Anda di halaman 1dari 8

TUGAS UTS ANTROPOLOGI ARSITEKTUR

DOSEN: DR.IR.DWI LINDARTO H,MT

Arsitektur
Nusantara
oleh:
Zauzan Arief
170406129

Departemen Arsitektur
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara
BAB I
Pendahuluan
Arsitektur dan manusia adalah timbal-balik dalam hubungannya. Ini berarti
bahwa satu tinjauan dapat dikatakan bahwa arsitektur itu bergantung pada
manusia penghadir arsitektur. Arsitektur Nusantara yang hadir merupakan hasil
cipta dan rasa dari pengetahuan kelisanan anak bangsa Nusantara. Perwujudan
dari pengetahuan kelisanan yang terdiri dari aspek-aspek tan-ragawi (gagasan,
norma, status maupun nilai perlambangan) dimanifestasikan ke dalam bentukan
arsitektural (baik berupa persolekan/dekorasi ornamenetasi, maupun warna). Di
sini, pengetahuan tan-ragawi (esensi) maupun ragawi (bentuk) menjadi suatu
rekaman-rekaman pengetahuan arsitektur Nusantara yang sudah ditumbuh
kembangkan sejak sebelum republik ini dibentuk.
Mengutip pernyataan Prijotomo (2004) bahwa, “..arsitektur Nusantara dibangun
sebagai sebuah pengetahuan yang berlandaskan dan dipangkalkan dari filsafat,
ilmu dan pengetahuan arsitektur..”

Lingkungan masyarakat dua musim seperti Indonesia, bangunan diperlukan


bukan untuk melindungi diri dari ancaman iklim yang mematikan, melainkan
sebagai penaung terhadap iklim yang hanya menghadirkan kemarau yang terik
dan penghujan yang lebat. Bagi sebuah pernaungan, atap adalah penaung
yang diperlukan, dan daerah bayangan yang terjadi oleh adanya penaung tadi
menjadi ruang-ruang dasar yang dimunculkan. menyatakan bahwa Keberadaan
bangunan sebagai penaung itu sekaligus juga merupakan pernyataan
masyarakat Nusantara mengenai hubungan dan sikap manusia Nusantara
terhadap iklim dan ekologinya. Hidup bukanlah penguasaan alam tetapi adalah
bersama alam.

PENDAHULUAN / HALAMAN 1
Dalam buku arsitektur nusantara menujuh keniscayaan (Josef Prijotomo)
arsitektur nusantara dibangun sebagai sebuah pengetahuan yang dilandaskan
dan dipangkalkan dari filsafat, ilmu dan pengetahuan arsitektur, dan dengan
demikian segenap pengetahuan yang ditumbuhkembangkan dan diwarisi dari
antropologi, etnologi dan geografi budaya diletakkan sebagai pengetahuan
sekunder (atau bahkan tertier).

Menurut buku naskah arsitektur nusantara tahun 1999 menyebutkan bahwa


arsitektur nusantara sesungguhnya merupakan salah satu bentuk bahasa/teks
yang kaya akan pengetahuan. Arsitektur nusantara sebagai salah satu bentuk
pengetahuan dapat dijelajahi, digali, dan dipahami dari perwujudan fisik
(bangunan definitif), naskah tulis dan naskah lisan (tradisi, tutur dan laku).
Landasan pikir arsitektur nusantara menurut Josef Prijotomo (2004) antara lain
yaitu pernaungan, tradisi/pengetahuan kelisanan, ornament dan dekorasi,
transformasi dan modifikasi, kebhinekaan serta pola lingkung-bina (linieritas dan
cluster).

PENDAHULUAN / HALAMAN 2
BAB II
Analisa
Telah dijelaskan oleh Prijotomo, bahwa arsitektur Nusantara
berpedoman pada semboyang ke-Bhineka Tungga Ika-an. hal
ini memiliki pandangan yang menyatakan bahwa, Arsitektur
Nusantara merupakan sebuah pernyataan yang mengandung
beribu gambaran dan persepsi. Belajar dari pengetahuan
yang pernah dipelajari sejak sekolah dasar Nusantara
merupakan sebuah setting tempat yang luas, terdiri dari
beberapa pulau dan berisikan penduduk dengan latar
belakang budaya yang sangat beragam. keBineka Tunggal
Ika-an yang menunjukkan bahwa tempat yang begitu luas
dihuni oleh berbagai suku bangsa dengan berbagai latar
belakang budaya, namum tetap dalam satu naungan yakni
Nusantara.

ANALISA / HALAMAN 3
Kegiatan paling awal dari perwujudan arsitektur nusantara
adalah penentuan bahan/material arsitektur. Sebagai contoh :
Rumah adat Minahasa menggunakan kayu dari jenis pohon
yang diambil dari hutan, yaitu kayu besi, linggua, jenis kayu
cempaka utan atau pohon wasian (michelia celebia), jenis
kayu nantu (palagium obtusifolium), dan kayu maumbi
(artocarpus dayphyla mig). Kayu besi digunakan untuk tiang,
kayu cempaka untuk dinding dan lantai rumah, kayu nantu
untuk rangka atap.

Sedangkan bagi masyarakat strata ekonomi rendah


menggunakan bambu petung/ bulu jawa untuk tiang, rangka
atap dan nibong untuk lantai rumah, untuk dinding dipakai
bambu yang dipecah. Bahan yang dipilih untuk Rumah
tradisional Bali adalah kayu jati dengan mempertimbangkan
posisinya saat masih

ANALISA / HALAMAN 4
Dari sudut pandang arsitek, berbagai filosofi, langgam, bahan,
struktur, dan konstruksi terbaru sudah demikian
membingungkan. Tatanan dan aturan tradisional dengan
berbagai keunikan cara dan penamaan elemen konstruksi
menjadi tambahan permasalahan baru bagi arsitek masa kini
yang ingin mencoba bereksplorasi dengan kenusantaraan.
Kerumitan inilah yang membuat arsitektur Nusantara semakin
dijauhi. Oleh karena itu, perlu formula baru untuk mengurangi
kesulitan ilmu arsitektur dan perlu pemahaman baru agar
dapat menerapkan arsitektur Nusantara dengan lebih
sederhana.

Mengadaptasi nilai lokal dapat dilakukan dengan menjadikan


ciri-ciri fisik, makna filosofi, adaptasi terhadap iklim, material
lokal, potensi alam, dan ornamen-ornamen tradisional sebagai
sumber eksplorasi untuk dikembangkan. Arsitektur Nusantara
tidak harus terlihat tradisional secara fisik, tetapi dengan
adanya eksplorasi tadi, maka arsitektur Nusantara akan dapat
lebih luwes diterapkan di masa sekarang dengan tampilan
unik seperti halnya batik dalam wujud pakaian masa kini.
Dengan cara seperti itu, arsitektur Nusantara bukan lagi
menjadi sesuatu yang harus ditutupi dan disisihkan, tetapi
harus dikembangkan dan diperkenalkan kepada dunia
sebagai arsitektur identitas bangsa

ANALISA / HALAMAN 5
BAB III
Penutup
Arsitektur Nusantara adalah Arsitektur Pernaungan.

Seperti yang dijelaskan oleh Prof. Josef Prijotomo, bahwa Lingkungan


masyarakat dua musim seperti Indonesia, bangunan diperlukan bukan untuk
melindungi diri dari ancaman iklim yang mematikan, melainkan sebagai
penaung terhadap iklim yang hanya menghadirkan kemarau yang terik dan
penghujan yang lebat. Bagi sebuah pernaungan, atap adalah penaung yang
diperlukan, dan daerah bayangan yang terjadi oleh adanya penaung tadi
menjadi ruang-ruang dasar yang dimunculkan. menyatakan bahwa
Keberadaan bangunan sebagai penaung itu sekaligus juga merupakan
pernyataan masyarakat Nusantara mengenai hubungan dan sikap manusia
Nusantara terhadap iklim dan ekologinya. Hidup bukanlah penguasaan alam
tetapi adalah bersama alam.
Mengenai arsitektur pernaungan tak terlepas dari keadaan iklim Nusantara itu
sendiri yakni, iklim tropis dan lembab. Arsitektur pernaungan adalah arsitektur
yang bersama alam, bukan mengisolasi alam (arsitektur perlindungan).
lingkungan masyarakat dua musim seperti Indonesia, bangunan diperlukan
bukan untuk melindungi diri dari ancaman iklim yang mematikan, melainkan
sebagai penaung. pemikiran Prijotomo bahwa, Ruang-luar Arsitektur
Nusantara adalah ruang berkehidupan bersama. Itulah yang menunjukkan
bahwa pernaungan adalah arsitektur bagi fitrah manusia. Arsitektur
pernaungan ada dalam kerangka-struktural dan kaitan-sistemik dengan
lingkungannya. Inilah universalitas yang sebenarnya dapat dipakai di mana
pun di muka bumi. Perbincangan mengenai arsitektur Pernaungan, bukan
dilihat dari fisik saja, tetapi lebih pada pengetahuan dasar yang melatar
belakangi sebuah fungsi, seperti misalnya bukan berbicara dengan dasar
sebuah kamar tidur atau bilik, melainkan berbicara tentang sebuah
pernaungan dengan nilai-nilai yang berada dibalik pernaungan itu.

PENUTUP / HALAMAN 7
Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/21247786/Arsitektur_Nusantara_Sebagai_Jati_Diri_
Bangsa_Indonesia
https://id.scribd.com/doc/78722693/arsitektur-nusantara
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/fraktal/article/download/20161/19767
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmm/article/download/5582/5116

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai