DOSEN PENGAMPU
KELOMPOK 5
DOMINATRI
HESTI YULIANAH
MIR’ATIL HAYATI
2020/2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga
penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi
pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan
intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku
kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon
terhadap kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan
individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya
sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah
dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini,
peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung
tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.
2. Peserta
Jumlah peserta :
Pendidikan :
Umur rata-rata :
Peserta telah memiliki kemampuan tentang :
3. Kelas/ruangan
4. Pengajar
Pengajar adalah mahasiswa keperawatan dari STIKES Mataram
B. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional umum
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga mengetahui
tindakan yang dilakukan dalam merawat penderita dengan masalah perilaku
kekerasan.
2. Tujuan Instruksional khusus
Setelah diberikan penyuluhan diharapakan pasien dan keluarga dapat:
a. Menyebutkan kembali pengertian perilaku kekerasan
b. Menyebutkan kembali penyebab perilaku kekerasan
c. Menyebutkan kembali rentang respons marah
d. Menyebutkan kembali tanda dan gejala perilaku kekerasan
e. Menyebutkan kembali peran keluarga dalam merawat penderita dengan
masalah perilaku kekerasan
C. MATERI
Materi penyuluhan terlampir:
1. Definisi pengertian perilaku kekerasan
2. Penyebab pengertian perilaku kekerasan
3. Rentang respons marah pengertian perilaku kekerasan
4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pengertian perilaku kekerasan
5. Peran keluarga dalam merawat penderita dengan masalah perilaku kekerasan
D. METODE
Ceramah
Demonstrasi
Tanya jawab
E. MEDIA
leaflet
power point
F. ALAT
Pada penyuluhan RPK kelompok tidak menggunakan alat ataupun bahan dalam
penyampaiaan materi penyuluhan.
G. SETTING PENYULUHAN
FA
O
SI
BS
LI
ER
T
V
PEMATERI
A
ER
T
O
PESERTA
PENYAJI
4 5 Menit Penutup :
1. Feedback materi 1. Menyebutkan sesuai
2. Menyimpulkan materi yang telah materi yang diberikan
diberikan 2. Mendengarkan dan
3. Membagi leaflet membalas salam
4. Mengucapkan terima kasih dan salam 3. Menerima leaflet
penutup
I. PENGORGANISASIAN
Pembimbing : I Made Eka Santosa,S.Kep.,M.Kep
Moderator : Hesti yulianah
Penyaji : Asri wati sarifudin
Fasilitator : Ova Dwi Annova dan Dominatri
Observer : Mir’atil hayati
Deskribsi tugas
1. Moderator : Memandu jalannya acara penyuluhan
2. Penyaji : Menyajikan materi kepada peserta
3. Observer : Menilai jalannya acara penyuluhan
4. Fasilitator : Mendampingi peserta dan memotivasi peserta untuk
tetap mengikuti acara
J. KRITERIA EVALUASI
1. Kriteria struktur
Peserta hadir di tempat penyuluhan tepat waktu
Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di STIKES Mataram
Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
2. Kriteria proses
Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3. Kriteria hasil
Pasien dapat menjawab pertanyaan tentang materi yang telah disampaikan
Jumlah peserta yang hadir dalam penyuluhan adalah semua pasien
Pasien antusias terhadap materi penyuluhan yang disampaikan
Pasien mendengarkan penyuluhan dengan seksama
Pasien mengajukan pertanyaan
K. SUMBER KEPUSTAKAAN/ DAFTAR PUSATAKA
1. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
2. Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.
3. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
5. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 1995
6. WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC
; Jakarta.
L. LAMPIRAN MATERI DAN LEAFLET
MATERI
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995). Perilaku kekerasan adalah perilaku individu
yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau
seksualitas (Nanda, 2005). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).
2. Penyebab
Menurut Stearen, kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu :
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiayaan atau saksi penganiayaan juga berpengaruh. Sesorang
yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya
menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya maka dia menghadapinya dengan kekerasan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan. Manusia pada umumnya mempunyai keinginan
untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya. Sehingga
Kebutuhan akan status dan prestise juga mempengaruhi perilaku seseorang untuk
melakukan kekerasan
3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima (permisive).
4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu mempunyai
kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya
individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
a. Assertif
Mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa
merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi
Respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan yang tidak realistis.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif
Respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang
agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap
orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan
perlakuan yang sama dari orang lain. Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang
masih terkontrol.
e. Mengamuk
Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan
ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Tindakan
destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.
4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
a. Fisik
Muka merah dan tegang
Mata melotot/ pandangan tajam
Tangan mengepal
Rahang mengatup
Postur tubuh kaku
Jalan mondar-mandir
b. Verbal
Bicara kasar
Suara tinggi, membentak atau berteriak
Mengancam secara verbal atau fisik
Mengumpat dengan kata-kata kotor
Suara keras
Ketus
c. Perilaku
Melempar atau memukul benda/orang lain
Menyerang orang lain
Melukai diri sendiri/orang lain
Merusak lingkungan
Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
5. Akibat Dari Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi
dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan
perabot, membakar rumah dll.
6. Hal - hal yang dapat dilakukan keluarga yang mempunyai keluarga yang
mempunyai perilaku kekerasan
a. Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan minat bakat
anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan sehingga diharapkan dapat
meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
b. Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak terkait
contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu menyelesaiakan konflik
sebelum terjadi tindakan kekerasan.
c. Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang dapat membahas dan
melaporkan perkembangan anggota keluarga yang mengalami risiko pelaku kekerasan
terutama dari segi kejiwaan antara pengajar dengan pihak keluarga terutama orangtua.
7. Peran keluarga Dalam Penanganan Perilaku Kekerasan
a. Mencegah terjadinya perilaku amuk :
Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga
Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga yang berada
dalam kesulitan
Saling menghargai pendapat dan pola pikir
Menjalin keterbukaan
Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha memperbaiki
kekurangan tersebut
Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada anggota
keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat anggota
dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang pentingnya minum
obat dalam mempercepat penyembuhan.
Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah
dilatih di rumah sakit.
Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan marah.
Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota keluarga
risiko pelaku kekerasan.
keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir kesempatan
melakukan perilaku kekerasan
b. Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan klien :
Menarik nafas dalam
Memukul-mukul bantal
Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien mengucapkan apa yang tidak
disukai klien
Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu’ dan shalat
Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur.
c. Bila Klien dalam PK
Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu membawa klien ke
rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa usahan utamakan keselamatan diri klien dan
penolong.