suatu peristiwa dan ia khawatir akan hilangnya (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab[6]. Bulan itu seperti ini (beliau
kepastian hukum akan terjadinya suatu peristiwa tersebut padahal tidak ada berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan
bilangan 30).”
seorang mujtahid lain maka hukum ijtihad adalah wajib `ain. (HR. Bukhari no. 1913 dan Muslim no. 1080, dari ‘Abdullah bin ‘Umar