Anda di halaman 1dari 7

Pengawetan Makanan Untuk Mengendalikan Aktifitas Mikroba Perusak Makanan

A.    Pengertian Pengawetan Makanan

Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan
yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Dalam melakukan pengawetan
makanan perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan
bahan makanan, cara pengawetan yang dipilih dan daya tarik produk pengawetan makanan.

B.     Tujuan Pengawetan Makanan

Pengawetan makanan bertujuan untuk:

Memperpanjang umur simpan bahan makanan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa
mengalami kerusakan);

Mempertahankan sifat fisik dan kimia bahan makanan;

Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan makanan;

Mencegah pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk


memproduksi toksin didalam pangan;

Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama;

Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial, dilakukan dengan cara:

Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis);

Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi;

Menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme misalnya dengan penggunaan suhu


rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia;

Membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi dan radiasi;

C.    Cara-Cara Pengawetan makanan

Pengawetan makanan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Pengawetan makanan secara Biologi

Pengawetan makanan secara Kimia

Pengawetan makanan secara Fisika

1.    Pengawetan makanan secara Biologi meliputi:

a). Dengan Fermentasi

Pengawetan secara biologis, misalnya peragian (fermentasi) adalah proses produksi energi dalam sel
dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi
sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol,
asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari
fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan
dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.
Contoh makanan dengan pengawetan fermentasi adalah yoghurt, mengawetkan susu dengan cara
fermentasi menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus  dan Streptococcus thermophilus. Aktivitas
fermentasi dari kedua spesies bakteri tersebut dapat menurunkan pH susu sapi, sehingga dapat
menghambat aktivitas bakteri proteilitik yang bersifat tidak asam. Lactobacillus bulgaricus   ini hidup
dari “memakan” laktosa (gula susu) dan mengeluarkan asam laktat. Asam ini sekaligus mengawetkan
susu dan mendegradasi laktosa (gula susu). Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi
akan menghambat pertumbuhan kapang dan khamir.

2.    Pengawetan makanan secara Kimia meliputi:

Penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula

Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari
serangan mikroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis. Contoh beberapa jenis
zat kimia: cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax
emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca
panen untuk memperpanjang kesegaran masa pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk
pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang
nyaman.

Pengawetan bahan makanan secara kimia menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir,
garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain.
Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke
dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-
bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembang biaknya
mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi (Aka, 2008).

Pengasaman

Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara diberi asam dengan
tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH (mengasamkan) produk makanan sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan
jalan penambahan asam secara langsung misalnya asam propionate, asam sitrat, asam asetat, asam
benzoat dll atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti tomat. Contoh produk yang
dihasilkan melalui pengasaman acar/khimchi

Acar pada dasarnya terbuat dari sayur-sayuran yang di tambahkan asam cuka untuk pengawetan.
Mikroba yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup pada makanan. Karena adanya asam cuka
menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi, terjadinya difusi osmosis sehingga mikroba akan mati.

Pengasinan
Cara ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai garam dapur untuk
mengawetkan makanan. Teknik ini disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam dapur
memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau
pembusuk makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan
dengan pengeringan

Penggaraman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara memberi garam dengan
tujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan enzim-enzim khususnya yang merusak daging
dan ikan. Selain itu penggaraman mengakibatkan cairan yang ada dalam tubuh ikan mengental serta
kadar proteinnya menggumpal dan daging ikan mengkerut.

Proses penggaraman biasanya diikuti oleh proses pengeringan untuk menurunkan lebih lanjut kadar
air yang ada dalam daging ikan, proses penggaraman dipengaruhi oleh ukuran butiran garam
(ukuran yang baik 1 – 5 mm), ukuran ikan (semakin besar ikan semakin banyak garam yang
dibutuhkan) dan kemurnian garam (garam yang baik adalah garam murni/Nacl).

Pemanisan

Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada medium yang
mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme.
Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah kerusakan makanan.

Penambahan gula adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara pemberian gula
dengan tujuan untuk mengawetan karena air yang ada akan mengental pada akhirnya akan
menurunkan kadar air dari bahan  pangan tersebut. Konsentrasi gula yang ditambahkan minimal
40% padatan terlarut sedangkan di bawah itu tidak cukup untuk mencegah kerusakan karena
bakteri, apabila produk tersebut disimpan dalam suhu kamar atau normal (tidak dalam suhu
rendah). Contoh makanan dengan pengawetan pemanisan adalah manisan buah.

Manisan buah adalah buah-buahan yang direndam dalam larutan gula selama beberapa waktu.
Teknologi membuat manisan merupakan salah satu cara pengawetan makanan yang sudah
diterapkan sejak dahulu kala. Perendamanan manisan akan membuat kadar gula dalam buah
meningkat dan kadar airnya berkurang. Keadaan ini akan menghambat pertumbuhan mikroba
perusak sehingga buah akan lebih tahan lama.

Pada awalnya manisan dibuat dengan merendam pada larutan gula hanya untuk mengawetkan. Ada
beberapa buah yang hanya dipanen pada musim-musim tertentu. Saat musim itu, buah akan
melimpah dan kelebihannya akan segera membusuk apabila tidak segera dikonsumsi. Untuk itu
manusia mulai berpikir untuk mengawetkan buah dengan membuat manisan. Manisan juga dibuat
dengan alasan memperbaiki cita rasa buah yang tadinya masam menjadi manis.

3.    Pengawetan makanan secara Fisika, meliputi

Pengeringan

Pemanasan.
Pengeluaran udara

Pendinginan

Pengalengan.

Iradiasi

a.      Pengeringan

Mikroorganisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air. Jadi teknik
pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin dengan cara
dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan
menjadi mudah proses pembusukan makanan. Proses pengeringan akan mengeluarkan air dan
menyebabkan peningkatan konsentrasi padatan terlarut didalam bahan makanan. Kondisi ini akan
meningkatkan tekanan osmotik di dalam bahan, sehingga menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan memperlambat laju reaksi kimia maupun enzimatis.

Pengeringan adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara dijemur atau dioven
dengan tujuan untuk mengawetkan makanan dengan jalan menurunkan kadar air/aktivitas air (aw)
sampai kadar 15% – 20% karena bakteri tidak dapat tumbuh pada nilai aw dibawah 0,91 dan jamur
tidak dapat tumbuh pada aw dibawah 0,70 – 0,75. Makanan yang dikeringkan mengandung nilai gizi
yang rendah karena vitamin-vitamin dan zat warna rusak, akan tetapi kandungan protein,
karbohidrat, lemak dan mineralnya tinggi.

Pada umunya bahan makanan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi coklat yang disebut
reaksi browning (pencoklatan). Reaksi ini dapat dibatasi dengan menambahkan belerang yang
bersifat pemucat, juga dapat mengurangi jumlah mikroba dan menonatifkan enzim yang dapat
menyebabkan browning. Belerang ini dapat menimbulkan karat pada kaleng, sehingga produk
pangan yang diolah dengan belerang sebaiknya dikemas menggunakan kemasan gelas atau plastik.
Contoh produk dari hasil pengeringan yaitu dendeng ikan (dalam pengolahannya mengalami proses
curing/penambahan bumbu yang bertujuan untuk mengawetkan, memperbaiki rasa, warna dan
kekerasan daging.

Menurut Syamsir (2008) pengawetan makanan dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang.
Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya penanganan aseptis,
penggunaan suhu rendah (< 20°C), pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas ringan,
mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah.

Penanganan aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya
kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan makanan, atau mencegah terjadinya
kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan
produk yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan
masuknya mikroorganisme. Adapun keuntungan dan kerugian dari pengawetan dengan cara
dikeringkan yaitu:

Keuntungan dari pengeringan bahan makanan:


Bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghemat ruang pengangkutran dan pengepakan

Berat bahan menjadi berkurang sehingga memudahkan transport

Biaya produksi menjadi lebih murah

Kerugian dari pengeringan bahan makanan:

Sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah misalnya : bentuknya, sifat-sifat, fisik dan
kimianya, penurunan mutu dan lain-lain.

Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai misalnya harus dibasahkan
kembali (rehidratasi) sebelum digunakan

b.      Pemanasan

Pemanasan dengan suhu rendah

Blansir (Blanching)

Blansir adalah proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 100 0C selama beberapa
menit dengan menggunakan air panas atau uap air panas. Contoh blansir misalnya mencelupkan
sayuran atau buah di dalam air mendidih selama 3 sampai 5 menit atau mengukusnya selama 3
sampai 5 menit. Tujuan blansir terutama adalah untuk menginaktifkan enzim yang terdapat secara
alami di dalam bahan pangan, misalnya enzim polifenolase yang menimbulkan pencoklatan.

Blansir umumnya dilakukan jika bahan pangan akan dibekukan atau dikeringkan. Sayuran hijau yang
diberi perlakuan blansir sebelum dibekukan atau dikeringkan mutu warna hijaunya lebih baik
dibandingkan dengan sayuran yang tidak diblansir terlebih dahulu. Dalam pengalengan sayuran dan
buah-buahan blansir juga bertujuan untuk menghilangkan gas dari dalam jaringan tanaman,
melayukan jaringan tanaman agar dapat masuk dalam jumlah lebih banyak dalam kaleng,
menghilangkan lendir dan memperbaiki warna produk.

Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan tujuan untuk membunuh mikroba
patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare dan penyakit
perut lain. Panas yang diberikan pada pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri-bakteri
patogen tersebut, misalnya pasteurisasi susu harus dilakukan pada suhu 60 0C selama 30 menit. Pada
suhu 600C selama 30 menit setara dengan pemanasan pada suhu 72 0C selama 15 detik. Pasteurisasi
yang terakhir ini sering disebut dengan proses HTST (High Temperature Short Time) atau pasteurisasi
dengan suhu tinggi dalam waktu singkat. Disamping pada produk susu, pasteurisasi juga umumnya
dilakukan pada produk sari buah-buahan asam.

Satu hal yang penting adalah pasteurisasi hanya bakteri patogen saja yang dibunuh, sedangkan
bakteri lain yang lebih tahan panas bisa saja masih terdapat hidup dalam bahan pangan yang
dipasteurisasi. Dengan demikian, meskipun bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tetapi jika
tumbuh di dalam produk pangan dapat menyebabkan kerusakan/kebusukan. Oleh karena itu,
produk-produk yang sudah dipasteurisasi harus disimpan di lemari es sebelum digunakan dan tidak
boleh berada pada suhu kamar karena sebagian mikroba yang masih hidup dapat melangsungkan
pertumbuhannya. Di dalam lemari es masa simpan produk pasteurisasi seperti keju yang terbuat dari
susu atau sari buah umumnya hanya 2 minggu.

Pemanasan dengan suhu tinggi

Sterilisasi

Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak
asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan
berasam rendah adalah bahan pangan yang memiliki pH lebih besar dari 4,5, misalnya seluruh bahan
pangan hewani seperti daging, susu, telur dan ikan, beberapa jenis sayuran seperti buncis dan
jagung.

Bahan pangan berasam rendah memiliki resiko untuk mengandung spora bakteri Clostridium
botulinum yang dapat menghasilkan toksin mematikan jika tumbuh di dalam makanan kaleng. Oleh
karena itu, spora ini harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial
adalah pemanasan pada suhu di atas 100 0C, umumnya sekitar 121,10C dengan menggunakan uap air
selama waktu tertentu dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora
bakteri Clostridium botulinum. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk
mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng, seperti kornet, sosis dan sayuran dalam
kaleng. Susu steril dalam kotak adalah contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial.
Tetapi prosesnya berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses dengan
pengemasan aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk susu yang sudah
disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan dalam lingkungan yang juga aseptik.
Proses pengemasan aseptik umumnya digunakan untuk sterilisasi komersial produk-produk yang
bentuknya cair.

Pemanasan pada suhu tinggi contohnya adalah pengalengan pangan. Dalam proses ini, suhu dan
waktu proses ditetapkan sedemikian rupa sehingga kombinasinya dapat membunuh spora bakteri
yang paling tahan panas. Tidak semua bahan pangan membutuhkan panas yang sama untuk
sterilisasi, tergantung pada jenis pangannya, wadah yang digunakan dan isi kalengnya apakah
mengandung banyak cairan atau tidak. Pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan bersama-sama
dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat menghambat/merusak
mikroorganisme dan enzim.

c.       Pengeluaran Udara (Oksigen)

Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga mencegah berlangsungnya reaksi
kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh oksigen, juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme
aerobik.

 d.      Pendinginan

Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan oleh masyarakat umum di desa
dan di kota. Konsep dan teori dari sistem pendinginan adalah memasukkan makanan pada tempat
atau ruangan yang bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan makanan atau minuman bisa
dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh di wadah
yang berisi es.

Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk mengawetkan ikan hasil
tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya menggunakan lemari es untuk mengawetkan sayur, buah,
daging, sosis, telur, dan lain sebagainya. Suhu untuk mendinginkan makanan biasanya bersuhu 15 0C.
Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat yang bersuhu 0 sampai -4 derajat
celsius.

e.       Pengalengan

Pengalengan merupakan penerapan dari pengawetan dengan mempergunakan suhu tinggi.


Pengalengan ini ditemukan pertama kali oleh Nicholas Appert untuk memenuhi keinginan Napoleon
agar makanan yang dikirimkan untuk tentaranya yang berada jauh tidak lekas membusuk. Kemudian
disusul dengan penggunaan tabung uap yang memberikan kemungkinan untuk menambah atau
menaikkan suhu serta mempercepat waktu pemrosesan dengan hasil yang lebih baik.

Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng alumunium atau bahan logam lainnya,
lalu diberi zat kimia sebagai pengawet seperti garam, asam, gula dan sebagainya. Bahan yang
dikalengkan biasanya sayur-sayuran, daging, ikan, buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi
macamnya. Tehnik pengalengan termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu
dengan memberi zat pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara.

Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang, dilakukan dengan melibatkan
proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan suhu tinggi (sterilisasi).
Juga penting diperhatikan penggunaan atau wadah (container) dan kemasan yang dapat melindungi
produk dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya rekontaminasi selama penyimpanan.

 f.       Teknik Iradiasi

Iradiasi pangan adalah suatu teknik pengawetan pangan dengan menggunakan radiasi ionisasi secara
terkontrol untuk membunuh serangga, kapang, bakteri, parasit atau untuk mempertahankan
kesegaran bahan pangan. Sinar gamma, sinar x, ultra violet dan elektron yang dipercepat
(accelerated electron) memiliki cukup energi untuk menyebabkan ionisasi. Pangan diiradiasi dengan
berbagai tujuan: menghambat pertunasan (sprouting, misalnya pada kentang), membunuh parasit
Trichinia (daging babi), mengontrol serangga dan meningkatkan umur simpan (sayur dan buah),
sterilisasi (rempah), mengurangi bakteri patogen (daging). Iradiasi merupakan proses ‘dingin’ (tidak
melibatkan panas) sehingga hanya menyebabkan sedikit perubahan penampakan secara fisik dan
tidak menyebabkan perubahan warna dan tekstur bahan pangan yang diiradiasi. Perubahan kimia yg
mungkin terjadi adalah penyimpangan flavor dan pelunakan jaringan. Selama proses iradiasi, produk
pangan menyerap radiasi. Radiasi akan memecah ikatan kimia pada DNA dari mikroba atau serangga
kontaminan. Organisme kontaminan tidak mampu memperbaiki DNAnya yang rusak sehingga
pertumbuhannya akan terhambat. Pada iradiasi pangan, dosis iradiasi tidak cukup besar untuk
menyebabkan pangan menjadi radioaktif.

Anda mungkin juga menyukai