Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH KETERGANTUNGAN DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

TERHADAP DESENTRALISASI FISKAL DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR


Oleh: Hany Sukma Setyaningtyas / DIV AKUNTANSI / 6-01 / 12
Dosen Pembimbing: Dr. Agus Sunarya Sulaeman, Ak., M.Si., CPMA, AAP, CA
ABSTRACT
This study aims to prove the effect of regional dependence and local revenue on fiscal
decentralization in each district / city of East Kalimantan Province. The population in this study are
all the district / city in East Kalimantan province listed in Regulation Of The Minister Of Home
Affairs No. 137-2017. The sampling method is done by purposive sampling. The number of samples Is
40 samples from 7 districts and 3 cities from 2015 to 2018. Data analysis used panel data regression
analysis with fixed effect model. The results of the study prove that the effectiveness of local revenue
and local revenue growth has a positive and significant effect on fiscal decentralization and regional
dependence does not significantly influence the fiscal decentralization.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh ketergantungan daerah dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap desentralisasi fiskal di setiap kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Timur.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur yang
terdaftar dalam Permendagri no 137-2017. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan purposive
sampling. Jumlah sampel sebanyak 40 sampel dari 7 kabupaten dan 3 kota dengan periode tahun 2015
sampai 2018. Analisi data menggunakan analisis regresi data panel dengan fixed effect model. Hasil
penelitian membuktikan bahwa efektivitas PAD dan pertumbuhan PAD berpengaruh positif dan
signifikan terhadap desentralisasi fiskal serta ketergantungan daerah tidak berpengaruh signifikan
terhadap desentralisasi fiska.
PENDAHULUAN
Desentralisasi cukup populer di Indonesia. Desentralisasi adalah pendelegasian sebagian tugas dari
instansi pusat ke instansi dibawahnya agar segala urusan tidak terpusat di satu instansi. Desentralisasi
didefinisikan oleh Hendry Maddick (1963) adalah penyerahan kekuasaan dalam fungsi-fungsi
terterntu secara hukum kepada daerah otonom. Desentralisasi di Indonesia berlangsung sejak terbitnya
Undang undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang undang nomor 25
tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Desentralisasi erat
kaitannya dengan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak dan kewajiban daerah untuk mengatur
urusan rumah tangganya sendiri. Dalam Undang undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberhasilan otonomi daerah dari sisi keuangan salah
satu indikatornya adalah daerah memiliki kemampuan untuk membiayai setiap kegiatan
pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat secara mandiri. Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dapat mencerminkan kemampuan finansial pemerintah daerah. Sumber pendanaan daerah
selain PAD adalah dana perimbangan. Pemerintah pusat memberikan suntikan dana perimbangan
berupa Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagai penyeimbang kesenjangan fiskal antara
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah.
Postur APBN 2020 menunjukan 33,73 persen belanja pemerintah dialokasikan untuk Transfer ke
Daerah dan Dana Desa yang mencapai 860 triliun rupiah. Hal ini menunjukan keseriusan Pemerintah
Pusat dalam menjalankan desentralisasi fiskal. Transfer ke Daerah dan Dana Desa disinyalir dapat
menjadi pendorong kemandirian daerah dalam menjalankan pemerintahannya tetapi juga dapat
menjadi suatu ketergantungan daerah terhadap Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah selama ini lebih
memaksimalkan dana perimbangan dari Pemerintah Pusat untuk mengelola urusan rumah tangganya.
Pemerintah daerah kurang mengintensifkan penggunaan transfer daerah untuk memacu pendapatan
asli mereka sehingga timbul ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Menteri Keuangan, Sri
Mulyani Indrawati mengatakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa menyebabkan ketergantungan
daerah yang relatif tinggi. Ketergantungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
terhadap Transfer ke Daerah dan Dana Desa secara nasional sebesar 80,1 persen tetapi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) hanya berkontribusi sekitar 12,87 persen. Kemampuan daerah untuk mencapai
target pendapatan asli mereka yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) menunjukan keefektifan PAD yang diraih. Pemerintah daerah harus bisa menggali dan
mengembangkan potensi daerahnya agar tidak memiliki ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat
dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat daerah tersebut. Pendapatan Asli Daerah menjadi
indikator keberhasilan desentralisai dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
Wartaekonomi.co.id memberitakan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur merosot di tahun 2015
sampai 2016. Pendapatan Asli Daerah Provinsi Kalimantan Timur tahun 2015 turun menjadi 4,95
triliun rupiah dan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur mencapai -1,21 persen. Pada 2016,
Pendapatan Asli Daerah Provinsi Kalimantan Timur turun lagi menjadi 4,03 triliun rupiah dan
pertumbuhan ekonomi naik tipis menjadi -0,38 persen. Di seluruh Kalimantan hanya Kalimantan
Timur yang mengalami penurunan. Namun, pertumbuhan ekonomi di 2018 naik mencapai 2,67%
yang didominasi oleh lapangan usaha pengadaan listrik dan gas yang tumbuh sebesar 9,76% seperti
yang diberitakan bisnis.com. Keunggulan Perekonomian Kalimantan Timur ada di lima sektor
lapangan usaha, yaitu : pertambangan dan penggalian sebesar 46,31 persen; konstruksi sebesar 19,07
persen; pertanian sebesar 8,07 persen, kehutanan, dan perikanan; perdagangan besar dan eceran
sebesar 7,96 persen ; serta reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 5,30 persen selama 2013 sampai
2017 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Pemerintah Kalimantan Timur diharapkan terus
memaksimalkan potensi pendapatanya di sektor-sektor tersebut. Kalimantan Timur juga baru terpilih
menjadi ibukota baru Republik Indonesia pada Senin, 26 Agustus 2019 seperti yang dilansir dalam
finance.detik.com. Pemilihan Kalimantan Timur menjadi ibukota diyakini dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi di Kalimantan.
Berdasarkan fenomena ketergantungan daerah terhadap Pemerintah Pusat dan keefektifan pencapaian
PAD di daerah serta desentralisasi fiskal yang berlaku di Indonesia, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Ketergantungan Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap
Desentralisasi Fiskal di Provinsi Kalimantan Timur”. Peneliti melakukan studi empiris pada
kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur tahun anggaran 2015-2018.
KAJIAN PUSTAKA
Teori fiscal federalism
Teorema desentralisasi yang dikemukakan Oates (2006) menjelaskan bahwa barang yang biaya
pengadaannya sama di Pemerintah Pusat atau pemerintah daerah lebih baik disediakan oleh
pemerintah daerah agar tercapai efisiensi pareto. Pemerintah Daerah dianggap lebih mengetahui
kebutuhan masyarakatnya daripada Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, belanja yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dapat tepat sasaran dan sesuai kebutuhan. Tanzi (2002) berpendapat bahwa
desentralisasi fiskal mengacu pada peningkatan pajak dan tanggung jawab belanja diberikan ke
yuridiksi subnasional (pemerintah daerah). Tanzi juga menyebutkan bahwa fiscal federalism adalah
tindakan lanjutan dari desentralisasi fiskal. Tiebout memaparkan bahwa setiap yurisdiksi tingkat
rendah (pemerintah daerah) berlomba-lomba untuk menghasilkan barang publik yang berkualitas agar
masyarakat di daerah tersebut tidak berpindah tempat. Tiebout mengasumsikan tidak ada biaya
mobilitas (perpindahan penduduk). Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk berinovasi dan tidak
bergantung kepada pemerintah pusat. Pendekatan Musgravian yang dipaparkan Musgrave (1976)
dalam Siat (2005) menjelaskan bahwa tingkat pemerintahan yang lebih rendah lebih peka terhadap
preferensi individual untuk penyediaan barang publik daripada pemerintahan yang lebih tinggi. Teori
fiscal federalism menjelaskan hubungan finansial antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Teori ini meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi nasional distimulus oleh desentralisasi fiskal melalui
kebijakan otonomi daerah.
Desentralisasi fiskal
Machfud Siddik (2002) menyebutkan desentralisasi adalah sebuah alat untuk memberikan pelayanan
publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis.
Siddik juga memaparkan bahwa desentralisasi ada empat bentuk, yakni : desentralisasi politik,
desentralisasi administrasi, desentralisasi fiskal, dan desentralisasi ekonomi. Pelaksanaan
desentralisasi fiskal diwujudkan dengan pemberian kewenangan bagi daerah untuk menggali dan
menggunakan sumber-sumber penerimaannya sendiri sesuai dengan potensi masing-masing daerah.
Joko (2015) dalam artikel publikasi kemenkeu.go.id mengutarakan pendapatnya tentang definisi
desentralisasi fiskal dari sisi belanja, yaitu sebagai kewenangan untuk mengalokasikan belanja sesuai
kebutuhan masing-masing daerah. Pemerintah pusat hanya sebagai penasihat dan pengawas
pelaksanaan belanja daerah tersebut. Pada intinya desentralisasi fiskal adalah pelimpahan kewenangan
mengatur pendapatan dan belanja daerah otonomi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah
otonom.
Pendapatan asli daerah
Daerah diberi kewenangan untuk memungut dan mengelola pendapatannya, biasanya berupa pajak
dan retribusi, sesuai kriteria tertentu yang diatur dalam undang-undang (Machfud, 2002). Dalam
Undang undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kapasitas fiskal daerah merupakan
sumber pendanaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah dan dana bagi hasil. Pendapatan
asli daerah meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
merupakan seluruh pendapatan daerah selain pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer serta
pendapatan lain-lain yang sesuai peraturan perundang-undangan (UU no 23 tahun 2014, pasal 295).
Undang undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah menyebutkan Pendapatan asli daerah ,yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah sesuai peraturan perundang-undangan, memiliki tujuan memberikan kewenangan kepada
Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah
sebagai perwujudan desentralisasi. Pendapatan asli daerah tak lain ialah segala sumber pendapatan
daerah yang dihasilkan daerah berdasarkan potensi masing-masing.
Ketergantungan daerah
Desentralisasi fiskal mempunyai tujuan untuk menjadikan daerah mandiri dan dapat mengelola urusan
rumah tangganya sendiri dari sisi finansial. Pemerintah Pusat tidak serta merta lepas tangan setelah
berlakunya desentralisasi. Pemerintah Pusat memberikan bantuan dana berupa dana perimbangan
yang sering disebut Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Dalam Undang undang nomor 33 tahun 2004,
Dana Perimbangan adalah sumber pendanaan Daerah dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil,
Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Selain untuk mengurangi ketimbangan pendanaan di
Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah, Dana Perimbangan bertujuan untuk mengurangi
kesenjangan pendanaan antar daerah. Masalah utama di pemberlakuan desentralisasi adalah timbulnya
ketergantungan daerah terhadapa dana perimbangan dari Pemerintah Pusat. Yushkov (2015)
berargumen bahwa ketergantungan daerah yang tinggi terhadap transfer dari pemerintah pusat
berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi di masa krisis. Hal ini disebabkan flypaper effect
mengurangi pengeluaran yang berlebihan akibat desentralisasi di daerah tersebut. Flypaper effect
mendorong transfer dari pemerintah pusat langsung dibelanjakan untuk program penanggulanan krisis
ekonomi daripada untuk menghasilkan tambahan pendapatan bagi pemerintah daerah.
Pengembangan hipotesis
Pemerintah yang mampu menggali potensi dan meningkatkan pendapatan asli daerah menjadi
indikator keberhasilan desentralisasi fiskal. Pendapatan asli daerah yang semakin besar
mengisyaratkan desentralisasi fiskal berhasil. Pencapaian target Pandapatan Asli Daerah
mempengaruhi efektivitas dari pendapatan tersebut. Pencapaian ini juga menjadi indikator
keberhasilan desentralisasi. Semakin efektif Pendapatan Asli Daerah maka desentralisasi dikatakan
berhasil. Canaleta dkk (2004: 71) mengungkapkan dalam Siat (2005) dari sisi ekonomi bahwa
desentralisasi adalah sebuah instrumen yang efektif untuk meningkatkan efisiensi dan pendapatan.
H1: Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
desentralisasi fiskal.
H2: Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
desentralisasi fiskal.
Dana perimbangan yang diberikan pemerintah pusat dapat berpengaruh buruk terhadap pemerintah
daerah. Pemerintah daerah menjadi kurang giat menggali potensi dan memanfaatkan Pendapatan Asli
Daerahnya. Pemerintah daerah terlalu bergantung kepada dana transfer pemerintah pusat. Hal ini
menyebabkan ketergantungan daerah berpengaruh negatif dan dapat mengagalkan tujuan
desentralisasi fiskal.
H3: Ketergantungan daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap desentralisasi fiskal.
METODOLOGI PENELITIAN
Objek Penelitian ini adalah Keuangan Daerah Kabupaten/Kota se-Provinsi Kalimantan Timur tahun
anggaran 2015 sampai 2018. Data terbaru digunakan agar hasil penelitian ini menjadi lebih relevan.
Populasinya terdiri atas 7 kabupaten dan 3 kota yang terdaftar dalam Permendagri no 137-2017.
Purposive Sampling dilakukan dengan syarat seluruh kabupaten/kota yang resmi terdaftar di daerah
Provinsi Kalimantan Timur sejak 1 Januari 2018. Hasil sampling ada 10 kabupaten/kota yang
memenuhi syarat. Total obeservasi menjadi 40 sampel. Data diperoleh dari portal data Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan dan BPS. Data yang digunakan adalah Laporan Realisasi Anggaran
dan DIPA APBD. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kuantitatif. Penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif dilakukan dengan cara mengolah data
untuk kemudian dilakukan analisis sehingga memperoleh suatu simpulan atas data tersebut. Simpulan
yang akan diperoleh dalam penelitian berupa suatu bentuk pengaruh antara variabel bebas dan
variabel terikat. Penelitian ini secara empiris ingin membuktikan pengaruh efektifitas dan
pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta ketergantungan daerah terhdapa derajat
desentralisasi fiskal.
Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
desentralisasi fiskal yang dilambangkan dengan derajat desentralisasi fiskal. Menurut Agung dan
Almizar (2020), desentralisasi fiskal menjelaskan tingkat kemampuan pemerintah daerah mengelola
otonomi daerahnya yang dibiayai melalui Pendapatan Asli Daerah. Menurut Mahmudi (2016), derajat
desentralisasi fiskal dihitung berdasarkan rasio realisasi pendapapatan asli daerah terhadap realisasi
total pengeluaran kabupaten/kota. Proksi yang digunakan sama dengan proksi derajat desentralisasi
fiskal pada penelitian Mustafa dan Halim (2008) dan penelitian Demora (206)
Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menyebabkan sebab perubahannya atau timbulnya variabel terkait (Sugiyono, 2016). Variabel
independen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan PAD, efektivitas PAD, dan ketergantungan
daerah. Pertumbuhan pendapatan asli daerah adalah perbedaan baik peningkatan atau penurunan
pendapatan asli daerah tahun sekarang dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Halim (2012) dalam
Pramono (2014) menyebutkan bahwa kemampuan pemerintah daerah untuk mempertahankan dan
meningkatkan pendapatan asli daerahnya sebagai pertumbuhan PAD dari daerah tersebut.
Pertumbuhan PAD dihitung dengan selisih PAD tahun sekarang dan PAD tahun yang lalu dibagi
dengan PAD tahun sekarang seperti yang dirumuskan dalam Mustafa dan Halim (2008), Rahmayati
(2016), dan Romdani et al. (2019).
Perbandingan antara realisasi terhadap target atau tujuan organisasi disebut dengan efektivitas.
Menurut Mardiasmo (2009), efektivitas berhubungan dengan output (keluaran) dan outcome (akibat
atau dampak) suatu program dalam meraih tujuannya. Mardiasmo (2009) juga menjelaskan efektivitas
adalah salah satu indikator dari keberhasilan mencapai tujuan organisasi. Pramono (2014) berargumen
bahwa efektivitas PAD menjelaskan kemampuan daerah untuk mencapai target atau merealisasikan
pendapatan asli daerah menurut APBD yang telah ditetapkan. Berdasarkan persentase efektivitas
PAD, Mahmudi (2016) membagi tingkat efektivitas menjadi lima, yaitu:
Kriteria Persentase
Sangat efektif lebih dari 100%
Efektif 100%
Cukup efektif 90% sampai 99%
Kurang efektif 75% sampai 89%
Tidak efektif kurang dari 75%
Sumber: Mahmudi, 2016 (diolah)
Efektivitas PAD diukur dengan rasio realisasi penerimaan pendapatan terhadap target penerimaan
pendapatan. Rasio ini juga digunakan dalam penelitian Mustafa dan Halim (2008), Rahmayati (2016),
dan Romdani et al. (2019).
Masalah utama desentralisasi fiskal adalah ketergantungan. Rinaldi (2012) berpendapat bahwa
ketergantungan daerah terhadap dana perimbangan menunjukan ketidaksiapan daerah dalam
mengelola pendapatan aslinya dan menggali segala potensi daerah tersebut. Menurut Yushkov (2015),
ketergantungan daerah adalah jumlah dana perimbangan dalam total pendapatan daerahnya.
Ketergantungan daerah adalah tingkat depedensi pemerintah daerah terhadap kucuran dana dari
pemerintah pusat yang digunakan dalam mengelola otonomi daerahnya. Rasio ketergantungan daerah
dihitung dengan total Pendapatan Asli Daerah dibagi total dana perimbangan dari pemerintah pusat.
Kerangka berpikir

Efektivitas PAD

Pertumbuhan PAD Desentralisasi Fiskal

Ketergantungan Daerah

Bagan 1 Kerangka Berpikir (diolah)


Model Penelitian
Model penelitian ini digunakan untuk menggambarkan pengaruh variabel-variabel independen,
efektivitas PAD, pertumbuhan PAD, dan ketergantungan daerah, terhadap variabel dependen,
desentralisasi fiskal. Model penelitian menggunakan analisis regresi data panel.
DF =α 0 + β 1 Efektivitas + β 2 Pertumbuhan+ β 3 Ketergantungan+ε
DF : variabel dependen (Y), derajat desentralisasi
Efektivitas : variabel independen (X1), efektivitas pendapatan asli daerah
Pertumbuhan : variabel independen (X2), pertumbuhan pendapatan asli daerah
Ketergantungan : variabel independen (X3), rasio ketergantungan daerah
α0 : konstanta
β1, β2, β3 : koefiesien masing-masing variabel independen
ε : error
PEMBAHASAN
Analisis Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2016), statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat simpulan
yang berlaku umum. Analisis statistik deskriptif tidak digunakan untuk menyimpulkan yang berlaku
secara umum. Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk membuat data lebih informatif dan mudah
dipahami. Analisis statistik deskriptif juga digunakan untuk menggambarkan karakteristik data dari
variabel-variabel yang digunakan. Analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini menjelaskan
karakteristik data variabel dari nilai rata-rata (mean), nilai tengah (median), nilai maksimal
(maximum), nilai minimun (minimum), dan standar deviasi (std. dev).
DESENTRALI EFEKTIF GROWTH KETERGANTUNG
SASIFISKAL PAD PAD AN
 Mean  0.110253  1.253158  0.181070  0.724266
 Median  0.084687  0.994212 -0.034145  0.725375
 Maximum  0.326713  5.972547  3.055238  1.543776
 Minimum  0.012284  0.500380 -0.634492  0.436184
 Std. Dev.  0.079443  0.929074  0.773674  0.165004
 Skewness  1.086579  3.726537  2.642844  2.916778
 Kurtosis  3.515103  18.26251  9.408818  16.51886

 Jarque-Bera  8.313244  480.8208  115.0191  361.3165


 Probability  0.015660  0.000000  0.000000  0.000000

 Sum  4.410129  50.12634  7.242795  28.97064


 Sum Sq.  0.246139  33.66399  23.34431  1.061820
Dev.

 Observations  40  40  40  40


Sumber: Diolah dengan Eviews
Berdasarkan tabel diatas, rata-rata dari variabel dependen, derajat desentralisasi fiskal, menunjukan
angka 0,110253 dan median menunjukan angka 0,084687 serta standar deviasi menunjukan angka
0,079443. Hal ini menunjukan bahwa desentralisasi fiskal di setiap kabupaten/kota di Provinsi
Kalimantan Timur memiliki kesamaan karakteristik. Setiap kabupaten/kota memiliki sumber
pendanaan daerah dari pendapatan asli daerah sebesar 11,02 persen secara rata-rata. Kabupaten/kota
yang proporsi pendapatan asli daerah terbesar dari total pendapatannya memiliki derajat desentralisasi
fiskal sebesar 0,326713 sedangkan kabupaten/kota yang proporsi pendapatan asli daerahnya terkecil
memiliki derajat desentralisasi fiskal sebesar 0,012284. Hal ini menunjukan range data yang cukup
jauh. Data variabel dependen , desentralisasi fiskal, memiliki sebaran data yang tidak normal karena
nilai probabilitas Jarque-Bera memperlihatkan nilai dibawah tingkat signifikansi (5 persen).
Variabel independen pertama yaitu efektivitas PAD. Efektivitas PAD memiliki nilai rata-rata sebesar
1,253158 dan nilai tengah sebesar 0,994212. Hal ini menjelaskan bahwa realisasi pendapatan asli
daerah di setiap kabupaten/kota di Provinsi Kalimatan Timur melebihi dari targetnya secara rata-rata.
Setiap kabupaten/kota memiliki kemampuan untuk memungut dan memaksimalkan pendapatan asli
mereka sesuai target yang ditetapkan dalam APBD. Salah satu kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan
Timur bahkan mampu menghimpun pendapatan asli daerahnya hampir enam kali lebih besar dari
target yang ditetapkan. Standar deviasi efektivitas PAD menunjukan angka sebesar 0,929074. Standar
deviasi yang relatif besar menunjukan variasi data efektivitas PAD semakin lebar. Hal ini didukung
dengan nilai maksimal dan nilai minimun yang memiliki rentang (range) cukup jauh. Sama halnya
dengan desentralisasi fiskal, Efektivitas PAD juga tidak berdistribusi normal karena nilai
propbabilitas Jarque-Bera berada dibawah tingkat signifikansi.
Rata-rata pertumbuhan PAD menunjukan angka sebesar 0,181070 dan nilai tengah (median) sebesar
-0,034145. Pertumbuhan PAD di setiap kabupaten/kota Provinsi Kalimantan Timur sangat kecil
walaupun realisasi PADnya cukup besar. Kabupaten/kota di Kalimantan Timur hanya mampu
menggenjot pertumbuhan PAD-nya sebesar tiga kali lipat berdasarkan nilai maksimum 3,055238
sedangkan kabupaten/kota dengan pertumbuhan PAD paling kecil malah mengalami kemerosotan
dalam menghimpun PADnya sebesar -0,634492. Range data pertumbuhan PAD cukup jauh
berdasarkan nilai maksimum dan nilai minimumnya. Masih sama dengan variabel sebelum-
sebelumnya, pertumbuhan PAD juga memiliki distribusi data yang tidak normal. Hal ini diungkapkan
dari nilai probalitias Jarqeu-Bera yang dibawah tingkat signifikansi.
Pemilihan model regresi data panel
Model regresi data panel terdapat 3 model, yaitu: pooling least square, fixed effect, dan random effect.
Pemilihan model regresi dilakukan dengan Uji Chow, Uji Lagrange Multiplier, dan Uji Hausman.
Dari hasil uji tersebut, model pooling least square menjadi model yang paling sesuai untuk data
observasi penelitian ini. Uji yang pertama, yakni uji Chow adalah memilih antara common effect
model dan fixed effect model. Dari uji Chow, nilai probabilitas berada di bawah tingkat signifikansi
sehingga fixed effect model lebih cocok daripada common effect model. Uji selanjutnya biasa disebut
uji Lagrange-Multiplier yang menguji pilihan antara common effect model dan random effect model
yang lebih cocok untuk penelitian ini. Random effect model terpilih dalam uji ini. Uji terakhir adalah
uji Hausman yang memilih antara fixed effect modal dan random effect model. Dari uji Hausman
menghasilkan fixed effect model lebih cocok. Simpulan dari ketiga uji diatas menghasilkan simpulan
bahwa fixed effect model adalah model regresi yang paling cocok untuk penelitian ini.
No. Uji Probabilitas Simpulan
1 Uji Chow 0.0000 FEM
2 Uji Lagrange-Multiplier 0.0000 REM
3 Uji Hausman 0.0355 FEM
Sumber: Diolah oleh penulis
Uji asumsi klasik
Uji asumsi klasik dalam penelitian ini mencakup uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji
heteroskedastisitas.
Uji normalitas
Ghozali (2016) berargumen bahwa uji normalitas memiliki tujuan untuk membuktikan variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal dalam model regresi. Uji normalitas dalam
penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan histogram dan uji Jarque-Bera. Nilai probabilitas
Jarque-Bera berada diatas tingkat signifikansi, lima persen, sehingga residual dalam data penelitian ini
berdistribusi normal.
6
Series: Standardized Residuals
Sample 2015 2018
5
Observations 40

4 Mean 6.94e-19
Median -0.002854
Maximum 0.038942
3
Minimum -0.034159
Std. Dev. 0.018781
2 Skewness 0.209280
Kurtosis 2.393879
1
Jarque-Bera 0.904293
Probability 0.636261
0
-0.03 -0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04
Sumber: Diolah dengan Eviews
Uji multikolinearitas
Uji Multikolinearitas menunjukan korelasi antara variabel-variabel independen. Tiga variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini dapat menyebabkan adanya multikolinearitas.
Menurut Ghozali (2014), suatu model terbebas dari masalah multikolinearitas apabila nilai matriks
korelasi antara dua variabel independen kurang dari 0,80. Nilai dari matriks korelasi yang dibawah
0,80 menunjukan tidak terjadi multikolinearitas. Dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.

DESENTRALISA EFEKTIFPAD GROWTHPAD KETERGANTUN


SIFISKAL GAN
DESENTR 1 0.07077274430894 0.02954511301136 -
ALISASIFI 6 2 0.28253475806372
SKAL
EFEKTIFP 0.07077274430894 1 0.60918663047990 -
AD 6 0.00484999914573
2
GROWTH 0.02954511301136 0.60918663047990 1 0.14173977080732
PAD 2
KETERGA - - 0.14173977080732 1
NTUNGA 0.28253475806372 0.00484999914573
N 2
Sumber: Diolah dengan Eviews
Uji heteroskedastisitas
Uji asumsi heteroskedastisitas harus memiliki varians yang sama (homoskedastis) atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Pengujian untuk menguji adanya heteroskedastisitas penting karena saat varian
tidak kosntan, maka varians koefisien regresi dapat semakin besar. Uji Gletser dilakukan untuk
mendeteksi heteroskedastisitas dalam penelitian ini. Heteroskedastisitas ditunjukan dengan nilai
propbabilitas yang lebih kecil dari 0,05. Dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas karena
nilai probabilitas setiap variabel berada di atas tingkat signifikansi, lima persen.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

C 0.000677 0.000364 1.860656 0.0737


EFEKTIFPAD -8.79E-05 0.000109 -0.808672 0.4258
GROWTHPAD 8.00E-05 0.000117 0.683872 0.4999
KETERGANTUNGA
N -0.000328 0.000457 -0.717642 0.4791

Sumber: Diolah dengan Eviews


Uji regresi data panel

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

C 0.063500 0.020914 3.036204 0.0053


EFEKTIFPAD 0.015031 0.006249 2.405253 0.0233
GROWTHPAD 0.012440 0.006722 1.850754 0.0752
KETERGANTUNGA
N 0.035436 0.026260 1.349430 0.1884
Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.944113    Mean dependent var 0.110253


Adjusted R-squared 0.919275    S.D. dependent var 0.079443
S.E. of regression 0.022572    Akaike info criterion -4.487294
Sum squared resid 0.013756    Schwarz criterion -3.938408
Log likelihood 102.7459    Hannan-Quinn criter. -4.288834
F-statistic 38.01015    Durbin-Watson stat 2.102504
Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Diolah dengan Eviews


Uji signifikansi simultan yang biasa disebut uji-F untuk mengetahui pengaruh dari semua variabel
independen secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel independen. Nilai probabilitas yang
kurang dari tingkat signifikansi, lima persen, mengisyaratkan variabel-variabel independen tersebut
mempengaruhi variabel dependen secara simultan. Dalam penelitian ini, nilai probabilitas F-statistic
menunjukan 0,000000 dan berada dibawah tingakt signifikansi (0,05). Hal ini menunjukan bahwa
variabel-variabel dalam penelitian ini (efektivitas PAD, pertumbuhan PAD, dan ketergantungan
daerah) memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel dependennya, yakni dasentralisasi
fiskal.
Uji signifikansi parsial (uji-t) menunjukan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependennya. Nilai probabilitas dibawah tingkat signifikansi (0,05) menunjukan bahwa
variabel independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependenya.
Pengaruh parsial dari pertumbuhan PAD, efektivitas PAD, dan ketergantungan daerah dijabarkan
pada uraian berikut ini.
1. H1: Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
desentralisasi fiskal. Berdasarkan hasil regresi di atas, koefisiensi dan nilai prob. menunjukan
angka 0,015031 dan 0,0233 secara berturut-turut. Nilai probabilitas berada di bawah tingkat
signifikansi (0,05) sehingga H1 diterima.
2. H2: Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
desentralisasi fiskal. Berdasarkan hasil regresi di atas, koefisiensi dan nilai prob. menunjukan
angkat 0,012440 dan 0,0752 secara berturut-turut. Nilai probabilitas berada di bawah tingkat
signifikansi (0,1) sehingga H2 diterima.
3. H3: Ketergantungan daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap desentralisasi
fiskal. . Berdasarkan hasil regresi di atas, koefisiensi dan nilai prob. menunjukan angkat
0,035436 dan 0,1884 secara berturut-turut. Nilai probabilitas berada di atas tingkat
signifikansi (0,1) sehingga H3 ditolak.
Var. Koefisien Probabilitas Simpulan
EfektivitasPAD 0,015031 0,0233 Diterima
GrowthPAD 0,012440 0,0752 Diterima
Ketergantungan 0,035436 0.1884 Ditolak
Sumber: Diolah oleh penulis
Koefisien determinasi (R-squared) mengindikasikan kemampuan model untuk menunjukan variansi
dalam variabel independennya. Pengukuran tersebut dikenal sebagai pengukuran goodness of fit
untuk memperkirakan nilai aktual ketepatan fungsi model regresi. Ghozali (2016) mengutarakan
bahwa nilai R-squared yang kecil berarti menunjukkan kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen yang sangat terbatas. Dalam penelitian ini, R-squarenya menunjukan
angka 0,944113. Hal ini mengisyaratkan variabel independen dan variabel kontrol 94,41 persen
mempengaruhi variabel dependennya dan 5,59 persen laninnya dijelaskan oleh variabel yang tidak
tercakup dalam penelitian ini. Adjusted R-squared lebih sensitif daripada R-squared. Ghozali (2014)
menambahkan bahwa hal ini disebabkan karena r-squared masih mengandung bias terhadap jumlah
variabel yang ada dalam model penelitian. Penambahan variabel independen ke dalam model kan
meningkatkan nilai R2 tanpa mempedulikan tingkat signifikansi variabel independen terhadap
variabel dependen. Oleh karena itu, penggunaan nilai adjusted R-squred lebih dianjurkan oleh banyak
peneliti dalam melakuakan evaluasi model regresi. Dalam penelitian ini, adjusted R-squared
mempunyai angka 0,919275. Sama seperti r-squared, hal ini mengisyaratkan variabel independen dan
variabel kontrol 91,93 persen mempengaruhi variabel dependennya dan 8,07 persen laninnya
dijelaskan oleh variabel yang tidak tercakup dalam penelitian ini.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, efektivitas PAD mempengaruhi desentralisasi secara positif
dan signifikan. Hal ini membuktikan bahwa pencapaian target pendapatan adalah indikator
keberhasilan desentralisasi fiskal. Menurut Machfud (2002), Desentralisasi fiskal, merupakan salah
satu komponen utama dari desentralisasi. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara
efektif, dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor
publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik, seperti
Pendapatan Asli Pendapatan (PAD). Machfud (2002) menambahkan bahwa Salah satu wujud dari
pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang
dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Kewenangan Daerah
untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang
merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan
pelaksanaannya dengan PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP Nomor 66 Tahun
2001 tentang Retribusi Daerah. Pemerintah daerah yang dapat mencapai target pendapatan asli
mereka memiliki kemampuan dan kemandirian untuk mengelola otonomi daerahnya. Fenomena ini
disebabkan pemerintah daerah mampu meproyeksikan pendapatan yang dapat mereka himpun
sehingga program-program yang hendak dibiayai oleh pendapatan asli daerah dapat berjalan sesuai
rencana.
Pertumbuhan PAD memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap desentralisasi fiskal
berdasarkan hasil pengujian hipotesis diatas. Hasil ini menunjukan pendapatan asli daerah yang
semakin meningkat dengan belanja dianggap tetap maka keberhasilan desentralisasi fiskal semakin
nyata terlihat. Pemerintah daerah yang memiliki pertumbuhan PAD besar mengisyaratkan
kemampuan daerah untuk menggali dan memaksimalkan potensi masing-masing daerah sebagai
sumber pendanaan. Pertumbuhan PAD yang semakin tinggi akan memicu pemerintah daerah untuk
mengusulkan program-program baru yang tentunya dilaksanakan demi kesejahteraan masyarakatnya.
Sebuah studi yang cukup baru dari 10 negara berkembang menemukan bahwa desentralisasi memang
meningkatkan total dan pengeluaran subnasional untuk infrastruktur publik (Estache dan Sinha, 1995
dalam Smoke, 2004). Dalam penelitian Estache dan Sinha, Smoke menyimpulkan bahwa ada
hubungan positif antara desentralisasi dan pendapatan asli daerah. Teori ini mendukung hasil uji
hipotesis di penelitian ini.
Dalam bukunya, Mahfud (2002) menjelaskan walaupun kewenangan pemajakan telah diberikan
kepada daerah, namun dengan melihat basis pajak-pajak yang besar telah dikuasai oleh Pusat (yang
tentunya dilakukan berdasarkan pertimbangan - pertimbangan tertentu), pemberian kewenangan
tersebut tidak akan berdampak besar terhadap peningkatan PAD. Selama ini, PAD dalam pembiayaan
kebutuhan Daerah di sebagian besar Daerah kurang dari 10% dan sangat bervariasi antar Daerah dari
10% hingga 50%. Jadi, anggaran pendapatan daerah lebih besar porsi untuk dana perimbangan dari
pemerintah Pusat. Berdasarkan uji hipotesis, ketergantungan daerah tidak berpengaruh terhadap
desentralisasi fiskal sehingga porsi yang besar dalam sumber keuangan daerah tidak berpengaruh
langsung dengan desentralisasi fiskal.
SIMPULAN
Simpulan
Efektivitas PAD dan pertumbuhan PAD berpengaruh positif signifikan terhadap desentralisasi fiskal.
Hasil ini menunjukan bahwa memang pendapatan asli daerah adalah indikator keberhasilan dari
desentralisasi. Semakin besar kemampuan daerah menghimpun pendapatan asli mereka, semakin
besar juga tingkat desentralisasi fiskal di daerah tersebut. Ketergantungan daerah tidak berpengaruh
terhadap desentralisasi fiskal. Porsi dana perimbangan yang besar di total pendapatan daerah tidaklah
berpengaruh pada keberhasilan desentralisasi fiskal. Hal ini disebabkan dana perimbangan biasa
digunakan untuk belanja di urusan administratif saja sedangkan belanja urusan lain dibiayai oleh
pendapatan asli daerah itu.
Rekomendasi
Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik dengan mempedomani hal-hal sebagai
berikut:
1. adanya Pemerintah Pusat yang kapabel dalam melakukan pengawasan dan enforcement dan
2. terdapat keseimbangan antara akuntabilitas dan kewenangan dalam melakukan pungutan
pajak dan retribusi Daerah.
Pemerintah daerah lebih giat menggali potensi daerah dan memaksimalkan penggunaan PAD untuk
menjadi stimulus sumber pendapatan lainnya. Pemerintah daerah tidak bergantung pada dana
perimbangan. PAD dikelola dengan bijak untuk program kesejahteraan masyarakat. Tujuan
desentralisasi fiskal. Pembuatan kebijakan yg tepat
Keterbatasan
Penelitian ini hanya menguji desentralisasi fiskal untuk menjadi indikator keberhasilan desentralisasi.
Menurut Machfud (2002), desentralisasi terdiri atas Desentralisasi Politik (Political Decentralization);
Desentralisasi Administratif (Administrative Decentralization); Desentralisasi Fiskal (Fiscal
Decentralization); dan Desentralisasi Ekonomi (Economic or Market Decentralization). Penelitian ini
tidak mencakup bentuk desentralisasi yang lain. Perhitungan derajat desentralisasi juga berbeda-beda
di setiap penelitian. Ada penelitian yang memasukan komponen DBH dalam perhitungannya dan ada
yang tidak. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memotret desentralisasi dari aspek desentralisasi
politik, desentralisasi administratif, dan desentralisasi ekonomi.
REFERENSI
Abdullah, Siat. (2019). DESENTRALISASI : KONSEP, TEORI DAN PERDEBATANNYA. Jurnal
Jurnal Desentralisasi Vol. 6 No. 4 Tahun 2005.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2014. Kalimantan Timur Dalam Angka 2014.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2015. Kalimantan Timur Dalam Angka 2015.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2016. Kalimantan Timur Dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2017. Kalimantan Timur Dalam Angka 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2018. Kalimantan Timur Dalam Angka 2018.
Demora, Viozana. (2019). DESENTRALISASI : KONSEP, TEORI DAN
PERDEBATANNYA. Jurnal Jurnal Desentralisasi Vol. 6 No. 4 Tahun 2005.
Dinardjito, Agung dan Dharmazi, Almizar. 2020. PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL,
INVESTASI, DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR. Jurnal Pajak dan Keuangan
Negara Vol.2, No.1 (2020), Hal.57-72.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2014. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2014,
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/portal/data/apbd. Di akses pada tanggal 25 Juli 2020.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2014. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2014,
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/portal/data/apbd. Di akses pada tanggal 25 Juli 2020.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2015. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015,
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/portal/data/apbd. Di akses pada tanggal 25 Juli 2020.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2016. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2016,
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/portal/data/apbd. Di akses pada tanggal 25 Juli 2020.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2017. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2017,
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/portal/data/apbd. Di akses pada tanggal 25 Juli 2020.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2018. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2018,
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/portal/data/apbd. Di akses pada tanggal 25 Juli 2020.
Finance.detik.com. 2019. Resmi! Jokowi Putuskan Ibu Kota RI Pindah ke Kaltim,
https://finance.detik.com/properti/d-4681152/resmi-jokowi-putuskan-ibu-kota-ri-pindah-ke-kaltim. Di
akses pada tanggal 31 Juli 2020.
Halim, A. (2007). Akuntansi Sektor Publik; Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Salemba Empat
Haryanto, Joko Tri. 2015. Desentralisasi Fiskal Seutuhnya,
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/desentralisasi-fiskal-seutuhnya. Di akses
pada tanggal 31 Juli 2020.
Kalimantan.bisnis.com. 2019. Pertumbuhan Ekonomi Kaltim 2018 Naik 2,67%,
https://kalimantan.bisnis.com/read/20190206/407/885840/pertumbuhan-ekonomi-kaltim-2018-naik-
267. Di akses pada tanggal 31 Juli 2020.
Maddick, Hendry. (1963). Democracy, Decentralization and Development. Bombay: Asia Publishing
House.
Mahmudi. (2007). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. UPP STIM YKPN. Yogyakarta
Mahsun, Mohammad. 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.
Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta, Penerbit Andi.
Mustafa, Bob dan Halim, Abdul. 2009. Pengukuran Kinerja Dinas Pendapatan Daerah Provinsi
Kalimantan Barat. Jurnal Aplikasi Manajemen Volume 7, Nomor 4.
Nugraha, Yoga Nurdiana. 2019. Ketergantungan Fiskal Daerah Dalam Pelaksanaan Desentralisasi
Fiskal di Indonesia, https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/ketergantungan-fiskal-
daerah-dalam-pelaksanaan-desentralisasi-fiskal-di-indonesia/. Di akses pada tanggal 31 Juli 2020.
Oates, Wallace. (2006). On the Theory and Practice of Fiscal Decentralization.
Pramono, J. 2014. Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
(Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Surakarta). Jurnal Ilmiah Among Makarti. Vol. 7 No. 13: 83-
112.
Rinaldi, Udin. (2012). KEMANDIRIAN KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN OTONOMI
DAERAH. Jurnal Eksos Volume 8, Nomor 2, Juni 2012 hal 105 – 113.
Siddick, Machfud. (2002). Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai Pelaksanaan
Desentralisasi Fiskal. Yogyakarta.
Smoke, Paul. (2000). Fiscal Decentralization in Developing Countries : A Review of Current
Concepts and Practice / P. Smoke..
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.
Sulaeman, A. S., & Silvia, V. (2019). PENDAPATAN ASLI DAERAH,TRANSFER DAERAH,
DAN BELANJA MODAL, PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
REGIONAL DI INDONESIA. Jurnal Aplikasi Akuntansi, 4(1), 97 - 112.
https://doi.org/10.29303/jaa.v4i1.61
Tanzi, Vito. (2002). Pitfalls on the road to fiscal decentralization. Dalam Managing Fiscal
Decentralization. Editor Ehtisham Ahmad and Vito Tanzi. London: Routledge
Undang-Undang. 2004. Undang-undang Nomor 33 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang. 2014. Undang-undang Nomor 23 Tentang Pemerintah Daerah.
Wartaekonomi.co.id. 2017. Pertumbuhan Ekonomi Kaltim Merosot Selama Dua Tahun Terakhir,
https://www.wartaekonomi.co.id/read138255/pertumbuhan-ekonomi-kaltim-merosot-selama-dua-
tahun-terakhir. Di akses pada tanggal 31 Juli 2020.
Yushkov, Andrey. (2015). Fiscal decentralization and regional economic growth: Theory, empirics,
and the Russian experience. Russian Journal of Economics. 1. 404-418. 10.1016/j.ruje.2016.02.004.

Anda mungkin juga menyukai