Disusun Oleh
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki orang
sekitarnya, membanting-banting barang, mencederai diri sendiri dan orang lain, bahkan
membakar rumah, mobil dan sepeda motor.
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau murah
yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Gangguan jiwa perilaku kekerasan dapat
terjadi pada setiap orang memiliki tekanan batin yang berupa kebencian terhadap seseorang.
maka seseorang yang memiliki gangguan jiwa perilaku kekerasan ini perlu mendapatkan
perhatian khusus dalam perawatan supaya resiko tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri
dan orang lain bisa diperkecil.
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk merupakan respon
kemarahan yang paling maladatif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang
kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan (Keliat, 2010).
Perilaku kekerasan adalah tingakah laku individu yang ditunjukkan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba
dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara
fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah,
mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral).
Perilaku kekerasan merupakan sutu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak
lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008).
BAB II
KONSEP DASAR
1. Definisi
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara fluktuasi
sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan
sebagai ancaman (Stuart & Sundeen: 2005).
Perilaku kekerasan merupakan tingkah laku/perilaku individu yang ditujukan untuk
melukai atau membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku/perilaku itu. Hal ini merupakan bentuk dari ungkapan
perasaan kesal yang tidak konstruktif.
2. Etiologi
Ada beberapa faktor, yang menyebabkan pasien mengamuk antara lain:
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Townsend (2005)
adalah:
a. Teori Biologik
1) Neurobiologik
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
1) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan
genetik karyotype XYY.
2) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak khususnya, yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal, traumma otak yang menimbulkan perubahan serebral, dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
c. Teori Psikologi
1. Teori psikoanalitik
2. Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep
diri rendah.
3. Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua
mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.
d. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap
perilaku agresif. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila
individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan mengeluarkan respon marah apabila merasa dirinya
terancam. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin tidak menyadari sama sekaliapa yang
menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama-
sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal. Contoh
stressor eksternal yaitu serangan secara fisik, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna,
dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari stressor eksternal yaitu gagal
dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang di cintai, dan ketakutan terhadap penyakit
yang diderita. Bila dilihat dari sudut pandang perawatan terhadap klien, maka faktor yang
mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua yaitu:
a. Klien dengan kelemahan fisik, keputus asaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.
b. Lingkungan seperti ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik interaksi
sosial.
Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan.
d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung dengan
hasil observasi.
1. Data Subjektif
a. Ungkapan berupa ancaman
b. Ungkapan kata-kata kasar
c. Ungkapan ingin memukul/melukai
2. Data Objektif
a. Wajah memerah dan tegang.
b. Pandangan tajam.
c. Otot tegang.
d. Mengatup rahang dengan kuat.
e. Mengepalkan tangan.
f. Bicara kasar.
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak.
h. Berdebat.
i. Mondar-mandir.
j. Memaksakan kehendak.
k. Memukul jika tidak senang.
l. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
m. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasien berada pada
risiko tinggi.
n. Memperlihatkan permusuhan .
o. Melempar atau memukul benda atau orang lain.
4. Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan
Menurut Iyus Yosep (2009) kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari
internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan
stressor eksternal bisa berasal dari lingkungan seperti ledekan, cacian, makian, hilangnya benda
berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan
kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption and loss). Hal yang terpenting adalah
bagaimana individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut
(personal meaning).
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.
Rentang Respon Perilaku Kekerasan
Respon Adaptif Respon Maladaptif
b. Menekan
c. Menantang
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini
dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan
dan akan tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.
1. Respon Adatif
a. Asertion adalah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah,
rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain.
b. Frustasi adalah individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
menemukan alternative.
2. Respon Maladatif
a. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu,
pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
b. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak
dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak berupa muka kusam,
bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
c. Ngamuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol dari
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi data-data demografi seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempat tinggal klien.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain.
3. Alasan Masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga dengan menanyakan pertanyaan berikut:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya?
4. Tinjauan kembali riwayat klien untuk danya stressor pencetus dan data signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru dialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
5. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya
mungkin terjadi/tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor tersebut dialami oleh individu
dengan faktor:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasaan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima (permisive).
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
6. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien , lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya
diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarahpada penghinaan, kehilangan orang
yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi
sosial provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekeraaan.
7. Tanda dan Gejala
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa kerumah sakit
adalah perilaku kekersan dirumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan
cara obsevasi dan wawancara. Data perilaku kekerasan yang diperoleh melalui observasi dan
wawancara tentang perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang.
b. Pandangan tajam.
c. Mengatupkan rahang dengan kuat.
d. Mengepalkan tangan.
e. Jalan mondar-mandir.
f. Bicara kasar.
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak.
h. Mengancam secara verbal atau fisik.
i. Melempar atau memukul benda/orang lain.
j. Merusak barang atau benda.
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah perilaku kekerasan. tanda-tanda
kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
B. ANALISA DATA
Data Masalah Keperawatan
DS: Perilaku Kekerasan
Klien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang. Klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya
jikasedang kesal atau marah.
DO:
Mata merah, wajah agak merah, nada suara
tinggi dan keras, pandangan tajam.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan harga diri rendah
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
2 Gangguan TUM :
konbsep diri Klien memiliki
berhubungan konsep diri yang
dengan harga positif
diri TUK 1 : Setelah dilakukan tiga 1. Bina hubungan saling
Klien dapat kali interaksi klien percaya dengan
membina menunjukkan: menggunakan prinsip
hubungan saling 1. Wajah bersahabat komunikasi traupetik:
percaya denga 2. Menunjukkan 1. Mengucapkan
perawat rasa senang salam
1. Klien dapat 3. Ada kontak mata 2. Sapa klien denga
mengidentifik 4. Mau berjabat ramah baik verbal
asi aspek tangan maupun non verbal
positif dan 5. Mau 3. Perkenalkan diri
kemampuan menyebutkan dengan sopan
yang dimiliki nama 4. Tanyakan nama
6. Mau menjawab lengkap dan nama
salam panggilan yang
7. Klien mau duduk disukai klien
berdampingan 5. Jelaskan tujuan
dengan perawat pertemuan klien
8. Mau 6. Jujur dan menepati
mengutarakan janji
masalah yang 7. Tunjukan sikap
dihadapi empati dan
menerima klien
apa adanya
8. Beri perhatian dan
perhatikan
kebutuhan klien
Tingkatkan kegiatan
sesuai kondisi klien
Diskusikan
kemungkinan
pelaksanan kegiatan
setelah pulang
TUK 6: Setelah tiga kali interaksi 6. Beri pendidikan
Klien dapat klien memanfaatka sistem kesehatan pada
memanfaatkan pendukung yang ada di keluarga tentang cara
sistem keluarga merawat klien dengan
pendukung yang harga diri rendah
ada
Bantu keluarga
memberikan
dukungan selama
klien dirawat
Agesti, Linda. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
https://www.academia.edu/34368570/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PASIEN_DENGAN_RISIK
O_PERILAKU_KEKERASAN, diakses pada tanggal 04 September 2020 Pukul 13.00
Akharinto, Nasyido. 2019. Asuhan Keperawatan Ny. H.G Dengan Perilaku Kekerasan Di ruang
Isolasi Rumah Sakit Jiwa Naimata Kupang.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1926/1/NASYAHDA%20A.%20FATU%20LOASANA.p df ,
dr. Hardiyanti. 2016. Asuhan Keperawatan Tn. M.B dengan Perilaku Kekerasan.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1851/1/KTI_%28VERDIANA_NADEK%29.pdf, diakses pada
tanggal 04 September 2020 pukul 15.00