Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH MEDICAL BEDAH II

“SIROSIS HEPATITIS”

NAMAKELOMPOK :
1.Revy Qairuniza (2720180102)
2. Chika Amelia Aryanti (2720190103)
3.Annisa Maulia Febrianingsih (2720180006).
4. Siska Lestari (2720180048)
5. Siti Ratna Aida (2720180049)
6. Amri (2720180076)
7. Syaifudin Nur Hidayat (2720180014)
8. Werdi Siti Yumroh (2720180064)

Dosen Pembimbing
Ns. Istiqomah, S.kep., M.Pd

FakultasIlmu Kesehatan
S1 IlmuKeperawatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan

fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul

hepatosit sehingga sel-sel akan hati kehilangan fungsinya. Sirosis hepatis

dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,

pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati

akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur

akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Penyakit ini merupakan

stadium terakhir dari penyakit hati kronis Istilah Sirosis diberikan petama kali

oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning

oranye (orange yellow), karena terjadinya perubahan warna pada nodul-nodul

hati yang terbentuk (Sherlock, 2011).

Penyebab sirosis hepatis bermacam macam antara lain penggunaan

akohol secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama, hepatitis B dan C,

obat-obatan tertentu, terlalu sering terkena paparan racun seperti arsenic,

kerusakan saluran empedu (primary biliary cirrhosis), penumpukan lemak

dalam hati (nonalcoholic fatty liver disease), penyakit hati yang disebabkan

sistem kekebalan tubuh (autoimmune hepatitis). Penyebabnya sirosis hepatis

sebagian besar adalah infeksi hepatitis B dan Hepatitis C. Sebanyak 30 %

sirosis hati disebabkan oleh hepatitis B dan 27 % disebabkan oleh hepatitis C.

Sekitar 400 juta orang di dunia telah terinfeksi virus hepatitis B, dan

30% pasien dengan hepatitis B kronik akan berkembang menjadi sirosis hati,

dan jika tanpa perawatan sekitar 15 % pasien sirosis hati akan meninggal dalam

lima tahun (WHO, 2002).


Pasien dengan sirosis hati kompensata memiliki harapan hidup 10

tahun sekitar 45 sampai 50%. Kompensasi jangka panjang bisa

dipertahankan sekitar 40-45% dari kasus. Pasien terkompensasi akan terjadi

komplikasi berat sekitar 55-60%. (Hadi,2002). Sirosis hati dapat

menyebabkan beberapa komplikasi berat, diantaranya adalah sindroma

hepatorenal.

Sindroma hepatorenal adalah suatu keadaan dimana terjadinya

gangguan fungsi ginjal pada pasien sirosis hepatis tahap lanjut. Sindroma

ini mempunyai gambaran klinis terjadinya penurunan GFR tanpa adanya

kelainan yang lain pada ginjal. Hal yang mendasar penyebab SHR ini

adalah terjadinya vasokonstriksi ginjal dan vasodilatasi perifer, tidak

disertai protein uria dan kelainan histologi ginjal. Diagnosis SHR

ditegakkan pada pasien sirosis hepatis dengan gangguan fungsi ginjal

dengan menyingkirkan penyebab lain kelainan ginjal. Tatalaksana dengan

menggunakan vasokonstriktor perifer yang dikombinasi dan albumin

intravena dapat memperbaiki fungsi ginjal, akan tetapi transplantasi hati

tetap merupakan terapi definitif untuk memperpanjang harapan hidup.

Prognosis pasien dengan SHR ini buruk, harapan hidup pada bulan pertama

hanya 50% dan 6 bulan kemudian hanya 20% (Sayoeti, 2012).

Sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal melibatkan gangguan

fungsi 3 komponen utama yaitu gangguan fungsi hati, gangguan sirkulasi,

dan gangguan fungsi ginjal (Gerbes & Gulberg, 2006). Gangguan fungsi 3

komponen tersebut kemungkinan merupakan penyebab tingginya angka

mortalitas pada pasien sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal.

Rendahnya angka harapan hidup pada pasien sirosis hepatis dengan


penyulit sindroma hepatorenal ini menjadi dasar dilakukan penelitian

tentang gambaran klinis pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma

hepatorenal yang dirawat di instalasi rawat inap medik di RSUD

dr.Soetomo periode 2012 - 2015 untuk mempelajari lebih lanjut tentang

penyakit tersebut agar dapat lebih bisa mempersiapkan tindakan apa yang

tepat diberikan untuk menangani sirosis hepatis dengan penyulit sindroma

hepatorenal.

B. Rumus Masalah
1. Apa saja Anatomi fisiologi Hati ?
2. Apa Pengertian Sirosis hati ?
3. Apa Epidemiologi Sirosis Hati
4. Apa Penyebab Sirosis hati ?
5. Bagaimana Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis ?
6. Bagaimana Patofisiologi Sirosis Hepetis ?
7. Apa Saja Klasifikasi Sirosis Hepatis ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Sirosis Hepatis ?

C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anatomi dan Fisiologis Sistem


1. Anatomi Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat
kurang lebih 1,5 kg (Junqueira dkk., 2007). Hati adalah organ visceral
terbesar dan terletak di bawah kerangka iga (Sloane, 2004).
Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas
abdominalis tepat di bawah diaphragma. Sebagian besar hepar terletak
di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma dextra
memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium, dan cor. Hepar
terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra
(Snell, 2006).
Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena centralis pada masing-
masing lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara
lobulus- lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang
arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus
choledochus (triashepatis). Darah arteria dan vena berjalan di antara
sel-sel hepar melaluisinusoid dan dialirkan ke vena centralis (Sloane,
2004).

2. Fisiologi Hati
Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi
yaitu:
a. Metabolisme karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan
glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan
fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk
banyak senyawa kimia yang penting dari hasil perantara
metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara
lain: mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol,
fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan
karbohidrat.
c. Metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam
amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari
cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan interkonversi
beragam asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam
amino.
d. Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat
penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi
dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan
untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati
mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon dan
zat lain.

Gambar 3. Gambaran makroskopik hati manusia dari anterior (Putz


& Pabst, 2007)
B. Konsep Gangguan Sistem
1. Pengertian Sirosis Hati
Sirosis hati adalah suatu keadaan disorganisassi yang

difuse dari struktur hati akibat nodul regeneratif yang dikelilingi

jaringan yang mengalami fibrosis sehingga sel-sel hati akan

kehilangan fungsinya. Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh

Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti

kuning jingga (orange yellow), karena terjadinya perubahan

warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. Secara lengkap

sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro,

anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati

mengalami perubahan menjadi tidak teratur serta terjadi

penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang

mengalami regenerasi. Penderita sirosis hati lebih banyak

dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum

wanita sekitar 1,6:1 dengan umur terbanyak antara golongan

umur 30 – 59 tahun (Sutadi, 2003).

Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium

terakhir dari penyakit hati kronis. Penyakit ini ditandai dengan

adanya pengerasan hati yang akan menyebabkan penurunan

fungsi hati,perubahan bentuk hati, serta terjadinya penekanan

pada pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah vena

porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal

(Sherlock,2011). Secara klinis atau fungsional sirosis hepatis

dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata dan sirosis hepatis


dekompensata, disertai dengan tanda tanda kegagalan

hepatoseluler dan hipertensi porta (Nurdjana, 2014).

2. Epidemiologi Sirosis Hati


Sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar

ketiga pada penderita usia 45 – 46 tahun. Sirosis hepatis

menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Umur rata – rata

penderita terbanyak golongan umur 30 – 59 tahun dengan

puncaknya sekitar umur 40 – 49 tahun (Nurdjana, 2014).

Sirosis Hepatis yang merupakan suatu tahap akhir dari

hepatitis kronik termasuk masalah kesehatan yang sering

dijumpai di seluruh dunia termasuk Indonesia dengan insidens

yang cukup tinggi. Saat ini diperkirakan lebih dari 2 milyar

penduduk dunia telah terpapar infeksi virus hepatitis B dan

diperkirakan 5 persen penduduk dunia menderita hepatitis B

kronik yang merupakan penyebab terjadinya sirosis hepatis dan

karsinoma hepatoseluler. Begitu pula diperkirakan sebanyak 170

juta penduduk dunia terpapar dengan infeksi virus hepatitis C,

dimana sebagian besar penderita yang terinfeksi virus tersebut

akan menjurus menjadi kronik dan 50 persen akan menjadi

Sirosis Hepatis (Djaya, 2004).

Tahun 2004, sirosis hati merupakan urutan ke 12 dari 15

penyebab kematian terutama di Amerika Serikat dengan

Proportionate Mortality Rate (PMR) 1,1% dan Cause Specific

Death Rate (CSDR) 9,2 per 100.000 penduduk (WHO, 2004).


Skotlandia pada tahun 2002 angka kematian akibat sirosis hati

berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki yaitu 45,2 per 100.000

penduduk dan pada perempuan 19,9 per 100.000 penduduk.

Penelitian oleh Jang di Korea menyatakan bahwa sirosis hati

adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di Korea

dan menduduki urutan ke-8 penyebab kematian tahun 2007.

Secara umum diperkirakan angka insiden sirosis hepatis di rumah

sakit seluruh Indonesia berkisar antara 0,6-14,5% dimana lebih

banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan dengan

perempuan, yaitu sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata- rata terbanyak

antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar

40 – 49 tahun (Maryani,2003).

3. Etiologi
Etiologi sirosis hepatis bermacam-macam, kadang lebih dari satu

sebab ada pada satu penderita. Negara barat alkoholisme kronik

bersama hepatitis C merupakan penyebab yang paling sering

dijumpai (Nurdjana, 2014). Penyebab lain sirosis hepatis

diantaranya virus hepatitis (B,C,dan D), alkohol, kelainan

metabolik, hemakhomatosis, penyakit Wilson, defisiensi

Alphalantitripsin, galaktosemia, tirosinemia, kolestasis, sumbatan

saluran vena hepatika, sindroma Budd-Chiari, payah jantung,

gangguan imunitas, toksin dan obat- obatan, operasi pintas usus

pada obesitas, kriptogenik dan malnutrisi (Sherlock, 2011).

4. Manefistasi Klinis
Perjalanan pernyakit sirosis hati lamban, asimtomatis dan sering kali
tidak dicurigai sampai adanya komplikasi hati. Banyak penderita ini
yang tidak terdiagnosis sebagai sirosis hepatis sebelumnya dan sering
ditemukan waktu autopsi. Diagnosis sirosis hepatis asimptomatis
biasanya dibuat secara insidental ketika tes pemeriksaan fungsi hati
atau penemuan radiologi, sehingga kemudian penderita melakukan
pemeriksaan lebih lanjut dan biopsi hati (Nurdjana, 2014).
Gambaran klinik dan gambaran laboratorium biasanya cukup untuk
mengetahui adanya kerusakan hepar. Walaupun biopsi jarum perkutan
pada hati tidak biasa dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis sirosis
hepatis, tetapi dapat membantu membedakan pasien sirosis hepatis
dengan pasien penyakit hati lain dan menyingkirkan diagnosis bentuk
lain dari kerusakan hati seperti hepatitis virus. Biopsi juga dapat
menjadi alat untuk mengevaluasi pasien sirosis dengan gambaran
klinik sirosis alkoholik, namun menyangkal telah mengkonsumsi
alkohol. Pasien sirosis dengan kolestasis, USG dapat menyingkirkan
diagnosa adanya obstruksi biliaris (Doubatty,2009).

5. Patofisiologi
Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik-reversibel

pada parenkim hati disertai adanya jaringan ikat timbul difus,

pembentukan nodul degeneratif ukuran mikronodul sampe

makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit,

kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit

jaringan ikat, distorsi jaringan vascular berakibat pembentukan

vascular intrahepatik antar pembuluh darah hati aferen dan eferen

dan regenerasi nodular parenkim hati dan sisanya

(Nurdjana,2014).

Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktifitas dari sel

stellate hati. Aktifitas ini dipicu dengan adanya faktor-faktor

inflamasi yang dihasilkan oleh hepatosit dan sel kupffer. Sel

stellate merupakan sel penghasil utama matrix ekstraseluler

setelah terjadi cedera pada hepar. Pembentukan ECM disebabkan


oleh adanya pembentukan jaringan mirip fibroblast yang

dihasilkan sel stellate dan dipengaruhi oleh beberapa sitokin

(Sherlock, 2011).

Deposit ECM di space of disease akan menyebabkan perubahan

bentuk dan merangsang kapilarisasi pembuluh darah.

Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal

aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang

seharusnya di metabolisme oleh hepatosit akan langsung masuk

kealiran darah sistemik dan menghambat material yang

diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan menimbulkan

hipertensi porta dan penurunan fungsi hepatoseluler (Sherlock,

2011).

6. Klafikasi

Menurut laporan GALAMBOS (1975) pada pertemuan


internasional bulan Oktober 1074 di Akapulko, Meksiko

(International Association for the Study of the Liver), telah

disepakati klasifikasi dari sirosis hepatis dalam dua golongan,

yaitu (Melia, 2009):

a) Klasifikasi menurut morfologi :

1) Sirosis mikronoduler

Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah :

ireguler, septal, uniform monolobuler, nutrisional

dan laennec. Gambaran mikroskopis terlihat septa

yang tipis.

2) Sirosis makronoduler

Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah :

postnekrotik, ireguler, postkolaps. Biasanya septa

lebar dan tebal.

3) Kombinasi antara mikro dan makronoduler Sirosis

hepatis jenis ini sering ditemukan.

4) Sirosis septal (multilobuler) yang tak lengkap (in

komplit).

Fibrous septa sering prominent dan parenkim

mungkin mempunyai gambaran asini yang

normal.

b) Klasifikasi menurut etiologinya:


1) Cirrhosis of genetic disorders
2) Chemical cirrhosis
3) Sirosis alkoholik
4) Sirosis infeksius
5) Sirosis biliaris
6) Sirosis kardiak
7) Sirosis metabolic
8) Sirosis kriptogenik
Sirosis diklasifikasikan dengan berbagai cara
berdasarkan atas morfologi, makroskopik,
mikroskopik, etiologi serta kondisi klinisnya.

7. Penatalaksanaan ( Kolaborasi)
a. Tindakan Diagnostik
Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Stadium

kompensasi sempurna kadang-kadang sulit menegakkan

diagnosis sirosis hati. Stadium dekompensasi kadang

tidak sulit menegakkan diagnosis dengan adanya asites,

edema pretibial, splenomegali, vena kolateral, dan

eritema palmaris. Pemeriksaan laboratorium darah tepi

sering didapatkan anemia normositik normokrom,

leukepenia dan trombositopenia. Waktu protrombin

sering memanjang. Tes fungsi hati dapat normal terutama

pada penderita yang masih tergolong kompensata-inaktif.

Stadium dekompensata ditemui kelainan fungsi hati.

Kadar alkali fosfatase sering meningkat terutama pada

sirosis billier. Pemeriksaan elektroforesis protein pada

sirosis didapatkan kadar albumin rendah dengan

peningkatan kadar gama globulin (Behrman,2004).

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan

noninvasif, aman dan mempunyai ketepatan yang tinggi.

Gambaran USG pada sirosis hepatis tergantung pada

berat ringannya penyakit. Keterbatasan USG adalah

sangat tergantung pada subjektifitas pemeriksa dan pada


sirosis pada tahap awal sulit didiagnosis. Pemeriksaan

serial USG dapat menilai perkembangan penyakit dan

mendeteksi dini karsinoma hepato-selular. Pemeriksaan

scanning sering pula dipakai untuk melihat situasi

pembesaran hepar dan kondisi parenkimnya. Diagnosis

pasti sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan

histopatologik jaringan hati yang di dapat dari biopsi

(Jurnalis, 2014).

b. Tindakan Medis
1) Angiografi
Untuk mengukur tekanan vena porta.
2) Skan/ biopsi hati
Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan
hati.
3) Partografi transhepatik perkutaneus Memperlihatkan
sirkulasi sistem vena portal.

c. Terapi Farmakologi
a. Spironolactone,Untuk mengurangi kelebihan cairan di
dalam tubuh.
b. Propranolol,Untuk mengurangi tekanan yang tinggi di
dalam hati.
c. Mengonsumsi suplemen untuk mengatasi kekurangan
nutrisi dan mencegah pengeroposan tulang.
d. Menggunakan krim untuk mengatasi rasa gatal.
e. Mengikat pembuluh darah yang melebar di
kerongkongan dan berisiko menimbulkan perdarahan,
dengan gastroskopi.

d. Terapi diet
1) Energi: Kebutuhan energi meningkat untuk
memperbaiki kekurangan gizi yang berkepanjangan dan
untuk mendorong regenerasi hati. Kebutuhan kalori
adalah antara 2000-2500 kalori per hari.
2) Protein: Diet protein tinggi sangat membantu untuk
regenerasi hati dan mengisi ulang protein plasma. Jika
tidak dalam keadaan koma hepatik, disarankan asupan
protein tinggi sekitar 1.2gm / kg berat badan. Jika
pasien dalam keadaan pra koma atau koma, asupan
protein harus dihentikan sampai pasien melawati masa
krisis
3) Karbohidrat: Karbohidrat harus diberikan agar hati
dapat menyimpan glikogen. Fungsi hati akan membaik
dengan jumlah glikogen yang memadai dalam hati.
Setidaknya sekitar 60% dari kalori harus berasal dari
karbohidrat. Ini menyediakan energi dan melindungi
hati dari kerusakan lebih lanjut.
4) Fiber: Serat penggangu harus dihilangkan. Oleh karena
itu sereal olahan dan sayuran rendah serat dan buah-
buahan harus dimasukan dalam menu makanan.
5) Lemak: Banyak pasien sirosis menderita malabsorpsi
lemak dan oleh karena itu, pembatasan lemak akan
membantu pasien. Jumlah lemak yang dimasukkan
dalam diet bervariasi, tergantung pada tingkat toleransi
setiap individu.
Lemak emulsi seperti lemak dari susu, mentega, krim,
telur harus diberikan karena mudah dicerna. Trigliserida
rantai menengah yang ada dalam minyak kelapa
direkomendasikan karena ini secara langsung diserap
tanpa mengalami proses pencernaan.
6) Vitamin: vitamin larut lemak seperti vitamin A, B tidak
dapat diserap oleh tubuh dengan baik karena
berkurangnya asupan dan gangguan penyerapan lemak.
Jadi suplementasi vitamin larut lemak diperlukan.
7) Mineral: Jumlah kalsium yang cukup dan magnesium
harus disediakan dalam diet. Asupan natrium harus
dibatasi jika ada retensi air dalam tubuh.
Catatan:
a) Sajikan makanan lunak dengan tekstur halus.
b) Pasien dengan penyakit yang akut mungkin
memerlukan diet cairan dengan 6-8 kali dalam
sehari.
c) Batasi penggunaan garam dalam setiap makanan.
d) Pasien harus didorong untuk makan.
e) Hindari makan dalam jumlah banyak.
f) Makanan yang perlu dimasukkan: gula, madu,
glukosa, sereal, kacang-kacangan, susu dan produk
susu, telur, buah-buahan, dan sayuran.
g) Makanan yang harus dihindari: makanan yang
digoreng dan berlemak, berminyak, minyak sayur,
serta sayuran dan makanan yang terlalu dibumbui
8. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang utama adalah hipertensi portal,

asites, peritonitis bakterial spontan, pendarahan varises esofagus,


sindroma hepatorenal dan kanker hati (Nurdjana, 2014).

Komplikasi sirosis dapat terjadi secara fungsional, anatomi

ataupun neoplastik. Kelainan fungsi hepato-selular disebabkan

gangguan kemampuan sintesis, detoksifikasi ataupun kelaian

sistemik yang sering melibatkan organ ginjal dan endokrin.

Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan

bentuk parenkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan

menyebabkan terjadinya hipertensi portal, dengan perubahan alur

pembuluh darah balik yang menuju viseral baik intra maupun

ekstra hepatal. Sirosis yang dibiarkan dapat berlanjut dengan

proses degeneratif yang neoplastik dan dapat menjadi karsinoma

hepato-selular. Komplikasi dari sirosis dapat berupa kelainan

ginjal berupa sindroma hepatorenal, nekrosis tubular akut. Juga

dapat terjadi ensefalopati porto-sistemik, perdarahan varises,

peritonitis bakterialis spontan (Jurnalis, 2014).

9. Upaya Pencegahan
a. Membatasi Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol berlebih bisa meningkatkan terjadinya
sirosis karena alkohol bisa memberatkan beban kerja hati dan
merusak fungsinya secara terus-menerus secara perlahan. Itu
sebabnya bagi kamu yang gemar konsumsi alkohol, dianjurkan
untuk tidak konsumsi secara berlebihan. Standar batas
konsumsi alkohol untuk orang dewasa adalah maksimal 20
gram alkohol per hari. Ukuran ini setara dengan 1.5 kaleng bir
atau wine per hari.
b. Melindungi Diri dari Infeksi Virus Hepatitis
Infeksi virus hepatitis B dan C bisa menyebabkan sirosis. Itu
sebabnya kamu perlu melindungi diri dari hepatitis untuk
mencegah terjadinya sirosis, yaitu dengan tidak berganti-ganti
pasangan dan menggunakan kondom saat berhubungan seksual
(safe sex), serta melakukan vaksinasi untuk mencegah hepatitis
B.
c. Menerapkan Pola Makan Sehat
Konsumsi makanan sehat bergizi seimbang, terutama sayuran
dan buah-buahan. Demi mencegah perlemakan hati yang bisa
menyebabkan kerusakan, kamu dianjurkan mengonsumsi
makanan yang rendah lemak untuk membantu menurunkan
lemak berlebih dalam tubuh.
d. Rutin Berolahraga
Berolahraga bukan hanya bisa menurunkan berat badan, tapi
juga menjaga berat badan tetap ideal agar terhindar dari risiko
kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas. Selain itu,
olahraga mencegah perlemakan hati yang merupakan faktor
risiko sirosis. Pilih olahraga yang kamu sukai dan lakukan
secara rutin, setidaknya 15 - 30 menit tiap hari.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai
berikut:
a) Demografi
1) Usia : diatas 30 tahun
2) Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
3) Pekerjaan : riwayat terpapar toksin
b) Riwayat Kesehatan
1) Riwayat hepatitis kronis
2) Penyakit gangguan metabolisme : DM
3) Obstruksi kronis ductus coleducus
4) Gagal jantung kongestif berat dan kronis
5) Penyakit autoimun
6) Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
c) Pola Fungsional
1) Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis,
perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati
menimbulkan gagal hati), disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ;
vena abdomen distensi.
3) Eliminasi Gejala :
Flatus.
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena,
urine gelap, pekat.
4) Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna, mual/ muntah.
Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering,
turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor
hepatikus, perdarahan gusi.

5) Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan
kepribadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/
tak jelas.
6) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas. Tanda :
Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
7) Pernapasan Gejala :
Dispnea.
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan,
ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia.
8) Keamanan Gejala :
Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik,
ekimosis, petekie.
9) Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis)

d) Pemeriksaan Fisik
1) Tampak lemah
2) Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada
kelebihan cairan)
3) Sclera ikterik, konjungtiva anemis
4) Distensi vena jugularis dileher
5) Dada :
 Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
 Penurunan ekspansi paru
 Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
 Disritmia, gallop
 Suara abnormal paru (rales)
6) Abdomen :
 Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
 Penurunan bunyi usus
 Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
 Nyeri tekan ulu hati
7) Urogenital :
 Atropi testis
 Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)
8) Integumen :
Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
9) Ekstremitas :
Edema, penurunan kekuatan otot

2. Diagnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
asites.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam
empedu pada kulit.
f. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
h. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan
amonia dalam darah.
3. Intervensi dan Rasional

Diagnosa keperawatan dengan intervensi dan rasional sebagai berikut:

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,


asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas.
b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/menit)
tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan.
c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala
pernapasan dangkal. Tidak mengalami gejala sianosis.

Intervensi :

1) Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan.


Rasional : Pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada
hubungan dengan akumulasi cairan dalam abdomen.
2) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, posisi miring.
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan
pada diafragma.
3) Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam, dan batuk.
Rasional : Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.
4) Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Untuk mencegah hipoksia.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


inadekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan peningkatan berat badan secara progresif.
2) Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.

Intervensi :
1) Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan.
2) Berikan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin
berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen/ asites.
3) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.
Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi
dan rasa tidak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
4) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai
indikator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/
asites.
5) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin,
total protein dan amonia.
Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis,
penurunan simpanan glikogen, atau masukan tidak adekuat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
terjadi balance cairan.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan
pemasukan dan pengeluaran.
b. Berat badan stabil.
c. Tanda vital dalam rentang normal dan tidak ada edema.

Intervensi :

1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif.


Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi.
2) Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas dan
terjadinya bunyi tambahan.
Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan
konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi.
3) Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
4) Awasi TD dan CVP.
Rasional : Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan
kelebihan volume cairan.
5) Awasi albumin serum dan elektrolit.
Rasional : Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan
osmotik koloid plasma, mengakibatkan edema.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran
terhadap aktivitas.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan klien.
b. Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat
yang cukup.
c. Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan
bertambahnya kekuatan.

Intervensi :

1) Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).


Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi
proses penyembuhan.
2) Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
3) Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.
Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien
untuk melakukan latihan dalam batas toleransi klien.
4) Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan
periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan
percaya diri.
5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam
empedu pada kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
integritas kulit terjaga.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan
batang tubuh.
b. Tidak memperlihatkan luka pada tubuh.
c. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema,
perubahan warna atau peningkatan suhu didaerah tonjolan
tulang.

Intervensi :

1) Batasi natrium seperti yang diresepkan.


Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
2) Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu
suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
3) Balik dan ubah posisi klien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan
mobilisasi edema.
4) Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas
edematous.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
5) Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan
tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan
trauma jika dilakukan dengan benar.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan
metabolismprotein.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan.
b. Menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.

Intervensi :

1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal.


Rasional : Traktus GI paling bisa untuk sumber perdarahan
sehubungan dengan mukosa yang mudah rusak dan gangguan
dalam homeostasis karena sirosis.
2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau
lebih sumber.
Rasional : Adanya gangguan faktor pembekuan.
3) Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP
dapat menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi,
memerlukan evaluasi lanjut.
4) Awasi Hb/ Ht dan faktor pembekuan.
Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif.
5) Catat perubahan mental/ tingkat kesadaran.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi
jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Menunjukkan teknik
melakukan perubahan pola hidup untuk
b. menghindari infeksi ulang.

Intervensi :

1) Kaji tanda vital dengan sering.


Rasional : Tanda adanya syok septik.
2) Lakukan teknik isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan
efektif.
Rasional : Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
3) Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko
komplikasi sekunder.
4) Berikan obat sesuai indikasi : antibiotik.
Rasional : Pengobatan untuk mencegah/ membatasi infeksi
sekunder.
8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan
amonia dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
tidak terjadi perubahan proses pikir.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan tingkat mental/ orientasi kenyataan.
b. Menunjukkan perilaku/ pola hidup untuk
mencegah/meminimalkan perubahan mental.

Intervensi :

1) Observasi perubahan perilaku dan mental.


Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.
2) Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental
klien.
Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status
saat ini
3) Pertahankan tirah baring, bantu aktivitas perawatan diri.
Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan,
menurunkan kebutuhan metabolik hati.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit,
pH, BUN, glukosa dan darah lengkap.
Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis
metabolik, hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan
terjadinya koma hepatik.

Anda mungkin juga menyukai