Disusun Oleh :
Santi Nuraini (P17324419035)
Silvia Handayani (P17324419047)
KELOMPOK 2
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta kemudahan–Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penyusunan makalah ini dimaksudkan
untuk memenuhi tugas mata kuliah KB & KRSPRO dengan judul “KELUARGA
BERENCANA DAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL”
Kami menyadari makalah yang sederhana dan singkat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak sangat kami butuhkan demi terciptanya karya yang lebih baik dimasa-masa yang
akan datang. Semoga dengan segala keterbatasan yang ada pada kami, makalah ini
dapat memberi manfaat kepada semua pihak. Terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Wanita yang hamil segera setelah melahirkan berisiko memiliki kehamilan yang
buruk.Mereka lebih mungkin menderita kondisi medis yang serius atau
meninggal selamakehamilan. Bayi mereka juga lebih cenderung memiliki
masalah kesehatan (misalnya lahirdengan berat badan rendah). Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwasecara global, 100.000
kematian ibu dapat dicegah setiap tahun, jika semua wanita yang tidakingin anak
lagi mampu menghindari kehamilan. Kematian ini terjadi sebagian besar di
negara berkembang di mana cakupan kontrasepsi rendah.
c. Wanita lebih dapat berpartisipasi dalam kehidupan sosial, mencari pekerjaan dan
meraih pendidikan ketika mereka menggunakan alat kontrasepsi dan tidak
berisiko hamil. Karenakegiatan ini umumnya meningkatkan status perempuan
dalam masyarakat, kontrasepsi secaratidak langsung mempromosikan hak-hak
dan status perempuan.
d. Memberikan manfaat kesehatan non-reproduksi. Metode kontrasepsi hormonal
gabungan(yaitu estrogen dan progesteron) dapat menurunkan risiko kanker
ovarium dan endometrium.Injeksi progesteron juga melindungi terhadap kanker
ini dan juga terhadap fibroid rahim.Kontrasepsi implan dan sterilisasi wanita
telah terbukti mengurangi risiko penyakit radang panggul.
e. Mencegah efek kesehatan jiwa dari kehamilan yang tidak diinginkan dan
mengurangiaborsi.
Keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin (infeksi
bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim, jaringan penyangga, dan pada infeksi
karena penyakit menular seksual).
a. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik merupakan kondisi yang dialami oleh seseorang akibat
meningkatnya pengeluaran energi karena terlalu memaksakan tubuh untuk
bekerja berlebihan dan menguras fisik. Meningkatnya pengeluaran energi
menekan sekresi hormon estrogen. Menurunnya sekresi hormon estrogen
menyebabkan penurunan kadar glikogen. Glikogen digunakan oleh Lacto-
bacillus doderlein untuk metabolisme. Sisa dari metabolisme ini adalah asam
laktat yang digunakan untuk menjaga keasaman vagina. Jika asam laktat yang
dihasilkan sedikit, bakteri, jamur, dan parasit mudah berkembang.
b. Ketegangan psikis
Ketegangan psikis merupa- kan kondisi yang dialami seseorang akibat
dari meningkatnya beban pikiran akibat dari kondisi yang tidak menyenangkan
atau sulit diatasi. Meningkatnya beban pikiran memicu peningkatan sekresi
hormon adrenalin. Meningkatnya sekresi hormon adrenalin menyebabkan
penyempitan pembuluh darah dan mengurangi elastisitas pembuluh darah.
Kondisi ini menyebabkan aliran hormon estrogen ke organ- organ tertentu
termasuk vagina terhambat sehingga asam laktat yang dihasilkan berkurang.
Berkurangnya asam laktat menyebabkan keasaman vagina berkurang sehingga
bakteri, jamur, dan parasit penyebab keputihan mudah berkembang. Penelitian
Agustiyani D. dan Suryani (2011) di Yogyakarta menemukan bahwa remaja
yang tingkat stressnya sedang bahkan tinggi lebih mudah mengalami keputihan
c. Kebersihan diri
Kebersihan diri merupakan suatu tindakan untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan untuk kesejahteraan fisik dan psikis,1 Keputihan yang abnormal
banyak dipicu oleh cara wanita dalam menjaga kebersihan dirinya, terutama alat
kelamin. Kegiatan kebersihan diri yang dapat memicu keputihan adalah
penggunaan pakaian dalam yang ketat dan berbahan nilon, cara membersihkan
alat kelamin (cebok) yang tidak benar, penggunaan sabun vagina dan pewangi
vagina, penggunaan pembalut kecil yang terus menerus di luar siklus menstruasi.
Penelitian di Pondok Cabe Ilir Jakarta menemukan bahwa remaja yang
mempunyai pengetahuan rendah, sikap yang jelek dan perilaku buruk dalam
menjaga kebersihan akan memperburuk kondisi keputihan abnormal.
b) Larutan Antiseptik
Larutan antiseptik digunakan untuk membilas cairan keputihan
yang keluar dari vagina. Akan tetapi, larutan ini hanya berfungsi
membersihkan. Sebab, larutan tersebut tidak bisa membunuh penyebab
infeksi ataupun menyembuhkan keputihan yang diakibatkan oleh
penyebab lainnya.
c) Hormon Estrogen
Hormon estrogen yang diberikan biasanya berbentuk tablet dan
krim. Pemberian hormon ini dilakukan terhadap penderita yang sudah
memasuki masa menopause atau lanjut usia,
d) Pembedahan, Radioterapi atau kemoterapi
Metode pengobatan ini dilakukan jika penyebab keputihan adalah kanker
serviks atau kanker kandungan lainnya. Selain itu , metode pengobatan
ini juga dilakukan dengan mengacu pada stadium kankernya
(Bahari,2012).
http://repository.ump.ac.id/3861/3/Rafiqah%20Fatmasari%20BAB%20II.pdf
http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/kti/1302450042/7._BAB_II_.pdf
Peran bidan dalam pemberantasan PMS juga ditegaskan dalam kompetensi kedua
Permenkes No. 900/MENKES/VII/2002 :
1. penyuluhan kesehatan mengenai PMS, HIV/ AIDS, dan kelangsungan hidup
anak
2. tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual yang lazim
terjadi
1) Definisi
PMS adalah infeksi atau penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks
(oral, anal, vagina) atau penyakit kelamin atau infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seks yang dapat menyerang alat kelamin dengan atau tanpa gejala
dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak serta
organ tubuh lainnya,Misalnya HIV/AIDS, Hepatitis B.
Penyakit menular seksual atau PMS sering terjadi pada kehamilan,
terutama pada penduduk perkotaan yang kurang mampu, tempat
penyalahgunaan obat dan prostitusi yang mewabah. Penapisan, identifikasi,
edukasi dan terapi merupakan komponen penting pada perawatan prenatal
wanita yang beresiko tinggi mengidap penyakit penyakit ini.
2) Gejala PMS
a. Perubahan pada kulit di sekitar kemaluan
b. Gatal pada alat kelamin
c. Terasa sakit pada daerah pinggul (wanita)
d. Meski tanpa gejala dapat menularkan penyakit bila tenang.
3) Cara penularan
Penularan PMS pada umumnya adalah melalui hubungan seksual (95%),
sedangkan cara lainnya yaitu melalui transfusi darah, jarum suntik, plasenta (dari
ibu kepada anak yang dikandungnya). Sumber penularan utama adalah WTS
(80%).
Oleh karena IMS terdiri dari bermacam penyakit dengan derajat kesakitan yang
berbeda, rnaka konseling untuk tiap penyakit tidak sama, baik dalam penanganan serta
hasilnya. Misalnya untuk gonore yang sembuh dengan satu pengobatan saja, akan jauh
lebih mudah dibandingkan herpes, sifilis, atau AIDS. Disamping itu tiap orang
mempunyai kepribadian, kemampuan, serta sikap yang berbeda terhadap suatu
rangsangan, sehingga memberikan reaksi berlainan, dan oleh karena penanganannyapun
dapat berbeda pula. Konseling pasien IMS sebaiknya diberikan oleh dokter yang
merawat atau tenaga kesehatan lain yang ditunju( yang benar-benar mengerti tentang
IMS.
Konseling IMS merupakan kesempatan untuk memberikan edukasi pencegahan
IMS dan HIV. Penelitian tentzulg pencegahan telah membuktikan tentang efektifitas
konseling rmtuk penurunan risiko dalam menurunkan IMS.
KTHIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara global yaitu 5
komponen dasar yang disebut "5 C" yaitu:
1. Tes HIV aks inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling (TIPK) atau
provider-iniliated lN testing and counseling (PITC)
Pemeriksaan HIV yang dianjurkan atau ditawarkan oleh petugas
kesehatan kepada pasien pengguna layanan kesehatan sebagai komponen
standar layanan kesehatan di fasilitas tersebut. Tujuan umum dari TIPK
adalah untuk menemukan diagnosis HIV secara lebih dini dan memfasilitasi
pasien untuk mendapatkan pengobatan lebih dini pula. Sebagian lagi untuk
memfasiltasi pengarnbilan keputusan klinis atau medis terkait pengobatan
yang dibutuhkan dan yang tidak mungkin diambil tanpa mengetahui status
HIV.
Penawaran pemeriksaan HfV secara rutin di layanan kesehatan akan
menormalisasi KTHIV dan mengurangi stigma dan deskriminasi terkait
stahrs HIV dantes HIV. Meskipun demikian, penting ditekankan bahwa
sekalipun berdasarkan inisiatif petugas, pemeriksaan HIV tidak boleh
dikembangkan menjadi pemeriksaan mandatori atau memeriksa klien tanpa
menginformasikannya. Paradigma ini perlu terus didorong perluasan
pelaksanaannya, terutama di layanan kesehatan yang banyak melayani
pasien dengan masalah TB, IMS, hepatitis, infeksi oportunistik layanan
program terapan rumatan metadon (PTRM) dan layanan alat suntik steril
(LASS) bagi penasun, layanan bagi populasi kunci lain (seperti pekerja seks
Komala laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki/LSL, waria) komandan
di layanan pelayanan kesehatan ibu hamil dan kesehatan ibu dan anak (KIA).
Karena pasien pasien tersebut memiliki resiko tinggi tertular HIV. Harus
dipastikan bahwa titik-titik menggunakan pendekatan model of sign out
dalam mendapatkan persetujuan pasien.
Pelaksanaan TPK harus disertai dengan paket pelayanan pencegahan
pengobatan, perawatan, dan dukungan yang terkait HIV, serta mekanisme
rujukan serta konseling yang efektif, dukungan medis dan psikososial bagi
mereka yang positif.
2. Konseling dan tes HIV secara sukarela (KTS) atau voluntary counseling and
testing (VCT)
Layanan pemeriksaan HIV yang menuntut peran aktif Dari klien untuk
mencari layanan tersebut baik di fasilitas kesehatan atau layanan
pemeriksaan HIV berbasis komunitas. Pendekatan yang dipakai dalam KTN
adalah option in. KTS menekankan penilaian pengelolaan resiko infeksi HIV
dari klien yang dilakukan oleh seorang konselor, membahas perihal
keinginan klien untuk menjalani pemeriksaan HIV, dan strategi untuk
mengurangi resiko tertular HIV
KTS bertujuan untuk :
a. Pencegahan penularan HIV dengan menyediakan informasi tentang
perilaku beresiko penularan, dan membantu orang dalam
mengembangkan keterampilan pribadi yang diperlukan untuk
perubahan perilaku dan negoisasi praktek lebih aman
b. Menyediakan dukungan psikologis misalnya dukungan yang
berkaitan dengan kesejahteraan emosi, psikologis, sosial, dan
spiritual seseorang yang terinfeksi HIV atau lainnya.
c. Memastikan efektivitas rujukan kesehatan, terapi, dan perawatan
melalui pemecahan masalah kepatuhan berobat.
Konseling bagi pasien infeksi menular seksual (IMS) sejak lama kurang
mendapat perhatian bahkan sering diabaikan. Baru setelah ditemukan penyakit
infeksi HIV/AIDS yang belum ada obatnya, belum ditemukan vaksin untuk
pencegahannya serta mempunyai dampak luas bagi pasien, keluarga, dan
masyarakat luas maka konseling menjadi salah satu proses yang penting dan berarti
dalam menanggulangi penyakit tersebut. Sebenarya konseling merupakan hal yang
perlu dilakukan untuk semua IMS, serta diikutsertakan dalam managemen
pengobatan dan pencegahan penyakit.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Setyani. Ayu Rizka. Serba-serbi Kesehatan reproduksi wanita & keluarga berencana.
:Pt. Sahabat Alter Indonesia
https://www.academia.edu/9095223/MAKALAH_KELUARGA_BERENCANA
http://repository.ump.ac.id/3861/3/Rafiqah%20Fatmasari%20BAB%20II.pdf
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1302450042/7._BAB_II_.pdf