Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KELUARGA BERENCANA DAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah KB & KESPRO


Dosen pengampu : Irna Trisnawati, MKM.

Disusun Oleh :
Santi Nuraini (P17324419035)
Silvia Handayani (P17324419047)

KELOMPOK 2

PRODI KEBIDANAN KARAWANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta kemudahan–Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penyusunan makalah ini dimaksudkan
untuk memenuhi tugas mata kuliah KB & KRSPRO dengan judul “KELUARGA
BERENCANA DAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL”

Diharapkan makalah tentang “KELUARGA BERENCANA DAN


PENYAKIT MENULAR SEKSUAL” ini dapat membantu kegiatan belajar mengajar
di Prodi Kebidanan Karawang, khususnya dalam masa pandemic dimana perkuliahan
dilaksakan secara online.

Kami menyadari makalah yang sederhana dan singkat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak sangat kami butuhkan demi terciptanya karya yang lebih baik dimasa-masa yang
akan datang. Semoga dengan segala keterbatasan yang ada pada kami, makalah ini
dapat memberi manfaat kepada semua pihak. Terima kasih.

Karawang, 14 September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluarga Berencana (KB)


2.1.1 Definisi KB
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak dan
jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, Pemerintah mencanangkan
program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan (Sulistyawati,
2013).

2.1.2. Manfaat Keluarga Berencana


a. Memungkinkan wanita untuk mengontrol kesuburan mereka sehingga dapat
memutuskan bila dan kapan mereka ingin hamil dan memiliki anak. Wanita
dapat mengambil jedakehamilan selama sedikitnya dua tahun setelah
melahirkan, yang memberikan banyakmanfaat bagi perempuan dan bayi mereka.

b. Wanita yang hamil segera setelah melahirkan berisiko memiliki kehamilan yang
buruk.Mereka lebih mungkin menderita kondisi medis yang serius atau
meninggal selamakehamilan. Bayi mereka juga lebih cenderung memiliki
masalah kesehatan (misalnya lahirdengan berat badan rendah). Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwasecara global, 100.000
kematian ibu dapat dicegah setiap tahun, jika semua wanita yang tidakingin anak
lagi mampu menghindari kehamilan. Kematian ini terjadi sebagian besar di
negara berkembang di mana cakupan kontrasepsi rendah.

c. Wanita lebih dapat berpartisipasi dalam kehidupan sosial, mencari pekerjaan dan
meraih pendidikan ketika mereka menggunakan alat kontrasepsi dan tidak
berisiko hamil. Karenakegiatan ini umumnya meningkatkan status perempuan
dalam masyarakat, kontrasepsi secaratidak langsung mempromosikan hak-hak
dan status perempuan.
d. Memberikan manfaat kesehatan non-reproduksi. Metode kontrasepsi hormonal
gabungan(yaitu estrogen dan progesteron) dapat menurunkan risiko kanker
ovarium dan endometrium.Injeksi progesteron juga melindungi terhadap kanker
ini dan juga terhadap fibroid rahim.Kontrasepsi implan dan sterilisasi wanita
telah terbukti mengurangi risiko penyakit radang panggul.

e. Mencegah efek kesehatan jiwa dari kehamilan yang tidak diinginkan dan
mengurangiaborsi.

f. Kemampuan untuk mengontrol kesuburan juga memungkinkan wanita untuk


lebihmengontrol aspek lain dari kehidupan mereka, misalnya memutuskan kapan
dan mengapamereka menikah. Sejak kontrasepsi tersedia secara luas pada 1970-
an, pola perkawinan telah berubah. Wanita sekarang menikah dan memiliki anak
di usia yang lebih matang dan rata-ratamemiliki anak lebih sedikit. Perubahan
demografis cenderung telah mengurangi bebanemosional dan ekonomi untuk
membesarkan anak, karena keluarga sekarang biasanyamemiliki lebih banyak
waktu untuk mengumpulkan sumber daya keuangan sebelumkelahiran anak.
Ukuran keluarga yang lebih kecil juga berarti bahwa orang tua memiliki lebih
banyak waktu dan sumber daya yang diberikan per anak

2.1.3. Tujuan Program KB


a. Tujuan Umum KB
1) Membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan social ekonomi suatu
keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak, agar diperoleh suatu
keluarga Bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
(Mochtar, 2002)
2) Tujuan utama program KB Nasional adalah untuk memenuhi perintah
masyarakat akan pelayanan KB dan Kesehatan reproduksi yang
berkualitas, menurunkan tingkat atau angka kematian ibu dan bayi serta
penanggulangan masalah Kesehatan reproduksi dalam rangka membangun
keluarga kecil yang berkualitas.
b. Menurut WHO (2003) tujuan KB terdiri dari:
1) Menunda/mencegah kehamilan. Menunda kehamilan bagi PUS
(pasangan usia subur) dengan usia istri kurang dari 20 tahun dianjurkan
untuk menunda kehamilannya. Alasan menunda/menncegah kehamilan:
2) Umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai
anak dulu karena berbagai alas an.
3) Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral, karena peserta masih muda.
4) Pengguanaan kondom kurang menguntungkan karena pasangan muda
masih tinggi frekuensi bersenggamanya, sehingga mempunyai kegagalan
tinggi.
5) Penggunaan IUD (Intra Uterine Divice) bagi yang belum mempunyai
anak pada masa ini dapat dianjurkan, terlebih bagi calon peserta dengan
kontra indikasi terhadap pil oral.

2.2. Keputihan Abnormal

2.2.1. Pengertian Keputihan Abnormal

Keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin (infeksi
bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim, jaringan penyangga, dan pada infeksi
karena penyakit menular seksual).

2.2.2. Ciri-ciri keputihan patologik

a. terdapat banyak leukosit,


b. jumlahnya banyak,
c. timbul terus menerus,
d. warnanya berubah (biasanya kuning, hijau, abu-abu, dan menyerupai susu),
e. disertai dengan keluhan (gatal, panas, dan nyeri)
f. berbau (apek, amis, dan busuk)
g. Jumlah pH vagina lebih besar dari 4,5.Sedangkan pH vagina normal bekisar 3,8
– 4,5.
2.2.3. Faktor-faktor yang memicu keputihan abnormal

a. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik merupakan kondisi yang dialami oleh seseorang akibat
meningkatnya pengeluaran energi karena terlalu memaksakan tubuh untuk
bekerja berlebihan dan menguras fisik. Meningkatnya pengeluaran energi
menekan sekresi hormon estrogen. Menurunnya sekresi hormon estrogen
menyebabkan penurunan kadar glikogen. Glikogen digunakan oleh Lacto-
bacillus doderlein untuk metabolisme. Sisa dari metabolisme ini adalah asam
laktat yang digunakan untuk menjaga keasaman vagina. Jika asam laktat yang
dihasilkan sedikit, bakteri, jamur, dan parasit mudah berkembang.

b. Ketegangan psikis
Ketegangan psikis merupa- kan kondisi yang dialami seseorang akibat
dari meningkatnya beban pikiran akibat dari kondisi yang tidak menyenangkan
atau sulit diatasi. Meningkatnya beban pikiran memicu peningkatan sekresi
hormon adrenalin. Meningkatnya sekresi hormon adrenalin menyebabkan
penyempitan pembuluh darah dan mengurangi elastisitas pembuluh darah.
Kondisi ini menyebabkan aliran hormon estrogen ke organ- organ tertentu
termasuk vagina terhambat sehingga asam laktat yang dihasilkan berkurang.
Berkurangnya asam laktat menyebabkan keasaman vagina berkurang sehingga
bakteri, jamur, dan parasit penyebab keputihan mudah berkembang. Penelitian
Agustiyani D. dan Suryani (2011) di Yogyakarta menemukan bahwa remaja
yang tingkat stressnya sedang bahkan tinggi lebih mudah mengalami keputihan

c. Kebersihan diri
Kebersihan diri merupakan suatu tindakan untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan untuk kesejahteraan fisik dan psikis,1 Keputihan yang abnormal
banyak dipicu oleh cara wanita dalam menjaga kebersihan dirinya, terutama alat
kelamin. Kegiatan kebersihan diri yang dapat memicu keputihan adalah
penggunaan pakaian dalam yang ketat dan berbahan nilon, cara membersihkan
alat kelamin (cebok) yang tidak benar, penggunaan sabun vagina dan pewangi
vagina, penggunaan pembalut kecil yang terus menerus di luar siklus menstruasi.
Penelitian di Pondok Cabe Ilir Jakarta menemukan bahwa remaja yang
mempunyai pengetahuan rendah, sikap yang jelek dan perilaku buruk dalam
menjaga kebersihan akan memperburuk kondisi keputihan abnormal.

2.2.4. Pengobatan Atau Penatalaksanaan Keputihan

Penatalaksanaan keputihan meliputi usaha pencegahan dan pengobatan


yang bertujuan untuk menyembuhkan seorang penderita dari penyakitnya, tidak
hanya untuk sementara tetapi untuk seterusnya dengan mencegah infeksi
berulang (Endang, 2003). Apabila keputihan yang dialami adalah yang
fisiologik tidak perlu pengobatan, cukup hanya menjaga kebersihan pada
bagian kemaluan. Apabila keputihan yang patologik, sebaiknya segera
memeriksakan kedokter, tujuannya menentukan letak bagian yang sakit dan
dari mana keputihan itu berasal.
Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat tertentu akan lebih
memperjelas. Kemudian merencanakan pengobatan setelah melihat kelainan
yang ditemukan. Keputihan yang patologik yang paling sering dijumpai yaitu
keputihan yang disebabkan Vaginitis, Candidiasis, dan Trichomoniasis.
Penatalaksanaan yang adekuat dengan menggabungkan terapi farmakologi dan
terapi nonfarmakologi. Setelah diketahui penyebabnya , barulah dokter bisa
menentukan tindakan pengobatan secara tepat.
Pengobatan yang dilakukan bisa saja menggunakan metode-metode
modern atau pun memanfaatkan ramuan-ramuan yang berasal dari beragam
jenis tanaman obat.
1) Terapi Farmakologi (Pengobatan Modern) (Bahari,2012)
Jika penyebab keputihan adalah infeksi ada beberapa tindakan pengobatan
modern yang bisa di lakukan. Diantaranya ialah sebagai berikan
a) Obat-obatan :
1. Asiklovir (digunakan untuk mengobati keputihan yang disebabkan
oleh virus herpes).
2. Podofilin 25% (digunakan untuk mengobati keputihan yang
disebabkan oleh kondiloma).
3. Larutan asam trikloro-asetat 40 – 50 % atau salep asam salisilat 20 –
40 % (digunakan dengan cara dioleskan).
4. Metronidazole (digunakan untuk mengobati keputihan yang
disebabkan oleh bakteri Trichomonas vaginalis dan Gardnerrella).
5. Nistatin,mikonazol,klotrimazol,dan fliconazole (digunakan untuk
mengobati keputihan yang disebabkan oleh jamur candidda
albikan).

b) Larutan Antiseptik
Larutan antiseptik digunakan untuk membilas cairan keputihan
yang keluar dari vagina. Akan tetapi, larutan ini hanya berfungsi
membersihkan. Sebab, larutan tersebut tidak bisa membunuh penyebab
infeksi ataupun menyembuhkan keputihan yang diakibatkan oleh
penyebab lainnya.

c) Hormon Estrogen
Hormon estrogen yang diberikan biasanya berbentuk tablet dan
krim. Pemberian hormon ini dilakukan terhadap penderita yang sudah
memasuki masa menopause atau lanjut usia,
d) Pembedahan, Radioterapi atau kemoterapi
Metode pengobatan ini dilakukan jika penyebab keputihan adalah kanker
serviks atau kanker kandungan lainnya. Selain itu , metode pengobatan
ini juga dilakukan dengan mengacu pada stadium kankernya
(Bahari,2012).

2) Terapi Non Farmakologi (Pengobatan Tradisional)


Selain pengobatan dengan metode modern tersebut, masih ada banyak
cara yang bisa dilakukan guna mengobati keputihan, diantaranya adalah cara
tradisional. Metode pengobatan tersebut dilakukandengan memanfaatkan
jenis tumbuhan obat yang dapat ditemui dengan mudah dialam sekitar
(Cowan,1999).

http://repository.ump.ac.id/3861/3/Rafiqah%20Fatmasari%20BAB%20II.pdf
http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/kti/1302450042/7._BAB_II_.pdf

A. Penyakit Menular Seksual (PMS)


PMS menyebabkan infeksi alat reproduksi yang dianggap serius. Bila tidak
diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit
berkepanjangan, kemandulan, kehamilan dan persalinan yang berisiko bahkan kematian.
Resiko wanita untuk terkena PMS lebih besar daripada laki-laki sebab alat
reproduksinya lebih rentan. Dan seringkali berakibat lebih parah ah karena gejala awal
tidak segera di kenali,  sedangkan penyakit melanjut ke tahap medis lebih parah.Sebagai
tenaga medis, berperan dalam penanggulangan masalah penyakit menular seksual yang
sering terjadi di masyarakat. PMS itu sendiri perlu dipahami oleh masyarakat, termasuk
bahayanya, pencegahan, screening (deteksi dini) dan penanganannya. Dalam hal ini
harus ada sosialisasi dan kerja sama semua pihak yang terkait, termasuk tenaga medis
dalam tim maupun sistem rujukan. upaya yang dilakukan dalam rangka pemberantasan
penyakit HIV/AIDS di samping ditunjukkan pada penanganan  penderita yang
ditemukan diarahkan pada upaya pencegahan yang dilakukan untuk skrining HIV/
AIDS terhadap donor darah, mengetahui Pemantauan dan pengobatan penderita
penyakit menular seksual (PMS) serta meningkatkan cakupan penanganan kasus HIV-
AIDS, infeksi menular seksual.

Peran bidan dalam pemberantasan PMS juga ditegaskan dalam kompetensi kedua
Permenkes No. 900/MENKES/VII/2002 :
1.  penyuluhan kesehatan mengenai PMS, HIV/ AIDS,  dan kelangsungan hidup
anak
2.  tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual yang lazim
terjadi

1) Definisi
PMS adalah infeksi atau penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks
(oral, anal, vagina)  atau penyakit kelamin atau infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seks yang dapat menyerang alat kelamin dengan atau tanpa gejala
dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak serta
organ tubuh lainnya,Misalnya HIV/AIDS,  Hepatitis B.
Penyakit menular seksual atau PMS sering terjadi pada kehamilan,
terutama pada penduduk perkotaan yang kurang mampu, tempat
penyalahgunaan obat dan prostitusi yang mewabah. Penapisan, identifikasi,
edukasi dan terapi merupakan komponen penting pada perawatan prenatal
wanita yang beresiko tinggi mengidap penyakit penyakit ini.

2) Gejala PMS
a.  Perubahan pada kulit di sekitar kemaluan
b. Gatal pada alat kelamin
c. Terasa sakit pada daerah pinggul (wanita)
d. Meski tanpa gejala dapat menularkan penyakit bila tenang.

3) Cara penularan
Penularan PMS pada umumnya adalah melalui hubungan seksual (95%),
sedangkan cara lainnya yaitu melalui transfusi darah, jarum suntik, plasenta (dari
ibu kepada anak yang dikandungnya). Sumber penularan utama adalah WTS
(80%).

4) Bahaya atau akibat PMS


a. Menimbul menimbulkan rasa sakit
b. Infertilitas
c. Abortus
d. Kanker serviks
e. Merusak penglihatan, hati dan otak
f. Menular pada bayi
g. Rentan terhadap HIV/AIDS
h. Tidak dapat disembuhkan
i. Kematian

5) Peningkatan angka kejadian PMS disebabkan beberapa faktor :


a. Seks, bebas, norma moral yang menurun
b. Kurangnya pemahaman tentang seksualitas dan PMS
c. Transportasi makin lancar, mobilitas tinggi
d. Urbanisasi dan pengangguran
e. Kemiskinan
f. Pengetahuan
g. Pelacuran
h. Pencegahan PMS
i. Apabila belum menikah maka tidak melakukan hubungan seksual
j. Apabila sudah menikah maka saling setia dengan pasangan
k. Tidak berganti-ganti pasangan
l. Hindari hubungan seksual yang tidak aman atau  berisiko
m. Menjaga kebersihan alat genetalia

6) Penanganan bagi yang terkena PMS


a. Segera Periksa ke dokter atau petugas kesehatan
b. Jangan malu Menyampaikan keluhan kepada dokter atau petugas kesehatan
c. Memenuhi aturan pengobatan sesuai petunjuk dokter atau petugas kesehatan
d. Jangan melakukan hubungan seksual kecuali menggunakan kondom
e. Jasangan seks sebaiknya memeriksakan diri
f. Beritahu tentang akibat PMS yang berbahaya bagi kesehatan diri

7) Peran bidan dalam pencegahan dan penanggulangan PMS


a. Bidan sebagai role model memberi contoh sikap yang baik kepada
masyarakat
b. Memberikan konseling pada masyarakat terutama remaja dan pasangan
suami istri tentang kesehatan reproduksi
c. Memberi konseling pada masyarakat tentang penyebab dan akibat PMS
d. Bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam pelaksanaan
penyuluhan pada masyarakat
e. Gejala-gejala dan mendeteksi Dini adanya PMS 

B. Konseling dalam Penyakit Menular Seksual


1) Pengertian Konseling

Konseling adalah suatu proses penerapan strategi komunikasi dalam membantu


seseorang untuk mengetahui dan belajar menyelesaikan masalah interpersonal dan
emosional dengan bailg serta memotivasi individu tersebut untuk memutuskan hal
tertentu atau mengubah perilakunya. Peran konselor dalam konseling adalah membantu
dan memfasilitasi klien untuk dapat membangun kemampuan diri dalam pengambilan
keputusan bijak dan realistis, menuntun perilaktr mereka, dan marnpu mengemban
konsekuensi dari pilihannya, serta memberikan informasi yang terkini.

Konseling IMS bertujuan untuk mernbantu pasien mengatasi masalah yang


dihadapi sehubungan dengan IMS yang dideritanya dan pasien mau mengubah perilaku
seksual atau perilaku lainnya yang berisiko menjadi perilaku seksual atau perilaku
lainnya yang aman. Memberikan konseling pasien IMS agak berbeda dengan
pasienpenyakit lain. Hal itu disebabkan klien IMS yang datang pada dokter atau
konselor untuk meminta nasehat disamping mempunyai rasa takut dan cemas terhadap
penyakitnya, juga mempunyai rasa bersalah (guilty feeling), yang sering menimbulkan
kesulitan dalam proses konseling tersebut.

Oleh karena IMS terdiri dari bermacam penyakit dengan derajat kesakitan yang
berbeda, rnaka konseling untuk tiap penyakit tidak sama, baik dalam penanganan serta
hasilnya. Misalnya untuk gonore yang sembuh dengan satu pengobatan saja, akan jauh
lebih mudah dibandingkan herpes, sifilis, atau AIDS. Disamping itu tiap orang
mempunyai kepribadian, kemampuan, serta sikap yang berbeda terhadap suatu
rangsangan, sehingga memberikan reaksi berlainan, dan oleh karena penanganannyapun
dapat berbeda pula. Konseling pasien IMS sebaiknya diberikan oleh dokter yang
merawat atau tenaga kesehatan lain yang ditunju( yang benar-benar mengerti tentang
IMS.
Konseling IMS merupakan kesempatan untuk memberikan edukasi pencegahan
IMS dan HIV. Penelitian tentzulg pencegahan telah membuktikan tentang efektifitas
konseling rmtuk penurunan risiko dalam menurunkan IMS.

2) Tujuan Konseling IMS

Konseling IMS pada dasamya bertujuan:

a. Agar pasien patuh minum obat/mengobati sesuai dengan ketentuan.


b. Agar pasien kembali untuk follow up secara teratur sesuai dengan jadwal
yang ditentukan.
c. Meyakinkan pentingnya pemerilsaan mita seksual, serta turut berusaha agar
mita tersebut bersedia diperiksa dan diobati bila perlu.
d. Mengurangi risiko penularan dengan:
 Abstinensia dari hubungan seks hingga pemeriksaan terakhir selesai
 Abstinesia dari semua hubungan seks bila timbul gejala karnbuh
 Menggunakan kondom bila meragukan adanya risiko
 Agar pasien tanggap dan memberikan respons cepat terhadap infeksi atau
hal yang mencurigakan setelah hubungan seks.
3) Prinsip Dasar Konseling

Dalam menjalankan konseling, beberapa prinsip dasar konseling yang perlu


diperhatikana meliputi:

a. Spesifik atas kebutuhan atau masalah dan lingkungan klien


b. Terjadi proses timbal balikyang saling kerjasama dan menghargai
c. Memiliki tujuan dan fokus kepada klien
d. Membangun otonomi dan tanggungjawab diri terhadap klien
e. Memperhatikan situasi interpersonal
f. Menyediakan informasi terkini
g. Mengembangkan rencana perubahan perilaku atau rencana aksi
h. Mengajukan pertanyaan, menyediakan informasi, mengulas informasi, dan
mengembangkan rencana
4) Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Konseling
Walaupun konseling dapat berbeda tiap kasus akan tetapi ada beberapa hal yang
harus diperhatikan pada setiap proses konseling yaitu:

a. tempat harus cukup leluasa


b. tempat yang menyamankan pasien dan tidak dapat didengar orang lain
c. sikap konselor membuat klien merasa diterima, dipahami, serta merasa aman
untuk bertanya dan mengemukakan pendapat
d. kemudahan klien untuk mendapat pelayanan
e. kerahasiaan harus benar-benar dijaga

5) Kegiatan konseling dapat meliputi :


a. Memberi informasi yang dapat memberi kejelasan dan pemahaman pada
klien dapat menjawab pertanyaan klien dengan jujur dan terbuka
b. mampu menyadarkan klien perlunya berperilaku arnan, untuk tidak
menularkan pada orang lain mampu membuat klien sanggup membuat
keputusan bagi dirinya sendiri

6) Prinsip Konseling pencegahan

Pencegahan penularan merupakan satu hal yang penting dilakukan yang


merupakan salah satu tujuan konseling IMS. prinsip-prinsip konseling pencegahan
meliputi :

a. Menjaga sesi konseling pada penurunan risiko IMS:


 Konseling difokuskan untuk menangani risiko krien
 Konselor tidak boleh terganggu oleh masalah tambahan klien yang
tidak berkaitan
b. Gunakan pertanyaan terbuka skenario bermain peran, mendengarkan aktif,
tidak menghakimi, dan melakukan pendekatan dukungan unt,k mendorong
klien tetap fokus pada penurunan risiko
c. Lakukan penilaian risiko secara personar dan mendalam
d. Bantu klien dalam mengindentifikasi penurunan risiko yang konkret,
terukur, dan dapat diterima
 Menggali usaha-usaha penunrnan risiko dan identifikasi peluang
keberhasilan dan kendala
e. Hargai dan dukung perubahan positif yang telah dibuat
 Meningkatkan kepercayaan krien bahwa perubahan adalah suatu hal
yang mungkin terjadi
f. Klarifikasi kesalahpahaman
 Fokus pada kesalahpahaman klien yang tersirat dan hindari diskusi
yang bersifat umum
g. Negosiasi sebuah tahap konkret yang dapat dicapai dalam perubahan
perilaku yang akan menumnkan risiko IMS/FIIV
 LangkahJangkah penunrnan risiko harus dapat diterima klien
 Jika terdapat beberapa risiko, fokus pada perubahan perilaku yang
paling diinginkan klien
 Penurunan risiko tidak selalu melibatkan perilaku risiko pribadi misal
pembahasan kepada pasangan tentang serostatus atau memotivasi
pasangan urtuk dilakukan tes
 Identifikasi peluang dan hambatan dalam perubahan perilaku
 Lalcukan rujukan ke pelayanan pencegahan atau dukumgan jika
diperlukan
h. Sediakan kesempatan wtuk membangun kemampuan klien misal dengan
bermain peran, demonstoasi pemakaian kondom, dan lain-lain
i. Gunakan bahasa yang jelas dalam menyampaikan hasil tes, hindari
pembicaraan yang bisa mengaburkan pesan pencegahan
j. Kembangkan dan terapkan protokol konseling tertulis. Untuk menjaga
supaya klinisi atau konselor dan superviser tetap terjaga dalam tugasnya
 Dapat meliputi contoh-contoh pertanyaan terbuka dan langkah
 Jangkah penuruman risiko
 Sebaiknya dijadikan sebagai bagian dari pesan-pesan
klinis
k. Yakinkan bahwa ada dukungan dari superviser dan adminisfator
 Sediakan kesempatan untuk pelatihan yang diperlukan oleh klien
l. Hindari menggunakan waktu konseling untuk mengumpulkan data. Jika
memungkinkan, lengkapi catatan medis di akhir konseling
m. Hindari informasi yang tidak penting, diskusi risiko secara teoritis bisa
memindahkan fokus klien terhadap situasi berisiko yang dimiliki klien dan
dapat mengurangi ketertarikan klien. Individu yang berhak melakukan
konseling tidak harus seorang dokter, konseling dapat dilakukan oleh semua
tenaga kesehatan seperti perawat, bidan, bahkan bukan tenaga kesehatan
seperti ulama, pendeta, guru dan lain-lain, akan tetapi dengan syarat sebagai
berikut:
 Sudah terlatih melakukan konseling dan mempunyai skill dalan
bidang komurikasi
 Bekerja sebagai konselor secarateratur
 Mempunyai pemahaman yang benar tentang IMS, HIV/AIDS
 Mempunyai kepribadian sabar, mampu berempati, btjaksana tidak
menghakimi, serta penuh perhatian terhadap klien.

7) Prinsip Dasar Konseling dan Tes HW (KTHIV)

KTHIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara global yaitu 5
komponen dasar yang disebut "5 C" yaitu:

a. Informed consent : Orang yang diperiksa HIV harus dimintai persetujuan


untuk pemeriksaan laboratorium setelah diberi informasi yang benar.
b. Confidentiality : semua isi diskusi antara klien dan konselor atau petugas
pemeriksa dan hasil tes laboratorium tidak akan diungkap kepada pihak lain
tanpa persetujuan klien.
c. Courxeling : Layanan pemeriksaan harus dilengkapi dengan informasi prates
dan konseling pascates yang berkualitas baik
d. Correct testing : penyampaian hasil yang akurat. Pemeriksaan harus
dilaksanakan dengan jaminan mutu laboratorium sesuai dengan strategi tes,
norma dan standar yang diakui secara intemasional.
e. Connection/linkage to prevention, care, and treatment seryices : klien harus
dihubungkan atau dirujuk ke layanan pencegahan, perawatan, dukungan, dan
pengobatan HIV yang didukung dengan sistem rujukan yang baik dan
terpantau.

8) Pendekatan Konseling dan Tes HIV

Ada duajenis pendekatan dalam KTHIV, yaitu:

1. Tes HIV aks inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling (TIPK) atau
provider-iniliated lN testing and counseling (PITC)
Pemeriksaan HIV yang dianjurkan atau ditawarkan oleh petugas
kesehatan kepada pasien pengguna layanan kesehatan sebagai komponen
standar layanan kesehatan di fasilitas tersebut. Tujuan umum dari TIPK
adalah untuk menemukan diagnosis HIV secara lebih dini dan memfasilitasi
pasien untuk mendapatkan pengobatan lebih dini pula. Sebagian lagi untuk
memfasiltasi pengarnbilan keputusan klinis atau medis terkait pengobatan
yang dibutuhkan dan yang tidak mungkin diambil tanpa mengetahui status
HIV.
Penawaran pemeriksaan HfV secara rutin di layanan kesehatan akan
menormalisasi KTHIV dan mengurangi stigma dan deskriminasi terkait
stahrs HIV dantes HIV. Meskipun demikian, penting ditekankan bahwa
sekalipun berdasarkan inisiatif petugas, pemeriksaan HIV tidak boleh
dikembangkan menjadi pemeriksaan mandatori atau memeriksa klien tanpa
menginformasikannya. Paradigma ini perlu terus didorong perluasan
pelaksanaannya, terutama di layanan kesehatan yang banyak melayani
pasien dengan masalah TB, IMS, hepatitis, infeksi oportunistik layanan
program terapan rumatan metadon (PTRM) dan layanan alat suntik steril
(LASS) bagi penasun, layanan bagi populasi kunci lain (seperti pekerja seks
Komala laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki/LSL, waria) komandan
di layanan pelayanan kesehatan ibu hamil dan kesehatan ibu dan anak (KIA).
Karena pasien pasien tersebut memiliki resiko tinggi tertular HIV. Harus
dipastikan bahwa titik-titik menggunakan pendekatan model of sign out
dalam mendapatkan persetujuan pasien.
Pelaksanaan TPK harus disertai dengan paket pelayanan pencegahan
pengobatan, perawatan, dan dukungan yang terkait HIV, serta mekanisme
rujukan serta konseling yang efektif, dukungan medis dan psikososial bagi
mereka yang positif.
2. Konseling dan tes HIV secara sukarela (KTS) atau voluntary counseling and
testing (VCT)
Layanan pemeriksaan HIV yang menuntut peran aktif Dari klien untuk
mencari layanan tersebut baik di fasilitas kesehatan atau layanan
pemeriksaan HIV berbasis komunitas. Pendekatan yang dipakai dalam KTN
adalah option in. KTS menekankan penilaian pengelolaan resiko infeksi HIV
dari klien yang dilakukan oleh seorang konselor, membahas perihal
keinginan klien untuk menjalani pemeriksaan HIV, dan strategi untuk
mengurangi resiko tertular HIV
KTS bertujuan untuk :
a. Pencegahan penularan HIV dengan menyediakan informasi tentang
perilaku beresiko penularan, dan membantu orang dalam
mengembangkan keterampilan pribadi yang diperlukan untuk
perubahan perilaku dan negoisasi praktek lebih aman
b. Menyediakan dukungan psikologis misalnya dukungan yang
berkaitan dengan kesejahteraan emosi, psikologis, sosial, dan
spiritual seseorang yang terinfeksi HIV atau lainnya.
c. Memastikan efektivitas rujukan kesehatan, terapi, dan perawatan
melalui pemecahan masalah kepatuhan berobat.

Konseling bagi pasien infeksi menular seksual (IMS) sejak lama kurang
mendapat perhatian bahkan sering diabaikan. Baru setelah ditemukan penyakit
infeksi HIV/AIDS yang belum ada obatnya, belum ditemukan vaksin untuk
pencegahannya serta mempunyai dampak luas bagi pasien, keluarga, dan
masyarakat luas maka konseling menjadi salah satu proses yang penting dan berarti
dalam menanggulangi penyakit tersebut. Sebenarya konseling merupakan hal yang
perlu dilakukan untuk semua IMS, serta diikutsertakan dalam managemen
pengobatan dan pencegahan penyakit.
BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Setyani. Ayu Rizka. Serba-serbi Kesehatan reproduksi wanita & keluarga berencana.
:Pt. Sahabat Alter Indonesia

https://www.academia.edu/9095223/MAKALAH_KELUARGA_BERENCANA
http://repository.ump.ac.id/3861/3/Rafiqah%20Fatmasari%20BAB%20II.pdf
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1302450042/7._BAB_II_.pdf

Anda mungkin juga menyukai