TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Lansia
1. Pengertian
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba
menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Hal ini
normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada
semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Azizah,
2011). Menurut Kemenkes RI (2014) lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun keatas. Lansia adalah kelompok usia yang mengalami penurunan derajat kesehatan baik
2. Batasan Lansia
c. Lansia beresiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau dengan masalah kesehatan
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang
penuaan secara degenerative yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya secara fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial, dan sexual.
a. Sistem penglihatan
Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya dengan presbiopi. Lensa
kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah, ketajaman dan daya akomodasi
dari jarak jauh atau dekat berkurang, penggunaan kacamata dan sistem penerangan yang baik
dapat digunakan.
b. Sistem Pendengaran
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas 60 tahun.
c. Sistem Integument
Pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering, dan berkerut. Kulit akan
kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi
glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot. Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain
d. Sistem Musculoskeletal
Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan
pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Perubahan pada
kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok, dan berjalan dan
2) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya
3) Otot
4) Sendi
Pada lansia jaringan ikat seperti tendon, ligament, dan fasia mengalami penurunan
elastis. Terjadi degenerasi, erosi, dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi
e. Sistem kardiovaskuler
peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan
lipofusin dan klasifikasi SA nude dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun.
Latihan berguna untuk meningkatkan PO2 maksimum, mengurangi tekanan darah dan berat
badan.
f. Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap, tetapi volume
cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang
g. Sistem pencernaan
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai
h. Sistem metabolisme
aliran darah. Kondisi ini secara normal, tidak ada konsekuensi yang nyata, tetapi
menimbulkan efek yang merugikan ketika diobati. Pada usia lanjut, obat-obatan
i. Sistem Perkemihan
Berbeda dengan sistem pencernaan, pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang
signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,
dan reabsorpsi oleh ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia.
j. Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif pada
serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
respon motorik pada susunan saraf pusat perubahan morfologis dan biokimia, perubahan
k. Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovari dan uterus.
Terjadi atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
diupayakan sampai masa lanjut usia. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi
halus, sekresi menjadi berkurang, dan reaksi sifatnya menjadi alkali (Nugroho, 2012).
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap jejas dan kerusakan yang diderita (Darmojo, 2010). Proses menua
yang harus terjadi secara umum pada seluruh spesies secara progresif seiring waktu yang
Terdapat tiga dasar fundamental yang dipakai untuk menyusun berbagai teori menua
yaitu:
a. Pola penuaan pada hampir semua spesies mamalia diketahui adalah sama.
b. Laju penuaan ditentukan oleh gen yang sangat bervariasi pada setiap spesies.
c. Laju atau kecepatan penuaan dapat diperlambat, namun tidak dapat dihindari atau
Teori berdasarkan sistem organ (organ system based story) ini berdasarkan dugaan
adanya hambatan dari organ tertentu dalam tubuh yang akan menyebabkan terjadinya
proses penuaan. Organ tersebut adalah sistem endokrin dan sistem imun. Pada proses
penuaan, kelenjar timus mengecil yang menurunkan fungsi imun. Penurunan sistem
imun menimbulkan peningkatan insidensi penyakit infeksi pada lansia. Dapat dikatakan
Teori kekebalan tubuh (breakdown theory) ini memandang proses penuaan terjadi
akibat adanya penurunan sistem kekebalan secara bertahap, sehingga tubuh tidak dapat
lagi mempertahankan diri terhadap luka, penyakit, sel mutan ataupun sel asing. Hal ini
terjadi karena hormon-hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar timus yang mengontrol
sistem kekbalan tubuh telah menghilang seiring dengan bertambahnya usia (Fatmah,
2010).
c. Teori Kekebalan
mengalami penuaan sudah tidak dapat lagi membedakan antar sel normal dan sel tidak
normal, dan muncul antibodi yang menyerangkeduanya yang pada akhirnya menyerang
jaringan itu sendiri. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi dapat
permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel
Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Salah satu bukti
yang ditemukan ialah bertambahnya kasus penyakit degeneratif pada orang berusia
d. Teori Fisiologik
Sebagai contoh, teori adaptasi stress (stress adaptation theory) menjelaskan proses
menua sebagai akibat adaptasi terhadap stres. Stres dapat berasal dari dalam maupun
dari luar, juga dapat bersifat fisik, psikologik, maupun sosial (Fatmah, 2010).
e. Teori Psikososial
Semakin lanjut usia seseorang, maka ia semakin lebih memperhatiakan dirinya dan
arti hidupnya, dan kurang memperhatikan peristiwa atau isu-isu yang terjadi (Fatmah,
2010).
f. Teori Kontinuitas
Gabungan antara teori pelepasan ikatan dan teori pelepasan ikatan dan teori
aktivitas. Perubahan diri lansia dipengaruhi oleh tipe kepribadiannya. Seseorang yang
sebelumnya sukses, pada usia lanjut akan tetap berinteraksi dengan lingkungannya serta
tetap memelihara identitas dan kekuatan egonya karena memiliki tipe kepribadian yang
g. Teori Sosiologik
menjelaskan bahwa pada usia lanjut terjadi penurunan partisipasi ke dalam masyarakat
karena terjadi proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara pelan-pelan dari
kehidupan sosialnya. Pensiun merupakan contoh ilustrasi proses pelepasan ikatan yang
memungkinkan seseorang untuk bebas dari tanggung jawab dari pekerjaan dam tidak
perlu mengejar peran lain untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Teori ini banyak
h. Teori Aktifitas
Berlawanan dengan teori pelepasan ikatan, teori aktivitas ini menjelaskan bahwa
lansia yang sukses adalah yang aktif dan ikut dalam kegiatan sosial. Jika seseorang
sebelumnya sangat aktif, maka pada usia lanjut ia akan tetap memelihara keaktifannya
seperti peran dalam keluarga dan masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial dan
keagamaan, karena ia tetap merasa dirinya berarti dan puas di hari tuanya. Bila lansia
kehilangan peran dan tanggung jawab di masyarakat atau kelaurga, maka ia harus
segera terlibat dalam kegiatan lain seperti klub atau organisasi yang sesuai dengan
bidang atau minatnya. Dalam pandangan teori aktivitas, teori pelepasan adalah
melekatnya sifat atau pembawaan lansia dan tidak ke arah masa tua yang positif
(Fatmah, 2010).
Sebelumnya proses penuaan biologis tubuh dikaitkan dengan organ tubuh. Akan
tetapi, kini proses penuaan biologis ini dihubungkan dengan perubahan dalam sel-sel
tubuh disebabkan oleh memiliki batas maksimum untuk membelah diri sebelum mati,
setiap spesies mempunyai karakteristik dan masa hidup yang berbeda, dan penurunan
fungsi dan efisiensi selular terjadi sebelum sel mampu membelah diri secara maksimal.
mempengaruhi mekanisme makanan. Perubahan dalam rongga mulut yang terjadi pada
lansia mencakup tanggalnya gigi, muluit kering dan penurunan motilitas esofagus
(Meiner, 2011).
a. Masalah Gizi
Masalah gizi yang dihadapi lansia berkaitan erat dengan penurunan aktifitas
fisiologis tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan memperburuk kondisi
lansia yang secara alami memang sudah menurun. Dibandingkan dengan usia dewasa,
kebutuhan gizi lansia umumnya lebih rendah karena adanya penurunan metabolisme dan
Rincian faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan kecukupan zat gizi lansia
adalah usia, jenis kelamin, dan faktor lingkungan (Fatmah, 2010). Masalah gizi pada lansia
adalah gizi lebih dan gizi. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit,
misalnya penyakit jantung, kencing manis, dan darah tinggi. Gizi kurang sering disebabkan
oleh masalah-masalah sosial ekonomi dan juga karena gangguan penyakit (Proverawati,
2011).
b. Mudah Terjatuh
Ada beberapa masalah yang sering dihadapi oleh lansia selama proses menua, seperti
mudah terjatuh. Lansia mudah terjatuh juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
faktor intrinsik seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot-otot kaki, kekakuan sendi,
dan pusing, serta faktor ekstrinsik seperti lantai licin dan tidak rata, tersandung benda-benda
sekitar, penglihatan kurang jelas karena cahaya kurang terang, dan seterusnya (Nugroho,
2008).
Demensia atau pikun adalah salah satu penyakit yang ditandai dengan gangguan daya
pikir dan daya ingat yang bersifat progresif disertai gangguan bahasa, perubahan
aktivitas sehari-hari karena dipengaruhi kumpulan gejala yang ada seperti penurunan fungsi
Demensia seringkali terjadi pada lanjut usia yang telah berumur kurang lebih 60
tahun. Dimensia tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: Demensia Pra Senilis
(60 tahun), dan demensia senilis (60 tahun ke atas). Sekitar 56,8% lanjut usia mengalami
demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lanjut usia yang telah berusia
75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini
diperkirakan sekitar 30 juta penduduk dunia mengalami demensia dengan berbagai sebab
(Kuncoro, 2002)
d. Masalah Depresi
Lansia juga seringkali mengalami depresi yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor
contohnya perubahan fisik mereka yang menyebabkan fungsi kerja alat indra atau otot tubuh
mereka menjadi menurun. Adapula beberapa lansia juga yang mengalami agitasi dan
kegelisahan. Hal ini biasanya terjadi karena mereka merasa kurang diperhatikan.
B. Konsep Depresi
1. Pengertian depresi
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan
kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup (Stuart,
2015). Depresi merupakan bagian dari gangguan suasana hati atau mood, depresi terjadi
pada lansia karena adanya perubahan dalam proses menua dan masalah yang timbul akibat
2. Etiologi
Menurut Sandoc (2017) faktor yang dapat mengakibatkan depresi antara lain:
a. Faktor Biologis
didalam darah, urin dan cairan serebrospinal pasien dengan gangguan mood.
Hal lain yang dapat menjadi penyebab depresi seperti regulasi kalsium, adeniat
menjadi neurotransmitters eksitasi utama pada sistim saraf pusat. Glutamate dan
c. Factor genetic
Factor genetic memberikan kontribusi yang besar dalam hal gangguan mood.
a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut terdapat dalam periode 2 minggu dan
menunjukkan perubahan dari fungsi dari sebelumnya, setidaknya dapat satu dari
gejala ini, antara lain afek depresi, kehilangan minat atau kesenangan . dalam hal
ini tidak dibenarkan memasukkan gejala yang jelas disebabkan oleh kondisi
1) Depressi suasana hati (mood) terjadi hampir setiap hari, seperti yang
hampa, putus asa) atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain
2) Secara nyata mengurangi minat atau kesenangan dalam semua hal, atau
pengamatan subjektif)
3) Penurunan berat badan yang siknifikan saat tidak melakukan diet atau
oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif dari kegelisahan atau
dilambatkan).
tidak pantas (yang mungkin delusional) hampir setiap hari (bukan hanya
ragu, hampir setiap hari (baik disampaikan secara subjektif atau seperti yang
berulang untuk bunuh diir dengan menyusun rencana spesifik atau upaya
secara klinis diimbang fungsi sosial, pekerjaan atau area penting lainnya.
c. Gejala- gejala yang disebabkan oleh afek fisiologis langsung dari suatu zat atau
tiga yaitu, ringan, sedang, berat. Tingkat keparahan gangguan depresi tersebut di bagi
berdasarkan pengaruh depresi dalam hal social, tanggung jawab individu dan gejala
a. Ringan
Mood atau kehilangan minat + atau lebih gejala depresi lainnya. Gangguan
c. Berat
Mood depresi atau kehilangan minat + 4 atau lebih gejala depresi lainnya.
Depresi dapat dialami pada semua umur (Stuart, 2013) yang berbeda antara
depresi pada lansia dengan usia dewasa. Depresi pada saat lansia dibedakan menjadi
dua, yaitu early-life onset (depresi kambuh lagi di usia lanjut) dan late life onset (onset
terjadinya depresi setelah lansia), dengan lebih tingginya tingkat kesakitan dan kematian,
Depresi pada pasien lansia di ukur dengan Geriatric Depression Scale. GDS terdiri
dari 15 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan dapat dijawab dengan iya atau tidak.
Hasil skore 0-4 menunjukan bahwa pasien tidak depresi, skore 5-8 depresi ringan, 9-11
depresi sedang, dan skore 12-15 depresi berat. (mood) (Cervone & Pervin, 2012).
6. Penatalaksanaan Depresi
Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatri umum pada lansia. Diagnosis
terlambat dan pengobatan yang tidak tepat dapat menghambat hasil yang maksimal.
menjalani pola hidup sehat, menghentikan pemakaian zat yang membahayakan tubuh,
istirahat yang cukup, mengelola stres, aktivitas. terapi non farmakologis untuk
menurunkan depresi antara lain yaitu terapi individual, terapi lingkungan, terapi
C. Terapi Reminisence
1. Pengertian
pada lansia yang dipandu untuk mengingat memori masa lalu dan “disharingkan”
(disampaikan) memori tersebut dengan keluarga, kelompok atau staf. Menurut Chen, Li
(2012), Reminiscence therapy adalah sebuah intervensi non farmakologi yang penting
yang terkait dengan peningkatan pada afek dan dapat membantu secara cepat dalam
menurunkan emosi dan perilaku yang berkaitan dengan depresi dan gejala apatis. Terapi
kesadaran diri, memahami diri, beradaptasi terhadap stres, meningkatkan kepuasan hidup
dan melihat dirinya dalam konteks sejarah dan budaya . Didukung oleh penelitian Cucu,
R., Kuslan, K., Monica, H. (2019) tentang Pengaruh Terapi Reminiscence Terhadap
Penurunan Depresi pada Lansia dengan menggunakan quasi experiment. Hasil penelitian
diperoleh tingkat depresi pada lansia sebelum dilakukan terapi reminiscence dari
pada lansia sesudah dilakukan terapi reminiscence dari responden mengalami depresi
reminiscence terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia, dengan p value 0,000.
dan membantu individu mencapai kesadaran diri dan memahami diri, beradaptasi terhadap
stress dan melihat bagian dirinya dalam konteks sejarah dan budaya. Terapi reminiscence
juga bertujuan untuk menciptakan kebersamaan kelompok dan meningkatkan keintiman
sosial. Chiang (2009) menyatakan bahwa Terapi reminiscence bertujuan tidak hanya
tetapi juga meningkatkan sosialisasi dan hubungan dengan orang lain, memberikan
stimulasi kognitif, meningkatkan komunikasi dan dapat menjadi suatu terapi yang efektif
Menurut Chen, Li, & Li ( 2012) reminiscence therapy adalah salah satu tritment
psikologi yang khusus di rancang untuk lansia agar meningkatkan status kesehatan
mental dengan recalling dan akses memori yang masih eksis. Kelebihan-kelebihan yang
dimiliki oleh reminiscence dibandingkan dengan intervensi yang lainnya adalah metode
kualitas kehidupan. Reminiscence bukan hanya untuk mengingat kejadian masa lalu atau
sebuah kehidupan dengan fokus pada evaluasi ulang, pemecahan masalah dari masa lalu
sehingga menemukan makna sebuah kehidupan dan akses dalam mengatasi permasalahan
secara adaptif.
untuk berbagai macam masalah dan latar belakang klien yang juga berbeda-beda.
Penelitian selanjutnya oleh Hsieh, dkk (2010) mengatakan bahwa reminiscence group
therapy dapat menurunkan gejala depresi dan apatis di nursing home resident dengan
level demensia yang ringan sampai sedang. Reminiscence group therapy adalah sebuah
intervensi non-farmasi yang penting yang terkait dengan peningkatan pada afek dan
dapat membantu secara cepat dalam menurunkan emosi dan perilaku yang berkaitan
3. Tipe Reminiscence
Tipe ini untuk merefleksikan informasi dan pengalaman serta perasaan yang
menggunakan pertanyaan langsung yang tampak seperti interaksi sosial antara klien
dan terapi. Simple reminiscence ini bertujuan untuk membantu beradaptasi terhadap
b. Evaluative Reminiscence
Tipe ini untuk mengevaluasi masa lalu dan digunakan sebagai pendekatan
pemecahan konflik.
Tipe ini merupakan kegiatan pengulangan informasi yang tidak menyenangkan dan
meningkatkan stress. Keluarga dan teman terdekat dapat memberikan informasi dan
yang berhubungan dengan masa lalu klien. Menurut Manurung (2016) media yang dapat
digunakan dalam kegiatan Terapi reminiscence adalah reminiscence kit, merupakan kotak
yang diisi dengan berbagai barang-barang pada masa lalu seperti majalah, alat untuk
memasak, pakaian, alat bermain, poto pribadi alat untuk memutar musik, video, dan kaset.
Stimulus bau yang berbeda seperti coklat, jeruk dan lain-lain. Bahan- bahan untuk
menstimulasi sensori sentuhan seperti bulu binatang, wol dan flanel, pasir, lumpur, dll.
Benda-benda masa lalu ini digunakan sebagai media untuk membantu klien
mengingat kembali masa lalunya berkaitan dengan benda tersebut. Media ini diharapkan
akan mempercepat daya ingat klien untuk mengingat kembali pengalaman masa lalunya
yang berkaitan dengan benda tersebut dan akan diceritakan pada orang lain sehingga proses
yang berhubungan dengan masa lalu klien. Menurut Manurung (2016) media yang dapat
digunakan dalam kegiatan Terapi reminiscence adalah reminiscence kit, merupakan kotak
yang diisi dengan berbagai barang-barang pada masa lalu seperti majalah, alat untuk
memasak, pakaian, alat bermain, poto pribadi alat untuk memutar musik, video, dan kaset.
Stimulus bau yang berbeda seperti coklat, jeruk dan lain-lain. Bahan- bahan untuk
menstimulasi sensori sentuhan seperti bulu binatang, wol dan flanel, pasir, lumpur, dll.
Benda-benda masa lalu ini digunakan sebagai media untuk membantu klien
mengingat kembali masa lalunya berkaitan dengan benda tersebut. Media ini diharapkan
akan mempercepat daya ingat klien untuk mengingat kembali pengalaman masa lalunya
yang berkaitan dengan benda tersebut dan akan diceritakan pada orang lain sehingga proses
Chen, T., Li, H. and Li, J. (2012) ‘The effects of reminiscence therapy on
depressive symptoms of Chinese elderly : study protocol of a randomized
controlled trial’.
Cucu, R., Kuslan, K., , Monica, H. (2019). Pengaruh Terapi Reminiscence
Terhadap Penurunan Depresi pada Lansia. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal
Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 2, Hal 73 - 78, April 2019 ISSN
2089-0834.
Chiang, et al (2009). The effects of reminiscence therapy on psychological wel-
being, depresion, and lonelines among the institusionalized aged
international journal of geatric pschiartry. http://proquest.co
Darmojo. (2010). Keperawatan Gerontik. EGC : Jakarta.
Fatmah. ( 2010). Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta
Hsieh, C.-J., Chang, C., Su, S.-F., Hsiao, Y.-L., Shih, Y.-W., Han, W.-H.,
et al. (2010). Reminiscence Group Therapy on Depression and Apathy in
Nurshing Home Residents With Mild-to-moderate Dementia. Journal
of Experimental& Clinical Medicine 2(2), 72-78.
Irawan, H. (2013). Gangguan Depresi pada Lanjut Usia. Cermin Dunia
Kedokteran-210, 40(11), 815-819).
Muslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta: Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya.
Manurung , N. (2016). Terapi Reminiscence. CV Trans Info Media: Jakarta.
Nugroho, W. (2012). Keperawatan gerontik dan Geriatrik Ed. 3. Jakarta:EGC.