Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

PENGENDALIAN HASIL

Salah satu contoh pengendalian hasil adalah pembayaran untuk kinerja,


karena melibatkan pemberian imbalan pada karyawan untuk hasil yang bagus,
selain itu pengendalian hasil dipercaya sebagai motivator yang efektif bagi
pegawai untuk meningkatkan kinerja mereka. Sebagai contoh, perusahaan Thor
Industries yang bergerak dalam bidang manufaktur. Perusahaan ini membagi laba
sebelum pajak sebesar 15 % kepada setiap kepala divisi, dengan tujuan agar para
kepala divisi merasa untuk memiliki bisnis dimana mereka bekerja. Apa yang
dimaksud dengan hasil yang bagus? Krisis keuangan saat ini telah menghilangkan
system pembayaran untuk kinerja, khususnya perbankan, dibandingkan untuk
produksi hasil yang bagus, system pembayaran untuk kinerja di mana disebut
untuk memperoleh bonus dari keserakahan dan short-termism. Namun, akibat
krisis keuangan, US Treasury Secretary Tim Geithner tidak melakukan
pembayaran yang didasarkan pada system pembayaran untuk kinerja.

Hasil pengendalian dari variasi pembayaran untuk kinerja meningkat


penggunaannya dalam sektor non-profit. Sebagai contoh, National Helath dan
Hospitals Reform Commission di Australia berargumen bahwa system
pembayaran untuk jasa pada diskon dalam pelayanan kesehatan sering kali gagal
untuk mempromosikan pelayanan pengobatan yang paling efektif karena dokter
memperoleh pembayaran untuk setiap konsultasi atau tindakan klinis tanpa
memerhatikan apakah pasiennya sembuh atau tidak. Yang perlu diperhatikan
adalah bagaimana merubah system ini, Komisi merekomendasikan untuk
menghubungkan pembayaran dokter dan perawat sebagai tolok ukur bagaimana
mereka memperlakukan pasien, atau seberapa cepat mereka dating.

Meski terjadi peningkatan penekanan pada pembayaran untuk kinerja


dalam berbagai konteks, imbalan dapat dihubungkan dengan hasil melibihi
kompensasi dalam bentuk uang. Imbalan lain yang dapat digunakan untuk
mengaitkan pengukuran kinerja termasuk keamanan kerja, promosi, otonomi,
keuntungan pekerjaan, dan pengakuan.

Pengendalian hasil menciptakan meritocracies. Dalam Meritocracies,


imbalan diberikan kepada karyawan yang paling berbakat dan bekerja keras,
dibandingkan dengan mereka yang memiliki waktu kerja lebih lama, atau
memiliki hubungan sosial. Kombinasi dari imbalan dihubungkan dengan hasil
yang dilaporkan atau hal yang diingat oleh karyawan sebagai hasil menjadi hal
penting dan memotivasi mereka untuk mengeluarkan hasil imbalan perusahaan.
Pengendalian hasil memengaruhi tindakan atau keputusan karena lebih
memerhatikan konsekuensi tindakan atau keputusan yang mereka buat.
Perusahaan tidak mendikte karyawan terkait apa yang harus dilakukan atau
diputuskan, meski karyawan diberdayakan untuk mengambil tindakan atau
keputusa, mereka percaya akan mendapatkan hasil terbaik yang diinginkan.
Pengendalian hasil juga mendorong karyawan untuk menemukan dan
mengembangkan bakat mereka dan memperoleh lokasi tempat mereka bekerja
dengan baik.

System pengendalian hasil yang didesain dengan baik dapat membantu


mendapatkan hasil yang diinginkan. Akan tetapi, seperti bentuk pengendalian
yang lain, pengendalian hasil tidak dapat digunakan dan diukur oleh organisasi,
dan pengukuran hasil dapat dikontrol oleh karyawan.

 KELAZIMAN PENGENDALIAN HASIL

Pengendalian hasil biasanya digunakan untuk mengendalikan perilaku


karyawan pada berbagai tingkatan organisasi. Mereka membutuhkan elemen
dalam pendekatan pemberdayaan karyawan oleh manajemen, yang telah menjadi
trend manajemen utama mulai tahun 1990-an. Pengendalian hasil umumnya di
dominasi pengertian pengendalian perilaku dari karyawan professional; dengan
kekuasaan keputusan seperti manajer.

Pengendalian hasil konsisten dan membutuhkan implementasi dari


bentuk desentralisasi organisasi dengan perluasan perwujudan otonomi atau pusat
pertanggungjawaban. Dalam tipe system pengendalian, manajemen perusahaan
dapat meringkas dan menilai efektivitas berbagai bagian dalam organisasi
sementara tetap hidup dengan eksekusi actual dari kegiatan operasi untuk
mempertanggungjawabkan kinerja seluruh bagian – kesatuan manajer. Dengan
menggunakan tipe system pengendalian, manajemen perusahaan dapat meringkas
dan menilai efektivitas berbagai bagian dalam organisasi sementara tetap hidup
dengan eksekusi aktual dari kegiatan operasi untuk mempertanggungjawabkan
kinerja seluruh bagian – kesatuan manajer.

Banyak perusahaan besar telah membentuk perusahaan dengan system


desentralisasi, dimana system ini dipercayakan kepada masing-masing divisi
untuk dapat mengembangkan bisnis dalam perusahaan. Para manajer percaya
bahwasanya dengan adanya system desentralisasi dengan pengendalian hasil akan
lebih banyak karyawan yang bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang baik.

Contohnya ialah dalam Rumah Sakit yang kini membuat system


desentralisasi, yakni pembagian ke dalam setiap divisi dalam rumah sakit.
Pembagian ini seperti pembagian divisi berdasarkan unit jenis penyakit, sehingga
tiap departemen dapat memiliki penelitian dan pengembangan sendiri.

Desentralisasi ialah mencoba untuk mereplika “model entrepreneurial”


dalam tipe perusahaan yang lebih besar, tempat seluruh manajer diberi kekuasaan
untuk memutuskan, tetapi kemudian mempertanggungjawabkan hasil dari
keputusan yang dibuat tersebut. Akan tetapi, manajer perlu untuk bertindak
dengan sikap seorang wirausaha agar berhasil dalamlingkungan yang kompetitif
tidak hanya ketika mereka dihadapkan pada kekuatan pasar yang sama dan
tekanan yang mendorong menjadi jiwa wirausaha yang mendiri , tetapi juga ketika
menjanjikan imbalan yang sepadan untuk risiko yang mereka hadapi. Seseorang
pada umumnya menginginkan imbalan yang besar sesuai dengan usaha yang
dilakukannya (tanpa akuntabilitas divisi).

Sehingga terdesentralisasi atau pendelegasian hak untuk mengambil


keputusan kepada manajer, dan desain system insentif untuk memotivasi manajer
mendapatkan hasil yang diinginkan adalah dua pilihan penting dalam desain
organisasi dalam konteks pengendalian hasil ; ini adalah bagian dari apa yang
disebut oleh teoretikus organisasi . litelatur ini mempertahankan bahwa pilihan
organisasi mengenai desentralisasi dan system insentif seharusnya dibuat secara
Bersama, dan berkonsentrasi pada salah satu elemen dengan mengesampingkan
elemen yang lain akan membawa organisasi pada desain yang buruk.

Pengendalian hasil tidak hanya dibutuhkan pada level manajemen saja,


tetapi juga dapat diterapkan pada level yang lebih bawah di dalam organisasi,
karena sebagian besar perusahaan telah memperoleh pengaruh yang baik.

Meskipun desentralisasi adalah cara efektif untuk memberdayakan karyawan


dalam konteks pengendalian hasil, masih terdapat beberapa kelemahan untuk
pemberdayaan dalam kondisi tertentu.

 PENGENDALIAN HASIL DAN MASALAH PENGENDALIAN

Pengendalian hasil menyediakan beberapa manfaat tipe pencegahan.


Hasil yang didefinisiskan dengan baik akan memberi informasi pada karyawan
apa yang diharapkan dari mereka dan mendorong mereka untuk melakukan
tindakan yang dapat mengeluarkan hasil yang diinginkan. Pengendalian hasil juga
dapat menjadi efektif khususnya terkait dengan masalah motivasi. Meski tanpa
arahan langsung supervisor atau intervensi dari level yang lebih atas pengendalian
hasil menyebabkan karyawan berperilaku untuk memaksimalkan peluang mereka
dalam mendapatkan hasil yang diinginkan oleh organisasi.

Motivasi muncul khususnya ketika insentif untuk mendapatkan hasil


yang diinginkan juga memajukan imbalan pribadi bagi karyawan sendiri.
Akhirnya pengendalian hasil juga dapat mengurangi keterbatasan individual.
Karena pengendalian hasil biasanya menjanjikan imbalan bagi mereka yang
memiliki kinerja bagus, mereka dapat membantu organisasi untuk menarik dan
menahan karyawan ang percaya diri dengan kemampuan mereka. Pengendalian
hasil juga mendorong karyawan untuk mengembangkan bakatnya dala
memposisikan dirinya untuk memporoleh hasil tergantung dari imbalan.

Pengukuran kinerja sebagai bagian dari pengendalian hasil juga


menyediakan hal non-motivasi., tipe-deteksi pengendalian manfaat dari
cybernetic (feedback) yang alami, seperti yang tertera pada bab 1. Pengukuran
hasil membantu organisasi menjawab pertanyaan tentang bagaimana berbagai
strategi, entitas organisasi, dan karyawan bertindak. Jika kinerja gagal dan tidak
sesuai dengan yang diharapkan, organisasi dapat mengganti strategy, proses, atau
karyawan. Penelitian dan intervensi ketika kinerja menyimpang dari yang
diharapkan adalah esensi dari pendekatan manjemen managemen by exception,
yang biasa digunakan pada perusahaan besar.

 ELEMEN PENGENDALIAN HASIL

Implementasi dari pengendalian melibatkan empat tahapan, yaitu : (1)


mendefinisikan dimensi-dimensi dari hasil yang diinginkan. (2)mengukur kinerja
dari dimensi yang telah dipilih. (3)menentukan target karyawan pada tiap-iap
ukuran pecapaian. (4) menyediakan imbalan bagi pencapaian target dan
mendorong perilaku yang akan membawa pada hasil yang diinginkan.

Mendefinisikan Dimensi Kinerja

Mendefinisikan dimensi kinerja yang benar meruakan hal yang


enantangdan melibatkan keseiangan tanggungjawab organisasi pada semua
pemegang kepentingan, mungin sama menantangnya dan sama pentingnya dengan
pemilihan pengukuran kinerja yang selaras dengan dimensi kinerja yang dipilih
karena tujuan yang ditentukan dan pengukuran yang dibuat akan membentuk
pandangan karyawan mengenai apa yang dianggap penting.

Jadi bukan hanya peusahaan yang peru untuk menentukan apa yang
diinginkan, mereka juga harus memastikan bahwa pengukurannya mengenai
dimensi kinerja yang diinginkan sesuai dengan mereka. Jka mereka tidak sesuai,
pengendalian hasil mungkin cenderung mendorong karyawan untuk memproduksi
hasil yang tidak diinginkan. Pengendalian hasil lalu dapat dikatakan sebagai
konsekuensi yang tidak diinginkan.

Pengukuran Kinerja

Pengukuran merupakan elemen penting dari system pengendalian hasil.


Objek dari pengukuran adalah kinerja yang khusus dari entitas organisasi atau
seorang karyawan pada periode waktu tertentu. Banyak ukuran keuangan objektif,
seperti laba bersih, laba perlembar sahan, dan return on assets (ROA) yang sudah
umum digunakan. Demikian pula, banyak ukuran nonkeuangan non-objektif,
seperti pasar saham, kepuasan konsumen, dan ketepatan waktu untuk
menyelesaikan tugas tertentu. Beberapa pengukuran lain melibatkan penilaian
subjektif, contohnya kualitas seperti “kontribusi dalam tim” atau “efektivitas
pengembangan karyawan” mungkin dinilai dalam skala pengukuran lima poin.

Pengukuran kinerja biasanya bervariasi diseluruh level organisasi. Pada


level organisasi yang lebih tinggi, sebagian sebagian besar dari hasil yng penting
didefinisikan dalam pasar yang baik (seperti harga saham) dan/atau keuangan
(seperti return of equity (ROE)). Pada tingkat manajer yang lebih rendah pada sisi
lain, biasanya akan dievaluasi dari pengukuran operasional yang lebih terkontrol
pada tingkat lokal. Hasil penting bagi manajer yang bertugas di pabrik, sebagai
contoh : mungkin merupakan kombinasi pengukuran yang difokuskan pada
efisiensi, penggunaan pengukuran kinerja keuangan dan operasional antara level
manajemen tertinggi an level terendah menyebabkan sebuah ketergantungan
dalam hirarki manajemen. Tujuan utama manajer adalah mendefinisikan dengan
pengukuran keuangan sehingga mereka mengomunikasikan dengan para
operasional, komunikasi mereka dengan bawahan juga dilakukan terutama dalam
istilah operasional.

Jika manajer mengidentifikasi lebih dari satu ukuran hasil yang diberikan
kepada karyawan, mereka harus memberi bobot pada masing-masing pengukuran,
sehingga penilaian mengenai kinerja dalam tiap-tiap hasil dapat dikumpulkan
dalam evaluasi secara menyeluruh.

Pengaturan Target Kinerja

Target kinerja merupakan elemen penting lainnya dalam pengendalian


hasil karena mempengaruhi tindakan dalam dua cara. Pertama, meninggalkan
motivasi dengan menyediakan tujuan yang jelas bagi karyawan untuk dicapai.
Sebagian besar orang lebih suka diberikan target yang spesifik untuk dicapai,
dibandingkan dengan hanya diberi pernyataan yang tidak jelas sepeerti “lakukan
yang terbaik” atau “bekerjalah pada kecepatan yang wajar”. Kedua, target kinerja
membuat karyawan dapat menilai kinerja mereka sendiri. Orang tidak akan
memberikan respons sebagai umpan balik kecuali mereka dapat
menginterpretasikannya, dan bagian penting dari interpretasi melibatkan
perbandingan kinerja actual relative terhadap target. Target membedakan kinerja
yang baik dan buruk. Kegagalan untuk mencapai target memberi sinyal perlunya
perbaikan. (kita akan mendiskusikan target kinerja dan proses pengaturan target
secara lebih detail pada bab 8)

Contoh berikut menggambarkan kedua poin yang sudah disebutkan


sebelumnya. Maria giraldo, seorang perawat pada unit gawat darurat di long
island jewish medical center, biasan dievaluasi dengan beberapa kriteria seperti
kepemimpinan, penghormatan dan seberapa baik dia bekerja dengan orang lain.
Beberapa tahun yang lalu, rumah sakitnya mengimplementasikan sistem kinerja
berbasis komputer baru yang membagi deskripsi kerjanya ke dalam tujuan
kuantitatif, seperti menjaga tingkat infeksi untuk unitnya agar rendah dan
tingginya skor kepuasan pasien. Semua relative dengan level target yang spesifik.
Sejak system baru diterapkan, pada saat tinjauan diskusi tidak terpaku pada apa
yang telah dilakukan oleh Ms. Giraldo. Dia memenuhi targetnya atau tidak.
Penjelasan mengenai pengukuran dan tujuan, dan pemeriksaan kembal “dihitung
menggunakan angka” yang mereka tentukan, hal ini telah merubah pandangan
nona giraldo mengenai keberhasilan dan apa yang dia butuhkan untuk dilakukan
agar dapat mencapai titk tertinggi dalam kariernya, segala sesuatu untuk hal yang
lebih baik, dia memercainya. (dalam bab 9, kita akan mendiskusikan kelemahan
mengandalkan tujuan secara khusus, rumusan evalusasi kinerja secara lebih
detail).

Pemberian Imbalan

Imbalan atau insentif adalah elemen akhir dari system pengendalian


hsail. Imbalan yang termasuk dalam perjanjian insentif bisa dalam berbagai
bentuk yang bernilai bagi karyawan, seperti kenaikan gaji, bonus, promosi,
keamanan kerja, penugasan, kesempatan pelatihan, kebebasan, pengenalan, dan
kekuasaan. Hukuman adalah kebalikan imbalan. Hal ini merupakan sesuatu yang
tidak disukai oleh karyawan, seperti penurunan jabatan, penolakan oleh
supervisor, kegagalan dalam memperoleh imbalan yang didapatkan oleh teman
kerja lain atau secara ekstrim, diberi peringatan atau pemutusan hubungan kerja.

Organisasi dapat mendorong nilai yang memotivasidari beberapa


hubungan imbalan, sebagai bentuk penilaian hasil yang diperoleh, yang dapat
memengaruhi karyawan. Sebagagai contoh, organisasi dapat menggunakan
sejumlah imbalan ekstrinsik. Mereka mendapatkan imbalan dalam bentuk bantuan
keuangan, misalnya dalam bentuk tunai atau saham. Mereka dapat menggunakan
imbalan yang bukan berbentuk uang, seperti pemberitahuan kepada publik untuk
karyawan yang berkinerja tinggi dan penambahan otoritas dalam mengambil
keputusan. Alternatifnya, pada entitas saat kinerja kurang baik atau buruk, mereka
dapat diberi peringatan dan pengurungan otoritas dalam mengambil keputusan
dan kekuasaan manajer dapat mengambil alih pengelolaan entitas mereka atau
mengurangi pendanaan proyek yang diusulkan.

Pengukuran hasil dapat memberikan pengaruh motivasi yang positif jika


tidak ada imbalan secara eksplisit dalam hubungannya dalam pengukuran hasil.
Orang sering kali memperoleh imbalan intrinsic yang dihasilkan secara internal
malalui adanya rasa puas atas pencapaian hasil yang diinginkan. Sebagai contoh,
ketika William J. Bratton menjadi komisaris polisi di new york city pada tahun
1990-an, dia memberi sesuatu yang jelas pada kesatuan kepolisiannya, tujuan
yang sederhana; berantas kejahatan. (pemikiran yang berkembang sebelumnya
adalah kejahatan disebabkan oleh faktor sosial yang berada diluar kendali
departemen, sehingga kepolisian sebagian besar diukur dengan seberapa cepat
merespon panggilan darurat). Dia juga menerapkan system pengendalian hasil.
Dia melakukan desentralisasi pada departemen dengan memberi 76 komandan
polisi suatu otoritas untuk lebih banyak membuat keputusan penting dala unit
kepolisiannya, termasuk hak untuk mengatur jadwal personelnya, dan dia mulai
mengumpulkan dan melaporkan data kejahatan setiap hari. Meski komisaris
bratton secara legal tidak memperoleh penghargaan atas kinerjanya yang bagus
dengan kenaikan gaji atau bonus prestasi, sistem tersebut sangat berhasil. Pada
tahun 1994, tindakan pidana besar di new york turun sebesar 12%, dan pada tiga
kuartal pertama 1995,tindakan pidana turun lagi sebesar 18%dibawah level 1994.
Keberhasilan ini dengan jelas bukan oleh pembayaran atas kinerja dalam artian
paling kaku; bukan pula karena, setidakna sebagian, untuk memberikan tujuan
yang jelas kepada kepolisian dan memberdayakan mereka untuk terus
memberantas kejahatan. Dengan melihat hasil inisiatif mereka, memberi pihak
kepolisian rasa puas dan, barangkali, suatu motivasi instrinsik untuk melakukan
kinerja yang baik.

Kekuatan memotivasi dari imbalan yang bersifat ekstrinsik maupun


instrinsik dapat dipahami dari beberapa hal teori motivasi yang telah
dikembangkan dan dipelajari hampir selama 50 tahun, seperti teori pengharapan
(expectancy theory). Teori pengharapan mendalilkan bahwa kekuatan motivasi
individu atau usaha adalah fungsi dari (1) angka harapan atau kepercayaan mereka
bahwa hasil tertentu akan diperoleh dari tindakan mereka (misalnya bonus untuk
peningkatan usaha)dan (2) valensi atau kekuatan preferensi mereka terhadap hasil.
Akan tetapi, valensi bonus tidak selalu terbatas pada nilai uang, tetapi mungkin
juga valensi pada jaminan hal-hal bernilai yang lain, seperti status prestise.

Organisasi seharusnya berjanji pada karyawannya terkait imbalan yang


disediakan, imbalan yang memberi pengaruh motivasi kuat, dalam biaya yang
lebih efektif dengan cara yang memungkinkan. Namun, pengaruh motivasi dari
berbagai bentuk imbalan dapat sangat beragam tergantung selera dan kondisi
pribadi seseorang. Beberapa orang lebih tertarik pada penghargaan dalam bentuk
uang tunai langsung, sedangkan yang lain lebih tertarik pada kenaikan manfaat
pension mereka, peningkatan otonomi atau peningkatan peluang promosi mereka.
Selera mengenai imbalan juga bervariasi di berbagai Negara dengan sejumlah
alas an, termasuk adanya perbedaan budaya dan peraturan pajak penghasilan.
Akan tetapi, jika organisasi dapat menyesuaikan sendiri kemasan bentuk imbalan
yang sesuai dengan preferensi individu karyawannya, mereka dapat menyediakan
imbalan yang lebih berarti dengan biaya yang lebih efisien. Namun, merancang
imbalan untuk individu atau kelompok kecil di dalam organisasi yang besar
tidaklah mudah untuk dilakukan. Sistem perancangan akan cenderung kompleks
dan mahal dalam pengelolaannya. Ketika implementasinya buruk, hal tersebut
dapat dengan mudah menyebabkan munculnya persepsi karyawan mengenai
ketidak adilan dan berpotensi dan mendapatkan pengaruh yang berlawanan dari
yang dimaksudkan: penurunan motivasi dan semangat karyawan yang buruk. Kita
akan mendiskusikan mengenai pilihan bentuk insentif yang berbeda-beda dan
desain sistem insentif secara lebih detail pada bab 9.

 KONDISI YANG MENENTUKAN EFEKTIFITAS


PENGENDALIAN HASIL

Pengendalian hasil tidak selalu digunakan secara efektif. Pengendalian


hasil bekerja dengan baik hanya ketika seluruh kondisi berikut ada didalam
perusahaan

1. Organisasi dapan menentukan hasil apa yang diinginkan di dalam wilayah yang
dapat dikendalikan.

2. Karyawan yang tindakannya dikendalikan memiliki pengaruh yang signifikan


terhadap hasil yang mereka pertanggungjawabkan.
3. Organisasi dapat mengukur efektivitas hasil.

Pengetahuan Dari Hasil Yang Diinginkan


Agar pengendalian hasil dapat digunakan, perusahaan harus tahu hasil
apa yang diinginkan dalam wilayah yang mereka harapkan dapat dikendalikan,
dan mereka juga harus mengomunikasikan efektivitas hasil yang diinginkan dari
pekerjaan karyawan pada bagian tersebut. Hasil yang diinginkan berarti lebih dari
hasil kualitas yang diwakili oleh pengukuran hasil, kurang disukai karena segala
sesuatu dianggap setara.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, orang mungkin berpendapat
bahwa (salah satu) tujuan utama pada organisasi laba adalah untuk
memaksimalkan nilai pemegang saham, akan tetapi, tidak berarti hanya sekedar
berdasarkan hal tersebut, karena tujuan secara keseluruhan harus dipahami, hasil
yang diinginkan juga harus diketahui oleh semua yang berada ditingkat menengah
atau ditingkat bawah dalam organisasi. Pemilihan tujuan organisasi secara
keseluruhan kedalam harapan harapan yang spesifik bagi seluruh karyawan yang
lebih rendah dalam hierarki seringkali sulit, setiap bagian yang berbeda dalam
organisasi akan menghadapi pengorbanan yang berbeda.
Sebagai contoh manajer pembelian menciptakan nilai dengan pengadaan
kualitas yang baik, biaya rendah karena bahan baku yang tepat waktu.
Ada 3 area hasil (kualitas, biaya dan penjadwalan) yang seringkali
berlawanan satu sama lain, dan tujuan organisasi secara keseluruhan adalah untuk
memaksimalkan nilai pemegang saham yang tidak banyak memberi petunjuk
dalam pembuatan pengorbanan. Pentingnya hasil dari masing masing bagian
mungkin akan bervariasi sepanjang waktu dan antarbagian dalam organisasi ini
tergantung pada kebutuhan dan strategi yang berbeda.
Jika area yang dipilih salah, atau jika area yang dipilih benar tetapi salah
dalam melakukan pembobotan, kombinasi pengukuran hasil tidaklagi selaras
dengan tujuan organisasi yang diharapkan.
Penggunaan rangkaian pengukuran hasil yang tidak selaras mungkin
akan memotivasi karyawan untuk melakukan tindakan yang salah, pada rangkaian
sebelumnya, misalnya pertimbangan biaya, yang buruk mungkin akan merusak
reputasi kualitas yang dihasilkan perusahan.

Kemampuan Untuk Memengaruhi Hasil Yang Diinginkan (Pengendalian)


Kondisi yang kedua yang harus dibutuhkan untuk pengendalian hasil
menjadi efektif adalah bahwa karyawan memiliki perilaku yang dikendalikan
seharusnya dapat memberi pengaruh pada hasil secara material dalam jangka
waktu yang telah ditentukan. Prinsip pengendalian adalah salah sau prinsip utama
akuntansi pertanggungjawaban.
Dasar pemikiran utama dibalik prinsip pengendalian adalah pengukuran
budaya guna hanya pada batasan jika inforasi mengenai tindakan yang diinginkan
atau keputusan yang akan diambil telah tersedia, jika bagian hasil secara total
tidak dapat dikendalikan, pengukuran hasil tidak mengungkapkan apapun
mengenai tindakan apa atau keputusan apa yang akan diambil. Sebagian
pengendalian mempersulit dalam pengambilan kesimpulan dari hasil pengukuran
meskipuntindakan atau keputusan yang diambi tidak bagus.

Kemampuan Untuk Mengukur Efektivitas Yang Dapat Dikendalikan.


Kendala terakhir yang membatasi kemungkinan dari pengendalian hasil,
seringkali, hhasil yang dapat dikendalikan dari keinginan organisasi dan karyawan
terkait dapat berpengaruh, yang tidak dapat diukur secara efektif.
Kriteria yang sangat penting yang digunakan untuk menilai efektivitas
pengukuran hasil adalah kemampuan itu, untuk membangkitkan perilaku yang
diinginkan, jika pengukuran menimbulkan perilaku yang benar dalam situasi
tertentu yaitu, jika pengukuran dapat dikatakan menjadi selaras dengan bidang
hasil yang diinginkan kemudian hal ini menjadi pengukuran pengendalian yang
bagus, jika pengukuran tidak demekian, maka menjadi salah satu pengukuran
yang uruk, meskipun pengukuran dilakukan secara akurat, merefleksikan
kuantitas yang diwakili, demekian pula, meskipun jika pengukuran hanya
memiliki kesalahan kecil.
Untuk membangkitkan perilaku yang benar, sebagai tambahan agar
menjadi selaras dan terkendali, pengendalian hasil harus tepat, objektif, tepat
waktu, dan dapat dipahami. Dan bahkan ketika sebuah pengukuran memiliki
semua kualitas tersebut, pengukuran juga harus menggunakan biaya secara
efisiensi, yaitu biaya pengembangan dan penggunaan pengukuran seharusnya juga
diperhatikan.

Ketepatan
Dalam pengukuran pasti terdapat kesalahan, kesalahan tersebut bisa
berupa beberapa acak, beberapa sistematis. Kesalahan membuat pengukuran
menjadi tidak akurat. Akurasi pengukuran merujuk pada tingkat kedekatan
pengukuran dari jumlah terhadap nilai yang sesungguhnya. Ketepatan adalah
tingkat dimana pengukuran yang diulang pada situasi yang hampir sama
menunjukkan hasil yang sama: jika hal ini terjadi pengukuran dapat dikatakan
raliabel.
Penggunaan bullseye analogy, akurasi menggambarkan kedekatan dari
anak panah (pengukuran) terhadap target (nilai yang benar).

Ketika anak panah mengelompok erat bersama sama, kelompok anak


panah (pengukuran) akan dilihat dari ketepatannya karena semua anak panah
tersebut menuju pada sasaran yang sama, bahkan jika tidak selalu dekat pada
bullseye.
Oleh karena itu, kurangnya presisi adalah sebuah kualitas yang tidak
diinginkan dari pengukuran hasil yang dimiliki, meskipun demikian apabila
pengukuran presisi mengalami bias, (yaitu mengandung salah satu) mungkin
tidakl terlalu bermanfaat untuk tujuan pengendalian. Jika tingkat kesalahan
sistematis tidak diketahui kemudian pengukuran akan menjadi bias secara
sistematis yang ditunjukkan oleh nilai yang lebih besar atau lebih kecil dari nilai
sesungguhnya.
Sehingga jelas bahwa beberapa aspek kinerja seperti tanggung jawab
social kecerdasan dalam menjalankan kepemimpinan, pengembangan pegawai,
menjadi sulit bahkan tidak mungkin, untuk diukur secara tepat, karena
pengukuran mengandung kesalahan acak atau bias yang sistematis (seperti kasus
ketika evaluasi kinerja yang bersifat subjektif digunakan).
Oleh karena itu ketepatan adalah kualitas yang penting karena tanpannya
pengukuran kehilangan banyak infornasi yang berharga. Pengukuran yang tidak
tepat meningkatkan resiko kesalahan evaluasi kinerja, karyawan akan beraksi
negative terhadap ketidakadilan yang pasti akan timbul ketika kinerja yang sama
sama baik diukur secara berbeda.

Objektivitas
Objektivitas pengukuran rendah ketika pilihan ketentuan pengukuran yang
sebenarnya dilakukan pada seseorang yang kinerjanya sedang dievaluasi. Contoh:
ketika kinerja dilaporkan sendiri atau ketika proses evaluasi diperbolehkan
menggunakan kebijakan yang cukup besar dalam pemilihan metode pengukuran.
Ada dua cara yang utama untuk menaikkan objektivitas pengukuran. Alternatif
pertama adalah memiliki pengukuran yang dilakukan oleh orang yang independen
dalam proses, seperti orang dalam departemen pengendalian. Alternative kedua
adalah memiliki pengukuran yang telah diverivikasi oleh pihak yang independen
seperti Auditor.

Tepat Waktu
Merujuk pada kesenjangan antara kinerja karyawan dan hasil pengukuran.
Tepat waktu menjadi penting dalam pengukuran kualitas karna dua alasan.
Pertama adalah motivasi dan kedua adalah bahwa tepat waktu dalam
meningkatkan nilai intervensi yang mungkin diperlukan.
Keunggulan kedua adalah bahwa tepat waktu dapat meningkatkan nilai
intervensi yang mungkin diperlukan. Jika masalah yang signifikan ada tetapi
pengukuran kinerja yang digunakan tidak tepat waktu, maka tidak mungkin untuk
menintervensi untuk memastikan penyebab masalah sebelum masalah itu
menyebabkan lebih banyak kerugian.

Mudah Dipahami
Dua aspek agar mudah dipahami sangat penting, pertama karyawan
perilakunya dikendalikan seharusnya memahami bahwa mereka harus
bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan, hal ini membutuhkan
komunikasi, pelatihan yang merupakan bentuk komunikasi. Kedua, karyawan
seharusnya memahami apa yang harus mereka lakukan untuk mempengaruhi
pengukuran, paling tidak dalam artian luas.
Sebagai contoh, manajer pembelian yang bertanggung jawab terhadap
rendahnya biaya pembelian bahan baku tidak akan berhasil sampai mereka
mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, seperti memperbaiki
negoisasi dengan vendor, menaikkan sama halnya, karyawan yang bertanggung
jawab terhadap kepuasan konsumen harus memahami apa yang diharapkan oleh
konsumen mereka dan apa yang dapat mereka lakukan untuk memengaruhinya.
Ketika karyawan memahami apa yang digambarkan oleh pengukuran,
mereka diberdayakan untuk mengerjakan apa yang dapat mereka lakukan untuk
dapat memengaruhinya pada kenyataannya hal ini merupakan keunggulan dari
pengendalian hasil: pengendalian yang baik dapat dicapai tanpa memahami secara
pasti bagaimana karyawan akan memproduksi hasilnya.

Efesiensi Biaya
Akhirnya, pengukuran seharusnya juga menggunakan biaya secara efisien.
Pengukuran mungkin memiliki semua kualitas yang sudah disebutkan sebelumnya
tetapi terlalu mahal untuk dikembangkan atau digunakan, contohnya ketika
melibatkan pihak ketiga pada survey konsumen yang disebut pengumpulan data,
hal ini berarti bahwa biaya melebihi manfaat. Ketika terjadi hal tersebut,
perusahaan mungkin memerlukan alternatif penyelesaian yang lain, dengan
pengukuran yang lebih efisien dari sisi biaya.
Secara keseluruhan, banyak pengukuran yang tidak dapat di klasifikasikan
dengan jelas atau buruk. Perbedaan pengorbanan antarkualitas pengukuran
menciptakan beberapa keuntungan dan kerugian. Sebagai contoh, pengukuran
seringkali dapat dibuat lebih selaras terkendali, tepat dan objektif jika ketepatan
waktunya dikompromikan. Sehingga dalam memulai efektivitas hasil pengukuran,
seringkali membutuhkan banyak pertimbangan yang sulit.

Anda mungkin juga menyukai