TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2 Insiden
Insiden kehamilan postterm sangat tergantung kepada kriteria yang
digunakan untuk mendiagnosis (Bakketeig and Bergasjo, 1991).2
Usia Gestasi
2000000
1800000
1600000
1400000
1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0
≤ 36 37-39 40 41 ≥ 42
2.3 Etiologi
Penyebab kehamilan post term sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
tetapi terdapat beberapa teori umum yang menyatakan bahwa terjadinya
kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan
seperti pengaruh progesteron, oksitosin dan lain-lain. Terdapat beberapa
beberapa faktor yang bisa menempatkan seorang wanita menjadi golongan
berisiko tinggi seperti primipara, riwayat kehamilan post term sebelumnya,
dan jenis kelamin bayi laki-laki. Kehamilan post-term ini sering ditemukan
pada kelompok usia 20-35 tahun. Tetapi hal tersering penyebab diagnosis
kehamilan post term adalah kesalahan dalam penanggalan. Penggunaan
perhitungan HPHT sebagai penentu usia kehamilan sering tidak akurat. Pasien
yang lupa tanggal HPHT ditambah lagi dengan variasi fase luteal dan follicular
dari siklus menstruasi berakibat pada kesalahan yang dapat berupa
bertambahnya usia kehamilan.
2.5 Patogenesis
Beberapa teori yang pernah diajukan untuk menerangkan bagaimana
terjadinya kehamilan post term antara lain:2
o Teori kortisol/ACTH janin.
Kehamilan post term terjadi akibat kortisol janin yang tidak diproduksi
dengan baik. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen. Proses ini
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
Pada kasus-kasus kehamilan dengan cacat bawaan janin seperti anensefalus
atau hipoplasia adrenal, tidak adanya kelenjar hipofisis janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga terjadi
kehamilan post term.
o Teori oksitosin.
Kehamilan post term terjadi akibat rendahnya pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis wanita hamil pada usia kehamilan lanjut.
o Teori progesteron
Kehamilan post term terjadi karena masih berlangsungnya pengaruh
progesteron melewati waktu yang semestinya.
o Teori heriditer.
Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm telah dibuktikan
pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan
dalam hasil penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah mengami
kehamilan postterm akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian ini
memunculkan kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga dipengaruhi
oleh faktor genetik. 5 Mogren (1999) menyatakan bahwa bilamana seorang
ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka
besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan
postterm.
2.7 Diagnosis
Angka keberhasilan diagnosis Meskipun kehamilan post term berkisar 4-
19% dari seluruh kehamilan, namun sebagian diantaranya tidak terbukti
kebenerannya oleh karena kekeliruan dalam menentukan usia kehamilan.
[ CITATION Cun05 \l 1057 ]. Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosis
kehamilan post term, diperlukan informasi yang tepat mengenai lamanya
kehamilan. Hal ini disebabkan karena semakin lama janin berada di dalam
uterus maka semakin besar pula risiko bagi janin dan neonatus untuk
mengalami morbiditas maupun mortalitas. Namun sebaliknya, pemberian
intervensi/terminasi secara terburu-buru juga bisa memberikan dampak yang
merugikan bagi ibu maupun janin.
Riwayat haid
Penegakkan diagnosis kehamilan post term akurat bila haid
pertama haid terakhir (HPHT) ibu tepat atau bisa dipercaya. Diagnosis
kehamilan postterm berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai
dengan definisi yang dirumuskan oleh American College of
Obstetricians and Gynecologists (2004), yaitu kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari
pertama siklus haid terakhir (HPHT). [ CITATION Cun05 \l 1057 ]
Gerak Janin
Gerak janin pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan
18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur
kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida pada 16
minggu. Keadaan klinis yang ditemukan ialah gerakan janin yang
jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit, atau
secara obyektif dengan Cardiotocography (CTG) kurang dari 10
kali/20 menit.
Amniskopi
Amnioskopi adalah pemeriksaan air ketuban yang menggunakan
alat amnioskope melalui jalan lahir. Melalui amnioskop yang
dimasukkan ke kanalis yang sudah membuka dapat dinilai jumlah
dan keadaan air ketuban didalamnya.[ CITATION Moc \l 1057 ]
Hasil interpretasi:
o Air ketuban yang berkurang menunjukkan bahwa janin pernah
mengalami gangguan pernapasan (asfiksia intrauterin) akibat
fungsi plasenta yang kurang sempurna.
o Warna air ketuban yang bewarna kehijauan atau kecoklatan
menunjukkan bahwa neonatus telah mengeluarkan mekonium
(kotoran yang terbentuk sebelum lahir, pada keadaan normal
setelah lahir saat pergerakan usus yang pertama kali). Hal ini
dapat menjadi petanda bahwa neonatus dalam keadaan stress.
Keadaan hipoksia menyebabkan peristaltik usus dan relaksasi
otot sphincter ani, maka mekonium dapat keluar melalui anus.
o Warna air ketuban yang bewarna kemerahan menunjukkan
bahwa terdapat perdarahan yang baru terjadi.
o Warna air ketuban yang bewarna keunguan menunjukkan bahwa
adanya riwayat perdarahan.
Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%)
mempunyai sensitivitas 755. Perlu diingat bahwa kematangan
serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.2