PENDAHULUAN
Pariwisata adalah sebagai proses, kegiatan, dan hasil yang timbul dari hubungan dan
interaksi antara wisatawan, pemasok pariwisata, pemerintah tuan rumah, masyarakat tuan
rumah, dan lingkungan sekitarnya yang terlibat dalam menarik dan melayani pengunjung
(Goeldner & Ritchie, 2009). Untuk terwujudnya kegiatan pariwisata pada suatu wilayah
atau kawasan, maka harus memiliki. Diungkapkan oleh Gunn(2002 dalam Alam 2010)
bahwa aspek daya tarik wisata adalah sebagai daya pikat, dan perangsang. Daya
tarik wisata terdiri atas semua hal yang berhubungan dengan lingkungan alami,
kebudayaan, dan keunikan yang berguna untuk menarik wisatawan (Inskeep,1991 dalam
Rachman,2011). Menurut Mc Intosh, daya tarik wisata terdiri atas sumber daya alam
meliputi iklim, bentuk alam, flora,fauna, sungai,pantai, pemandangan alam, sumber mata
air, sanitasi dan lainnya (1995, dalam Rachman 2011). Pariwisata merupakan salah satu
sektor ekonomi penting dalam pembangunan nasional karena dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, membuka lapangan pekerjaan, serta merangsang pertumbuhan
ekonomi regional (Kemenparekraf 2011).
Menurut Rusita obyek wisata alam yang tersebar di laut, Danau, pantai, hutan dan
pegunungan adalah produk-produk potensial yang dapat dikembangkan untuk kegiatan
wisata alam, Obyek wisata alam bisa berupa gunung, lembah, sungai, pesisir, laut, pulau,
air terjun, danau, lembah sempit (canyon), rimba, gua dan sebagainya. Menurut Edward
Inskeep membagi daya tarik dan kegiatan wisata dalam 3 kategori, yaitu: a. Daya tarik
alam, yang meliputi iklim, keindahan alam, pantai, flora dan fauna, karakter khas
lingkungan, taman dan kawasan konservasi, serta wisata kesehatan, b. Daya tarik budaya,
1
yang meliputi tapak arkeologis, kesejahteraan dan kebudayaan, pola-pola kebudayaan
yang khas, kesenian dan kerajinan, kegiatan ekonomi khas, kawasan perkotaan spesifik,
fasilitas budaya dan museum, festival budaya, serta keramahtamahan masyarakat
penghuni, c. Daya tarik khusus, atau kadang disebut daya tarik buatan. Meliputi theme
parks, amusement parks dan sirkus, wisata belanja, MICE (meetings, incentive
conventions, and exhibitions), events khusus, perjudian, hiburan, serta rekreasi dan
olahraga.
Pengembangan objek wisata merupakan usaha atau cara untuk membuat suatu wialayah
menjadi lebih baik segala sesuatu yang dapat di lihat dan di nikmati oleh manusia
sehingga semakin menimbulkan perasaan senang dengan demikian akan menarik
wisatawan untuk berkunjung. Menurut Suwantoro (1997:54). Sehingga untuk mendukung
pembangunan dan pengembangan kawasan pariwisata diantaranya menurut Medlik
(1980, dalam Gautama 2012) terdapat langkah-langkah pengembangan pariwisata
meliputi 4A, yaitu: attractiveness, accessibility, amenities, ancillary. Demikian pula
Nugroho (2009) mengemukakan aspek-aspek daya tarik wisata, aksesibilitas,
prasarana dan sarana, serta masyarakat dalam pengembangan kawasan pariwisata.
Provinsi Papua yang merupakan wilayah pemekaran mempunyai kekayaan alam yang
sangat melimpah yang belum di jamah oleh tangan manusia, seperti yang di ungkapkan
oleh gubernur ( Barnabas Suebu ) sebagai raksasa yang sedang tidur ( Lamba : 1997).
Sumber Kekayaan alam yang sering di kembangkan sebagai raksasa yang dimiliki oleh
Papua sangat bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya dan terdiri dari
berbagai jenis. Salah satu di antaranya yang sangat potensial adalah potensi wisata alam
Danau Sentani utamanya yang ada di Kabupaten Jayapura (Ismael : 1997). Danau
Sentani berada di bawah lereng pegunungan Cagar Alam Cyclops. Danau Sentani
sebagian besar wilayahnya terletak di Kabupaten Jayapura yaitu Distrik Sentani Timur,
Distrik Sentani dan Distrik Sentani Barat, dan sebagian kecil wilayahnya berada di
Distrik Abepura Kabupaten Jayapura. Danau sentani merupakan salah satu destinasi
wisata yang berada di Kabupaten Jayapura. Danau Sentani dijadikan destinasi objek
wisata karena selain memiliki keindahan alam danau, Danau Sentani sekaligus
merupakan danau terbesar di Papua yang di kelilingi 21 pulau-pulau dengan luas danau
2
mencapai 9.630 ha dengan kedalaman 52 m, dan terletak pada ketinggian 72 m diatas
permukaan laut (Walukow et al 2008).
Keindahan alam dan letak wilayah yang strategis menjadikan objek wisata Danau Sentani
menjadi daya tarik wisata alam bagi wisatauan. Berdasarkan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Jayapura Tahun 2018, Danau Sentani mengalami peningkatan
3
jumlah pengunjung wisatauan di setiap tahunnya. Jumlah pengunjung pada tahun 2014
sebanyak 40.710 orang, tahun 2015 sebanyak 42.024 orang, tahun 2016 sebanyak 56.618
orang, dan pada tahun 2017 sebanyak 59.226 orang. Peningkatan jumlah pengunjung
tersebut menyebabkan kegiatan wisata semakin meningkat dan terjadinya permintaan
wisatauan yaitu A4 kelengkapan fasilitas dan peningkatan daya tarik atau atraksi. Hal
tersebut tentu membutuhkan ruang sebagai wadah fasilitas atau kegiatan wisata. Ruang
untuk mewadahi kegiatan wisata berpengaruh pada permukiman di kawasan wisata
Danau Sentani, kegiatan wisata berpengaruh terhadap pola permukiman di kawasan
wisata Danau Sentani. Maka berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini berjudul
perubahan pola permukiman masyarakat di sekitar kawasan wisata Danau Sentani
penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daya tarik wisata Danau Sentani yang
mempengaruhi pola permukiman.
4
1.2 Rumusan Masalah
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jayapura untuk perumahan di pinggir
Danau Sentani dan sepanjang perairan pantai ditetapkan kebijakan penetapan kepadatan
dan ketinggian bangunan yang rendah karena perkembangan perumahan saat ini sudah
semakin menjamur, sehingga perlu pengaturan detail tata ruang yang merekomendasikan
arahan kepadatan dan ketinggian bangunan di kawasan pinggiran Danau Sentani, dan
sepanjang perairan pantai.
Danau Sentani yang berada di Kabupaten Jayapura tepatnya di Distrik Sentani Timur,
distrik ini merupakan distrik pendukung pengembangan Kota Sentani, hal tersebut
disebabkan oleh keberadaan distrik Sentani Timur berbatasan dengan Kota Jayapura dan
Kabupaten Keerom. Letak wilayah yang sangat strategis tersebut, secara tidak langsung
memiliki potensi sangat besar dan dapat dioptimalkan pemanfaatanya dalam membantu
perekonomian lokal maupun dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat,
Danau Sentani yang memiliki panorama yang indah, serta memiliki potensi
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Potensi-potensi tersebut berupa keindahan
alam, sumber pangan bagi masyarakat, jalur transportasi antar kampung serta fungsi
budaya masyarakat. Potensi nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan
masyarakat dari jasa lingkungan yang dimiliki Danau Sentani, yakni sebagai pengatur
tata air dan penghasil air bersih bagi masyarakat sekitarnya, jasa lingkungan sarana
angkutan penyeberangan sungai antar kampung dan jasa lingkungan sebagai penghasil
ikan. Jasa lingkungan lainnya yakni Daerah Tujuan Ekowisata Danau (DTED) sekaligus
sebagai tempat pelaksanaan event berupa pelaksanaan Festival Danau Sentani (FDS).
5
Berdasarkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura Tahun 2018, Danau
Sentani mengalami peningkatan jumlah pengunjung wisatauan di setiap tahunnya. Jumlah
pengunjung pada tahun 2014 sebanyak 40.710 orang, tahun 2015 sebanyak 42.024 orang,
tahun 2016 sebanyak 56.618 orang, dan pada tahun 2017 sebanyak 59.226 orang.
Peningkatan jumlah pengunjung tersebut menyebabkan kegiatan wisata semakin
meningkat dan terjadinya permintaan wisatauan yaitu A4 kelengkapan fasilitas dan
peningkatan daya tarik atau atraksi.
6
1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian
1.3.1 Tujuan
1.3.1 Sasaran
Sasaran penelitian ini bahwa kawasan Danau Sentani terjadi pola spasial
permukiman,
1. Mengidentifikasi daya tarik wisata Danau Sentani berdasarkan A4
2. Mengidentifikasi perubahan fungsi bangunan rumah di kawasan wisata Danau
Sentani
3. Mengidentifikasi pergeseran kawasan permukiman di kawasan wisata Danau
Sentani
4. Mengidentifikasi perubahan persebaran permukiman di kawasan Danau
Sentani
1.3.2 Arahan
7
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
8
Gamabar 1. Peta
9
1.4.2 Ruang Lingkup Substansial
10
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memahami lebih jelas, laporan ini dikelompokkan menjadi enam sub bab
agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai laporan ini. Sistematika
penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dikemukakan tentang informasi secara keseluruhan dari penelitian
ini, yang meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, sasaran
penelitian, ruang lingkup penelitian, lokasi penelitian dan sistematika penulisan.
Dalam bab ini penulis menjabarkan mengenai metode yang digunakan untuk
mendukung penelitian. Metode yang akan dibahas adalah metode pendekatan dan
metode pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini seperti data kuantitatif,
observasi, serta literatur untuk mendapatkan data wilayah studi yang terkait dengan
variabel penelitian.
11
1.6 Kerangka Berpikir
Pariwisata
Danau Sentani
Potensi
12
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Pariwisata adalah sebagai proses, kegiatan, dan hasil yang timbul dari hubungan dan
interaksi antara wisatawan, pemasok pariwisata, pemerintah tuan rumah, masyarakat
tuan rumah, dan lingkungan sekitarnya yang terlibat dalam menarik dan melayani
pengunjung (Goeldner & Ritchie, 2009). Pariwisata saat ini menjadi salah satu sektor
yang menjadi pilihan utama dalam pengembangan wilayah.Undang-undang nomor 10
tahun 2009 tentang kepariwisataan, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Kepariwisataan adalah
keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
13
Menurut UU nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, daerah tujuan wisata yang
selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang spesifik
berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat kegiatan
kepariwisataan dan dilengkapi dengan ketersediaan daya tarik wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait. Menurut
Cooper dkk dalam Sunaryo (2013: 159) menjelaskan bahwa kerangka pengembangan
destinasi pariwisata terdiri dari komponenkomponen utama sebagai berikut:
a. Obyek daya’ tarik wisata (Attraction) yang mencakup keunikan dan daya tarik
berbasis alam, budaya, maupun buatan/artificial.
b. Aksesibilitas (Accessibility) yang mencakup kemudahan sarana dan sistem
transportasi.
c. Amenitas (Amenities) yang mencakup fasilitas penunjang dan pendukung wisata.
d. Fasilitas umum (Ancillary Service) yang mendukung kegiatan pariwisata.
e. Kelembagaan (Institutions) yang memiliki kewenangan, tanggung jawab dan
peran dalam mendukung terlaksananya kegiatan pariwisata. wisatawan, namun
dengan kurangnya amenitas akan menjadikan wisatawan menghindari destinasi
tertentu
Suatu wilayah atau kawasan dapat dikembangkan menjadi desitinasi wisata apabila
dapat menjawab keinginan wisatawan yang meliputi (Oka A. Yoeti dalam
Ardiwijaya, 2014): What to see. Daerah tujuan wisata harus memiliki atraksi wisata
yang unik (berbeda) dengan daerah lain seperti bentang dan gejala alam exotic, flora
fauna endemik, serta budaya masyarakat setempat. 1. What to do. Daerah tujuan
wisata harus dapat menciptakan dan mengemas aktifitas terkait atraksi yang ada
menjadi suatu aktifitas yang dapat memberikan kepuasan terhadap pengalaman dan
pengetahuan yang diperoleh selama berkunjung. 2. What to buy. Daerah tujuan wisata
harus menyediakan fasilitas untuk berbelanja terutama pusat kerajinan cenderamata
khas daerah setempat. 3. How to get there. Daerah tujuan wisata beserta atraksinya
harus memiliki kemudahan untuk dikunjungi dengan moda transportasi yang nyaman
dan aman, serta berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menuju destinasi tersebut.
4. Where to stay. Daerah tujuan wisata harus dapat menyediakan tempat tinggal
sementara yang memadai dan bersih selama berkunjung, baik jenis penginapan
14
bentuk hotel maupun bentuk lainnya. 5. What to eat. Daerah tujuan wisata harus dapat
menyediakan tempat untuk keperluan makan minum bagi wisatawan selama
berkunjung
Keenam pertanyaan terebut kemudian dirumuskan menjadi indikator strategi
pengembangan yaitu (Ardiwijaya, 2014) : 1. Kesenangan, keindahan, kenyamanan,
keamanan dan kebersihan. 2. Aksesibilitas yang memadai untuk dapat
mengunjunginya. 3. Keunikan yang menjadi ciri khusus bersifat langka. 4. Sarana dan
prasarana penunjang yang lengkap untuk melayani wisatawan. 5. Nilai khusus dalam
bentuk atraksi kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam
suatu objek buah karya masyarakat setempat.
a. Attraction
Menurut Suwena (2010: 88), atraksi atau obyek daya tarik wisata
(ODTW) merupakan komponen yang signifikan dalam menarik kedatangan
wisatawan. Hal yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata disebut dengan
modal atau sumber kepariwisataan (tourism resources). Modal atraksi yang
menarik kedatangan wisatawan ada tiga, yaitu 1) Natural Resources (alami)
15
seperti gunung, danau, pantai dan bukit; 2) atraksi wisata budaya seperti arsitektur
rumah tradisional di desa, situs arkeologi, seni dan kerajinan, ritual, festival,
kehidupan masyarakat sehari-hari, keramahtamahan, makanan; dan 3) atraksi
buatan seperti acara olahraga, berbelanja, pameran, konferensi dan lain-lain.
Modal kepariwisataan menurut Suwena (2010: 89) dapat dikembangkan menjadi
atraksi wisata di tempat modal wisata ditemukan (in situ) dan di luar tempatnya
yang asli (ex situ). Atraksi wisata dibedakan lagi menjadi atraksi penahan dan
atraksi penangkap wisatawan.
b. Accessibility
Menurut Sunaryo (2013: 173), aksesibilitas pariwisata dimaksudkan
sebagai “segenap sarana yang memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk
mencapai suatu destinasi maupun tujuan wisata terkait”. Menurut French dalam
Sunaryo (2013: 173) menyebutkan faktor-faktor yang penting dan terkait dengan
aspek aksesibilitas wisata meliputi petunjuk arah, bandara, terminal, waktu yang
dibutuhkan, biaya perjalanan, frekuensi transportasi menuju lokasi wisata dan
perangkat lainnya.
c. Amenities
Sugiama (2011) menjelaskan bahwa amenitas meliputi “serangkaian
fasilitas untuk memenuhi kebutuhan akomodasi (tempat penginapan), penyediaan
makanan dan minuman, tempat hiburan (entertainment), tempat-tempat
perbelanjaan (retailing) dan layanan lainnya”. French dalam Sunaryo (2013: 173)
memberikan batasan bahwa amenitas bukan merupakan daya tarik bagi
wisatawan, namun dengan kurangnya amenitas akan menjadikan wisatawan
menghindari destinasi tertentu
d. Ancillary Service
16
Sunaryo (2013: 159) menjelaskan ancillary service lebih kepada
ketersediaan sarana dan fasilitas umum yang digunakan oleh wisatawan yang juga
mendukung terselenggaranya kegiatan wisata seperti bank, ATM, telekomunikasi,
rumah sakit dan sebagainya. Sedangkan Sugiama (2011) menjelaskan bahwa
ancillary service mencakup keberadaan berbagai organisasi untuk memfasilitasi
dan mendorong pengembangan serta pemasaran kepariwisataan destinasi
bersangkutan.
Pola adalah gambar yang dipakai untuk contoh, corak, sistem, bentuk yang
tetap, kombinasi sifat kecenderungan yang khas, informasi bentuk
pengorganisasian, teknik penyusunan, pedoman, kerangka, cara dan usaha.
(Depdikbud, 1988). Menurut ( Rapoport 1989 dalam M. Nurhamsyah),
pola adalah alat untuk mengenali suatu fenomena.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan (Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.
534/KPTS/M/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman).
Permukiman merupakan kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian
dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana,
sarana lingkungan, dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan
kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsi
permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna (Direktorat Jenderal
Cipta Karya. & Ikatan Ahli Perencanaan., 1998). Sarana permukiman adalah
fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
17
(Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001
tentang Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman). Doxiadis (1968),
mengungkapkan bahwa sistem permukiman terdiri dari susunan berbagai elemen
yaitu Nature (unsur alami) yakni tersedianya sumber-sumber daya alam seperti
geologi, topografi, hidrologi, tanah, iklim maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan
fauna. Kemudian yang kedua elemen Man (manusia) yang mendiami lokasi
tersebut dengan segala kebutuhan pribadinya seperti biologis, emosional, nilai-
nilai moral, sosial dan lainlain. Ketiga adalah Society (masyarakat) yakni adanya
manusia sebagai mahkluk sosial yang mempunyai keinginan dasar untuk
menjalankan kehidupannya bersama dengan orang lain. Keempat adalah Shells
(ruang) dimana manusia sebagai individu maupun kelompok melangsungkan
kegiatan kehidupannya. Dan kelima adalah Network (jaringan) yang merupakan
sistem baik alami maupun buatan manusia yang menunjang aktifitas kegiatan
manusia seperti tersedianya jalur trasnportasi, air bersih, energi listrik dan lain
sebagainya. Kelima elemen ini merupakan penyusun suatu permukiman yang
masing-masing akan memberikan ciri tersendiri sesuai karakter penyusunnya
18
sedangkan yang kedua mengacu kepermukiman yakni tempat
tinggal yang merupakan hasil dari proses orang menempati suatu wilayah.
Permukiman dalam Agenda 21 Indonesia (Strategi Nasional untuk
Pembangunan Berkelanjutan 1997:24 dalam Widiastomo) aspek sosial,
ekologis, dan fungsional merupakan elemen-elemen yang saling terpadu,
menunjang antara satu dengan lainnya untuk menjamin peningkatan
kualitas hidup secara berkelanjutan. Menurut ( Johan Silas 1985 dalam
Widiastomo 2011) suatu permukiman hendaknya mengikuti kriteria bagi
permukiman yang baik, dengan memenuhi aspek fisik dan aspek nonfisik.
Proses bermukim menjadi faktor pengikat antara masa dulu, kini dan
masa akan datang dengan tujuan peningkatan kualitas hidup. Aspek fisik
dan nonfisik saling mempengaruhi satu dengan yang lain sebagai wujud
dari aspek-aspek yang tidak saling terpisahkan antara satu dengan
lainnya. Dengan demikian kriteria permukiman yang baik adalah adanya
pemenuhan aspek fisik dan nonfisik (sosial, budaya, ekologis, fungisonal)
yang saling mempengaruhi dengan tujuannya adalah peningkatan kualitas
hidup. Menurut (Johan Silas 1993 dalam Widiastomo 2011) “Housing
Beyond Home” mengatakan bahwa ditinjau dari proses pengadaan
perumahan dan pola menggalang sumber daya, pada dasarnya dapat
dikelompokkan dalam tiga bentuk dasar yaitu : tradisional, modern, dan oleh
masyarkat tinggal, sedangkan yang kedua mengacu kepermukiman yakni tempat
tinggal yang merupakan hasil dari proses orang menempati suatu wilayah.
Menurut saya pola permukiman merupakan segala sesuatu yang dapat berfungsi
untuk mengambarkan suatu fenomena yang terjadi di sekitar kita pada suatau
kondisi permukiman dengan mengunakan unsur-unsur dari permukiman itu
sendiri sehingga mempengaruhi kualitas hidup yang berkelanjutan.Terbentuknya
pola tempat kediaman penduduk akan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan alam,
keadaan sosial ekonomi, serta keadaan budaya (Pacione, 1984). Pola permukiman
memberikan kesan tentang persebaran fisik permukiman beserta kepadatan
penghuninya (Zee, 1979).
19
2.6 Penelitian Terdahulu
20
pariwisata dalam Namun disisi lain, aktivitas
menyumbang wisata di Pangandaran
pendapatan rumah memberikan pengaruh lain
tangga pelaku kehidupan masyarakat,
usahanya. Ketiga, seperti perubahan gaya
menganalisis hidup dan perilaku
pengaruh kegiatan menyimpang.
pariwisata
terhadap
kehidupan sosial
penduduk lokal
ANALISIS
PERUBAHAN
LUAS DAN POLA
PERSEBARAN
PERMUKIMAN
Kawasan Wisata lingkungan fisik perkembangan data primer dan menjauhi area lokasi wisata
Desa Pangandaran wisata, data sekunder. dan area pantai; 2) Terjadi
Pantai
yang dipengaruhi Pangandaran perubahan fungsi bangunan
Pangandaran
oleh adanya rumah tinggal yang semakin
Terhadap Pola
perkembangan berkurang diakibatkan
Spasial
kawasan wisata dengan bertambahnya
Permukiman Desa dan pola spasial fungsi perdagangan dan
Pangandaran permukiman dari jasa; 3) Munculnya
Kabupaten Ciamis awal permukiman nelayan di
perkembangan sepanjang sungai Cikidang
kawasan wisata dengan pola permukiman
sampai dengan mengelompok, berorientasi
saat ini. menghadap sungai Cikidang
dan belum tertata.
21
kawasan pariwisata mengidentifikasi pariwisata, Berdasarkan uji dalam pengembangan
danau toba, aspek dalam aspek chi square kawasan pariwisata danau
kabupaten toba pengembangan pengembangan, toba di kabupaten toba
samosir kawasan danau toba samosir, aspek
pariwisata yang aksesibilitas dan aspek
kondisinya dukungan sosial
bermasalahdan masyarakat adalah yang
usulan terendah. Hasil penelitian
perbaikannya menunjukkan: aspek daya
tarik wisata (kategori tinggi
menurut70% responden),
aspek aksesibilitas (kategori
sedangmenurut80%
responden), aspek prasarana
dan sarana (kategori tinggi
menurut 59%responden),
dan aspek dukungan
sosial masyarakat (kategori
sedang menurut 66%
responden).
3. Kriteria Untuk mengkaji Danau toba Analisis deskriptif Berdasarkan hasil analisis
pengembangan faktor-faktor apa parapat, kualitatif dan skoring, danau toba
kawasan wisata saja yang kriteria skoring, delphi. merupakan wisata utama
danau toba berpengaruh dalam pengembangan Analisis sekaligus icon wisata
parapat, sumatera pengembangan kawasan. triangulasi. parapat. Wisata
utara kawasan wisata pendukungnya adalah
sehingga dapat taman wisata kera, batu
dirumuskan gantung, bangun dolok dan
kriteria camping ground, dolok
pengembangan simarbalatuk, wisata
yang tepat belanja, wisata budaya,
dikawasan wisata wisata kuliner. Berdasarkan
danau tobai hasil analisis delphi, faktor-
22
parapat. faktor yang menentukan
perkembangan kawasan
wisata berupa kesadaran
masyarakat dalam
kebersihan dan menjaga
kelestarian lingkungan,
keunikan atraksi, kualitas
sarana dan utilitas wisata,
peran lembaga pengelola,
keterkaitan spasial dan non
spasialantar objek wisata
dalam kawasan dan antar
kawasan. Sedangkan
kriteria penting dalam
pengembangan kawasan
wisata danau toba parapat
adalah harus memiliki iklim
yang sejuk, lingkungan
tidak terkena polusi,
masyarakat ikut serta dalam
menjaga kebersihan dan
kelestarian lingkungan,
mengadakan paket wisata
antar objek-objek wisata
yang ada di parapat
danpaket wisata dengan
kawasan wisata samosir di
tomok dan tuk-tuk, adanya
peran kelembagaan dalam
pengelola pariwisata dan
atraksi wisata budaya tari
tor-tor dan musik gondang
batak serta pemanfaatan
media online untuk promosi
23
4. Dampak wisata Untuk mengetahui Dampak Pengumpulan Analisis nilai ekonomi
danau sentani dampak ekonomi ekonomi, sampel danau sentani menunjukkan
terhadap ekonomi kegiatan wisata perkembangan bahwa variabel yang
lokal dan tingkat alam di danau wilayah, berpengaruh signifikan
perkembangan sentani yang telah strategi positif terhadap jumlah
wilayah di dilakukan pengembangan, kunjungan wisata yaitu
kabupaten jayapura sebelumnya hanya wisata danau meliputi pendapatan,
sebatas aspek sentani kebersihan, dan pendidikan
makro
5. Pengembangan Studi ini Pengembangan Metode deskriptif Pemerintah daerah
potensi pariwisata mendeskripsikan potensi dengan data kabupaten sumenep secara
kabupaten sumenep, hal-hal yang pariwisata, kualitatif bertahap mengembangkan
madura, jawa timur menjelaskan kendala potensi pariwisata yang ada,
(studi kasus: pantai tentang bagaimana pengembangan, dengan hal itu bila
lombang) pengembangan wisatawan, dihubungkan konsep
pariwisata yang pariwisata, pariwisata dapat dilihat
ada di kabupaten pantai lombang pemerintah daerah semakin
sumenep, madura, meningkatkan sektor
jawa timur. pariwisata serta
menyangkut budaya dan
ekonomi di sumenep.
Pemerintah kabupaten
sumenep mampu
mendorong pengembangan
pariwisatanya sehingga
memberikan dampak yang
cukup efektif dengan
adanya peningkatan
pemasukan daerah yang
cukup tinggi di sector
pariwisata setiap tahunnya.
24
Pangandaran jenis-jenis masyarakat kuantitatif sektor informal khususnya
Terhadap Kondisi pekerjaan yang lokal, pedagang makanan di Jalan
Sosial Ekonomi tumbuh di Taman pendapatan Babakan untuk
7. Identifikasi potensi Untuk mengetahui Produk wisata, Penelitian ini Potensi yang bisa
pengembangan Pola penataan potensi wisata menggunakan dikembangkan di danau
objek wisata alam fasilitas sarana dan alam, danau metode diskriptif picung adalah sebagai
danau picung prasarana belum picung kualitatif. Analisis wisata alam dan rekreasi
ditinjau dari aspek tertata dengan baik yang digunakan yang memiliki keindahan
produk wisata di serta jumlah nya dan keunikan alam yang
Dalam penelitian
muara aman masih sangat menarik.
ini adalah analisis
provinsi Bengkulu sedikit sehingga
swot (strenght,
kunjungan
weakness,
wisatawan belum
opportunity,
maksimal.
theart).
25
8. Perencanaan Tujuan dari
Pengembangan penelitian ini
Obyek Wisata adalah untuk: ·
Pantai Base G mendeteksi dan
menemukan
Betty Anthoneta
alternatif strategi
Puy (2007)
perencanaan
pengembangan
obyek wisata
Pantai Base G
berdasarkan
dimensi utama
lingkungan ·
mengetahui dan
merumuskan
strategi dalam
perencanaan
pengembangan
obyek wisata
Pantai Base G oleh
Dinas Pariwisata,
26
9. Analisis Tujuan dari Pengembangan Metode penelitian
Pengembangan penelitian ini Objek wisata, yang digunakan
Wisata Bahari adalah untuk Potensi wisata adalah metode
Pantai Indah mengetahui alam deskriptif kualitatif
Kalangan kendala-kendala dengan
Kabupaten Tapanuli dalam menggunakan
Tengah pengembangan tehnik Purposive,
Objek Wisata yaitu penentuan
Ira Zulaika Inverary
Bahari Pantai informan yang
Siregar (2010)
Indah Kalangan ditentukan secara
Kabupaten sengaja yang
Tapanuli Tengah. dianggap
mengetahui
tentang
Pengembangan
Objek Pariwisata
Pantai Indah
Kalangan
Kabupaten
Tapanuli Tengah.
27
2.5. Kerangka Konsep
28
peristirahatan, pos Bengkulu. Ria Dwi Putri1 ,
keamanan, loket,karcis, Ardiansyah2 , Abdurrachman
kamar mandi, jaringan Arief3
telekomunikasi, dan
tempat parkir
29
Berdasarkan al tersebut, setiap
objek dianggap sebagai sebuah
titik dalam ruang.
30
BAB III
METODELOGI
31
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-
sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Menurut Sugiyono (2016:81) mendefinisikan sampel adalah
sebagai berikut: “Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengukuran
sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya
sampel yang diambil dalam melaksanakan penelitian suatu objek.
Untuk menentukan besarnya sampel bisa dilakukan dengan
statistik atau berdasarkan estimasi penelitian. Pengambilan sampel
ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel
yang benarbenar dapat berfungsi atau dapat menggambarkan
keadaaan populasi yang sebenarnya, dengan istilah lain harus
representatif (mewakili).”
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengeumpulan data dalam penelitian ini adalah metode
pengumpulan data sekunder.
2. Studi Literatur
Studi literature adalah untuk membantu dalam pengumpulan data-
data yang di perlukan seperti, artikel, jurnal, pedoman, buku dan
peraturan perundang-undangan
3. Obseervasi Lapangan
32
Observasi lapangan adalah teknik pengumpulan data yang di
lakukan secara melihat kondisi eksisting di lokasi studi
33
33
Gambar 2: Continuum Nilai Nearest Neighbour Statistic T
(Bintarto, dalam Khakim 2012 dalam Herliatin 2016)
34
Daftar Pustaka
Buku
Setyo Subrijadi 1997. Pengembangan Pariwisata Dan Usaha Pelestarian Kualitas
Air Danau Toba.
Publikasi
35
Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura Nomor 21 Tahun 2009 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jayapura Tahun 2008-2028
36