Anda di halaman 1dari 17

STEP 1

1. Shifting dullness (pekak alih): pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya ascites pada
abdomen. Apabila diperkusi suaranya dari timpani menjadi pekak. Diperkusi dari umbilicus ke
lateral. Untuk memastikan pasien tidur miring dan dilakukan perkusi.

STEP 2

1. Mengapa pasien mengalami bengkak selama 10 hari?


2. Mengapa pada edema di mata muncul saat bangun tidur dan muncul di ekstremitas pada siang
hari (edema anasarka)?
3. Apa perbedaan pitting edema dan non pitting edema
4. Mengapa didapatkan konjungtiva anemis, edema palpebral dan edema abdomen?
5. Mengapa pada urinalisis proteinuria,hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia dan hematuria?
6. Apakah etiologi dari kasus scenario tersebut?
7. Jelaskan patogenesis dari skeario?
8. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari kasus scenario?
9. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari kasus scenario?
10. Bagaimana tatalaksana dari kasus scenario?
11. Bagaimana prognosis dan komplikasi scenario?

STEP 3

1. Mengapa pasien mengalami bengkak selama 10 hari?


Edema disebabkan menurunnya tekanan onkotik dan menyebabkan cairan ke interstitial.
Kelainan di glomerulus (glomerulus ada reaksi antigen antibody yang menyebabkan
peradangan)menyebabkan albumin yang keluar maka bisa menyebabkan hipoalbuminemia.
Fungsi albumi: penentu tekanan onkotik intravaskuler. Cairan bisa melewati dinding kapiler dari
intravskuler ke interstitial.
2 terori
Underfill : teori klasik pembentukan edema. Edema karena menurunya tek onkotik.
Overvill: retensi natrium renal. Bergantung intrarenal primer.
Kekurangan albumin  menstimulasi sisten RAAS. Sekresi enzim anti diuretic. Retensi natrium
Cairan edema (transudate dan eksudat) transudate(hipoalbuminemia).
2. Mengapa pada edema di mata muncul saat bangun tidur dan muncul di ekstremitas pada siang
hari (edema anasarka)?
Bengkak dari kelopak mata (karena gravitasi) kelopak mata banyak mengandung jaringan ikat
longgar sehingga mudah m asuk ke interstitial. Peningkatan permeabilitas vaskuler
menyebabkan hiperalbuminuria. Cairan dari intravaskuler ke interstritial. Bisa menyebabkan
penurunan volume darah. Sekresi aldosterone menyebabkan peningkatan reaborbsi na.
Siang hari lari ke tangan dan tungkai. Pada ekstremitas tekanan hidrostatik tinggi sehingga
mudah ke interstitial
Gagal jantung: tungkai edema terlebih dahulu karena gangguan aliran darah
Gagal ginjal : di area kelopak mata dahulu.
3. Apa perbedaan pitting edema dan non pitting edema
Pitting edema (ada lekukan yang bertahan ketika ditekan)
Nonpitting edema (tanpa lekukan yang bertahan ketika ditekan)
Contoh penyakit
4. Mengapa didapatkan konjungtiva anemis, edema palpebral dan edema abdomen?
Konjungtiva anemis karena glomerula nefritis mempengaruhi eritropoiesis. 1. Mempengaruhi
kadar eritropoietin (EPO). EPO ikut keluar ke urin. 2. Kadar transferrin dalam darah. Transferrin
adalah glikoprotein yang disintesis dari hati sehingga bisa anemia. Transferrin bisa ke urin.
Transferrin mengikat 2 besi sehingga tubuh kekurangan besi sehingga bisa anemia.
Zat besi harus diikat oleh trasnferin. Besi bebas akan menghasilkan zat radikal bebas. Bila keluar
ke lumen bisa menyebabkan gagal ginjal progresif.
Edema palpebral: edema pada mata
Edema abdomen akumulasi cairan interstitial di pagi hari karena pengaruh gravitasi (posisi
berdiri)
5. Mengapa pada urinalisis proteinuria,hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia dan hematuria?
Proteinuria: sindrom nefrotik sehingga meningkatnya filtrasi makromolekuler karena kerusakan
sel podosit.
Hipoalbuminemia: kerusakan ginjal menyebabkan banyak albumin yang terbuang sehingga
kadar albumin di darah menurun. Albumin(mikromolekul protein). Hati tidak bisa mengimbangi
kadar albumin sehingga bisa albuminemia.
Hematuria: sel eritrosit ikut keluar ke urin
Hiperkolestrolemia: peningkatan lemak di darah sebagi kompensasi protein yang keluar ke urin.
6. Apakah etiologi dari kasus scenario tersebut?
a. Kelainan kongenital (sekunder)
Pada trimester ke 3, ginjal mengalami kelainan. Bisa mengalami infeksi karena gen NPHS1

b. Idiopatik (Primer)
Sindrom nefrotik, nefropati membranosa, glomerulonephritis. Keganasan: adenokarsinoma
paru. Penyakit jaringan penghubung :lupus eritromatous sistemik.
Dan lain lain: DM
Sindrom nefrotik kelainan minimal: sedikit kelainan glomerulus.
Glomerulonephritis membranosa : sel mesangeal bertambah banyak
Fekal segmental: sel mesangeal bertabah disertai jaringan parut

7. Jelaskan patogenesis dari skeario?


Glomerulonephritis : menyebabkan proteinuria. Hipoalbuminemia menyebabkan hyperlipidemia
(dipiceah enzim lipase). Edema anasarkasindoma nefrotik menyebabkan kesulitan nafas.
Penurunan curah jantung, berbagai infeksi.
Penurunan nafas : karena edema perfusi darah otak menurun.
Reabsorbsi air natrium meningkat  volume cairan vaskuler meningkat meningkatkan beban
jantung.
Infeksi akibat penurunan filtrasi glomerulus  meningkatkan resiko infeksi di VU.
Mual menyebabkan tidak ada asupan nutrisi  lemah letih lesu. Intoleransi aktivitas. Absorbsi
tidak adekuat menyebabkan diare.
Imobilisasi: penekanan tubuh merusak perifer. Kulit bagian bawah menjadi decubitus.
Glomerulonephritis(ketidakseimbanagn limfosit T. peningkatan T helper menyebabkan
peningkatan sitotoksik. Dapat menyebabkan inflamasi terus menerus. T modulator sedikit
sehingga inflamasi tidak bisa dikendalikan.
Bagaimana bisa hyperlipidemia?
8. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari kasus scenario?
Diagnosis : sindrom nefrotik idiopatik: proteinuria massif edema anasarka. Edema periorbital.
Hipoalbuminemia, proteinuria massif positif 3 atau 4. Hiperkolesterolemia. Albumin dan diuretik
Dd: sindrom nefritis.. Hyperlipidemia, Didahului glomerulonephritis streptococcus beta
hemolitikus. Tatalaksana cukup diuretic

Primer(idiopatik)
Kelainan di glomerulus.

9. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari kasus scenario?
a. Tekanan darah: 95/60 (normal)
b. Pernafasan: 24 kali/menit (normal)
c. Nadi: 90-100 kali/menit (normal)
d. Suhu: 37 (Normal)
Urinalisis

a. Protein massif +4 (>300 mg dalam 24 jam proteinuria)

Px darah

b. Protein total: turun


c. Albumin 1,5: turun
d. Kolesterol: 450 mg : tinggi
e. Globulin: 2 gr: turun
f. Ureum 35 mg/dl : normal
g. Keratinin: 0,4: turun

Ureum keratinin

Derajat pitting edema

1: kedalaman 1-3 mm waktu kembali 3 detik

2: kedalaman 3-5 mm. waktu kembali 5 detik

3: kedalaman 5-7 mm, waktu kembali 7 detik

4: kedalaman 7 mm atau lebih. Waktu kembali 7 detik

10. Bagaimana tatalaksana dari kasus scenario?


Batasan pasien:
Remisi: proteinuria – selama 3 hari berturun2
Relaps : proteinuria +2 2 hari berturut2
Relaps jarang: relaps kurang dari 4 Kli partahun
Relaps sering: lebih dari 4 kali per than
Relaps 2 kali berturut2
Resisten steroid: tidak terjadi remisi
Sensitive steroid

a. Diet seimbang protein


b. Pemberian diuretic
c. diberi furosemid

11. Bagaimana prognosis dan komplikasi scenario?


Komplikasi: keseimbangan nitrogen negative: karena proteinuria massif
Hiperkoakulasi: kaskade koagulasi terganggu
Gagal ginjal akut
Hipokalsemia
Prognosis:
Bisa sembuh namun kambuh

MIND MAPPING

Idiopatik

Peningkatan
permeabilitas
glomerulus

hiperlipidemia hipoalbuminemia
proteinuria Edema anarsaka

Sindrom nefrotik
STEP 7

1. Mengapa pasien mengalami bengkak selama 10 hari?


Edema Underfilled theory merupakan teori klasik tentang pembentukan edema. Teori
ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan
menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu
tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid
plasma intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari
ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema

Underfilled Theory
Overfilled, retensi natrium renal dan air tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer tetapi
pada mekanisme intrarenal primer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume
plasma dan cairan ekstraseluler. Overfilling cairan ke dalam ruang interstisial menyebabkan
terbentuknya edema.

Overfilled theory
EdemaKlinis edema menunjukkan adanya penimbunan cairan dalam ruang interstisial
diseluruh tubuh, dapat diketahui dengan cara inspeksi dan palpasi. Mekanisme terjadinya edema
dipengaruhi beberapa faktor yaitu dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glumerulus,
albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia, sehingga
menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma intravaskuler dan keadaan ini menyebabkan
meningkatnyacairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang
interstitial yangmenyebabkan terbentuknya edema. Mekanisme renal, penurunan tekanan onkotik
plasma protein dalam kapiler glomerulus menyebabkan penurunan volume darah efektif dan
diikuti aktivitas sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, rangsangan ini menyebabkan kenaikan
plasma renin dan angiotensinuntuk sekresi hormon aldosteron. Kenaikan hormon aldosteron ini
akan mempengaruhi sel-seltubulus proksimal untuk mereabsorbsi ion Na sehingga ekskresi
natrium atau natriuresis menurun. Kemudian dapat juga terjadi aktifitas saraf simpatik dan
kenaikan konsentrasi circulating catecholamine, sehingga menyebabkan kenaikan tahanan atau
resistensi vaskulerrenal.yang dapat juga menyebabkan penurunan dan berkurangnya filtrasi garam
Na dan air. Dari kedua hal diatas akan menyebabkan kenaikan volume cairan seluler (VCES) dan
edema. Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang
hebat/anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar
albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan
hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus.

Underfilled & Overfilled Theory


2. Mengapa pada edema di mata muncul saat bangun tidur dan muncul di ekstremitas pada siang
hari (edema anasarka)?

3. Apa perbedaan pitting edema dan non pitting edema


Contoh penyakit

4. Mengapa didapatkan konjungtiva anemis, edema palpebral dan edema abdomen?


5. Mengapa pada urinalisis proteinuria,hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia dan hematuria?
6. Apakah etiologi dari kasus scenario tersebut?
 Kongenital
a. Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)kondisi genetic
ginjal dimulai saat awal perkembangan selama kehamilan/3 bulan pertama lahir.
Bayi dengan sindrom ini akan mengalami infeksi, disebabkan karena mutasi gen
NPHS1
b. Denys-Drash syndrome (WT1)penyakit ginjal yang dimulai dalam bulan awal
kehidupan, kondisi ini disebut dengan difus glomerulosklerosis. Dimana jaringan
parut terbentuk diseluruh glomerulus, kondisi ini sering mengakibatkan gagal
ginjal saat masa kanak-kanak. Anak-anak yang mengalami sindrom ini biasanya
memiliki tumor di satu atau kedua ginjal, peristiwa ini disebut dengan tumor
Wilms
c. Frasier syndrome (WT1)penyakit ginjal ini dimulai saat usia dini, kondisi ini
disebut dengan glomerulosklerosis fokal segmental. Dimana jaringan parut
terbentuk pada glomerulus, kondisi ini menyebabkan gagal ginjal pada masa
remaja. Laki-laki dengan sindrom Frasier memiliki pola kromosom laki-laki yang
khas (46, XY), mereka memiliki disgenesis gonad, di mana genitalia eksternal
tidak terlihat jelas laki-laki atau jelas perempuan (genital ambigu) atau alat
kelamin muncul sepenuhnya perempuan. Organ reproduksi internal (gonad)
biasanya tidak berkembang dan disebut sebagai gonad beruntun. Gonadom
abnormal ini tidak berfungsi dan sering menjadi kanker. Wanita yang terkena
biasanya memiliki genitalia dan gonad normal dan hanya memiliki fitur ginjal.
Karena mereka tidak memiliki semua fitur dari kondisi tersebut, perempuan
biasanya diberikan diagnosis sindrom nefrotik terisolasi
d. Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)ditandai dengan sklerosis progresif
dari matriks mesangial dengan proliferasi sel mesangial minimal/tidak ada,
hipertrofi podosit pada penyakit awal, membrane basal menebal, berkurangnya
lumen kapiler pada penyakit lanjut. Pada sindrom ini resisten terhadap terapi
imunosupresif dan berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir
e. Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
f. Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4; TRPC6)
g. Nail-patella syndrome (LMX1B)ditandai dengan kelainan kuku, lutut, siku dan
panggul. Pada sindrom ini kuku tidak ada atau tidak berkembang dan berubah
warna, terbelah dan bergerigi, biasanya yang paling berpengaruh pada kuku
tangan dibandingkan kuku kaki. Pada ujung kuku berbentuk segitiga bukan bulan
sabit pada orang normalnya, lalu pada sindrom ini menyebabkan kelainan juga
pada patella dimana bentuknya lebih kecil dan sering mengalami trauma pada
patella. Pada kondisi ini menyebabkan glaucoma pada usia dini dan
menyebabkan gagal ginjal dini.
h. Pierson syndrome (LAMB2)sindrom langka yang bisa mempengaruhi ginjal
dan mata (mikrokoria/pupil mata kecil dan tidak responsfi terhadap cahaya).
Disebabkan oleh mutasi gen LAMB2. Pada bayi yang mengalami sindrom ini
tidak dapat umur yang panjang dan hanya bertahan pada beberap minggu/bulan
awal kehidupan
i. Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1)kondisi ditandai dengan
tubuh pendek, sindrom nefrotik dan sistem kekebalan tubuh yang lemah
(kekurangan sel Tlebih rentan terhadap penyakit)
j. Galloway-Mowat syndrome
k. Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome
 Primer/Idiopatik
a. Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
b. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
c. Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
d. Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
e. Nefropati Membranosa (GNM)
 Sekunder
a. lupus erimatosus sistemik (LES)
b. keganasan, seperti limfoma dan leukemia
c. vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis),
sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan poliangitis),
poliartritis nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
d. Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious)
glomerulonephritis

7. Jelaskan patogenesis dari skeario?


Bagaimana bisa hyperlipidemia?
8. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari kasus scenario?
 Sindrom Nefrotik SekunderSN sekunder adalah SN berhubungan dengan
penyakit/kelainan sistemik, atau disebabkan oleh obat, alergen, maupun toksin.
Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport,miksedema.
a. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute
BacterialEndocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS.
b. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), trimethadion, paramethadion,
probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.
c. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik,
purpuraHenoch-Schonlein, sarkoidosis.
d. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, leukemia, tumor gastrointestinal.
 Sindrom Nefrotik KongenitalKelainan ini diturunkan melalui gen resesif autosomal.
Biasanya anak lahir premature(90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari
berat badan). Lesi patognomonik adalah dilatasi kistik pada tubulus proksimal
ginjal. Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites,
biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan
hipoproteinemia, proteinuria masif dan hiperkolestrolemia. Gejala klinik yaitu berupa
kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga
letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal, karena infeksi
sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan
ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya
meninggi.
 Glomerulonefritis AkutGlomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis
akut poststerptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai
glomerulus, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe
nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak. Glomerulonefritis
akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi daninflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.Sebagian besar (75%)
glomerulonefritis akut pasca streptokokus timbul setelah infeksisaluran pernapasan
bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus betahemolitikus grup A tipe 1, 3,
4, 12, 18, 25, 49. Sedangkan tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60menyebabkan infeksi kulit 8-14
hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.
Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal
dengansindrom nefritik akut
a. Infeksi StreptokokusRiwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis,
tonsilitis atau infeksi kulit(impetigo).Data-data epidemiologi membuktikan,
bahwa prevalensiglomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi
infeksi salurannafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah,
sekitar 5-10%.
b. Gejala-gejala umumGlomerulonefritis akut pasca streptokokus tidak
memberikan keluhan dan cirikhusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah
badan, tidak jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit
infeksi
c. Keluhan saluran kemihHematuria makroskopis (gross) sering ditemukan,
hampir 40% dari semua pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-
keluhan seperti infeksi salurankemih bawah walaupun tidak terbukti secara
bakteriologis. Oligouria atau anuriamerupakan tanda prognosis buruk pada
pasien dewasa.
d. HipertensiHipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada
semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi s
etelahterdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi
beratdengan atau tanpa ensefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari
semua pasien
Edema dan bendungan paru akutHampir semua pasien dengan riwayat edema pada
kelopak mata
atau pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan
penyakit berat dan progresif, edema ini akan menetap atau persisten, tidak jarangdisertai
dengan asites dan efusi rongga pleura

9. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari kasus scenario?
 Pemeriksaan Fisik
 Interpretasi

Tekanan darah 95/60, normalnya sistol 95-107, diastole 60-71


 Pernafasan 24x/mnt, normal 20-25x / mnt
 Nadi 90-100x/mnt, normal 65-100 x/mnt
 Suhu 37 C, normal 36 – 37,5 C
 Protein masif 4+  protein dalam urinnya >500 mg/dl, bila > 3,5 g dalam 24 jam
maka sudah proteinuria
 Protein total, normal 6,1 – 8,2 g/dL
 Albumin, normal 3,5 – 5,4 g/dl
 Kolesterol, normal <200 mg/dl
 Globulin, normal 2,3 – 3,2 g/dl
 Ureum, normal 15 – 40 mg/dl
 Kreatinin, normal 0,5 – 1,5 ml/dL

 Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang
mengarah kepada infeksi saluran kemih.
b. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
c. Pemeriksaan darah
 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
 Albumin dan kolesterol serum
 Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan
rumus Schwartz Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus
sistemik pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti
nuclear antibody), dan anti ds-DNA

Bagaimana Ureum keratinin pada kasus tersebut?

10. Bagaimana tatalaksana dari kasus scenario?


a. Remisi. : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam) 3 hari berturut-
turut dalam 1 minggu
b. Relaps. : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1
minggu Relaps jarang. : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons
awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
c. Relaps sering. (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal
atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun
d. Dependen steroid. : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating)
atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
e. Resisten steroid. : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose)
2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
f.
g.
h.
i. Sensitif steroid. : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu
Tatalaksana :

 Diit Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi)
dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi
malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi
cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances)
yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak
menderita edema.
 Diuretik Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum
pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian
diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium
darah. Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan infus albumin 20-
25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial
dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb.

 Imunisasi Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/ kgbb/
hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat
dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio
vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus
hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak dengan SN sangat
dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela
 Pengobatan Kortikoseroidbila anak menderita Sindrom Nefrotik Idiopatik/Primer
Terapi Inisial Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa
kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalahdiberikan prednison 60
mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk
menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat
badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama
4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu
kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara
alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu
pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten
steroid
Sindrom Nefrotik Relaps diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4
minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi
yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian
prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila
terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang
tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++
disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan

Sindrom Nefrotik Relaps Sering/Dependen Steroid Terdapat 4 opsi pengobatan SN


relaps sering atau dependen steroid:
Pemberian steroid jangka panjang Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau
dependen steroid, setelah remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid
dosis 1,5 mg/kgbb secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap
0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu. Penurunan dosis tersebut dilakukan sampai dosis terkecil
yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini
disebut dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba
dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat bertoleransi dengan prednison 0,5
mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgbb secara alternating. Bila
relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 – 0,5 mg/ kgbb alternating, maka relaps
tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/ kgbb dalam dosis terbagi, diberikan setiap hari
sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb
diberikan secara alternating, kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai
satu tahap (0,2 mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya
atau relaps yang terakhir. Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb
alternating, tetapi < 1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba
dikombinasikan dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan, atau
langsung diberikan siklofosfamid (CPA). Bila terjadi keadaan keadaan di bawah ini:
Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb alternating, Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi
disertai: Efek samping steroid yang berat & Pernah relaps dengan gejala berat antara lain
hipovolemia, trombosis, dan sepsis diberikan siklofosfamid (CPA) dengan dosis 2-3
mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu.
Pemberian levamisol Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent.
Levamisol diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12
bulan. Efek samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan
neutropenia yang reversibel.
Pengobatan dengan sitostatik
Pengobatan dengan siklosporin/mikofenolat mofetil
11. Bagaimana prognosis dan komplikasi scenario?

Mapping :

Kerusakan kapiler glomerulus

Edem, konjungtiva anemis, hyperlipidemia

Pemeriksaan penunjang ( proteinuria , hiperalbumin ,


hiperkolestrol )

dx. sindrom nefrotik

etiologi terapi

kongenital Diet ,imunisasii


sekunder kortikosteroid ,
primer
( nefropati , membranasea , sindrom nefrotik ) komplikasi

Anda mungkin juga menyukai