kematian tanaman. Adanya ancaman OPT lebih kurang 10 tahun, penggunaan pesti-
terhadap tanaman budi daya mengharus- sida menjadi bagian rutin dari kegiatan budi
kan petani dan perusahaan pertanian mela- daya tanaman, seperti halnya pengolahan
kukan berbagai upaya pengendalian. Se- tanah dan pemupukan. Pada zaman opti-
jarah perkembangan pengendalian hama misme, pengendalian OPT tidak memer-
dan penyakit di Indonesia dimulai sejak hatikan perkembangan pemahaman biologi
periode sebelum kemerdekaan, 1950-1960- hama. Petani ingin pertanamannya bebas
an, 1970-an, dan 1980 sampai sekarang. hama sehingga melakukan aplikasi pesti-
Pengendalian hama dan penyakit ber- sida secara berjadwal dan berlebihan.
dasarkan perspektif global terdiri atas be-
berapa zaman, yaitu zaman prapestisida,
zaman optimisme, zaman keraguan, dan Zaman Keraguan
zaman PHT (Flint dan van den Bosch 1990;
Norris et al. 2003). Zaman PHT dikelom- Zaman keraguan diawali dengan terbitnya
pokkan menjadi dua era, yaitu PHT ber- buku Silent Spring oleh Carson (1962)
basis teknologi dan PHT berbasis ekologi. yang membuka mata dunia tentang serius-
nya pencemaran lingkungan yang disebab-
kan oleh DDT. Buku tersebut merupakan
Zaman Prapestisida tangis kelahiran bayi dari gerakan peduli
lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan
Pada zaman prapestisida, pengendalian berbagai jenis pestisida merusak kelesta-
hama dilakukan dengan cara bercocok rian lingkungan biotik dan abiotik di daerah
tanam dan pengendalian hayati berdasar- beriklim sedang maupun tropik (Widi-
kan pemahaman biologi hama. Cara ini anarko et al. 1994; Oka 1995). Salah satu
telah dilakukan oleh bangsa Cina lebih dari contoh adalah lalat rumah menjadi resisten
3000 tahun yang lalu. Pada tahun 2500 SM, terhadap DDT sejak tahun 1946. Hal ter-
orang Sumeria menggunakan sulfur untuk sebut semakin menjadi perhatian pada era
mengendalikan serangga tungau (Flint ini. Kurang berhasilnya pengendalian
dan van den Bosch 1990). Pengendalian hama secara konvensional mendorong
secara bercocok tanam dan hayati pada berkembangnya paradigma baru yang
tanaman padi telah dilakukan di Indonesia berusaha meminimalkan penggunaan
sejak zaman kerajaan di Nusantara, mulai pestisida serta dampak negatifnya. Para-
dari Kerajaan Purnawarman, Mulawarman, digma tersebut dikenal dengan istilah PHT
Sriwijaya, Majapahit, Mataram sampai era klasik atau PHT teknologi karena pende-
penjajahan Belanda. katan paradigma ini berorientasi pada
teknologi pengendalian hama (Untung
2006).
Zaman Optimisme
Pelita I-2), yang merupakan paket produksi. nya, PHT tidak terbatas sebagai teknologi
Teknologi baru ini mendorong timbulnya saja, melainkan telah berkembang menjadi
permasalahan wereng coklat, yaitu mun- suatu konsep mengenai proses penyele-
culnya biotipe baru. Revolusi hijau telah saian masalah OPT di lapangan. PHT ber-
mendorong petani makin bergantung pada basis ekologi didorong oleh pengem-
pestisida dalam mengendalikan OPT. bangan dan penerapan PHT berdasarkan
Kondisi ini telah menimbulkan dampak pengertian ekologi lokal hama dan pember-
negatif terhadap lingkungan dan kese- dayaan petani sehingga pengendalian
hatan manusia. hama disesuaikan dengan masalah yang
PHT diawali dengan terbentuknya ada di tiap-tiap lokasi (local specific).
Environmental Protection Agency (EPA) Paradigma PHT berbasis ekologi lebih
di Amerika Serikat pada tahun 1972 dan menekankan pengelolaan proses dan me-
pengalihan wewenang registrasi pestisida kanisme ekologi lokal untuk mengendali-
dari Departemen Pertanian ke EPA. Pada kan hama daripada intervensi teknologi
tahun 1980-1990, berbagai negara mene- (Untung 2006). Ekologi lokal yang dike-
tapkan PHT sebagai kebijakan nasional. mas ke dalam kearifan lokal (local wisdom)
Zaman PHT diperkuat oleh terbentuknya menjadi eco-farming melalui pemanfaatan
KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tanggal mikroorganisme lokal untuk mendapatkan
14 Juni 1992, mengadopsi seksi I Integrated agens hayati yang sesuai untuk pengen-
Pest Management and Control in Agri- dalian hama. Selanjutnya, Sekolah Lapang
culture dari Agenda 21 Bab 14 tentang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dite-
Promoting Sustainable Agriculture and rapkan pada tanaman pangan, sayuran,
Rural Development (Norris et al. 2003). dan perkebunan.
PHT dicetuskan oleh Stern et al. (1959).
Selanjutnya, paradigma PHT berkembang
dan diperkaya oleh banyak pakar di dunia DAMPAK EX-POST PENGGUNAAN
serta telah diterapkan di seluruh dunia. Di INSEKTISIDA
Indonesia, PHT didukung oleh UU No. 12
tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Dampak Insektisida Terhadap
Tanaman, Inpres No 3/1986 yang melarang Hama Utama
57 jenis insektisida, dan PP No. 6 tahun
1995 tentang Perlindungan Tanaman. Pada Resistensi Serangga
tahun 1996 keluar keputusan bersama
antara Menteri Kesehatan dan Menteri Insektisida tidak lagi efisien untuk mengen-
Pertanian tentang batas maksimum residu, dalikan hama jika populasi hama menjadi
serta UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan. resisten terhadap insektisida. Penggunaan
insektisida yang makin intensif akan me-
ningkatkan biaya pengendalian, memper-
Zaman PHT Berbasis Ekologi tinggi mortalitas organisme bukan sasaran,
dan menurunkan kualitas lingkungan.
Paradigma baru PHT menempatkan petani Sejak pertama kali Aspidiatus permiciosus
sebagai penentu dan pelaksana utama PHT resisten terhadap insektisida pada tahun
di tingkat lapangan. Kenmore (1996) me- 1908, tercatat 428 artropoda yang resisten
nyatakan bahwa dalam perkembangan- insektisida (Georghiou and Melon 1983).
Analisis empiris penggunaan insektisida ... 123
Pada tahun 1986 dilaporkan serangga yang karbamat. Residu insektisida pada tanam-
resisten meningkat menjadi 447 spesies, 60 an dengan dosis sublethal maupun dosis
di antaranya adalah serangga hama perta- lethal dapat menimbulkan resurjensi
nian. Pada tahun 1993, serangga hama wereng coklat (Dittrich et al. dalam
yang resisten bertambah menjadi 504 jenis. Chelliah dan Heinrichs 1978). Mening-
Selain itu, 150 jenis patogen tanaman dan katnya populasi wereng coklat akibat
273 jenis gulma resisten terhadap pestisida perlakuan insektisida disebabkan oleh: (1)
(Georghiou 1986) pengaruh langsung terhadap wereng
Di Indonesia, resistensi hama terhadap coklat yaitu meningkatnya jumlah telur
insektisida telah diketahui sejak tahun (Laba 1986, 1991a); (2) pengaruh tidak
1953. Hama daun kubis, wereng coklat, langsung yaitu daur hidup nimfa wereng
wereng hijau, dan penggerek batang men- lebih singkat; (3) wereng dewasa dapat
jadi tahan terhadap berbagai jenis insek- hidup lebih lama; (4) menambah aktivitas
tisida dengan tingkat ketahanan 1,9-17,3 makan; (5) wereng tertarik untuk meletak-
kali (Sutrisno 1987; Sastrosiswojo 1992; kan telur; dan (6) terbunuhnya musuh
Ankersmit dalam Oka 1995). Kesepakatan alami (Mochida 1986; Laba 1992a).
resistensi yang tinggi berkisar antara 4,0- Kasus resurjensi di Indonesia muncul
10,0 kali (Brown 1958; FAO 1967). Populasi sebelum tahun 1980, dan paling banyak
hama kapas Heliothis spp. di Sulawesi terjadi pada hama padi khususnya wereng
Tenggara, misalnya, lebih tahan terhadap coklat dan hama kedelai Spodoptera litura
endosulfan dibandingkan populasi Asem- F. Insektisida permetrin, dekametrin, iso-
bagus, Jawa Timur (Soehardjan et al. 1987). prokarb, karbaril, dan diazinon dengan
dosis sublethal meningkatkan keperidian
S. litura (Harnoto et al. 1983). Residu
Resurjensi Serangga insektisida fenvalerat menyebabkan S.
litura betina hidup lebih lama serta jumlah
Resurjensi adalah peningkatan populasi dan telur yang menetas lebih banyak
hama setelah pemberian insektisida (Soe- (Harnoto dan Widodo 1991).
karna 1978; Sosromarsono 1980). Huffaker Varietas padi yang rentan lebih cepat
dan Spitzer (1950) mengatakan bahwa menimbulkan resurjensi wereng coklat
aplikasi DDT pada tanaman pir di California (Laba dan Sumpena 1986; Laba dan Su-
menyebabkan populasi tungau meningkat. trisno 1992; Laba 1993). Beberapa jenis
Peristiwa yang sama juga terjadi pada insektisida menimbulkan resurjensi we-
Panonychus ulmi Koc. setelah penyem- reng coklat, meningkatkan jumlah telur
protan pada pohon apel (Swiff 1968). Peris- (Laba 1986; Laba dan Sutrisno 1993a) dan
tiwa resurjensi dijumpai pada berbagai reproduktivitas/keperidian, serta memper-
ordo serangga, antara lain Coleoptera, panjang stadia nimfa (Laba 1989a, 1989b)
Lepidoptera, dan Homoptera. dan imago (Chelliah dan Heinrichs 1978;
Faktor penyebab resurjensi antara lain Heinrichs dan Mochida 1984; Laba dan
adalah jenis dan frekuensi pemakaian Soekarna 1986; Laba 1987; Laba dan Kilin
insektisida. Insektisida golongan organo- 1995). Di dalam dan luar negeri, tercatat
fosfat lebih cepat meningkatkan populasi ada 23 jenis insektisida yang menimbulkan
wereng coklat dibandingkan golongan resurjensi wereng coklat.
124 I Wayan Laba
dan kepiting (Gorbach dan Knauf 1970 Residu insektisida asefat pada tanaman
dalam Deciyanto 1980). kubis sebesar 0,02 mg/kg dianggap masih
di bawah toleransi yang diizinkan (Koes-
toni et al. 1987). Residu deltametrin dan
Dampak Residu Insektisida permetrin pada buah tomat serta siper-
terhadap Lingkungan metrin, permetrin, deltametrin, dan profe-
nofos pada tanaman kubis di Kabupaten
Pestisida berpengaruh terhadap makhluk Bandung dan Garut membahayakan kon-
hidup karena akumulasi dan absorpsi pes- sumen (Soeriaatmaja dan Sastrosiswojo
tisida melalui rantai makanan sehingga da- 1988). Residu endosulfan, diazinon, be-
pat mengganggu keseimbangan ekologi nomil, dan ditiokarbamat berturut-turut
(Tarumingkeng 1977). Residu pestisida da- pada wortel, bawang, kentang, dan tomat
pat hilang atau terurai melalui proses dan lebih tinggi dari batas maksimum residu
kadang-kadang berlangsung dengan de- (BMR) yang disarankan FAO dan WHO
rajat yang konstan. Residu pestisida dapat (Soekardi 1988).
terjadi pada tanaman (daun, buah, cabang, Klorpirifos larut dalam air, sedangkan
akar), tanah, dan air. Residu insektisida aldrin larut dalam pelarut organik. Aldrin
juga dipengaruhi oleh jenis insektisida dapat tinggal di dalam tanah sampai ± 20
yang digunakan, antara lain daya larut tahun, sedangkan klorpirifos antara 2-3
dalam air, polaritas, reaktif, dan stabilitas bulan (Kahn 1980 dalam Soejitno et al.
kimia. 1997).
Banyaknya residu insektisida yang Residu insektisida dalam tanah sangat
mencapai tanah di Amerika Serikat berkisar erat kaitannya dengan kandungan bahan
antara 1-3 ppm DDT, 0,02-0,08 ppm hep- organik tanah. Makin tinggi kandungan
taklor, dan 0,03-0,10 ppm siklodien dan bahan organik tanah, makin tinggi kan-
dieldrin (Tarumingkeng 1977). Insektisida dungan insektisida. Insektisida cenderung
yang digunakan di Indonesia sejak tahun menumpuk pada lapisan tanah bagian atas
1950 sampai akhir 1960 adalah golongan pada kedalaman 10-20 cm. Hal ini karena
hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, lapisan tersebut mengandung bahan or-
dieldrin, heptaklor, dan gama BHC. Ke- ganik sehingga insektisida mudah diab-
lompok senyawa organoklorin mempunyai sorpsi dan sukar untuk keluar (Connel dan
toksisitas dan persistensi yang sangat Miller 1995 dalam Soejitno et al. 1997).
tinggi, bahkan metabolitnya dapat lebih Keberadaan residu aldrin dalam beras
persisten atau lebih beracun daripada bukan karena aplikasi pada tanaman, me-
insektisidanya sendiri, seperti DDT men- lainkan berasal dari dalam tanah sisa pe-
jadi DDE (Soerjani 1990). Kelompok makaian pada tahun-tahun silam karena
organoklorin yang terdapat dalam air akan sifatnya persisten dan sistemik sehingga
mengancam kehidupan ikan, udang, dapat terabsorpsi melalui jaringan akar
musuh alami serangga hama, dan manusia tanaman padi (Soejitno et al. 1997). Residu
(Brown 1978). Penggunaan organoklorin insektisida pada produk lada masih di
25 tahun yang lalu di daerah Karawang, bawah BMR, tetapi residu pada buah lada
Kuningan, dan Cianjur (Jawa Barat) masih sebelum dipanen lebih rendah diban-
meninggalkan residu di atas batas toleransi dingkan setelah panen (Deciyanto et al.
(Ardiwinata dan Djazuli 1992). 1999; Laba et al. 2000).
126 I Wayan Laba
dan bahan aktif yang sama secara terus- adalah: (1) penggunaan varietas unggul
menerus (Laba 1988). baru spesifik lokasi; (2) penggunaan benih
Penerapan PHT memberikan nilai posi- bermutu; (3) penanaman 1-3 bibit per
tif terhadap peningkatan produksi serta lubang; (4) peningkatan populasi tanaman
keterampilan dan pengetahuan petani se- melalui sistem tegel 20 cm x 20 cm atau jajar
hingga dapat mengurangi penggunaan in- legowo; (5) penyiangan menggunakan
sektisida. Hasil pengkajian pengurangan rotary weeder atau landak; (6) PHT; dan
insektisida pada tanaman padi saja men- (7) panen menggunakan mesin thresher
capai Rp19.000/ha (Oka 1995). Luas panen (Las et al. 2003; Zaini et al. 2003).
pada tahun 2008 sebesar 12,38 juta ha Di sisi lain, pertanian berkelanjutan da-
(http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/ pat memperbaiki kualitas hidup umat ma-
table.shtml). Pada saat sekarang, harga nusia karena pertanian berkelanjutan me-
pestisida rata-rata Rp100.000/liter dan tidak rupakan pengelolaan, konservasi sumber
ada subsidi pestisida dari pemerintah se- daya alam, orientasi perubahan teknologi
hingga pengurangan biaya produksi tidak dan kelembagaan sehingga dapat menja-
kurang dari Rp1,2 triliun/musim tanam. min pemenuhan dan pemuasan kebutuhan
Penghematan penggunaan insektisida manusia secara berkelanjutan untuk gene-
dalam satu tahun (dua kali tanam) adalah rasi sekarang dan yang akan datang (FAO
Rp2,4 triliun. 1989 dalam Untung 2007). Integrasi pe-
nerapan PHT dalam PTT sebagai upaya
pengembangan pertanian berkelanjutan
Penerapan PHT dalam saling mendukung dan saling melengkapi.
Pengelolaan Tanaman Terpadu PHT mempunyai tujuan utama untuk mem-
pertahankan hasil panen dan mengurangi
Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) ber- penggunaan pestisida, sedangkan PTT me-
tujuan untuk meningkatkan produktivitas nekankan produksi meningkat. Kedua pen-
secara berkelanjutan dan efisiensi produksi dekatan tersebut mempunyai tujuan akhir
dengan memerhatikan sumber daya dan yang sama, yaitu melestarikan lingkungan
kemampuan petani. PTT dapat ditempuh hidup dan memberikan manfaat ekonomi
melalui empat prinsip, yaitu: (1) PTT kepada petani dan masyarakat.
merupakan suatu pendekatan dalam budi
daya tanaman yang menekankan pada
pengelolaan tanaman, lahan, air, dan PHT; Penerapan PHT dalam Sistem
(2) PTT secara sinergis memanfaatkan Pertanian Organik
komponen teknologi; (3) PTT memerha-
tikan kesesuaian teknologi dengan ling- Pertanian organik adalah teknik budi daya
kungan fisik dan sosial ekonomi petani; pertanian tanpa menggunakan bahan-
dan (4) PTT bersifat partisipatif, yang ber- bahan sintetis, tunduk kepada hukum alam
arti petani berperan aktif dalam memilih yaitu saling melengkapi, melayani, meng-
teknologi yang sesuai dengan keadaan se- hargai keragaman hayati dan keseim-
tempat dan memiliki kemampuan melalui bangan ekologi sehingga menghasilkan
proses pembelajaran (Badan Penelitian dan keseimbangan yang optimal, menghidupi
Pengembangan Pertanian 2007). Kompo- untuk semua, serta berkelanjutan. Pene-
nen teknologi yang diterapkan melalui PTT rapan PHT sejalan dengan pertanian or-
128 I Wayan Laba
manfaatan agens hayati sebagai bahan ran sebagai pakar, teknisi, praktisi,
dasar formulasi biopestisida adalah men- tenaga teknis, dan penyuluh PHT.
dekatkan PHT kepada kearifan lokal yang 4. Strategi untuk mengatasi pengaruh
nyata berperan dalam pengembangan penggunaan insektisida terhadap OPT
sistem pertanian; (3) peningkatan penga- adalah penerapan PHT melalui pe-
wasan pestisida mulai dari tingkat pusat, ngembangan teknologi, jejaring infor-
daerah sampai petani; (4) pendidikan dan masi, proses pengambilan keputusan,
pelatihan PHT, sebagai pakar, peneliti, pemberdayaan petani, dan penelitian
praktisi, tenaga teknis dan penyuluh PHT, pendukung PHT yang diwadahi oleh
merupakan pengembangan sumber daya kearifan lokal yang tetap eksis di ma-
manusia; (5) penyuluhan untuk menyebar- sing-masing daerah di Indonesia.
luaskan PHT; dan (6) penelitian dan pe- 5. SLPHT telah berhasil membina petani
ngembangan berdasarkan masalah yang dalam mengurangi penggunaan pesti-
ada di lapangan yang bersifat spesifik sida, mengubah sikap petani untuk
lokasi karena setiap wilayah mempunyai menentukan pengendalian dengan pes-
jenis tanaman dan OPT yang spesifik. tisida, meningkatkan pengetahuan ten-
tang bioekologi hama, penyakit dan
musuh alami, serta mengerti bahaya
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI pestisida.
KEBIJAKAN
3. Revitalisasi dan pengembangan kelem- Twam Asi artinya dia adalah aku dan aku
bagaan PHT di semua tingkat, dari pu- adalah dia. Berdasarkan ajaran tersebut,
sat sampai petani sesuai kebutuhan lo- manusia berkewajiban untuk mengelola isi
kal spesifik. alam secara lestari untuk dimanfaatkan
4. Revitalisasi dan tindak lanjut yang le- secara berkesinambungan, sebagai wujud
bih jelas tentang Keputusan Menteri sarada dan bakti kepada-Nya. Sebagai
Pertanian No. 517/Kpts/TP 270/9/2002 penutup:
yang mengatur pengawasan pestisida “Kita tidak boleh merusak dan me-
yang beredar di Indonesia. nista lingkungan, tetapi juga kita tidak
5. Peninjauan kembali kebijakan subsidi boleh melupakan kemiskinan, kepapaan,
dan harga hasil panen, terutama dalam dan kelaparan yang menimpa begitu ba-
implementasinya, agar menguntung- nyak umat manusia (masyarakat). Ling-
kan petani sehingga mampu mening- kungan tidak akan dapat diperbaiki da-
katkan produksi secara nyata sesuai lam kondisi masyarakat yang lapar.
harapan pemerintah. Kemiskinan tidak dapat dihilangkan
tanpa aplikasi ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang pertanian”
PENUTUP (Indira Gandhi).
“PHT oleh petani, bukan PHT untuk
Penggunaan insektisida secara rasional petani. Petani menjadi ahli PHT” (I. N.
dapat mengurangi dampak negatif seperti Oka)
resistensi, resurjensi, residu insektisida,
dan pengaruh negatif terhadap musuh
alami hama dan organisme bukan sasaran DAFTAR PUSTAKA
serta keracunan bagi manusia. Alam me-
rupakan suatu kesatuan ekologi yang ter- Ardiwinata, A.N. dan M. Djazuli. 1992.
diri atas banyak komponen. Setiap kom- Dampak penggunaan insektisida orga-
ponen memiliki peran masing-masing yang noklorin di masa silam di daerah Jawa
saling melengkapi secara optimal dan Barat. Prosiding Simposium Penerapan
berkelanjutan. Falsafah ini sejalan dengan PHT. hlm. 313-317
ajaran religius “Tri Hita Karana” dan “Tat Badan Penelitian dan Pengembangan Per-
Twam Asi”. Tri berarti tiga unsur, yaitu tanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang
Sang Pencipta - manusia - alam lingkungan; Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Hita artinya baik, senang, menguntungkan, Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian
lestari; dan Karana adalah sumbernya dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
segala sebab, ialah Sang Pencipta. Ajaran 38 hlm.
religius ini menekankan kepada keseim- Bahagiawati, A.H. dan I.N. Oka. 1987.
bangan tiga hubungan yang harmonis, Perkembangan biotipe wereng coklat,
yaitu: (1) manusia dengan Sang Pencipta, Nilapavarta lugens Stal. di Indonesia.
Tuhan Yang Maha Esa (Parahyangan); (2) hlm. 31-42. Dalam J. Soejitno, Z. Ha-
manusia dengan sesamanya (Pawongan); rahap, dan H.S. Suprapto (Ed.). Wereng
dan (3) manusia dengan lingkungan Coklat. Edisi Khusus No. 1. Balai Pene-
(palemahan) untuk mencapai kebahagia- litian Tanaman Pangan Bogor.
an dunia (skale) dan akhirat (niskale). Tat
132 I Wayan Laba
tera litura Fabricius. Kongres Entomo- Kogan, M. 1998. Ecological Theory and
logi II, Jakarta, 24-28 Januari 1983. Integrated Pest Management Practice.
Harnoto dan K. Widodo. 1991. Pengaruh Wiley Intersci Publ., New York.
residu klorfluazuron, diflubenzuron, Laba, I W. 1986. Pengaruh insektisida
fenvalerat, dan sihalotrin terhadap terhadap kemampuan bertelur wereng
beberapa aspek biologi Spodoptora coklat, Nilaparvata lugens Stal. Se-
litura. Seminar Hasil Penelitian Tanam- minar Hasil Penelitian Tanaman Pangan
an Pangan, Balittan Bogor III: 443-448. Bogor.
Heinrichs, E.A. and O. Mochida. 1984. From Laba, I W. dan D. Soekarna. 1986. Resur-
secondary to major pest status. The jensi pada wereng coklat (Nilaparvata
case of insecticide induced rice brown lugens Stal) akibat perlakuan beberapa
planthopper, Nilaparvata lugens insektisida pada padi. Risalah Seminar
resurgence. Protection Ecology. Else- Hasil Penelitian Tanaman Pangan,
vier Science Publisher B.V. Amsterdam. Sukamandi, 16-18 Januari 1986. hlm.
p. 201-218 329-332.
Huffaker, C.B. and C.H. Spitzer Jr. 1950. Laba, I W. dan T. Sumpena. 1986. Re-
Some factors affecting red mite popu- surjensi wereng batang coklat (Nila-
lation on pear in California. J. Econ. parvata lugens Stal) karena perlakuan
Entomol. 43: 819-831. insektisida pada varietas Pelita 1-1,
IRRI. 1978. Research Highlights for 1979. Cisadane dan IR 36. Prosiding Seminar
IRRI, Los Banos, Manila, Philippines. Balittan Bogor tahun 1986. Padi, Pala-
133 pp. wija (1): 256-263.
Kartohardjono, A. dan J. Soejitno, 1987. Laba, I W. 1987. Pengaruh beberapa teknik
Musuh alami wereng coklat, Nilapar- perlakuan dan jenis insektisida ter-
vata lugens Stal pada tanaman padi. hadap kepadatan populasi wereng cok-
Dalam Wereng Coklat. Edisi Khusus lat, Nilaparvata lugens Stal (Homop-
Balai Penelitian Tanaman Pangan tera: Delpachidae). Kongres Entomo-
Bogor No. 1: 43-45. logi III, 30 September-2 Oktober 1987.
Kenmore, P.E. 1996. Integrated pest ma- 12 hlm.
nagement in rice. p. 76-97. In G.J. Parsely Laba, I W. dan Soejitno. 1987. Resurjensi
(Ed.). Biotechnology and Integrated pada wereng coklat, Nilaparvata
Pest Management. CAB International, lugens Stal. hlm. Dalam Wereng Coklat.
Cambridge. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman
Kilin, D., I W. Laba, dan P. Pamudju. 1993. Pangan Bogor No. 1: 69-76.
Penelitian dampak negatif penggunaan Laba, I W. 1988. Masalah resurjensi wereng
insektisida. Laporan Penelitian 1992/ coklat dan penanggulangannya. Jurnal
1993. Balai Penelitian Tanaman Pangan Penelitian dan Pengembangan Perta-
Bogor. nian 3(4): 93-97.
Koestoni, T.M., I. Sulastrini, dan S. Sosro- Laba, I W. dan T. Sumpena. 1988. Pengaruh
siswojo. 1987. Pengaruh tingkat kon- insektisida terhadap resurjensi dan
sentrasi penyemprotan insektisida predator wereng coklat (Nilarparvata
asefat, kuinalfos dan triazofos terhadap lugens Stal). Penelitian Wereng Coklat
residu pestisida tanaman kubis. Bulle- 1987/1988. Edisi Khusus Balai Pene-
tin Penelitian Hortikultura 15(4): 87-91. litian Tanaman Pangan Bogor. 2: 86-90.
134 I Wayan Laba
lam menuju pertanian tangguh. Maka- Smith, R.F. and R. van den Bosch. 1967.
lah Kongres Entomologi IV, Yogya- Integrated Control, Biological, Physical
karta, 26-29 Januari 1992. Program and Selected Chemical Methods. New
Nasional PHT, Jakarta. hlm. 1-11. York Academic Press.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Ter- Soehardjan, M., S. Hadiyani, dan Soeban-
padu dan Implementasinya di Indo- drijo. 1987. Resistensi serangga hama
nesia. Gadjah Mada University Press, kapas terhadap insektisida. Prosiding
Yogyakarta. 255 hlm. Kongres Entomologi III, Jakarta, 30 Sep-
Oka, I.N. dan A.H. Bahagiawati. 1991. tember-2 Oktober 1987. hlm. 789-800.
Pengendalian hama terpadu. hlm. 653- Soejitno, J., M. Iman, and I W. Laba. 1988.
680. Dalam E. Soenarjo, D.S. Damardjati Judicious use of insecticides to sup-
dan M. Syam (Penyunting). Padi, Buku press the brown planthopper, Nila-
3. Pusat Penelitian dan Pengembangan parvata lugens Stal on three rice va-
Tanaman Pangan, Bogor. rieties. Proc. XVIII International
Pardede, D., C.U. Ginting, dan H. Wibowo. Congress of Entomology, Vancouver,
1996. Dampak berbagai insektisida pe- Canada. 3-9 July 1988. 12 pp.
ngendali hama ulat api terhadap kum- Soejitno, J., S.Y. Jatmiko, A. Nugraha, dan
bang Elaeidobius kamerunicus pada D. Kusdiaman. 1997. Pencemaran pes-
perkebunan kelapa sawit. Warta Pusat tisida pada agroekologi lahan irigasi
Penelitian Kelapa Sawit 4(3): 143-148. dan tadah hujan. Laporan Hasil Pene-
Sastrodihardjo, S. dan S. Sastrosiswojo. litian Loka Penelitian Tanaman Pangan,
1983. Kembali mencari bahan aktif dari Jakenan, Pati. 16 hlm.
alam. Media Pestisida 28: 25-36. Soemarwoto, O. 2004. Ekologi Lingkungan
Sastrosiswojo, S. 1989. Konsepsi pengen- Hidup dan Pembangunan. Jambatan,
dalian hama terpadu dan penerapan- Jakarta. 381 hlm.
nya di Indonesia. Latihan Metodologi Soekarna, D. 1978. Masalah resurjensi
Penelitian Pengendalian Terpadu Hama sebagai akibat dari aplikasi pestisida.
dan Penyakit, Sukamandi, 17 Juli-12 Lembaga Penelitian Pertanian Bogor.
Agustus 1989. Balai Penelitian Horti- Soekarna, D. 1979a. Pengaruh pestisida
kultura, Lembang. hlm. 1-32. bentuk EC dan WP terhadap beberapa
Sastrosiswojo, S. 1992. Penggunaan pes- predator wereng coklat, Nilaparvata
tisida pada tanaman sayuran berda- lugens. Kongres Entomologi I, Jakarta,
sarkan konsepsi pengendalian hama 9-11 Januari 1979. 17 hlm.
terpadu. Rapat Komisi Perlindungan Soekarna, D. 1979b. Waktu pemberian
Tanaman, Cipanas, 19-21 Maret. 12 hlm. pestisida terhadap wereng coklat, Ni-
Sastrosiswojo, S. dan I.N. Oka. 1997. Im- laparvata lugens Stal berdasarkan
plementasi pengelolaan serangga kepadatan populasi dan timbulnya re-
secara berkelanjutan. hlm. 47-58. Dalam surjensi. Kongres Entomologi I, Jakar-
Hidayat et al. Pengelolaan Serangga ta, 9-11 Januari 1979. 12 hlm.
Secara Berkelanjutan. Prosiding Kong- Soerjani, M. 1990. Perlindungan tanaman
res Entomologi Indonesia V dan Simpo- menunjang pertanian tangguh dan ke-
sium Entomologi, Bandung, 24-26 Juni lestarian lingkungan. Dalam 20 tahun
1997. PT Agricon. Bogor.
Analisis empiris penggunaan insektisida ... 137