Anda di halaman 1dari 17

Makalah

INOVASI PEMBELAJARAN SAINS


“MODEL PEMBELAJARAN”
Dosen Pengampu : Dr. Afadil, S.Pd., M.Si.

Disusun oleh:

Nurul Ainun : NURUL AINUN


Stambuk : A 202 19 022

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN SAINS


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah dari mata kuliah Asesmen Pembelajaran Sains dengan judul “Model Pembelajaran”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, sehingga makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Palu, 12 Desember 2019

Nurul Ainun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................2
.1 Model Pembelajaran......................................................................................................2
.2 Komponen Model Pembelajaran..................................................................................7

BAB III PENUTUP...................................................................................................................13


3.1 Kesimpulan..................................................................................................................13
3.2 Saran.............................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar
individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses
tersebut melalui berbagai pengalaman. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku,
yaitu guru dan siswa. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait dengan bahan
pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan, seni,
agama, sikap, dan keterampilan. Hubungan antara guru, siswa dan bahan ajar bersifat dinamis
dan kompleks. Untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa
komponen yang dapat menunjang, yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen strategi
belajar mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut saling terkait dan
saling mempengaruhi satu sama lain. Dan komponen-komponen pembelajaran tersebut harus
diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang
akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori
sebagai pijakan dalam pengembangannya. Biasanya mempelajari model-model pembelajaran
didasarkan pada teori belajar yang dikelompokan menjadi empat model pembelajaran. Model
tersebut merupakan pola umum prilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Jocyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum dan pembelajaran di
kelas atau di luar kelas. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guruboleh
memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud model pemebelajaran ?
2. Apa saja komponen model pembelajaran ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan model pembelajaran.
2. Mengetahui apa saja komponen yang ada dalam model pembelajaran.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Model Pembelajaran


A. Pengertian Model Pembelajaran
Secara kharfiah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang di gunakan untuk
merepresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan di konversi untuk sebuah bentuk yang lebih
komprehensif (Meyer, W.J., 1985:2). Lalu apa yang dimaksud dengan model pembelajaran itu
sendiri? Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di gunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film,
computer, kurikulum dan lain-lain (joyce, 1992:4). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap
model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu
peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Adapun Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000:10) mengemukakan maksud dari model
pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi
sebagai pedoman bagi paraperancang pembelajaran dan parapengajar dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar”. Dengan demikian, aktivitas peembelajaran benar-benar merupakan
kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode,
atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat cirri khusus yang tidak dimiliki strategi,
metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:
1) Rasional teoritis logis yang di susun oleh para pencipta atau pengembangnya;
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang
akan di capai)
3) Tingkah laku mengajar yang di perlukan agar model tersebut dapat di laksanakan dengan
berhasil;
4) Lingkungan belajar yang di perlukan agar tujuan pembelajaraan itu dapat tercapai (Kardi
dan Nur, 2000:9).

v
Selain ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran menurut Nieveen (1999), suatu
model pembelajaran di katakan baik jika memenuhi criteria sebagai berikut :
1) SAHIH (valid), aspek validitas di kaitkan dengan dua hal yaitu, (1) apakah model yang di
kembangkan didasarkan pada rasional teoritis yang kuat; (2) apakah terdapat konsistensi
internal.
2) PRAKTIS, aspek kepraktisan hanya dapat di penuhi jika, (1) para ahli dan praaktisi
menyatakan bahwa apa yang di keembangkan dapat di terapkan (2) kenyataan menunjukan
bahwa apa yang di kembangkan tersebut dapat di terapkan.
3) EFEKTIF, berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen memberikan parameter sebagai
berikut, (1) ahli dan praktisi berdasar pengalaamannya menyatakan bahwa model tersebut
efeektif; (2) secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang di
harapkan.
Menurut Khabibah (2006), bahwa untuk melihat tingkat kelayakan suatu model
pembelajaran untuk aspek validitas di butuhkan ahli dan praktisi untuk memvalidasi model
pembelajaran yang di kembangkan. Sedangkan  untuk aspek kepraktisan dan evektivitas di
perlukan suatu peerangkat pembelajaaran untuk melaksanaakan model pembelajaraan yang di
kembangkan. Sehingga untuk melihat dua aspek itu perlu di kembangkan suatu perangkat
pembelajaran untuk suatu  topic tertentu yang sesuai dengan model pembelajaran yang di
kembangkan. Selain itu dikembangkan pula instrument penelitian yang sesuai dengan tujuan
yang di inginkan.
Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus di pilih model
pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam
memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya,
materi pembelajaraan, tingkat perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang
tersedia, shingga tujuan peembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Dengan demikian, merupakan hal yang sangat peenting bagi para pengajar untuk
mempelajari dan menambah wawasan tentang model peembelajaran yang telah diketahui.
Karena dengan menguasai beberapa model pembelajaran, maka seorang guru dan dosen akan
merasakan adanya kemudahan di dalam pelaksanaan pembelajaran dikelas, sehingga tujuan
pembelajaran yang hendak kita capai dalam proses pembelajaran dapat tercapai dan tuntas sesuai
yang di harapkan.

vi
B. MODEL PENGELOLAAN  PEMBELAJARAN
Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila proses belajar mengajar yang
diselenggarakan efektif dan berguna untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Karena pada
dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, dan
guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses
pembelajaran. Oleh karena itu pendidik dan khususnya Kepala Sekolah dituntut untuk
meningkatkan peran dan kompetensinya, dalam mengorgainasi atau mengelola pembelajaran
dengan menciptakan lingkungan belajar yang efektif, efisien dan menyenangkan agar hasil
belajar peserta didik berada pada tingkat yang optimal.
Dalam kegiatan pembelajaran, seoran pendidik dapat memainkan berbagai peran pengelola
pembelajaran sebagai demonstrator, pengelola kelas, mediator dan fasilitator/mentor dan sebagai
evaluator. Sebagai tenaga profesional, seorang pendidik dituntut mampu mengelola kelas yaitu
menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya tujuan
pengajaran.
Pengelolaan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan ketertiban
kelas, tetapi ngengertian pengelolaan pembelajaran ini telah mengalamai perkembangan dan
diartikan proses seleksi dan menggunakan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi
pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
penanggung jawab kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar dicapai kondisi yang optimal
sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar mengajar seperti yang diharapkan (Arikunto, 1986:
143).
Fungsi pengelolaan pembelajaran sangat mendasar sekali karena kegiatan pendidik dalam
mengelola pembelajaran meliputi kegiatan mengelola tingkah laku peserta didik dalam kelas,
menciptakan iklim sosio emosional dan mengelola proses kegiatan kelompok, sehingga
keberhasilan pendidik dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar mengajar
berlangsung secara efektif.
Menurut berbagai sumber belajar tujuan pengelolaan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1)    Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai
kelompok belajar yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
semaksimal mungkin.

vii
2)    Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi belajar
mengajar.
3)    Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan
memungkinkan peserta didik belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan
intelektual peserta didik dalam kelas.
4)    Membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta
sifat-sifat individunya.
5)    Menciptakan suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan
intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada peserta didik.
6)    Memfasilitasi setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai
tujuan pengajaran secara efektif dan efisien
C. Prinsip-Prinsip Pengelolaan pembelajaran
Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan pembelajaran dibagi menjadi dua
golongan yaitu, faktor internal dan faktor eksternal peserta didik. Faktor internal peserta didik
berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian peserta didik denga ciri-
ciri khasnya masing-masing menyebabkan peserta didik berbeda dari peserta didik lainnya sacara
individual. Perbedaan sacara individual ini dilihat dari segi aspek yaitu perbedaan biologis,
intelektual, dan psikologis.
Faktor eksternal peserta didik terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar,
penempatan peserta didik, pengelompokan peserta didik, jumlah peserta didik, dan sebagainya.
Masalah jumlah peserta didik di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah
peserta didik di kelas, misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi
konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah peserta didik di kelas cenderung lebih kecil terjadi
konflik.
Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan pembelajaran dapat
dipergunakan prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran sebagai berikut.
1. Hangat dan Antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Pendidik yang hangat dan
akrab pada anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktifitasnya
akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan pembelajaran.

viii
2. Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan yang santun, arif, ramah dan
menantang akan meningkatkan gairah peserta didik untuk belajar sehingga mengurangi
kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
3. Bervariasi. Penggunaan alat atau media, gaya mengajar pendidik, pola interaksi antara
pendidik dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian
peserta didik. Kevariasian ini merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan pembelajaran
yang efektif dan menghindari kejenuhan.
4. Keluwesan. Keluwesan tingkah laku pendidik untuk mengubah strategi mengajarnya dapat
mencegah kemungkinan munculnya gangguan peserta didik serta menciptakan iklim
belajarmengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan
seperti keributan peserta didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
5. Penekanan pada hal-hal yang Positif. Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, pendidik
harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian pada hal-
hal yang negative. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan
pendidik terhadap tingkah laku peserta didik yang positif daripada mengomeli tingkah laku
yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif
dan kesadaran pendidik untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya
proses belajar mengajar.
6. Penanaman Disiplin Diri. Tujuan akhir dari pengelolaan pembelajaran adalah anak didik
dapat mengembangkan dislipin diri sendiri dan pendidik sendiri hendaknya menjadi teladan
mengendalikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, pendidik harus disiplin dalam
segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.

ix
2.2 Komponen Model Pembelajaran
Model-model dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam
berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja secara produktif
dalam masyarakat. Dalam hal ini, akan dipelajari 3 model pembelajaran yang termasuk ke dalam
pendekatan pembelajaran sosial, yaitu (1) model pembelajaran bermain peran, (2) model
pembelajaran simulasi sosial, dan (3) model pembelajaran telaah atau kajian yurisprudensi.  
1. Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
Model role playing (bermain peran) adalah model pembelajaran dengan cara memberikan
peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah
pentas. Bermain peran (role playing) adalah salah satu model pembelajaran interaksi sosial yang
menyediakan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif
dengan personalisasi. Oleh karena itu, bentuk pengajaran role playing memberikan pada murid
seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman
sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai
suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar
kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa tutur.
Model pembelajaran bermain peran (role playing) dibuat berdasarkan asumsi bahwa
sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan
nyata, bermain peran dapat mendorong murid mengekspresikan perasaannya dan bahkan
melepaskannya, dan bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta
mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.
Model role playing dapat membimbing anak didik untuk memahami prilaku dan peran
mereka dalam interaksi sosial, agar mampu memecahkan masalah-masalah dengan lebih efektif.
Role playing dirancang secara husus oleh Fannie dan George Shaftel untuk membantu anak didik
mempelajari dan merefleksikan nilai-nilai sosial, membantu mereka mengumpulkan dan
mengolah informasi, mengembangkan empati dan memperbaiki keterampilan sosial mereka.
Dengan penyesuaian yang cocok, model ini dapat diterapkan pada siswa di seluruh tingkat umur.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan, bahwa model role
playing adalah model bermain peran dengan cara memberikan peran-peran tertentu atau
serangkaian situasi-situasi belajar kepada murid dalam bentuk keterlibatan pengalaman

x
sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan didramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah
pentas.
a. Sintaks
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam model pembelajaran bermain peran
menurut Suherman adalah:
- Menyiapkan skenario pembelajaran
- Menunjuk beberapa murid untuk mempelajari skenario tersebut
- Pembentukan kelompok murid
- Penyampaian kompetensi
- Menunjuk murid untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya
- Kelompok murid membahas peran yang dilakukan oleh pelaku.
- Presentasi hasil kelompok
- Bimbingan penyimpulan dan refleksi.
Sedangkan menurut Hamzah B.Uno, Prosedur bermain peran terdiri atas sembilan langkah,
yaitu: (1) persiapan/pemanasan, (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat (observer), (4)
menata panggung atau tempat bermain peran, (5) memainkan peran, (6) diskusi dan evaluasi, (7)
memainkan peran ulang, (8) diskusi dan evaluasi kedua, dan (9) berbagi pengalaman dan
kesimpulan.
b. Prinsip Reaksi
Untuk model pembelajaran ini, ada 5 prinsip reaksi yang penting.
1) Pertama, guru harus menerima tanggapan dan saran siswa, terutama pendapat dan perasaan
mereka, tetapi tidak dengan mengevaluasi.
2) Kedua, guru harus menanggapi sedemikian rupa sehingga membantu siswa mengeksplorasi
berbagai sisi situasi masalah, mengenali dan membedakan titik pandang alternatif.
3) Ketiga, dengan merefleksikan, parafrase, dan meringkas tanggapan. Guru meningkatkan
kesadaran siswa dari pandangan mereka sendiri dan perasaan.
4) Keempat, guru harus menekankan bahwa ada berbagai konsekuensi hasil seperti yang
dieksplorasi.
5) Kelima, untuk menyelesaikan masalah, tidak ada cara yang benar. Penting untuk melihat
konsekuensi untuk mengevaluasi solusi.

xi
c. Sistem Pendukung
Bahan untuk bermain peran yang minimal tapi penting, alat kurikuler utama adalah situasi
masalah. Namun, kadang-kadang membuat selembar kertas untuk membantu peran masing-
masing. Lembaran ini menggambarkan peran atau karakter perasaan. Kadang-kadang, kami juga
mengembangkan bentuk untuk mengamati bahwa memberitahu mereka apa yang harus dicari
dan memberi mereka tempat untuk menuliskannya.
d. Sistem Sosial
Sistem sosial dalam model ini cukup terstruktur. Guru meiliki tanggung jawab, paling tidak
pada awal permainan, untuk memulai tahap-tahap dan membimbing siswa melalui aktivitas tiap
tahap. Kendatipun begitu, materi khusus dalam diskusi dan pemeranan sangat ditentukan oleh
siswa.
Pertanyaan yang diajukan guru seharusnya dapat mendorong ekspresi atau ungkapan yang
jujur serta bebas dan menggambarkan perasaan atau pikiran siswa yang sebenernya. Guru harus
menanamkan kualitas dan kepercayaan antara dirinya dan siswa-siswanya. Guru bisa melakukan
ini dengan menerima semua saran sebagai hal yang absah dan tidak menghakimi. Dengan cara
ini, semua hal yang diungkapkan hanya mencerminkan perasaan atau sikap siswa.
Yang terpenting, walaupun guru reflektif dan supportif, siswa tetaplah pihak yang berperan
mengambil alih atau mengontrol arah pengajaran. Mereka kadang memilih masalah yang akan
ditelusuri, memimpin, diskusi, memilih aktor, membuat keputusan kapankah pemeranan akan
dilakukan, membantu pengaturan pemeranan dan yang terpenting, memutuskan apa yang harus
diperiksa dan usulan mana yang akan dieksplorasi. Pada intinya, guru memformat penelusuran
tingkah laku dengan berpegangan pada ciri khas pertanyaan yang diajukan siswa. Melalui
pertanyaan yang muncul, guru pun menetapkan fokus.

xii
2. Pengertian Model Pembelajaran Sistem Perilaku
Model pembelajaran perilaku adalah kerangka konseptual atau pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran sehingga tingkah laku peserta
didik berubah ke arah yang lebih baik yang didasari pada tanggapan atau reaksi peserta didik
terhadap rangsangan atau lingkungan.
Teoritik dari kelompok model pembelajaran ini ialah teori-teori belajar Behavioristik, yaitu
bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dengan
cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini dikenal juga sebagai model modifikasi
prilaku atau “Behavioral Modifications”. Semua model pembelajaran rumpun ini didasarkan
pada suatu pengetahuan yang mengacu pada teori perilaku, seperti teori belajar perilaku, teori
belajar sosial, modifikasi perilaku, atau perilaku terapi. Model-model pembelajaran rumpun ini
mementingkan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan
perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dikehendaki. Ciri-ciri sistem model
perilaku atau Behavioral Models yaitu:
i. Seluruh model pada kelompok ini didasarkan pada hasil sharing kajian teori-teori secara
umum, yang kemudian dipersandingkan/ diintegrasikan dengan teori-teori perilaku (yang
dikondisikan).
ii. Beberapa teori yang mendasari: teori-teori belajar secara umum, teori belajar sosial, teori
modifikasi perilaku, dan teori-teori terapi perilaku.
iii. Secara umum menekankan pada perubahan perilaku yang terlihat (observable) dibanding
perilaku-perilaku secara psikologis atau perilaku yang tidak bisa diamati.
iv. Penerapan prinsip-prinsip stimulus terkontrol dan reinforcement yang menjadi dasar
penerapan model pembelajaran interaktif dan mediasi belajar terkondisikan, baik pada
pembelajaran secara individu maupun kelompok.
v. Pengembangan kemampuan belajar melaui fakta-fakta, konsep-konsep dan keterampilan
dipandang sama baiknya untuk mereduksi tingkat kecemasan maupun untuk memperoleh
kegiatan relaksasi individu.

xiii
1. Prinsip-Prinsip dalam Model Pembelajaran Sistem Perilaku
Adapun prinsip-prinsip dalam model pembelajaran sistem perilaku, diantaranya:
a. Perilaku sebagai fenomena yang bisa diamati dan diidentifikasi
Pada dasarnya, sebuah stimulus dapat memunculkan perilaku yang juga dapat menimbulkan
konsekuensi, serta dapat diperkuat dengan kemungkinan bahwa sebuah stimulus yang sama akan
memunculkan perilaku yang diperkuat tersebut. Sebagai timbal baliknya, konsekuensi negative
tidak akan persis sama dengan perilaku yang ditimbulkan.
Para ahli teori perilaku meyakini bahwa respon internal (semisal takut gagal), yang
menengahi respon-respon yang bisa diamati (semisal menghindari bidang yang dapat
memunculkan ketakutan akan gagal) sangat bisa diubah (Rimm dan Masters, 1974).
b. Kebutuhan terhadap tingkah laku yang kurang adaptif
Masyarakat kita seringkali beranggapan bahwa ada beberapa siswa yang
memiliki phobia terhadap pelajaran dalam bidang-bidang tertentu (semisal matematika) yang
tidak bisa diubah atau dihilangkan. Anggapan yang demikian memunculkan citra bahwa
halangan dan phobia tersebut tidak bisa diubah sehingga tidak disikapi dengan serius, meskipun
sebenarnya siswa memiliki potensi untuk belajar menghilangkan phobia tersebut. Sehingga
apabila dibiarkan akan terjadi penurunan besar-besaran dalam prestasi akademik bidang
matematika ini. Kunci penyelesaian masalah ini adalah belajar menangani pengaruh dalam
mendekati materi pelajaran tersebut.
c. Tujuan tingkah laku adalah hal yang khusus, terpisah, dan bergantung pada individu
Walaupun teori-teori dari para ahli psikologi perilaku telah lama digunakan untuk
merancang materi instruksional, semisal simulasi, yang juga digunakan oleh sejumlah siswa,
kerangka ahli psikologi perilaku cenderung khusus, terpisah, dan bergantung pada
individu. Respon yang persis sama tidak berarti diproses dari stimulus asli yang juga serupa.
Sebaliknya, tidak ada dua orang yang akan memberikan respon pada stimulus yang sama dengan
cara yang juga persis sama. Hal ini berarti bahwa tujuan masing-masing siswa mungkin akan
berbeda dan bahwa proses latihan harus dilakukan secara perseorangan, baik dalam hal materi
ataupun proses latihan itu sendiri.
d. Teori tingkah laku fokus pada “hal-hal yang ada disini dan terjadi saat ini”
Peran proses pembentukkan perilaku seseorang yang sudah terjadi tidaklah terlalu
ditekankan dalam hal ini. Pengajaran yang kurang baik bisa saja mengakibatkan kegagalan

xiv
dalam belajar membaca, namun hal yang akan difokuskan disini adalah belajar membaca saati
ini. Karena perilaku manusia yang cenderung bersifat optimis dan tidak berdiam dan terlarut
dalam masa lalu. Masalah yang terasa semakin sulit sebenarnya hanya membutuhkan upaya-
upaya kecil untuk mengatasinya. Para ahli perilaku sering kali melaporkan bahwa mereka telah
berhasil mengubah perilaku kurang adaptif dalam waktu singkat, bahkan dalam
kasus phobia  atau bentuk-bentuk kemunduran jangka panjang.

3. Dampak Instruksional dan Pengiring

Model sinektik memiliki nilai instruksional dan pengiring. Dengan kepercayaan bahwa
proses kreatif dapat dikomunikasikan dan dapat ditingkatkan melalui latihan langsung direct
training, mengembangkan teknik-teknik instruksional khusus. Sinektik dapat diaplikasikan tidak
hanya bagi pengembangan kekuatan kreatif yang umum, tetapi juga bagi pengembangan respons-
respons kreatif pada beragam bidang masalah. Gordon jelas percaya bahwa kekuatan kreatif akan
meningkatkan pembelajaran dalam bidang-bidang ini. Untuk yang terakhir ini, dia menekankan
lingkungan sosial yang dapat mendorong kreativitas dan menggunakan kohesi kelompok untuk
dapat meningkatkan kekuatan yang memungkinkan para peserta didik memfungsikan dunia
metaforis secara mandiri.

Model pembelajaran sinektik merupakan strategi yang sangat bermanfaat untuk


mengembangkan pengertian baru pada diri siswa tentang suatu masalah sehingga siswa sadar
bertingkah laku dalam situasi tertentu. Selain itu model pembelajaran sinektik juga bermanfaat
karena dapat mengembangkan kejelasan pengertian dan internalisasi pada diri siswa tentang
materi baru, dan dapat mengembangkan berpikir kreatif, baik pada diri siswa maupun guru.
Model pembelajaran sinektik ini dapat dilaksanakan dalam suasana kebebasan intelektual dan
kesamaan martabat antara siswa, yang mana sangat membantu siswa menemukan cara berpikir
baru dalam memecahkan suatu masalah. Akan tetapi, model ini sepertinya akan sulit untuk
dilakukan oleh guru dan siswa yang sudah terbiasa menggunakan cara lama yang menekankan
pada 82 penyampaian informasi, dan karena model ini menitikberatkan pada berpikir cara
berpikir reflektif dan imajinatif dalam situasi tertentu, maka kemungkinan besar siswa kurang
menguasai fakta-fakta dan prosedur pelaksanaan atau keterampilan. Selain itu juga faktor kurang
memadahinya sarana dan prasarana pendidikan di sekolah-sekolah dapat menyebabkan
pembelajaran model ini kurang efektif untuk digunakan.

xv
BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di gunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film,
computer, kurikulum dan lain-lain (joyce, 1992:4).
Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan
pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu:
1. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.
2. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.
3. Pertimbangan darisudut peserta didik atau siswa.
4. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis.
Dimana terdapat macam-macam model pembelajaran, diantaranya yaitu:
1.      Model Pembelajaran Kontekstual  (Contextual Teaching And Learning).
2.      Model Pembelajaran Kooperatif.
3.      Model  pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
4.      Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI).
5.      Model Pembelajaran Berbasis Komputer.
6.      Model PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan).
7.      Model Pembelajaran Berbasis WEB (E-Learning).
8.      Model Pembelajaran Tematik.

B.     SARAN
Untuk guru dan calon guru yang nantinya akan melakukan pembelajaran di kelas semoga
dengan membaca makalah ini guru dan calon guru lebih selektif dalam menentukan model
pembelajaran yang akan di implementasikannya. Pemilihan model pembelajaran harus di
sesuaikan dengan kurikulum, siswa, dan sarana dan prasarana sekolah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dadan. 2014. Pengertian Pendekatan. [online]. Tersedia :


http://dadangjsn.blogspot.com/2014/06/pengertiandefinisi-pendekatan-saintifik.html. (12
Deember 2019)

Djaelani. 2014. Definisi model pembelajaran. [online]. Tersedia :


http://djaelanicilukba.blogspot.com/2014/01/definisi-model-pembelajaran-menurut.html.
(12 Deember 2019)

Eka. 2014. Model Pembelajaran. [online]. Tersedia :


http://www.ekaikhsanudin.net/2014/12/pembelajaran-model-discovery-learning.html. (12
Deember 2019)

Purtadi. 2013. Perbedaan problem base learning dan projek. [online]. Tersedia :
http://purtadi.blogspot.com/2013/05/perbedaan-problem-based-learning-dan.html. (12
Deember 2019)

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media

Tim Pengembangan MKDP.2011. Kurikulum Pembelajaran. Bandung : Rajawali Pers

Uno Hanzah B. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara

17

Anda mungkin juga menyukai